Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Laporan Pendahuluan
A. Pengertian Post Parum
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat
kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil
(Bobak,2010).
Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa aterm, tidak
terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala dan persalinana selesai
dalam 24 jam (Bobak, 2005).
Partus spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
dengan ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau obat obatan (prawiroharjo, 2000).
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan (Mohtar,
1998).

B. Etiologi
Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan atau
dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan.
1. Partus dibagi menjadi 4 kala :
a. kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan
lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga
parturien masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12
jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.
b. Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan interval 2 sampai 3 menit,
dengan durasi 50 sampai 100 detik. Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai
dengan pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati
lengkap diikuti keinginan mengejan. Kedua kekuatan, His dan mengejan lebih
mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka pintu. Kepala lahir seluruhnya dan
diikuti oleh putar paksi luar. Setelah putar paksi luar berlangsung kepala dipegang di
bawah dagu di tarik ke bawah untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu lahir
ketiak di ikat untuk melahirkan sisa badan bayi yang diikuti dengan sisa air ketuban.
c. Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya
bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta.Lepasnya plasenta dapat ditandai dengan uterus
menjadi bundar,uterus terdorong ke atas, tali pusat bertambah panjang dan terjadi
perdarahan.
d. Kla IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan post partum paling
sering terjadi pada 2 jam pertama,observasi yang dilakukan yaitu tingkat kesadaran
penderita,pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi uterus, terjadinya perdarahan.
Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc
(Manuaba, 1989).
2. Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin, dan faktor
persalinan pervaginam.
a. Faktor Ibu
1) Paritas
Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah jumlah kehamilan yang mampu
menghasilkan janin hidup di luar rahim (lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan
jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan
telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya (Oxorn,2003).Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia paritas adalah keadaan kelahiran atau partus. Pada primipara
robekan perineum hampir selalu terjadi dan tidak jarang berulang pada
persalinan berikutnya (Sarwono, 2005).
2) Meneran
Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila pembukaan sudah
lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus didukung untuk meneran dengan
benar pada saat ia merasakan dorongan dan memang ingin mengejang
(Jhonson, 2004). Ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih efektif pada posisi
tertentu (JHPIEGO, 2005).
b. Faktor Janin
1) Berat Badan Bayi Baru lahir
Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari
4000 gram (Rayburn, 2001).Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma
persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus brakialis, patah
tulang klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan
robekan pada perineum (Rayburn, 2001).
2) Presentasi
Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan sumbu memanjang janin
dengan sumbu memanjang panggul ibu (Dorland,1998).
a) Presentasi Muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang, sikap extensi
sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul atau diameter
submentobregmatika sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian antara
glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi bagian terendahnya antara glabella
dan bregma (Oxorn, 2003).

b) Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini berlawanan
dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah
daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan penunjukknya adalah dahi.
Diameter bagian terendah adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm,
merupakan diameter antero posterior kepala janin yang terpanjang (Oxorn, 2003).
c) Presentasi Bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan dalam polaritas.
Panggul janin merupakan kutub bawah dengan penunjuknya adalah sacrum.
Berdasarkan posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi empat
macam yaitu presentasi bokong sempurna,presentasi bokong murni, presentasi
bokong kaki, dan presentasi bokong lutut (Oxorn, 2003).

c. Faktor Persalinan Pervaginam


1) Vakum ekstrasi
Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan,anin dilahirkan dengan
ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat vacum yang dipasang di kepalanya
(Mansjoer,2002).
2) Ekstrasi Cunam/Forsep
Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan cunam
yang dipasang di kepala janin (Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada
ibu karena tindakan ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri,robekan portio, vagina,
ruptur perineum, syok, perdarahan post partum, pecahnya varices vagina (Oxorn,
2003).
3) Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan melakukan
pengurangan volume atau merubah struktur organ tertentu pada bayi dengan tujuan
untuk memberi peluang yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi
tersebut (Syaifudin, 2002).
4) Persalinan Presipitatus
Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat cepat, berlangsung
kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim
yang terlau kuat,atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa
nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan yang sangat
kuat (Cunningham, 2005).

C. Patofisiologi
1. Adaptasi Fisiologi
a. Infolusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan, proses
ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Pada akhir tahap ketiga persalinan,uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm
di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium
sakralis.Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas
umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam.Pada hari pasca
partum keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus dan
simpisis pubis.
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr 2
minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam
panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan
esterogen dan progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus
selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah
penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar. homeostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi
pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan
pembentukan bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan
membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk
mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau
intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah
lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.

2. Adaptasi psikologis
Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3 fase
yaitu :
a. Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan dimana ibu
membutuhkan perlindungandan pelayanan.
b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu
keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima peran
barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru. Selama fase ini sistem
pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber
informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik
c. Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem keluarga
telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasian telah
sembuh, perasan rutinnya telah kembali dan kegiatan hubungan seksualnya telah
dilakukan kembali.

