Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka bakar merupakan cedera yang menimbulkan derita besar pada


penderitanya. Selain mengancam jiwa, luka bakar juga menyebabkan berbagai
morbiditas berupa gangguan fisik yang berat serta dampak psikologis yang
serius yang dapat mengganggu fungsi sosial penderitanya. Luka bakar
terutama pada luka bakar yang dalam dan luas masih merupakan

penyebab utama kematian dan ketidakmampuan jangka panjang. Penderita


anak-anak dan usia lanjut merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan
mortalitas kasus luka bakar.
The National Institute of Burn Medicine yang mengumpulkan data-data
statistik dari berbagai pusat luka bakar di seluruh AS mencatat bahwa sebagian
besar pasien (75%) merupakan korban dari perbuatan mereka sendiri. Tersiram
air mendidih pada anak- anak yang baru belajar berjalan, bermain- main dengan
korek api pada usia anak sekolah, cedera karena arus listrik pada remaja laki-
laki, penggunaan obat bius, alkohol serta rokok pada orang dewasa semuanya
ini turut memberikan kontribusi pada angka statistik tersebut. Menurut WHO,
pada tahun 2004 hampir 310.000 orang diseluruh dunia meninggal karena luka
bakar dan 30% diantaranya berusia dibawah 20 tahun.
Setelah lolos dari maut di tempat kejadian dan dirawat di suatu instansi
kesehatan, masih dapat terjadi komplikasi atau penanganan yang kurang tepat.
Pertolongan pada waktu, dengan cara dan oleh orang yang tepat sangatlah
krusial dalam tatalaksana luka bakar. Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan
oleh luka bakar, angka insiden, dan angka mortalitas akibat luka bakar penting
bagi perawat untuk mengetahui tentang luka bakar dan penatalaksanaan luka
bakar khususnya di unit pelayanan gawat darurat.

1
A. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dan perjalanan penyakit dari luka bakar?
2. Bagaimana derajat dan luas luka bakar?
3. Apa saja jenis luka bakar?
4. Bagaimana faktor resiko luka bakar?
5. Bagaimana masalah luka bakar yang muncul terkait perkembangan usia?
6. Bagaimana observasi umum dan intervensi awal yang dilakukan pada
pasien luka bakar?
7. Kewaspadaan khusus pada luka bakar?
8. Apa saja pemeriksaaan diagnostik yang dapat dilakukan?
9. Apa saja prioritas diagnosa keperawatan pada luka bakar dan
intervensinya?

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Menjelaskan pengertian dan perjalanan penyakit dari luka bakar?
2. Menjelaskan derajat dan luas luka bakar?
3. Menjelaskan jenis luka bakar?
4. Menjelaskan faktor resiko luka bakar?
5. Menjelaskan masalah luka bakar yang muncul terkait perkembangan
usia?
6. Menjelaskan observasi umum dan intervensi awal yang dilakukan pada
pasien luka bakar?
7. Menjelaskan khusus pada luka bakar?
8. Menjelaskan pemeriksaaan diagnostik yang dapat dilakukan?
9. Menjelaskan prioritas diagnosa keperawatan pada luka bakar dan
intervensinya?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Perjalanan Penyakit


Luka bakar adalah cedera terhadap jaringan yang disebabkan oleh kontak
dengan panas kering (api), panas lembab (uap atau cairan panas), kimiawi
(seperti, bahan-bahan korosif), barang-barang elektrik (aliran listrik atau lampu),
friksi, atau energi elektromagnetik dan radian. Perjalanan penyakit luka bakar
terdiri dari fase akut, subakut, dan fase lanjut. Pada fase akut (sejak terjadinya
cedera sampai syok awal teratasi; 0 sampai ±72 jam) atau yang sering disebut
fase syok, yang menjadi ancaman hidup adalah gangguan airway berupa
pembengkakan jalan napas akibat cedera inhalasi oleh udara panas atau gas
toksik produk pembakaran di tempat kejadian, gangguan breathing akibat eschar
yang melingkar di dada atau trauma toraks terkait cedera (misal fraktur iga atau
pneurnotoraks), serta gangguan circulation akibat meningkatnya permeabilitas
dinding vaskular yang menyebabkan ekstravasasi cairan intravascular.

