Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GLOMERULONEFRITIS KRONIS

1. Definisi

Glomerulonefritis kronis ialah diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya


hematuria dan proteinuria yang menetap. ( Arief mansjoer, dkk. 2000 )

Glomerolusnefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yg lama dari sel-sel


glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerolonefritis akut yg tidak membaik
atau timbul secara spontan. (Arif muttaqin & kumala Sari, 2011)

2. Etiologi

Penyebab dari Glomerulo nefritis Kronis yaitu :

a. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta hemoliticus group
A).
b. Keracunan.
c. Diabetes Melitus
d. Trombosis vena renalis.
e. Hipertensi Kronis
f. Penyakit kolagen
g. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium lanjut.
3. Manifestasi Klinis

Dapat tanpa keluhan sampai terjadi gagal ginjal. Anaka lemah, lesu, nyeri kepala,
gelisah, mual, koma, dan kejang pada stadium akhir. Edema seddikit, suhu subfebril. Bila
pasien memasukin fase nefrotik dari glomerulonefritis kronis, maka edema bertambah
jelas, perbandingan albumin-globulin terbalik, kolestrol darah meninggi. Fungsi ginjal
menurun, ureum dan kreatinin meningkat, dan anemia bertambah berat, diikuti tekanan
darah yang mendadak meningi. Kadang-kadang terjadi ensefalopati hipertensif dan gagal
jantung yang berakhir dengan kematian.

Klasifikasi

a.Congenital (herediter)

1. Sindrom Alport

Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif


familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior.
Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal
kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu
penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi
ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita sindrom alport. Gejala klinis yang utama
adalah hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi
hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas atas. Hilangnya
pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat
lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.

2. Sindrom Nefrotik Kongenital

Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala
proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa
minggu sampai beberapa bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi
pada saat lahir, juga sering dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan
laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan
sembab dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.

b.Glomerulonefritis Primer

1. Glomerulonefritis membranoproliferasif

Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan


gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai
glomerulonefitis progresif. 20-30% pasienmenunjukkan hematuria mikroskopik dan
proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan
hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala
sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran
pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.

2. Glomerulonefritis membranosa

Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah


pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai
pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang
dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur
rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah
dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis
kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan
80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-
60%, dan hipertensi 30%.

3. Nefropati IgA (penyakit berger)

Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut,


sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering
dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala
nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria
mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi
saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.

c.Glomerulonefritis sekunder

Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu


glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab terseringadalah
streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada
masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan
hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan
hipertensi.

4. Patofisiologi

Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit
punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata (kelopak),
mual dan muntah-muntah. Pada keadaan ini proses kerusakan ginjal terjadi menahun dan
selama itu gejalanya tidak tampak. Akan tetapi pada akhirnya orang-orang tersebut dapat
menderita uremia (darah dalam air seni) dan gagal ginjal.

Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai
tempat membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai
racun yang tidak diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine dengan jumlah setiap
hari berkisar antara 1-2 liter. Selain fungsi tersebut, ginjal berfungsi antara lain
mempertahankan kadar cairan tubuh dan elektrolit (ion-ion), mengatur produksi sel-darah
merah. Begitu banyak fungsi ginjal sehingga bila ada kelainan yang mengganggu ginjal,
berbagai penyakit dapat ditimbulkan.

Glomerulonefritis merupakan berbagai kelainan yang menyerang sel-sel


penyerang ginjal (sel glomerulus). Glomerulonefritis menahun adalah penyakit paling
sering menimbulkan gagal ginjal dikemudian hari. Kelainan ini terjadi akibat gangguan
utama pada ginjal (primer) atau sebagai komplikasi penyakit lain (sekunder), misalnya
komplikasi penyakit diabetes mellitus, keracunan obat, penyakit infeksi dan lain-lain.
Pada penyakit ini terjadi kebocoran protein atau kebocoran eritrosit.

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir


dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar
glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar
tampak bersifat imunologis. Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang terjadi pada
glomerulus,bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus,
jaringan interstitial maupun sistem vaskulernya.

5. Komplikasi

Komplikasi dari Glomerulonefritis adalah :

a. Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia.
Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika
hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu).
b. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak.
c. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesardan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis
eritropoietik yang menurun.
e. Gagal Ginjal Akut (GGA)
6. Penatalaksanaan

Atasi gejala klinis dengan gangguan elektrolit. Anak boleh melakukan


kehidupan sehari-hari sebagaimana biasa dalam batas kemampuannya. Lakukan
pengawasan hipertensi dengan obat hipertensi, koreksi anemia, obati infeksi
dengan antibiotik. Dialisis berulang merupakan cara efektif untuk memperpanjang
umur.

