Anda di halaman 1dari 31

B AB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Menstruasi

1. Pengertian Menstruasi

Menstruasi adalah meluruhnya dinding rahim (endometrium)

yang mengandung pembuluh darah karena sel telur (ovum) tidak

dibuahi (Pudiastuti, 2012). Menstruasi adalah masa perdarahan

yang terjadi pada perempuan secara rutin setiap bulan selama masa

suburnya (Laila, 2011). Sementara menurut Prawirohardjo (2011)

pendarahan haid merupakan hasil interaksi kompleks yang

melibatkan sistem hormon dengan organ tubuh, yaitu hipotalamus,

hipofise, ovarium, dan uterus serta faktor lain di luar organ

reproduksi.

2. Anatomi Organ Reproduksi Wanita

Pada dasarnya organ reproduksi wanita terdiri dari organ

reproduksi luar dan organ reproduksi dalam yang memiliki fungsi

yang berbeda-beda. Organ reproduksi luar berfungsi sebagai jalan

masuk sperma kedalam tubuh wanita dan sebagai cara melindungi

tubuh organ reproduksi dalam dari berbagai organisme penyebab

infeksi. Sedangkan, organ dalam membentuk semua jalur

reproduksi yang terdiri dari indung telur (ovarium) untuk

menghasilkan telur, tuba falopii (ovidak) sebagai tempat

berlangsungnya pembuahan, rahim (uterus) tempat berkembangnya


embrio menjadi janin dan vagina yang merupakan jalan bagi janin

(Nugroho, 2011).

Gambar II.1 : Anatomi Organ Reproduksi Wanita

3. Fisiologis Siklus Menstruasi

Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara

hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan

terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal,

ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena

tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-

perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi (Bobak, 2004).

Ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan

progesteron. Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh

folikel ovarium, yang mengandung ovum yang sedang berkembang

dan oleh sel-sel yang mengelilinginya. Estrogen ovarium yang

paling berpengaruh adalah estradiol. Estrogen bertanggung jawab


terhadap perkembangan dan pemeliharaan organ-organ reproduktif

wanita dan karakteristik seksual sekunder yang berkaitan dengan

wanita dewasa. Estrogen memainkan peranan penting dalam

perkembangan payudara dan dalam perubahan siklus bulanan

dalam uterus. Progesteron juga penting dalam mengatur perubahan

yang terjadi dalam uterus selama siklus menstruasi. Progesteron

merupakan hormon yang paling penting untuk menyiapkan

endometrium yang merupakan membran mukosa yang melapisi

uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Jika terjadi

kehamilan sekresi progesteron berperan penting terhadap plasenta

dan untuk mempertahankan kehamilan yang normal. Sedangkan

endrogen juga dihasilkan oleh ovarium, tetapi hanya dalam jumlah

kecil. Hormon endrogen terlibat dalam perkembangan dini folikel

dan juga mempengaruhi libido wanita (Suzannec, 2001).

Menstruasi disertai ovulasi terjadi selang beberapa bulan sampai 2-

3 tahun setelah menarche yang berlangsung sekitar umur 17-18

tahun. Dengan memperhatikan komponen yang mengatur

menstruasi dapat dikemungkakan bahwa setiap penyimpangan

system akan terjadi penyimpangan pada patrum umun menstruasi.

Pada umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama

±7 hari. Lama perdarahannya sekitas 3-5 hari dengan jumlah darah

yang hilang sekitar 30-40 cc. Puncak pendarahannya hari ke-2 atau
3 hal ini dapat dilihat dari jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3

buah. Diikuti fase proliferasi sekitar 6-8 hari (Manuaba dkk, 2006).

4. Mekanisme Perdarahan Haid

Hendrik (2006) mengatakan ditinjau dari segi medis

mekanisme perdarahan haid dari seorang perempuan ini terjadi

selama lebih kurang satu minggu, diakibatkan oleh pengaruh

aktivitas hormonal tubuh dan dapat disertai dengan timbulnya

beberapa keluhan yang menyertainya, yaitu keputihan, perasaan

nyeri atau panas (terutama di sekitar perut bagian tengah-bawah

dan kemaluan), ketidakstabilan emosi, lemas, tidak bergairah, dan

penambahan atau penurunan nafsu makan.