D. Manifestasi klinik
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang disebut
puerperium atau trimester keempat kehamilan (Bobak, 2004).
1. Sistem reproduksi
a. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan, proses ini
dimulai segera setelah plasenta keluar kibat kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus,
pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi
kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah lahir.
Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam,
beratnya menjadi 50-60gr. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon
menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi
yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap.
Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2
jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi
tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara
intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir.
c. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular dan trombus
menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur.
Pertumbuhan endometrium ke atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik dan
mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuha luka.
Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga masa pasca partum,
kecuali pada bekas tempat plasenta.
d. Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna merah, kemudian
menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra terutama mengandung darah dan
debris desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4
hari.Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus jaringan.
Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning atau putih. Lochea alba
mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa
bertahan 2-6 minggu setelah bayi lahir.
e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca partum, serviks
memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula.
Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama
beberapa hari setelah ibu melahirkan.
f. Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada
sekitar minggu keempat,walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
2. Sistem endokrin
a. Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol, serta
placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan. Sehingga
kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar
esterogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar,
penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan
diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
b. Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak
menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui
tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating
hormone terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan
ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat
(Bowes, 1991).
3. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan,abdomenya akan menonjol
dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Diperlukan sekitar 6
minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hami.
4. Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.
Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan
dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil (Cunningham,
dkk ; 1993).
5. Sistem cerna
a. Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan, ibu
merasa sangat lapar.
b. Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selam
waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan.
6. Payu dara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu dara selama wanita
hamil (esterogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin, krotison,
dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
a) Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak menyusui.
Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dailakukan pada hari
kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum bisa terjadi
pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di
raba.
b) Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan,
yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba hangat dan keras
ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih
kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu.
7. Sistem kardiovaskuler
a. Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan
ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah
total yang cepat tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan
tubuh yang menyebapkan volume darah menurun dengan lambat. Pada
minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.
b. Curah jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat sepanjang
masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat
bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya
melintasi sirkuit utero plasenta tiba tiba kembali ke sirkulasi umum (Bowes,
1991).
c. Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan
normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol
maupun diastol dapat timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari
setelah wanita melahirkan (Bowes, 1991).
8. Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis
yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan trauma yang dialami wanita saat
bersalin dan melahirkan.
9. Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung
secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang
membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat
pemsaran rahim.
10. Sistem integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menutap. Kulit
kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar,
tapi tidak hilang seluruhnya.

E. Klasifikasi Ruptur Perineum


Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat ruptur perineum dapat
dibagi menjadi empat derajat, yaitu :
a. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
1) Vagina
a) Komisura posterior
b) Kulit perineum
b. Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
1) Mukosa Vagina
a) Komisura posterior
b) Kulit perineum
c) Otot perineum
c. Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
1) Sebagaimana ruptur derajat dua
2) Otot sfingter ani
d. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
1) Sebagaimana ruptur derajat tiga
2) Dinding depan rectum

F. Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama nperiode post
partum.
Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah lebih dari 500 cc setelah kelahiran
kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda sebagai berikut:
 Kehilangan darah lebih dai 500 cc
 Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
 Hb turun sampai 3 gram % (novak, 1998).

Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya perdarahan dini
terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam setelah
melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi kasus lainnya, tiga
penyebap utama perdarahan antara lain :

a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksin dengan baik dan
ini merupakan sebap utama dari perdarahan post partum. Uterus yang sangat
teregang (hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan janin besar),
partus lama dan pemberian narkosis merupakan predisposisi untuk terjadinya atonia
uteri.
b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat menimbulkan
perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan segera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebapkan
oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta adalah : tertahannya atau belum
lahirnya plasenta atau 30 menit selelah bayi lahir.
d. Lain-lain
 Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus sehingga
masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka
 Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan parut pada
uterus setelah jalan lahir hidup.
 Inversio uteri (Wikenjosastro, 2000).
2. Infeksi puerperalis
Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post partum. Insiden
infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari
selama 10 hari pertama post partum.
Penyebap klasik adalah : streptococus dan staphylococus aureus dan organisasi lainnya.

3. Endometritis
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh infeksi puerperalis. Bakteri
vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran memiliki resiko tinggi terjadinya
endometritis (Novak, 1999).
4. Mastitis
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya puting susu
akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan, mastitis umumnya
di awali pada bulan pertamapost partum (Novak, 1999).
5. Infeksi saluran kemih
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan resiko infeksi
saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli dan bakterigram negatif
lainnya.
6. Tromboplebitis dan trombosis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan meningkatnya status
vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler, akibatnya terjadi tromboplebitis
(pembentukan trombus di pembuluh darah dihasilkan dari dinding pembuluh darah)
dan trombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial terjadi 1 kasus dari
500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.
7. Emboli
Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil menyebapkan
kematian terbanyak di Amerika (Novak. 1999).
8. Post partum depresi
Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai beberapa minggu,
terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya. Tandanya
antara lain, kurang konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan obsepsi cemas,
kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh bingung, nyeri kepala, ganguan
makan,dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex, kehilanagan semangat
(Novak, 1999).

G. Tanda – Tanda Bahaya Post Partum


Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik,
dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir (Depkes RI,
2004).Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :
1. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.
2. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.
3. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan pada mukosa
vagina.

H. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum


Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengancara melakukan
penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang kosong
terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan
menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara
memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998). Prinsip yang harus diperhatikan
dalam menangani ruptur perineum adalah:
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera memeriksa
perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya dilakukan
penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke
arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian
lapis luar.
b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan
menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jikaditemukan
robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum
dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput
lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur.
Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum
dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan
rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal
dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah
karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3
jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.Selanjutnya robekan dijahit
lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.
f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum Menurut Mochtar (1998) persalinan
yang salah merupakan salah satu sebab terjadinya ruptur perineum.

Menurut Buku AcuanAsuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu dan
penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh
tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum. Dalam
menangani asuhan keperawatan pada ibu post partumspontan, dilakukan berbagai macam
penatalaksanaan, diantaranya :

1. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan preeklamsi suhu
tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi,stress, atau dehidrasi.
2. Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan darah dan
menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan pengganti merupakan
tindakan yang vital, seperti Dextrose atau Ringer.
3. Pemberian oksitosinSegera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan
dengan cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu kontraksi
uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
4. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik, narkotik dan
antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini diberikan secara regional/
umum (Hamilton, 1995).

I. Pengkajian Fokus
Pengkajian pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah sebagai berikut :

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


a. Bagaimana keadaan ibu saat ini ?
b. Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?
2. Pola nutrisi dan metabolik
a. Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?
b. Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?
c. Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?
d. Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?
3. Pola aktivitas setelah melahirkan
a. Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?
b. Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?
c. Apakah ibu tampak mengantuk ?
4. Pola eliminasi
a. Apakah ada diuresis setelah persalinan ?
b. Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?
5. Neuro sensori
a. Apakah ibu merasa tidak nyaman ?
b. Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?
c. Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?
d. Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?
e. Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?

6. Pola persepsi dan konsep diri


a. Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini
b. Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan penampilan tubuhnya
saat ini ?
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Pemeriksaan TTV
2) Pengkajian tanda-tanda anemia
3) Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis
4) Pemeriksaan reflek
5) Kaji adanya varises
6) Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )
b. Payudara
1) Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )
2) Kaji adanya abses
3) Kaji adanya nyeri tekan
4) Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti
5) Kaji pengeluaran ASI
c. Abdomen atau uterus
1) Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri
2) Kaji adnanya kontraksi uterus
3) Observasi ukuran kandung kemih
d. Vulva atau perineum
1) Observasi pengeluaran lokhea
2) Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi
3) Kaji adanya pembengkakan
4) Kaji adnya luka
5) Kaji adanya hemoroid

8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periodepasca partum. Nilai
hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada
partumuntuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.
b. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau dengan tehnik
pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke laboratorium untuk
dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika cateter indwelling
di pakai selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di kaji untuk
menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang mungkin (Bobak,
2004).

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan.(Doenges, 2001)
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan. (Doenges,
2001)
3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara
perawatan payudara bagi ibu menyusui. (Bobak,
2004)
K. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang
 Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4
b. Klien terlihat rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur nyaman
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu 36-370 C, N 60-100 x/menit, RR
16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg
 Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri klien dengan PQRST ( P : faktor penambah dan pengurang
nyeri, Q : kualitas atau jenis nyeri, R : regio atau daerah yang mengalami nyeri, S :
skala nyeri, T : waktu dan frekuensi )
 Rasional : untuk menentukan jenis skala dan tempat terasa nyeri
b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri
 Rasional : sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan atau asuhan
keperawatan sesuai dengan respon klien
c. Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan tenang
 Rasional : membantu klien rilaks dan mengurangi nyeri
d. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan perhatian klien pada
hal lain
 Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan perhatian
klien dari rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik
 Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan cara perawatan


Vulva
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi, pengetahuan
bertambah
 Kriteria hasil :
a. Klien menyertakan perawatan bagi dirinya
b. Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri
c. Perawatan pervagina berkurang
d. Vulva bersih dan tidak inveksi
e. Tidak ada perawatan
f. Vital sign dalam batas normal

 Intervensi :
a. Pantau vital sign
 Rasional : peningkatan suhu dapat mengidentifikasi adnya infeksi
b. Kaji daerah perineum dan vulva
 Rasioal : menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva dan
perineum
c. Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post partum
 Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
d. Ajarkan perawatan vulva bagi pasien
 Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
e. Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah vulvanya
 Rasional : meminimalkan terjadinya infeksi
f. Lakukan perawatan vulva
 Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa nyaman bagi
pasien
3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara
perawatan payudara bagi ibu menyusui
 Tujuan : pasien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
 Kriteria hasil :
a. Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
b. Asi keluar
c. Payudara bersih
d. Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri
e. Bayi mau menetek

 Intervensi :
a. Kaji pengetahuan paien mengenai laktasi dan perawatan payudara
 Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
b. Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care
 Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dan mencegah terjadinya
bengkak pada payudara
c. Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu menyusui
 Rasional : memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat ASI bagi
bayi
d. elaskan cara menyusui yang benar
 Rasional : mencegah terjadinya aspirasi pada bayi

Anda mungkin juga menyukai