Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2. Manifestasi klinis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi dari tanpa gejala dan dengan gejala
dari ringan sampai berat, yaitu batuk kronis, berdahak, sesak napas bila
beraktifitas, sesak tidak hilang dengan pelega napas, memburuk pada
malam/dini hari, dan sesak napas episodic (Tana et al., 2016). Untuk dapat
menghindari kekambuhan PPOK, maka pemahaman tentang penyakit dan cara
mencegah kekambuhan PPOK menjadi dasar yang sangat penting bagi
seseorang khususnya penderita PPOK. Kekambuhan dapat terukur dengan
meliputi skala sesak berdasarkan skala MMRC (Modified Medical Research
Counci). Untuk mengeluarkan dahak dan memperlancar jalan pernapasan pada
penderita PPOK dapat dilakukan dengan cara batuk efektif (Faisal, 2017)
Gejala PPOK jarang muncul pada usia muda umumnya setelah usia 50 tahun ke
atas, paling tinggi pada laki-laki usia 55-74 tahun. Hal ini dikarenakan keluhan
muncul bila terpapar asap rokok yang terus menerus dan berlangsung lama
(Salawati, 2016).
Tanda dan gejala penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah sebagai
berikut Suddarth, (2015):
a. PPOK dicirikan oleh batuk kronis, produksi sputum, dan dyspnea saat
menggerakkan tenaga kerap memburuk seiring waktu.
b. Penurunan berat badan sering terjadi.
c. Gejala yang spesifik dengan penyakit. Lihat “Manifestasi Klinis” pada
“Asma”, “Bronkiektasis”, “Bronkitis”, dan “ Emfisema”
3. Etiologi
Menurut Ikawati (2016), etiologi penyakit paru obstruktif kronis terdapat faktor
paparan lingkungan. Beberapa faktor paparan lingkungan yaitu :
a. Merokok
Merokok yang merupakan penyebab utama dari PPOK, dengan risiko 30
kali lebih besar pada perokok dibandingkan dengan bukan merokok dan
merupakan penyebab dari 85-95% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20%
akan mengalami PPOK. Namun demikian, tidak semua penderita PPOK
adalah perokok. Sekitar 10% orang yang tidak merokok mungkin
menderita PPOK.
b. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara dan pekerja yang terpapar
debu katun dan debu gandum mempunyai risiko yang lebih besar
daripada yang bekerja ditempat selain yang sudah disebutkan diatas.
c. Polusi Udara
Pasien PPOK yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk
gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar
rumah seperti asam pabrik, asap kendaraan bermotor maupun polusi
yang berasal dari dalam rumah misalkan asap dapur.
d. Infeksi Kolonisasi pada saluran pernapasan secara kronis merupakan
suatu pemicu imflamasi atau peradangan neutrofilik pada saluran nafas,
terlepas dari paparan rokok. Adanya kolonisasi bakteri menyebabkan
peningkatan kejadian imflamasi yang dapat diukur dari peningkatan
jumlah sputum, peningkatan frekuensi eksaserbasi, dan 9 percepatan
penurunan fungsi paru, yang semua ini meningkatkan risiko kejadian
PPOK.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
antara lain:
a. Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatamya
diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda
vaskularisasi atau bula (emfisema), tanda bronkovaskuler (bronkhitis),
hasil normal selama periode remisi (asma).
b. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnea,
c. Analisa Gas Darah (AGD) memperkirakan progresi proses penyakit
kronis misalnya paling sering PaO; menurun, dan PaCO; normal atau
meningkat (bronkhitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada
asma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder
terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
d. Sputum, kultur untuk menentukan siapa yang mengidentifikasi,
memeriksa patogen, pemeriksaan sitolitik untuk melihat keganasan atau
gangguan alergi.
e. Pemeriksaan darah lengkap.
f. Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P
(asma berat), disaritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada
leas II, III, AVF (bronchitis, emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema)
Faktor pencetus
(Asma, Bronkitis Kronis, Rokok dan polusi
Emfisema)
PPOK Inflamasi
Perubahan anatomis
Sputum meningkat
parenkim paru
Penyempitan saluran
udara secara periodik
Leukosit meningkat
Hipoksia
Kontraksi otot pernapasan Kuman
penggunaan energi untuk pathogen&endogen
pernapasan meningkat difagosit makrofag
Sesak
4. Intervensi Keperawatan
No Dx Tujuan / Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Auskultasi 1. Untuk
bersihan jalan napas tindakan selama 3 x bunyi napas. mengetahui
berhubungan dengan 24 jam diharapkan 2. Kaji frekuensi adanya suara
ketidakadekuatan bersihan jalan nafas pernapasan. napas
batuk. kembali efektif 3. Observasi abnormal.