Mekanisme terjadinya perdarahan haid secara medis belum

diketahui seluruhnya, tetapi ada beberapa faktor yang memainkan

peranan penting dalam terjadinya proses perdarahan haid tersebut,

yaitu faktor-faktor enzim, pembuluh darah, hormon prostaglandin,

dan hormon-hormon seks steroid (estrogen dan progesteron).

Mekanisme terjadinya perdarahan haid secara singkat dapat

dijelaskan melalui proses-proses yang terjadi dalam satu siklus

haid yang terdiri atas empat fase, yaitu:

a. Fase proliferasi

Dinamakan juga fase folikuler, yaitu suatu fase yang

menunjukan waktu (masa) ketika ovarium beraktivitas

membentuk dan mematangkan folikel-folikelnya serta uterus


beraktivitas menumbuhkan lapisan endometriumnya yang

mulai pulih dan dibentuk pada fase regenerasi atau pasca haid.

Pada siklus haid klasik, fase proliferasi berlangsung setelah

perdarahan haid berakhir, dimulai pada hari ke-5 sampai 14

(terjadinya proses ovulasi). Fase proliferasi ini berguna untuk

menumbuhkan lapisan endometroium uteri agar siap menerima

sel ovum yang telah dibuahi oleh sel sperma, sebagai persiapan

terhadap terjadinya proses kehamilan.

b. Fase luteal

Dinamakan juga fase sekresi atau fase prahaid, yaitu

suatu fase yang menunjukan waktu ketika ovarium beraktivitas

membentuk korpus luteum dari sisa-sisa folikel-folikel

matangnya (folikel de Graaf) yang sudah mengeluarkan sel

ovumnya pada saat terjadinya ovulasi dan menghasilkan

hormone progesterone yang akan digunakan sebagai penunjang

lapisan endometrium uteri untuk bersiap-siap menerima hasil

konsepsi (jika terjadi kehamilan) atau melakukan proses

deskuamasi dan penghambatan masuknya sel sperma (jika

tidak terjadi kehamilan). Pada hari ke-14 (setelah terjadinya

proses ovulasi) sampai hari ke-28, berlangsung fase luteal.

c. Fase menstruasi

Dinamakan juga fase deskuamasi atau fase haid, yaitu

suatu fase yang menunjukkan waktu (masa) terjadinya proses


deskuamasi pada lapisan endometrium uteri disertai

pengeluaran darah dari dalam uterus dan dikeluarkan melalui

vagina.

d. Fase regenerasi.

Dinamakan juga fase pasca haid, yaitu suatu fase yang

menunjukkan waktu (masa) terjadinya proses awal pemulihan

dan pembentukan kembali lapisan endometrium uteri setelah

mengalami proses deskuamasi sebelumnya. Bersamaan dengan

proses regresis atau deskuamasi dan perdarahan haid pada fase

menstruasi tersebut, lapisan endometrium uteri juga

melepaskan hormon prostaglandin E2 dan F2a yang akan

mengakibatkan berkontraksinya lapisan miometrium uteri

sehingga banyak pembuluh darah yang terkandung di dalamnya

mengalami vasokonstriksi, akhirnya akan membatasi terjadinya

proses perdarahan haid yang sedang berlangsung.


Gambar II.2 Fisiologis Siklus Menstruasi
5. Gejala Menstruasi

Berikut ini adalah beberapa gejala yang dapat terjadi pada saat

masa menstruasi ( Hendrik, 2006) :

a. Keputihan

Keluhan keputihan dari seorang perempuan menjelang

terjadinya haid secara statistik cenderung dapat menyebabkan

keadaan daerah kemaluan (terutama vagina, uterus, dan vulva)

menjadi mudah terjangkit suatu penyakit dan menularkannya

ke tubuhnya sendiri atau ke tubuh orang lain yang melakukan

persetubuhan dengannya.

b. Dysminorhhea

Pada fase proliferasi siklus haid terjadi sedikit masalah.