B. Derajat dan Luas Luka Bakar


Dalam praktik penanganan luka bakar, sangatlah penting untuk
memperkirakan beratnya luka bakar berdasarkan luas dan derajat kedalaman
luka bakar serta bagian tubuh mana yang terkena.
1) Luka Bakar Termal Superfisial
a. Gejala Klinis
Luka bakar termal superfisial (STB, superficial thermal burn), dahulu dikenal
sebagai luka bakar derajat pertama, disebabkan oleh cedera termal yang hanya
mengenai epidermis. Pasien datang dengan eritema lokal dan nyeri di tempat
cedera. Namun, nyeri dapat terlambat selama beberapa jam setelah kejadian
awal.
b. Patofisiologi

3
Kulit terdiri dari lapisan epidermis dan dermis. STB mengakibatkan kerusakan
epidermis yang hanya menyebabkan gangguan minor pada fungsi normal kulit.
Kerusakan termal yang menyebabkan STB berasal dari berbagai sumber,
mencakup kontak langsung dengan permukaan yang panas, luka bakar terkena
petir, dan radiasi sinar matahari (yaitu luka bakar akibat sinar matahari).
Gambaran eritematosa pada STB berasal dari iritasi pleksus vaskular, yang
menonjol keatas dari dermis ke dalam persambungan epidermal-dermal.
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan latar belakang klinis.
Adanya perubahan kulit yang sesuai dengan STB, disertai riwayat pajanan termal
yang masuk akal yang biasanya bersifat terbatas, cukup untuk diagnosis. Luka
bakar superfisial sebenarnya memiliki permukaan yang kering tanpa adanya
pembentukkan lepuh. Klinisi harus waspada akan adanya potensial hubungan
antara cedera STB dengan penyiksaan anak, atau orang berusia lanjut.
d. Komplikasi Klinis
Cedera STB sirna dan sembuh dalam 3-5 hari. Tidak ada risiko terbentuknya
parut. Infeksi sekunder tidak diharapkan tetapi dapat terjadi jika pasien
memanipulasi, mengabrasi, atau merusak integritas jaringan yang mengalami
cedera.
e. Tata Laksana
Pengobatan memerlukan penghilangan dengan segera sumber luka bakar
untuk menghentikan proses terbakar. Pendinginan area dilakukan secara
tradisional. Namun, riset terkini menunjukkan bahwa hal tersebut mungkin tidak
mengubah prognosis STB. Area tersebut harus tetap dijaga agar memiliki
kelembaban yang baik, dan analgesik ringan harus diberikan. Pada umumnya
balutan tidak diperlukan kecuali untuk pertimbangan rasa nyaman.

2) Luka Bakar Partial-Thickness


a. Gejala Klinis
Manifestasi luka bakar partial-thickness (PTB, parcial-thickness burn)
superfisial adalah nyeri yang hebat dan pembengkakkan yang sedang di tempat
cedera. PTB prefunda (dalam) juga memiliki manifestasi berupa pembengkakkan
yang berat dan terlihat jelas, serta ditandai dengan area kemerahan dan jaringan
putih seperti malam (wax).
b. Patofisiologi

4
PTB, dahulu disebut luka bakar derajat dua, dibagi menjadi tipe superfisialis
dan profunda. PTB superfisialis meluas melalui epidermis ke dalam lapisan
superfisial dermis. Lepuh yang berisi cairan berkembang dalam beberapa menit
setelah cedera. Dengan pecahnya lepuh tersebut, ujung saraf yang terpajan
membuat luka tersebut terasa sangat nyeri. Sebagai akibat cedera pleksus
vaskular dermal, timbul edema sedang. PTB profunda meluas ke lapisan paling
dalam pada dermis. Lepuh biasanya tidak ada pada cedera ini. Namun,
permukaan luka yang terpajan cenderung lembab, dan edema terlihat jelas.
Sensasi berubah pada PTB profunda.
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan latar belakang klinis. Luar
permukaan tubuh (LPT) yang terkena sebaiknya dihitung menggunakan “Rules of
Nines” atau teknik yang ekuivalen jika perlu.
d. Komplikasi Klinis
Komplikasi bergantung pada keadaan spesifik mekanisme, serta kedalaman
dan luas cedera, tetapi dapat juga meliputi cedera inhalasi, gagal napas, infeksi
dan pembenyukan parut.
e. Tata Laksana
Pengobatan dimulai dengan menghilangkan dengan segera sumber luka
bakar untuk menghentikan proses terbakar. Pendinginan area yang terbakar
dapat mengurangi insidensi luka bakar dengan kedalaman penuh. Kedalaman
luka bakar menentuka spesifikasi pengobatan. Saluran napas, pernapasan dan
sirkulasi (ABC, airway breathing, circulation) harus diperhatikan. Tata laksana
saluran napas yang agresif sangat diperlukan karena terdapat resiko
edemaprogresif. Volume cairan yang diperlukan untuk resusitasi pada luka bakar
yang meluas lebih dari 10-15% LPT dapat berpedoman pada formula Parklandm
2-4 mL/kg x % LPT. 50% diberikan pada 8 jam pertama dan 50% diberikan pada
16 jam berikutnya sejak terjadinya cedera (bukan waktu datang ke unit gawat
darurat).

3) Luka Bakar Full-Thickness


a. Gejala Klinis
Pasien yang mengalami luka bakar dengan kedalaman penuh (FTB, full-
thickness burn) datang disertai area luka bakar yang dapat berwarna putih,
hitam, merah, atau cokelat kehitaman.