dengan kriteria hasil : karateristik 2. Untuk
a. Klien mudah batuk. mengetahui
bernafas. 4. Ajarkan teknik frekuensi
b. Tidak ada batuk efektif. pernafasan
sianosis dan 5. Kolaborasi normal atau
dyspnea. pemberian obat tidak.
c. Jalan nafas sesuai indikasi. 3. Untuk
paten. mengetahui
d. Mengeluarkan karakteristik
sekret secara batuk.
efektif. 4. Membantu
mengeluarkan
dahak yang
tertahan.
5. Membantu
mengencerka
n dahak.
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Untuk
pertukaran gas tindakan 3x24 jam pernafasan. mengetahui
berhubungan dengan diharapkan klien 2. Auskultasi karakteristik
peningkatan mampu menunjukkan bunyi nafas. pernafasan.
produksi sputum. perbaikan oksigenasi. 3. Pertahankan 2. Untuk
Dengan kriteria hasil : posisi semi mengetahui
a. RR 14-22x/menit fowler. adanya suara
b. Nafas normal 4. Observasi tanda napas
c. Tidak ada batuk tanda vital. abnormal.
d. Tidak ada dyspnea 5. Kolaborasi 3. Meningkatkan
e. Nadi 60- pemberian ekspansi paru
100x/menit. oksigen. dan
memudahkan
pernapasan.
4. Untuk
mengetahui
adanya
perubahan
TD, nadi dan
pernafasan.
5. Untuk
mempertahan
kan
pernafasan.
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Monitor pola 1. Mengetahui
pola nafas tindakan selama 3x24 nafas pasien. frekuensi,
berhubungan dengan jam diharapkan pola 2. Pantau tanda kedalaman,
produksi sputum napas efektif. Dengan tanda vital. irama
berlebih. kriteria hasil : 3. Atur posisi pernafasan.
a. Klien semi fowler 2. Mengetahui
menunjukkan 4. Ajarkan teknik kondisi
kemudahan dalam bernafas pasien.
bernafas. buteyko. 3. Untuk
b. Ekspansi dada 5. Kolaborasi membantu
simetris pemberian ekspansi paru
c. Tidak ada bunyi okasigen dan 4. Untuk
tambahan bronkodilator. mengurangi
d. Tidak ada nafas sesak nafas.
pendek. 5. Membantu
memenuhi
kebutuhan
oksigen dan
meringankan
sesak nafas.
4. Gangguan kebutuhan Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Mengetahui
nutrisi : kurang dari tindakan selama 2x24 pemenuhan kekurangan
kebutuhan tubuh jam diharapkan kebutuhan nutrisi klien.
berhubungan dengan terpenuhinya nutrisi nutrisi. 2. Agar dapat
intake nutrisi tidak sesuai kebutuhan 2. Kaji penurunan dilakukan
adekuat. tubuh. Dengan kriteria nafsu makan intervensi
hasil : klien. dalam
a. Adanya 3. Ukur berat pemberian
peningkatan badan klien. makanan pada
berat badan. 4. Berikan makan klien.
b. Mampu selagi hangat. 3. Membantu
menghabiskan 5. Ciptakan dalam
½ porsi suasana makan identifikasi
makan. yang malnutrisi
c. Mengalami menyenangkan. protein-kalori.
peningkatan 6. Jelaskan 4. Untuk
nafsu makan. pentingnya memudahkan
makanan bagi proses makan.
proses 5. Untuk
penyembuhan. meningkatkan
nafsu makan.
6. Dengan
pengetahuan
yang baik
tentang nutrisi
akan
memotivasi
untuk
meningkatkan
pemenuhan
nutrisi.
C. Daftar Pustaka
Oemiati, R., 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(Ppok). Media Litbangkes , Vol. 23 No. 2.
PDPI, 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Somantri, I., 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Tana, L. et al., 2016. Sensitifitas dan Spesifisitas Pertanyaan Gejala Saluran
Pernapasan dan Faktor risiko untuk Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 44, No. 4.
Wilkinson, J.M., 2017. Diagnosis Keperawatan Diagnosis NANDA-1,
Intervensi NIC, NOC Ed.10. Jakarta : EGC.
Salawati, L., 2016. Hubungan Merokok Dengan Derajat Penyakit Paru
Obstruksi Kronik. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Volume 16 Nomor 3 .
Suddarth, B.&., 2015. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
Ed.12. Jakarta: EGC.