Beberapa perempuan mengalami nyeri yang disebut

dysminorhhea di daerah perut bawah (unilateral) ketika proses

ovulasi. Nyeri biasanya tidak berat dan berlangsung maksimal

selama sekitar 12 jam, tetapi pada beberapa kasus ditemukan

dapat kambuh kembali dan sangat mengganggu.

c. Gangguan Fisik

Gejala-gejala fisik dibagi menjadi dua kelompok berikut ini:

1. Gejala gejala yang tampak menjelang dan selama terjadinya

proses ovulasi (PMS), meliputi gejala-gejala yang terasa di


daerah payudara, berupa rasa penuh di daerah perut dan

penambahan nafsu makan.

2. Gejala-gejala yang tampak pada satu atau dua hari

menjelang terjadinya proses erdarahan haid, meliputi

gejalagejala rasa nyeri dan tidak nyaman di daerah perut,

sakit kepala, yeri pada punggung, lemas, nafsu makan

menurun, dan kram haid (tegang daerah perut).

6. Gangguan Menstruasi

Kusmiran (2011) mengatakan gangguan pada siklus menstruasi

dibagi menjadi:

a. Polimenorea

Polimenorea adalah panjang siklus haid yang memendek dari

panjang siklus haid klasik, yaitu kurang dari 21 hari per

siklusnya, sementara volume perdarahannya kurang lebih sama

atau lebih banyak dari volume perdarahan haid biasanya.

b. Oligemenore

Oligemenorea adalah panjang siklus haid yang memanjang dari

panjang siklus haid klasik, yaitu lebih dari 35 hari per

siklusnya. Volume perdarahannya umumnya lebih sedikit dari

volume perdarahan haid biasanya. Siklus haid biasanya juga

bersifat ovulatoar dengan fase proliferasi yang lebih panjang di

banding fase proliferasi siklus haid klasik.

c. Amenorea
Amenorea adalah panjang siklus haid yang memanjang dari

panjang siklus haid klasik (oligemenorea) atau tidak terjadinya

perdarahan haid, minimal 3 bulan berturut-turut. Amenorea

dibedakan menjadi dua jenis.

1. Amenorea primer

Amenorea primer yaitu tidak terjadinya haid sekalipun pada

perempuan yang mengalami amenorea .

2. Amenorea sekunder

Amenorea sekunder yaitu tidak terjadinya haid yang di

selingi dengan perdarahan haid sesekali pada perempuan

yang mengalami amenorea.

d. Hipermenorea (Menoragia)

Hipermenorea adalah terjadinya perdarahan haid yang terlalu

banyak dari normalnya dan lebih lama dari normalnya (lebih

dari 8 hari).

e. Hipomenorea

Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih sedikit dari

biasanya tetapi tidak mengganggu fertilitasnya.

7. Faktor yang mempengaruhi siklus haid

Kusmiran (2011) mengatakan penelitian mengenai factor risiko

dari variabilitas siklus menstruasi adalah sebagai berikut:

a. Berat badan.
Berat badan dan perubahan berat badan memengaruhi

fungsi menstruasi. Penurunan berat badan akut dan sedang

menyebabkan gangguan pada fungsi ovarium, tergantung

derajat tekanan pada ovarium dan lamanya penurunan berat

badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang kurang/kurus

dan anorexia nervosa yang menyebabkan penurunan berat

badan yang berat dapat menimbulkan amenorrhea.

b. Aktivitas fisik.

Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat membatasi

fungsi menstruasi.

c. Stress.

Stress menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh,

khususnya sistem persarafan dalam hipotalamus melalui

perubahan proklatin atau endogen opiat yang dapat

memengaruhi elevasi kortisol basal dan menurunkan hormone

lutein (LH) yang menyebabkan amenorrhea.

d. Diet.

Diet dapat memengaruhi fungsi menstruasi. Vegetarian

berhubungan dengan anovulasi, penurunan respons hormone

pituitary , fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus

menstruasi (kurang dari 10 kali/tahun). Diet rendah lemak

berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode


perdarahan. Diet rendah kalori seperti daging merah dan rendah

lemak berhubungan dengan amenorrhea.

e. Paparan lingkungan dan kondisi kerja.