5
b. Patofisiologi
FTB dahulu disebut luka bakar derajat tiga, meluas melalui epidermis dan
dermis ke dalam jaringan sub kutan dengan kerusakan pada tulang, otot, dan
jaringan interstisial. Edema disebabkan oleh perpindahan cairan dan protein dari
pembuluh darah ke ruang interstisial. Respon imunologik terhadap jaringan yang
rusak meningkatkan risiko untuk sepsis sistemik.
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan latar belakang klinis. Area
yang mengalami luka bakar tampak kering, menyerupai kulit dan kaku, serta
bebas nyeri akibat destruksi pada ujung saraf. Rambut tubuh mudah dicabut
karena kerusakan adneksa dermis. Luas permukaan tubuh (LPT) yang terkena
sebaiknya dihitung menggunakan “Rules of Nines” atau teknik yang ekuivalen.
Kadar laktat serum dan usia pasien terbukti berkorelasi dengan mortalitas pada
kasus luka bakar.
d. Komplikasi Klinis
Komplikasi tergantung pada keadaan spesifik mekanisme cedera, serta
kedalaman dan luas cedera, tetapi dapat mencakup cedera inhalasi, gagal nafas,
infeksi, atau pembentukkan parut hipertrofik. Pembentukkan parut yang luas
dengan kebutuhan akan teknik bedah rekonstruktif adalah kaidah untuk FTB.
e. Tata Laksana
Penderita luka bakar pada sirkumferensial pada ekstermitas berisiko
mengalami gangguan neurovaskular. Penilaian berulang terhadap fungsi
neurovaskular pada ekstermitas yang berisiko wajib dilakukan. Eskarotomi paling
baik dilakukan dalam ruang operasi, jika keadaan tidak memungkinkan , insisi
kebawah jaringan subkutas pada sisi medial dan lateral dari aksar akan
menghilangkan gangguan.
Luka bakar sirkumferansial pada dinding dada dapat mengganggu ventilasi
mekanis. Jika perlu, insisi dapat dibuat dari klavikula ke iga X pada garis
midklavikula, dengan insisi horizontal yang menghubungkannya untuk
membentuk suatu persegi.
Prifilaksis tetanus diindikasikan karena luka bakar adalah luka yang mudah
terkena tetanus. Pengobatan agresif dengan analgesik narkotik dan ansielitik
diindikasikan untuk FTB, antibiotik sistemik empirik tidak diindikasikan.
Perawatan di rumah sakit dan transfer ke unit luka bakar harus dipertimbangkan
untuk semua FTB.

6
C. Jenis Luka Bakar
1) Luka Bakar Listrik
Cedera listrik diklasifikasikan berdasarkan tipe dan kekuatan arus listriknya:
a. Tipe arus, antara lain arus bolak-balik (AC) yang ditemukan di rumah tangga
dan arus searah (DC) yang ditemukan di aki mobil dan alat bedah elektro.
Kontak dengan AC cenderung menyebabkan kontraksi otot, yang
menyebabkan korban sulit untuk melepaskan sumber listrik tersebut. Kontak
dengan DC cenderung menyebabkan kontraksi otot tunggal yang keras.
Kontak dengan AC cenderung lebih berbahaya daripada kontak dengan DC.
b. Kekuatan arus dibagi menjadi dua kategori: voltase tinggi, 1000 volt atau
lebih, dan voltase rendah, di bawah 1000 volt. Voltase tinggi biasanya
menyebakan lebih banyak destruksi jaringan.
c. Gejala
Cedera listrik menimbulkan berbagai cedera luas yang pada awalnya
mungkin sulit ditentukan. Observasi yang cermat dan pengkajian berulang perlu
dilakukan untuk menangani pasien dengan tepat. Cidera luas dapat
menyebabkan gangguan pada organ lain seperti jantung, integumen, neurologik,
vaskuler, pulmonal, muskuloskeletal, urin.

2) Luka Bakar Kimiawi


Luka bakar kimiawi terjadi ketika substansi kimia bereaksi dengan kulit,
menyebabkan reaksi kimia. Beberapa absorpsi dapat terjadi dan menyebabkan
reaksi sistemik. Hasilnya dikaitkan dengan empat hal: tipe kimiawi (asam, alkali,
atau substansi organik), lama pemajanan, konsetrasi zat, dan jumlah zat.
Semakin dini tindakan, semakin sedikit kerusakan jaringan. Luka bakar alkali
menyebabkan kerusakan lebih banyak dari pada luka bakar asam karena zat ini
menyebabkan nekrosis yang mencair pada jaringan, denaturasi protein, dan
menghilangkan lapisan jaringan, yang memungkinkan penyebaran kimia semakin
luas dan akibatnya luka bakar semakin parah.