a. Istirahat selama 1-2 minggu


b. Modifikasi diet.
c. Pembatasan cairan dan natrium
d. Pembatasan protein bila BUN meningkat.
e. Antibiotika.
f. Anti hipertensi
g. Pemberian diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali)
h. Bila anuria berlangsung lama (5-7hari) dianjurkan dialisa peritoneal atau
i. hemodialisa.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pada urin ditemukan albumin (+), silinder, eritrosit, leukosit hilang timbul, berat
jenis urin menetap pada 1008-1012. Pada darah ditemukan LED, ureum, kreatinin dan
fosfor serum yang meninggi serta kalsium serum yang menurun, sedangkan kalium
meningkat. Anemia tetap ada. Uji fungsi ginjal menunjukkan fungsi ginjal menurun.
ASUHAN KEPERAWATAN GLOMERULONEFRITIS

A. Pengkajian

1. Keadaan umum

2. Riwayat :

a. Identitas anak: nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.


b. Riwayat kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya anak sakit seperti ini ?
c. Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami, imunisasi,
hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
d. Pola kebiasaan sehari – hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat
tidur, aktivitas atau bermain, dan pola eliminasi.

3. Riwayat penyakit saat ini:

a. Keluhan utama

b. Alasan masuk rumah sakit

c. Faktor pencetus

d. Lamanya sakit

4. Pengkajian sistem

a. Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada (adanya edema ).
b. Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya
cyanosis, diaphoresis.
c. Sistem pernafasan : kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronki, retraksi
dada, cuping hidung.
d. Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku ( mood, kemampuan
intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn tumbang? Kaji pula fungsi sensori, fungsi
pergerakan dan fungsi pupil.
e. Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali /
splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar.
f. Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.

5. Pengkajian keluarga

a. Anggota keluarga

b. Pola komunikasi

c. Pola interaksi

d. Pendidikan dan pekerjaan

e. Kebudayaan dan keyakinan

f. Fungsi keluarga dan hubungan

B. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hipernatremia


b. Kelebihan volume cairan b/d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anorexia

C. Intervensi

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi air dan hipernatremia

Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukkan perfusi jaringan serebral


normal ditandai dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan retensi air,
tidak ada tanda-tanda hipernatremia.

Intervensi :

a. Monitor dan catat Tekanan Darah setiap 1 – 2 jam perhari selama fase akut.
Rasional: untuk mendeteksi gejala dini perubahan Tekanan Darah dan menentukan
intervensi selanjutnya.
b. Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction.
Rasional: serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen ke otak
c. Atur pemberian anti Hipertensi, monitor reaksi klien.
a. Rasional: Anti Hipertensi dapat diberikan karena tidak terkontrolnya Hipertensi
yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal
d. Monitor status volume cairan setiap 1 – 2 jam, monitor urine output (N : 1 – 2
ml/kgBB/jam).
Rasional: Monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat menyebabkan
tekanan darah meningkat.
e. Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8 jam.
Rasional: Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status neurologis,
memudahkan intervensi selanjutnya.
f. Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order.

Rasional: Diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.

2. Resiko kelebihan volume cairan b/d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium

Kriteria Evaluasi: Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas


normal ditandai dengan urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam.

Intervensi:

a. Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam.


Rasional: Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi cairan, penurunan output
urine merupakan indikasi munculnya gagal ginjal.
b. Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak laki-laki cek adanya
pembengkakan pada skrotum
Rasional: Peningkatan lingkar perut dan Pembengkakan pada skrotum merupakan
indikasi adanya ascites.
c. Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila menggunakan
tiazid/furosemide.
d. Rasional: Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang membutuhkan penanganan
pemberia potassium.
e. Monitor dan catat intake cairan.
Rasional: Klien mungkin membutuhkan pembatasan pemasukan cairan dan penurunan
laju filtrasi glomerulus, dan juga membutuhkan pembatasan intake sodium.
f. Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine.
Rasional: Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan protein sebagai
indikasi adanya penurunan perfusi ginjal.
g. Monitor hasil tes laboratorium
Rasional: Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar kreatinin indikasi adanya
gangguan fungsi ginjal.

3. Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan anorexia.

Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukan peningkatan intake ditandai dengan


porsi akan dihabiskan minimal 80%.

Intervensi :

a. Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi.


Rasional: Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih cocok dan menyediakan kalori essensial.
b. Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan klien.
Rasional: Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan kesempatan bagi
klien untuk menikmati makanannya, dengan menyajikan makanan kesukaannya dapat
menigkatkan nafsu makan.
c. Batasi masukan sodium dan protein sesuai order.
Rasional: Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa kasus ginjal tidak
dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk membatasi pemasukan cairan
DAFTAR PUSTAKA

1. A. Price, Sylvia. Wilson, Lorraine. 2005. PATOFISIOLOGI: KONSEP KLINIS PROSES


PENYAKIT EDISI 6. Jakarta: EGC.

2. Nanda Nic-Noc, 2013. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN EDISI 3. Jakarta: EGC.

3. Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3. Jakarta: Media Aesculapius.

4. Muttaqin, Arif. Sari, kumala.2011. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM


PERKEMIHAN. Jakarta: Salemba Medika.

5. Anonym. 2011. GLOMERULONEFRITIS KRONIS.


http://dinkes.banyuasinkab.go.id/index.php/artikel-kesehatan/124-glomerulonefritis-kronis-
nefrologi-anak-.html.

Anda mungkin juga menyukai