Beban kerja yang berat berhubungan dengan jarak

menstruasi yang panjang dibandingkan dengan beban kerja

ringan dan sedang.

f. Gangguan endokrin

Adanya penyakit-penyakit endokrin seperti diabetes,

hipotiroid, serta hipertiroid yang berhubungan dengan

gangguan menstruasi. Prevalensi amenorrhea dan

oligomenorrhea lebih tinggi pada pasien diabetes. Penyakit

polystic ovarium berhubungan dengan obesitas, resistensi

insulin, dan oligomenorrhea. Amenorrhea dan oligomenorrhea

pada perempuan dengan penyakit polystic ovarium

berhubungan dengan insensitivitas hormone insulin dan

menjadikan perempuan tersebut obesitas. Hipertiroid

berhubungan dengan oligomenorrhea dan lebih lanjut menjadi

amenorrhea. Hipotiroid berhubungan dengan polymenorrhea

dan menorraghia .

g. Gangguan perdarahan

Gangguan perdarahan terbagi menjadi tiga, yaitu:

perdarahan yang berlebihan/banyak, erdarahan yang panjang,

dan perdarahan yang sering. Dysfungsional Uterin Bleding


(DUB) adalah angguan perdarahan dalam siklus menstruasi

yang tidak berhubungan dengan kondisi patologis. DUB

meningkat selama proses transisi menopause.

h. Penggunaan IUD

KB IUD dan suntikan mempunyai permasalahan atau

efek samping. Efek samping yang paling utama adalah

gangguan pola haidnya. Pemakai KB IUD, baik “copper T”

atau jenis lainnya sering mengalami perubahan pada pola

haidnya. Lama haid menjadi lebih panjang (beberapa

diantaranya didahului dan diakhiri oleh perdarahan bercak

dahulu). Jumlah haid menjadi lebih banyak dan datangnya haid

(siklus) menjadi lebih pendek, sehingga seakan-akan haidnya

datang 2 kali dalam kurun waktu 1 bulan (30 hari). Panjang

siklus bervariasi dari 23 hari atau kurang untuk siklus pendek

dan lebih dari 35 hari untuk siklus panjang (Hartanto, 2003).

i. Usia

Usia adalah Lamanya kehidupan seseorang dihitung

sejak tahun lahir sampai tahun saat dilakukan penelitian

dihitung dengan angka tahun. Sudah merupakan hukum alam

bahwa setiap makhluk di dunia ini mengalami proses penuaan.

Pada manusia proses penuaan itu sebenarnya terjadi sejak

manusia dilahirkan dan berlangsung terus sampai mati.

Berbeda dengan kaum pria, proses penuaan pada wanita


berlangsung lebih “dramatis”, terutama karena adanya proses

reproduksi dalam kehidupannya. Menopause merupakan salah

satu fase dari kehidupan normal seorang wanita. Pada masa

menopause kapasitas reproduksi seorang wanita berhenti.

Ovarium tidak lagi berfungsi, produksi hormon steroid dan

peptida berangsur-angsur hilang dan terjadi sejumlah

perubahan fisiologik. Sebagian disebabkan oleh berhentinya

fungsi ovarium dan sebagian lagi disebabkan oleh proses

penuaan. Banyak wanita yang mengalami gejala dan keluhan

akibat perubahan tersebut di atas. Gejala dan keluhan tersebut

biasanya berangsur-angsur menghilang. Walaupun tidak

menyebabkan kematian, namun menimbulkan rasa tidak

nyaman dan kadang-kadang menyebabkan gangguan dalam

pekerjaan sehari-hari. Perubahan lain yang terjadi pada wanita

menopause adalah perubahan yang terjadi pada sistem skeletal

(tulang) dan kardiovaskular berupa osteoporesis dan penyakit

jantung dan pembuluh darah. Keadaan ini merupakan salah

satu hal yang harus ditanggulangi dalam program asuhan

kesehatan wanita Setelah kurang lebih 30 tahun lamanya

indung telur berfungsi menghasilkan telur dan hormon-

hormonnya terutama estrogen dan progesteron, maka pada usia

sekitar 40-49 tahun fungsinya akan menurun. Berkurangnya

fungsi indung telur tersebut berlangsung secara berangsur-


angsur antara 4-5 tahun. Pada masa ini, indung telur tidak peka

lagi terhadap rangsangan dari otak, sehingga telur tidak dapat

berkembang lagi hingga matang. Dengan demikian jarang

terjadi ovulasi (pengeluaran telur) dan akhirnya berhenti.