7
Substansi organik menyebabkan kerusakan kutaeus dan dapat diabsorpsi,
yang menyebabkan kerusakan hati dan ginjal. Zat kimia tertentu seperti asam
hidrofluorat dapat menembus ke dalam jaringan subkutan dan menyebabkan
kerusakan selama beberapa hari setelah pemajanan. Gejala yang ditimbulkan
dari luka bakar kimiawi pada pasien mempunyai kerusakan kulit serupa dengan
cedera termal, diesrtai eritema, lepuhan, atau luka bakar seluruh lapisan. Pasien
mungkin mempunyiai riwayat menghisap asap kimia.

D. Faktor Risiko Luka Bakar


Faktor risiko berikut dikaitkan dengan cedera luka bakar:
1) Anak berusia kurang dari 5 tahun dan dewasa lebih dari 65 tahun.
2) Pemanas air panas diset terlalu tinggi.
3) Tempat kerja terpajan bahan kimia atau listrik.
4) Kelalaian diri terhadap bahaya di tempat kerja.
5) Penggunaan alkohol.
6) Kecerobohan dalam membakar rokok.
7) Ketidakadekuatan atau kesalahan pada kawat listrik.
8) Menggunakan pakaian yang mudah terbakar, khususnya pakaian malam
yang mudah terbakar.

E. Masalah Luka Bakar Yang Muncul Terkait Perkembangan Usia


1) Pasien Pediatrik
a. Karena anak tidak mempunyai ketangkasan motorik untuk dengan cepat
menghindarkan diri diri mereka dari sumber panas dan karena kulit
mereka lebih tipis, luka bakar pada anak-anak lebih berat dari pada luka
bakar pada orang dewasa dengan pemajanan yang sama.
b. Gangguan jalan nafas terjadi lebih ceapt karena ukuran jalan nafas yang
kecil.
c. Kurangnya osifikasi tulang dan peningkatan kelunakan tulang,
mengakibatkan kelelahan dini pada anak dengan luka bakar dada
konstriktif karena penurunan pengembangan dinding dada.
d. Anak lebih berbahaya karena laju metabolisme yang lebih tinggi,
menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen.

8
e. Frekuensi jantung adalah indikator derajat syok yang dapat dipercaya
karena curah jantung pada anak dipertahankan dengan menignkatkan
frekuensi jantung bukan dengan volume sekuncup.
f. TD bukan merupakan indikator yang akurat. Upaya kompensasi dengan
vasokontriksi akan mempertahankan TD dalam rentang yang dianggap
normal sampai terjadi dekompensasi jantung.
g. Perhatian khusus harus diberikan untuk mempertahankan panas tubuh.
Anak mempunyai permukaan tubuh yang lebih besar terhadap rasio berat
badan, dibandingkan dengan orang dewasa dan akan mengalami derajat
panas serta kehilangan air evaporatif lebih besar.
h. Simpanan glikogen rendah merupakan faktor predisposisi terjadinya
hipoglikemia pada anak. rumatan cairan ( yang harus dihitung selain
cairan resusitasi luka bakar ) yang mengandung glukosa harus digunakan
untuk suplemen resusitasi laktat Ringer, untuk menghindari hipoglikemia.
2) Pasien Geriatrik
a. Pasien geriatrik mempunyai kapasitas sensorik rendah dan kadang
mengalami kerusakan kognitif. Penurunan waktu reaksi bersamaan
dengan seringnya kerusakan mobilitas dan penurunan kekuatan fisik
meningkatkan risiko mereka terhadap cedera seperti pada kasus anak,
kulit pasien geriatrik lebih tipis yang mengakibatkan luka bakar menjadi
lebih berat.
b. Penyakit kardiopulmonal yang ada sebelumnya menurunkan kemampuan
untuk menoleransi stresor pulmonal, seperti luka bakar ibhalasi.
c. Penyakit yang ada sebelumnya ( mis, penyakit paru obstruktif menahun,
penyakit arteri koroner, hipertensi, gangguan ginjal, atau diabetes )
mengakibatkan penurunan kapasitas cadangan sistem tubuh yang
dipengaruhi oleh penyakit tersebut. Oleh karena itu, lansia mempunyai
kecenderungan mengalami disfungsi organ dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas.
d. Resusitasi cairan memerlukan pemantauan ketat untuk mencegah
komplikasi akibat resusitasi yang kurang atau berlebih.
3) Kehamilan
a. Terminasi spontan kehamilan biasanya terjadi pada luka bakar dengan
APTT 60% atau lebih.

9
b. Janin secara total bergantung pada kestabilan tanda vital ibu. Jumlah
suplemen oksigen yang besar diperlukan untuk memastikan oksigenasi
janin adekuat.
c. Pasien dengan gestasi lebih dari 20 minggu (uterus setinggi umbilikus)
mungkin perlu ditempatkan pada posisi miring kanan atau kiri untuk
mencegah kompresi vena kava oleh uterus, yang menyebabkan
hipotensi.
d. Pemantauan janin penting. Pasien harus dpindahkan ke pusat perawtan
luka bakar.