Indung telur sendiri mengecil dan beratnya berkurang. Produksi

hormon wanita (estrogen) makin lama makin berkurang

sehingga haidpun menjadi tidak teratur dan akhirnya berhenti.

B. Stress

1. Pengertian Stress

Stres adalah respon nonspesifik generalisata tubuh terhadap

setiap faktor yang mengalahkan, atau mengancam untuk

mengalahkan kemampuan kompensasi tubuh untuk

mempertahankan homeostatis (Sherwood, 2012). Stres adalah

sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap

bahaya ancaman. Stres memiliki 2 komponen yaitu perubahan

fisiologis dan perubahan psikologis, bagaimana seseorang

merasakan keadaan dalam hidupnya perubahan keadaan fisik dan

psikologis ini disebut stressor (pengalaman yang mengiduksi

respon stres) (Pinel, 2009). Hawari (2008) menjelaskan bahwa

stres juga dapat diartikan sebagai:

a. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu

yang menimbulkan stres atau disebut stressor.


b. Respon, yaitu stres merupakan suatu respon atau reaksi

individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang

menimbulkan stres. Respon yang muncul dapat secara

fisiologis, seperti: jantung berdebar, gemetar, dan pusing serta

psikologis, seperti takut, cemas, sulit berkonsentrasi, dan

mudah tersinggung.

c. Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana

individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres

melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.

2. Klasifikasi Tingkatan Stres

Menurut Stuart dan Sundeen (2006) klasifikasi tingkat stres dibagi

menjadi tiga yaitu :

a. Stres ringan

Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari

dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan

bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

b. Stres sedang

Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting

saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit

lahan persepsinya.

c. Stres berat

Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan

cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua


perilaku ditujukan untuk mengurangi stres. Individu tersebut

mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan

membutuhkan banyak pengarahan.

3. Stressor

Kondisi fisik, lingkungan dan sosial yang merupakan penyebab

dari kondisi stres disebut stressor (Habeeb, 2010). Stressor dapat

berwujud atau berbentuk fisik, seperti polusi udara, dan dapat juga

berkaitan dengan lingkungan sosial, seeperti interaksi sosial. Pikiran

ataupun perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai suatu

ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi

stressor. Stressor diklasifikasikan menjadi tiga kategori (Sunaryo,

2011), yaitu:

a. Cataclysmic events

Fenomena besar atau tiba-tiba terjadi, kejadian-kejadian penting

yang mempengaruhi banyak orang, seperti bencana alam.

b. Personal stressors

Kejadian-kejadian penting yang mempengaruhi sedikit atau

sejumlah orang tertentu, seperti krisis keluarga.

c. Background stressors

Pertikaian atau permasalahan yang biasa terjadi setiap hari,

seperti masalah dalam pekerjaan dan rutinitas pekerjaan.

Menurut Maramis (2009) dalam bukunya mengatakan ada

empat sumber atau penyebab stress :


a. Frustasi

Frustasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai

sasaran tertentu mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan

dalam mendapatkan hasil yang diinginkan. Frustasi juga dapat

diartikan sebagai efek psikologis terhadap situasi yang

mengancam, seperti timbul reaksi marah, penolakan maupun

depresi.

b. Konflik

Konflik terjadi ketika individu berada dalam tekanan merespons

langsung terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua

kebutuhan maupun motif yang berbeda dalam waktu bersamaan.

Ada 3 jenis konflik yaitu:

1) Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus

memilih satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai.

Stres muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati

alternatif yang tidak diambil. Jenis konflik ini biasanya

sangat mudah dan cepat diselesaikan.

2) Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu

diharapkan pada dua pilahan yang sama-sama tidak

disenangi. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan

menyelesaikan karena masing-masing alternatif memiliki

konsekuensi yang tidak menyenangkan.