F. Observasi Umum Dan Intervensi Awal Yang Dilakukan Pada Pasien


Luka Bakar
1) Pastikan bahwa proses luka bakar sudah berhenti.
2) Pastikan bahwa ABC ( jalan nafas, pernafasan, sirkulasi) tidak ada masalah.
3) Pasien dengan kemungkinan masalah ABC dan pasien dengan maslah lain,
kecuali luka bakar superfisial ringan harus langsung dimasukkan ke ruang
tindakan. Pasien yang tampak mengalami “luka” bakar ringan juga dapat
dimasukkan ke ruang tindakan untuk memberi peredaan nyeri bila perlu.
4) Dengan menganggap intervensi penyelamatan jiwa tidak diperlukan,
dapatkan data berikut dari pasien, keluarga, teman, atau personel medis
darurat:
a. Riwayat “AMPLE”(Allergies, Medication, Past medical history, Last meal,
Events of the incident)
b. Tipe agens luka bakar
c. Lama waktu pemajanan
d. Apakah pasien dalam ruang tertutup
e. Trauma penyerta
f. Adanya tindakan sebelumnya
g. Riwayat penggunaan alkohol atau obat sebelum kejadian.
Pernafasan
 Evaluasi frekuensi pernafasan, penggunaan otot aksesori, simetrisitas
dinding dada, dan ekskursi. Luka bakar derajat-tiga yang mengelilingi dada
dapat merusak ekspansi dada karena pembentukkan krusta tebal.
Pembuangan krusta mungkin perlu dilakukan untuk memungkinkan ekspansi
dada saat inspirasi.

10
 Auskultasi paru, apakah ada gerakan udara bilateral dan bunyi tambahan.
 Kaji adanya agitasi atau perubahan tingkat kesadaran.
 Selain tanda kemungkinan status cedera inhalasi pada pengkajian jalan
nafas, suara serak, stridor, mengi, batuk, sputum mengandung karbon,
takipneu, dispneu, dan agitasi mungkin ditemukan selama pengkajian
pernafasan.
Perfusi
 Kaji tanda-tanda vital dengan sering. Frekuensi jantung pasien adalah
indikator kedua yang paling dapat diandalkan tentang resusitasi cairan yang
adekuat (haluaran urine adalah yang pertama). Pasien dengan luka bakar
serius akan mengalami penurunan curah jantung dalam beberapa menit
pertama cedera. Pembengkakan ekstermitas yang terbakar menyimpangkan
pembacaan manset tekanan darah noninvasif yang dipasang di ekstermitas
tersebut.
 Kaji nadi, khususnya pada bagian distal luka bakar. Nadi yang tidak dapat
diraba harus dievaluasi dengan Doppler. Luka bakar derajat tiga yang
mengelilingi ekstermitas mungkin memerlukan pembuangan krusta.
 Kaji pemgisian ulang kapiler, rangka tubuh dan suhu ekstermitas, serta
warna kulit.
 Kaji perfusi serebral dengan mengevaluasi tingkat kesadaran pasien. Afinitas
karbon monoksida pada hemoglobin 200 kali lebih kuat dibandingkan
oksigen. Tanda dan gejala perfusi jaringan yang btidak adekuat dapat
menunjukkan keracunan karbon monoksida.
 Lepaskan cincin dan perhiasan yang mengikat.

Intervensi Awal
1) Lakukan kewaspadaan untuk mencegah kontaminasi luka bakar lebih lanjut.
Gunakan sarung tangan steril untuk semua kontak dengan luka bakar.
Gunakan Gown, masker, dan penutup kepala untuk luka bakar sedang atau
mayor.
2) Berikan oksigen suplemen. Setiap pasien dengan kemungkinan keracunan
karbon monoksida harus mendapat oksigen 100% per masker
nonrebreather.
3) Upaya pernafasan yang tidak adekuat harus dibantu dengan alat berupa
kantong berkatup yang diletakkan pada sumber oksigen 100%. Siapkan

11
intubasi pada setiap pasien yang mekanik pernafasannya tidak adekuat atau
upaya perbafasna bising.
4) Lakukan tindakan kewaspadaan untuk mencegah aspirasi pada pasien yang
tidak sadar dengan menggunakan posisi penyelamatan, bila tidak
dikontradiksikan karena trauma yang menyertai, dan disediakan alat
penghisap yang berfungsi. Siapkan utnuk intubasi endotrakea dan
pemasangan selang nasogastrik yang memberi perlindungan definitif.
5) Tentukan apakah luka bakar kimiawi telah dibilas dengan adekuat. Luka
bakar harus sudah dibilas dengan jumlah air yang sangat banyak sedikitnya
20 sampai 30 menit dan pasien harus menyatakan ada penurunan nyeri dan
ketidaknyamanan.
6) Sambungkan monitor jantung, monitor saturasi oksigen, dan manset TD
aotomatis ke pasien. Frekuensi nadi 110 sampai 125 denyut/menit setelah
fase resusitasi awal (beberapa jam setelah cedera) dapat menjadi respons
normal pada orang dewasa dengan area luka bakar yang luas. Frekuensi
jantung anak akan bervariasi tergantung usia mereka. takikardi dengan
frekuensi 120 sampai 170 denyut/mnt mungkinterjadi pada anak selama 24
jam pertama meskipun haluaran urine adekuat. TD pasien bukan indikator
adekuat atau tidaknya resiusitasi cairan yang dapat dipercaya. Namun,
tekanan rerata rendah (yi,.≤ 65mm Hg pada orang dewasa; ≤ 40mm Hg
pada anak-anak) dapat mengindikasikan perlunya evaluasi status cairan
lebih lanjut.
7) Luka bakar dapat didinginkan dengan kompres hangat sampai lembap
dingin. Pendinginan terhadap luka bakar harus dilakukan dengan
kewaspadaan untuk mencegah hipotermia. Es dan air dingin
kontraindikasikan untuk pendinginan luka bakar. Setelah luka bakar
dididnginkan, selimut basah harus disngkirkan dan pasien harus dieslimuti
dengan sprei dan selimut bersih yang kering utnuk memeprtahankan suhu
tubuh.
8) Perawatan mata meliputi pembilasan dengan air atau karutan salin dalm
jumlah besar setelah membalikkan kelopak mata dan menghilangkan setiap
partikel.
9) Tutup luka bakar dengan kain bersih dan kering sampai perawatan luka
bakar definitif dimulai.

12
10) Antisipasi resusitasi cairan pada orang dewasa yang menderita luka bakar ≥
20% APTT, pada anak yang menderita luka bakar ≥ 10% sampai 15% APTT,
dan pasien geriatrik yang menderita luka bakar ≥ 5% sampai 15% APTT.
11) Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat untuk meminimalkan edema wajah
dan meminimalkan edema serebral bila tidak dikontraindikasikan akibat
trauma penyerta.
12) Dapatkan data berat badan trauma penyerta.
13) Mulai pemindahan pasien yang memerlukan tindakan di pusat perawatan
luka bakar dengan kriteria pemindahan menurut “American Burn
Association”.

G. Kewaspadaan Khusus pada Luka Bakar


1) Telinga : Ruptur membran timpani umum terjadi pada pasien yang tersambar
petir. Kartilago mempunyai suplai darah yang buruk, sehingga proses
penyembuhan lambat. Pada luka bakar termal, tekanan pada telinga harus
dihindari. Tali kain yang digunakan untuk memfiksasi slang endotrakea dan
slang nasogastrik harus dijauhkan dari telinga.
2) Bibir : Posisiskan slang endotrakea untuk mencagah tekanan pada bibir.
Gunakan basitrasin untuk mencegah bibir kering dan pecah.
3) Mata : Satu-satunya tindaka yang paling penting adalah irigasi dengan
banyak salin normal dalam beberapa detik setelah cedera. Balik kelompok
mata dan hilangkan setiap partikel sebelum melakukan irigasi. Irigasi selama
30 menit. Kaji apakah ada inversi bulu mata, yang akan menyebabkan abrasi
kornea. Kornea harus dipertahankan lembap. Bila haya salah satu mata yang
cedera, cegah kontaminasi mata yang tidak cedera dari cairan irigasi yang
dialirkan. Anestetik topikal dapt membantu menurukan nyeri dan membantu
dalam irigasi.
4) Tangan dan Kaki: Mempertahankan fungsi adalah yang paling penting.
Tinggikan ekstremitas di atas jantung untuk mencegah edema dependen
yang akan memperlambat penyembuhan. Bila jari tangan dan kaki
dibungkus, harus dibungkus satu persatu; jangan “membedongnya”. Bila
pasien tidak dapat mempertahan jari dalam posisi fungsi secara mandiri,
tangan harus dibebat.
5) Perineum : Kateter urinarius harus dipasang sampai edema membaik.
Pembengkakan masif terjadi pada skrotum akibat dari edema dependen. Bila

13
pasien tirah baring, area tersebut harus dibersihkan secara sakasam dan
diberikan salep setelah berkemih atau defekasi.
6) Persendian : Tulang atau tendong yang terpajan harus dipertahankan lembap
dengan kasa steril dibasahi salin.

H. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
 Kadar elektrolit serum: pada awalnya, kadar ini mungkin normal,
tetapi akan berubah selama program tindakan awal.
 BUN dan kreatini serum : Nitrogen urea darah (BUN) dan kadar
kreatinin mungkin meningkat palsu berkaitan dengan kekurangan
cairan.
 Glukosa darah : Kadar ini mungkin meningkat sebagai akibat respons
sterss. Hipoglikemia pada anak dapat terjadi karena simpanan
glikogen terbatas.
 Gas darah arteri : awalnya PO 2 mungkin normal pada cedera inhalasi.
Khusunya penting untuk mendokumentasikan pH dasar pasien yang
menderita luka bakar listrik, karena umumnya terjadi asidosis. Pasien
luka bakar luas akan mengalami asidosis metabolik ringan yang akan
membaik dengan resusitasi yang adekuat.
 Hitung darah lengkap : Pada walnya, hemoglobin dan hematokrit
mungkin meningkat sebagai akibat pergeseran cairan intraseluler.
 Albumin serum: kadarnya mungkin rendah karena protein plasma,
terutama albumin, hilang kedalam jaringan yang cedera sekunder
akibat peningkatan permeabilitas kalpiler.
 Skrining obat dan alkohol serum serta skrining obat dalam urine: ini
secara khusus penting bila pasien tidak sadar atau tingkat
kewaspadaannya menurun.
 Karboksihemoglobin serum: Skrining harus dilakukan pada pasien
dengan dugaan cedra inhalasi. Tanda dan gejala tampak bila kadar
meningkat > 10%.

14
 Mioglobulin urine: uji mioglobulin urine harus dilakukan untuk pasien
dengan luka bakar listrik. Mioglobulin dilepaskan ketika jaringan otot
mengalami kerusakan. Urine akan berubah menjadi merah terang
atau berwarna teh, tetapi tidak ada sel darah merah.mioglobulin dapat
menyebabkan kerusakan pada tubulus ginjal bila ginjal tidak dibilas
dengan baik. Haluaran urine harus mencapai 75 sampai 100 ml/ jam
hingga warna urine jernih, kemudian 50 ml/jam. Periksa enzim jantung
bila terjadi cedera listrik.
2) Radiografi Dada
Perubahan radiografi dada biasanya terlihat pada kira-kira 48 jam
setelah cidera inhalasi. Pemeriksaan sinar-X dada saat masuk rumah
sakit akan memberi dasar untuk pembandingan dengan film
selanjutnya.

I. Prioritas Diagnosa Keperwatan dan Intervensi


1) Risiko defisit volume cairan
2) Risiko gangguan pertukaran gas
3) Risiko perubahan perfusi jaringan perifer
4) Risiko nyeri
5) Risiko kerusakan integritas kulit
6) Risiko infeksi
1) Risiko Defisit Volume Cairan yang berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan volume plasma dari ruang vaskular
(pergeseran cairan), seperti yang ditunjukkan dengan adanya edema,
penurunan haluaran urine, penurunan tekanan vena sentral, penurunan
tekanan baji kapiler pulmo hipotensi, atau takikardia.
Intervensi
1. Pantau tanda-tanda vital apakah ada takikardia dan hipotensi.
2. Pasang kateter intravena (IV) diameter besar untuk resusitasi cairan.
3. Pasang kateter utinalrius untuk memantau haluaran.
2) Gangguan Pertukaran Gas yang berhubungan dengan cedera alveolar dan
penurunan hemoglobin, yang ditunjukkan dengan sputum berkarbon, suara
serak, rambut nasal terbakar, luka bakar wajah, penurunan PO 2 atau
meningkatnya PCO2.

15
Intervensi
 Berikan oksigen 100% dengan masker nonrebreather.
 Bantu ventilasi dengan alat berbentuk kantong dengan katup bil ada
upaya pernafasan yang tidak adekuat.
 Siapkan intubasi untuk pasien dengan tanda potensial obstruksi jalan
nafas.
 Tinggikan kepala tempat tidur bila pasien kemungkianan mengalami
cedera inhalasi kecuali kontraindikasikan pada trauma penyerta.
 Pantau saturasi oksigen dengan oksimetri nadi (oksimetri nadi mungkin
tidak berebeda antara hemoglobin jenuh dengan karbon monoksida dan
hemoglobin jenuh dengan oksigen).
 Siapkan untuk eskarotomi pada kasus luka bakar mengelilingi dada yang
menurunkan ekspandi dada dan kemampuan pasien untuk bernafas.
 Pantau hemoglobin
 Pantau kadar karboksihemoglobin untuk pasien keracunan karbon
monoksida.
3) Perubahan Perfusi Jaringan Perifer yang berhubungan dengan edema
seluruh tubuh, jaringan avaskuler, penurunan haluaran jantung, dan
hipovolemia seperti yang ditunjukkan dengan penurunan nadi perifer,
kehilangan fungsi sensorik, dan ekstermitas dingin:
Intervensi
 Evaluasi nadi perifer, fungsi sensorik, suhu kulit, dan pengisian ulang
kapiler.
 Pasang manset TD pada ekstermitas yang tidak cedera bila
memungkinkan.
 Lepas perhiasan dan pakaian yang ketat.
 Siapkan untuk membantu ekstraotomi pasien luka bakar yang
mengelilingi ekstermitas yang berkaitam dengan defisit pefusi.
4) Nyeri yang berhubungan dengan stimulasi terhadap sensor nyeri yang
terpajan seperti yang ditunjukkan dengan merintih, bermusuhan, menangis,
mengatupkan rahang, wajah merignis, mengeluh nyeri, peka rangsang
peningkatan frekuensi jantung dan TD, atau gelisah.