3) Approach-avoidance confilict, adalah situasi dimana individu

merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin

menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama.

c. Tekanan (presure)

Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk

mencapai sasaran atau tujuan tertentu maupun tuntutan tingkah

laku tertentu. Secara umum tekanan mendorong individu untuk

meningkatkan performa, mengintensifkan usaha atau mengubah

sasaran tingkah laku. Tekanan sering ditemui dalam kehidupan

sehari-hari dan memiliki bentuk yang berbeda-beda pada setiap

individu. Tekanan dalam beberapa kasus tertentu dapat

menghabiskan sumber-sumber daya yang dimiliki dalam proses

pencapaian sasarannya. Bahkan bila berlebihan dapat mengarah

pada perilaku maladaptif. Tekanan dapat berasal dari sumber

internal atau eksternal atau kombinasi dari keduanya. Tekanan

internal misalnya adalah sistem nilai, konsep diri dan komitmen

personal. Tekanan eksternal misalnya berupa tekanan waktu atau

peran yang harus dijalani seseorang, atau juga dapat berupa

kompetisi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat antara lain

dalam pekerjaan sekolah dan mendapatkan pasangan hidup.

d. Krisis
Krisis yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres

pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi,

kecelakaan dan penyakit yang harus dioperasi.

4. Respon Fisiologi Stres

Keadaan stres menimbulkan respon fisiologis, reaksi fisiologis

stres dimulai dengan persepsi stres yang menghasilkan aktivasi

simpatik pada sistem saraf otonom, yang mengarahkan tubuh untuk

bereaksi terhadap emosi, stressfull, dan keadaan darurat. Pengarahan

ini terjadi dalam dua jalur, yang pertama melalui aktivasi simpatetik

terhadap ANS (autonomic nervus system) dari sistem medula

adrenal, mengaktifkan medula adrenal untuk menyekresi epinefrin

dan norepinefrin yang mempengaruhi sistem kardiovaskular,

pencernaan dan respirasi. Rute kedua yaitu hypothalamic-pituitary-

adrenal (HPA) aksis, yang meliputi semua struktur ini. Tindakan ini

membuat aksi yang cepat pada hipotalamus. Hipotalamus merespon

pelepasan corticotrophin releasing hormone (CRH), yang akan

merangsang hipofisis anterior untuk menyekresikan

adrenocorticotropic hormone (ACTH). Hormon ini merangsang

korteks adrenal untuk menyekresi kortisol. Sekresi kortisol yang

meningkat akan mempengaruhi sekresi GnRH pada hipotalamus

sehingga mempengaruhi siklus menstruasi (Alloy dkk, 2005;

Sherwood, 2011).
Gambar II.3 : Patomekanisme Stress dan Menstruasi

C. Kecemasan

1. Definisi

Istilah kecemasan dalam Bahasa Inggris yaitu anxiety yang

berasal dari Bahasa Latin angustus yang memiliki arti kaku, dan

ango, anci yang berarti mencekik. Definisi yang paling

menekankan mengenai kecemasan dipaparkan juga oleh Jeffrey S.

Nevid, dkk (2005) “kecemasan adalah suatu keadaan emosional

yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang

yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu

yang buruk akan terjadi”. Senada dengan pendapat sebelumnya,

Gail W. Stuart (2006) memaparkan “ansietas/ kecemasan adalah

kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan

dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya”.


Dari berbagai pengertian kecemasana (anxiety) yang telah

dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah

kondisi emosi dengan timbulnya rasa tidak nyaman pada diri

seseorang, dan merupakan pengalaman yang samar-samar disertai

dengan perasaan yang tidak berdaya serta tidak menentu yang

disebabkan oleh suatu hal yang belum jelas.

2. Aspek-Aspek Kecemasan (Anxiety)

Gail W. Stuart (2006) mengelompokkan kecemasan (anxiety)

dalam respon perilaku, kognitif, dan afektif, yaitu :

a. Perilaku, diantaranya: Gelisah, ketegangan fisik, tremor,

reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung

mengalami cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal,

inhibisi, melarikan diri dari masalah, menghindar,

hiperventilasi, dan sangat waspada.

b. Kognitif, diantaranya: Perhatian terganggu, konsentrasi buruk,

pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi,

hambatan berpikir, lapang persepsi menurun, kreativitas

menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada,

keasadaran diri, kehilangan objektivitas, takut kehilangan

kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera atau

kematian, kilas balik, dan mimpi buruk.


c. Afektif, diantaranya: Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah,

tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran,

kecemasan, mati rasa, rasa bersalah, dan malu.

3. Jenis-jenis Kecemasan

Menurut Spilberger (dalam Triantoro Safaria & Nofrans

Eka Saputra, 2012) menjelaskan kecemasan dalam dua bentuk,

yaitu.

a. Trait anxiety

Trait anxiety, yaitu adanya rasa khawatir dan terancam yang

menghinggapi diri seseorang terhadap kondisi yang

sebenarnya tidak berbahaya. Kecemasan ini disebabkan oleh

kepribadian individu yang memang memiliki potensi cemas

dibandingkan dengan individu yang lainnya.

b. State anxiety

State anxiety, merupakan kondisi emosional dan keadaan

sementara pada diri individu dengan adanya perasaan tegang

dan khawatir yang dirasakan secara sadar serta bersifat

subjektif.

Sedangkan menurut Freud (dalam Feist & Feist, 2012)

membedakan kecemasan dalam tiga jenis, yaitu.

a. Kecemasan neurosis

Kecemasan neurosis adalah rasa cemas akibat bahaya yang

tidak diketahui. Perasaan itu berada pada ego, tetapi muncul


dari dorongan ide. Kecemasan neurosis bukanlah ketakutan

terhadap insting-insting itu sendiri, namun ketakutan terhadap

hukuman yang mungkin terjadi jika suatu insting dipuaskan.

b. Kecemasan moral

Kecemasan ini berakar dari konflik antara ego dan superego.

Kecemasan ini dapat muncul karena kegagalan bersikap

konsisten dengan apa yang mereka yakini benar secara moral.

Kecemasan moral merupakan rasa takut terhadap suara hati.

Kecemasan moral juga memiliki dasar dalam realitas, di masa

lampau sang pribadi pernah mendapat hukuman karena

melanggar norma moral dan dapat dihukum kembali.

c. Kecemasan realistik

Kecemasan realistik merupakan perasaan yang tidak

menyenangkan dan tidak spesifik yang mencakup

kemungkinan bahaya itu sendiri. Kecemasan realistik

merupakan rasa takut akan adanya bahaya-bahaya nyata yang

berasal dari dunia luar.

4. Ciri dan Gejala Kecemasan

a. Ciri-Ciri Kecemasan

Menurut Jeffrey S. Nevid, dkk (2005) ada beberapa ciri-

ciri kecemasan, yaitu.

1. Ciri-ciri fisik dari kecemasan, diantaranya: kegelisahan,

kegugupan, tangan atau anggota tubuh yang bergetar atau


gemetar, sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar

dahi, kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada,

banyak berkeringat, telapak tangan yang berkeringat,

pening atau pingsan, mulut atau kerongkongan terasa

kering, sulit berbicara, sulit bernafas, bernafas pendek,

jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang, suara

yang bergetar, jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi

dingin, pusing, merasa lemas atau mati rasa, sulit menelan,

kerongkongan merasa tersekat, leher atau punggung terasa

kaku, sensasi seperti tercekik atau tertahan, tangan yang

dingin dan lembab, terdapat gangguan sakit perut atau

mual, panas dingin, sering buang air kecil, wajah terasa

memerah, diare, dan merasa sensitif atau “mudah marah”

2. Ciri-ciri behavioral dari kecemasan, diantaranya: perilaku

menghindar, perilaku melekat dan dependen, dan perilaku

terguncang

3. Ciri-ciri kognitif dari kecemasan, diantaranya: khawatir

tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan atau

aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan,

keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera

terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas, terpaku pada

sensasi ketubuhan, sangat waspada terhadap sensasi

ketubuhan, merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang


normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian,

ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan

ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berpikir bahwa

dunia mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semuanya

tidak lagi bisa dikendalikan, berpikir bahwa semuanya

terasa sangat membingungkan tanpa bisa diatasi, khawatir

terhadap hal-hal yang sepele, berpikir tentang hal

mengganggu yang sama secara berulang- ulang, berpikir

bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti

akan pingsan, pikiran terasa bercampur aduk atau

kebingungan, tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran

terganggu, berpikir akan segera mati, meskipun dokter

tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis,

khawatir akan ditinggal sendirian, dan sulit berkonsentrasi

atau memfokuskan pikiran.

b. Gejala Kecemasan

Dadang Hawari (2006) mengemukakan gejala kecemasan

diantaranya.

1) Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang

2) Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir)

3) Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum

(demam panggung)

4) Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain


5) Tidak mudah mengalah, suka ngotot

6) Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah

7) Sering mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatik),

khawatir berlebihan terhadap penyakit

8) Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah

yang kecil (dramatisasi)

9) Dalam mengambil keputusan sering diliputi rasa bimbang

dan ragu

10) Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya seringkali

diulang-ulang

11) Kalau sedang emosi sering kali bertindak histeris

c. Tingkat Kecemasan

1. Ansietas ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-

hari, ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada

dan meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta

kreativitas.

2. Ansietas sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang

penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini

mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian,

individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun


dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk

melakukannya.

3. Ansietas berat

Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu

cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik

serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut

memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.

4. Tingkat panik

Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal

yang rinci terpecah dari proporsinya karena mengalami

kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak

mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik

mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan

peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan

untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang

menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.

D. Depresi

1. Definisi

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia

yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala

penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan,

psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan


tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010). Pendapat lain

menyatakan bahwa depresi adalah suatu kondisi yang dapat

disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa

aminergik neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin)

pada sinaps neuron di susunan saraf pusat (terutama pada system

limbik) (Maslim, 2001). Kapla pada tahun 2010 dalam

penelitiannya juga mengemukakan bahwa depresi merupakan salah

satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali

dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah

keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan

bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu.

2. Penyebab

Kaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat

secara buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan

faktor psikososial.

a. Factor Biologi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa

terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-

hidroksi-indol-asetic-acid), HVA (homo-vanilic-acid), MPGH

(5-methoxy-0-hydroksi-phenil-glikol), di dalam darah, urin dan

cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neuro-

transmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah

serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat


mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa

pasien memiliki serotonin yang rendah.

b. Dari faktor genetik, penelitian genetik dan keluarga

menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga

tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat

(unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan

populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar

dizigot dan 40% pada kembar monozigot. Pengaruh genetik

terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya

disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan

kemampuan dalam menanggapi stres (Kaplan, dkk., 2010).

Proses menua bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan

seseorang terhadap penyakit adalah genetik.

c. Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa

kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan

yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial (Kaplan, 2010). Peristiwa

kehidupan penyebab stres lebih sering mendahului episode pertama

gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa

peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain

menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas

dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan

onset episode depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor

psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau

stressor kronis, misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama,


kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan

depresi.

3. Gejala-Gejala Depresi

Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan

yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Gejala-

gejala depresi ini dapat dilihat dari tiga segi, yaitu dari segi fisik,

psikis, dan social.

a. Gejala Fisik : Gangguan pola tidur, menurunnya tingkat

aktifitas, menurunnya efisiensi kerja, menurunnya

produktivitas kerja, mudah merasa letih dan sakit.

b. Gejala Psikis : Kehilangan rasa percaya diri, Sensitif, Merasa

diri tidak berguna, Perasaan bersalah, Perasaan terbebani.

c. Gejala Sosial

Lingkungan akan bereaksi terhadap perilaku orang yang

depresi tersebut pada umumnya negatif (mudah marah,

tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit).

Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah

interaksi dengan rekan kerja, atasan, atau bawahan. Masalah ini

tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga

seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada diantara

kelompok dan merasa tida nyaman untuk berkomunikasi secara

normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka

dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan

sekalipun ada kesempatan.

Anda mungkin juga menyukai