Intervensi

16
 Dinginkan luka bakar dengan kompres air hangat sampai lembap dingin,
hati-hati untuk menghindari hipotermia.
 Tutup luka bakar yang didinginkan dengan kain kering dan bersih untuk
mencegah iritasi akibat ujung saraf terpajan aliran udara.
 Berikan medikasi nyeri sesuai program.
 Beritahu pasien tentang semua prosedur yang akan dilakukan dan apa
yang akan terjadi selama prosedur tersebut.
5) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan luka bakar, edema,
dan kerusakan mobilitas fisik seperti yang ditunjukkan dengan destruksi
dermis, epidermis, dan struktur dibawahnya, lepuh berisi cairan, dan bercak-
bercak, berlilin, putih, merah ceri, atau warna kulit kehitaman.
Intervensi
 Hilangkan sumber pembakar.
 Bilas luka bakar kimiawi dengan air selama 20 sampai 30 menit.
 Bila telinga yang terbakar, amankan selang endotrakea dan lambung jauh
dari telinga.
 Tar,aspal, dan plastik yang melekat pada kulit harus didinginkan dengan
air.
 Miringkan pasien setiap 2 jam.
6) Infeksi yang berhubungan dengan perubahan sistem integumentum yang
ditunjukkan oleh destruksi dermis dan epidermis.
Intervensi
 Gunakan sarung tangan steril untuk semua kontak luka.
 Gunakan Gown steril, dan sepatu serta penutup kepala untuk luka bakar
sedang atau mayor.
 Terapkan teknik aseptik dengan ketat.
 Gunakan linen steril untuk pasien dengan luka bakar sedang sampai
berat.
 Berikan antibiotik dan toksoid tetanus sesuai pesanan.

Hasil Pada Pasien


1) Haluaran urine 50 ml/jam untuk dewasa, 1 ml/kg/jam untuk anak dibawah 30
kg, dan 50 sampai 100 ml/jam untuk pasien penderita luka bakar listrik.
2) Mioglobulin dalam urine negatif.

17
3) Pengendalian nyeri yang adekuat dievaluasi berdasarkan skala nyeri yang
dinilai-sendiri oleh pasien.
4) Nadi dapat dipalpasi pada semua ekstremitas
5) Pengisian ulang kapiler <2 detik pada semua ekstremitas.
6) Frekuensi jantung <100denyut/menit(<120 pada pasien dengan luka bakar
luas sebagai akibat status hipermetabolik). TD dan irama jantung dalam
batas normal sesuai usia pasien.
7) Suhu basal tetap 37°C atau lebih
8) Nilai Skala Koma Glaskow dipertahankan pada angka 15
9) Penurunan kadar karboksihemoglobin
10) Pemindaian ke pusat luka bakar dalam waktu 4 jam cedera

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Luka bakar adalah cedera terhadap jaringan yang disebabkan oleh kontak
dengan panas kering (api), panas lembab (uap atau cairan panas), kimiawi
(seperti, bahan-bahan korosif), barang-barang elektrik (aliran listrik atau lampu),
friksi, atau energi elektromagnetik dan radian. Prioritas diagnosa keperwatan
luka bakar adalah risiko defisit volume cairan, risiko gangguan pertukaran gas,
risiko perubahan perfusi jaringan perifer, risiko nyeri, risiko kerusakan integritas
kulit dan risiko infeksi. Pasien cedera luka bakar dianggap sebagai pasien utama
multiple karena efek fisiologik dari luka bakar pada sistem organ. Selain itu, pada

18
cedera luka bakar, pasien sering mengalami cedera traumatik. Tujuan
penatalaksanaan luka bakar di unit gawat darurat adalah menghentikan proses
luka bakar, mempertahankan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi (ABC),
mempertahankan jaringan yang ada serta mencegah infeksi.

B. Saran
Penatalaksanaan luka bakar di unit gawat darurat adalah menghentikan
proses luka bakar, mempertahankan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi (abc),
mempertahankan jaringan yang ada serta mencegah infeksi sehingga penting
bagi perawat untuk mengetahui tentang luka bakar dan penatalaksanaan luka
bakar khususnya di unit pelayanan gawat darurat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prasetyono OH, Randy L. Merujuk Pasien Luka Pertimbangan Praktis. Maj


Kedokt Indonesia, 2008; 58:6.
2. Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC;
2002.
3. Gurnida DA. Dukungan Nutrisi pada Pasien Luka Bakar. Bandung, 2011.
4. Dewi YRS. Luka Bakar: Konsep Umum dan Investiogasi Berbasis Klinis Luka
Antemortem dan Postmortem. Medical School, Udayana University.
5. Pamela S, Patty AS. 2011. Pedoman Keperawatan Emergnsi ed.2. Jakarta:
EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai