Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam era globalisasi seperti saat ini banyak persaingan dalam

pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan mutu pelayanan

sehingga menghasilkan pelayanan kesehatan yang maksimal. Mutu pelayanan

kesehatan dipengaruhi beberapa faktor, faktor yang paling menonjol adalah

sumber daya manusia.

Menurut Ilyas (2004) mengemukakan bahwa sumber daya manusia

adalah kunci dari keberhasilan dan kesuksesan organisasi. Sumber daya manusia

yang berhubungan dengan pemberian pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah

tenaga perawat. Untuk meningkatkan kualitas perawat dalam pemberian asuhan

keperawatan kepada klien membutuhkan peran kepemimpinan dalam

mempengaruhi dan menggerakkan perawat.

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh

kepada orang lain untuk melakukan satu usaha kooperatif dalam pencapaian

tujuan yang sudah direncanakan, sehingga pemimpin itu harus bisa melaksanakan

kepemimpinannya, jika dia ingin sukses dalam melakukan tugas-tugasnya.

(Kartono, 2011).

Kepala ruang sebagai pemimpin perlu melakukan pembinaan atau

pengarahan kepada perawat pelaksana dan pengembangan motivasi, inisiatif dan

keterampilan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dalam hal ini

1
2

pemimpin harus mampu memberitahu, menjelaskan, bekerja sama dan memonitor

perilaku perawat sesuai dengan situasi yang ada untuk dapat meningkatkan

motivasi kerja perawat sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan

sesuai dengan tujuan yang telah disepakati.

Rumah Sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan

tingkat pertama. Upaya kesehatan yang ditekankan di Rumah Sakit adalah upaya

promotif dan preventif yang bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Lebih lanjut disebutkan

bahwa Rumah Sakit mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk

mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dan berfungsi

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan

perorangan (UKP) tingkat pertama.

Untuk menjamin terselenggarakannya upaya kesehatan yang bermutu

bagi masyarakat di wilayah kerjanya, maka tim kerja rumah sakit harus mampu

bekerja keras dengan baik dan profesional di bawah arahan Kepala Rumah sakit

yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan baik dan tepat sesuai kondisi

yang dihadapinya. Upaya kesehatan yang diberikan harus selalu memperhatikan

kebutuhan dan harapan masyarakat sebagai konsumen eksternal yang merasakan

kepentingan dan kepuasan pelayanan dari seluruh staf Rumah sakit sebagai

konsumen internal yang memberikan sebuah pelayanan terhadap masyarakat.

Agar dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat di

wilayah kerjanya, maka Rumah sakit harus mengintegrasikan seluruh manajemen


3

yang ada (sumber daya, program, pemberdayaan masyarakat, sistem informasi,

dan mutu) dalam menyelesaikan masalah prioritas kesehatan di masyarakat

(Permenkes RI No. 44 Tahun 2016).

Menurut Kepmenkes No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar

Rumah sakit dalam Sulaeman (2011:2), dalam melaksanakan fungsinya

Puskesmas memiliki cakupan komponen kegiatan kinerja Rumah sakit yang

dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Upaya Kesehatan Wajib (UKW) dan Upaya

Kesehatan Pengembangan (UKP). Untuk UKW terdiri dari: (1) Upaya Promosi

Kesehatan, (2) Upaya Kesehatan Lingkungan, (3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak

Termasuk Keluarga Berencana (KIA-KB), (4) Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

(PGM), (5) Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P3M), dan

(6) Upaya Pengobatan. Sementara itu, untuk UKP tediri dari: (1) Upaya

Kesehatan Sekolah (UKS), (2) Upaya Kesehatan Olahraga (UKO), (3) Upaya

Perawatan Kesehatan Masyarakat (UPKK), (4) Upaya Kesehatan Kerja (UKK),

(5) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut (UKGM), (6) Upaya Kesehatan Jiwa (UKJ),

(7) Upaya Kesehatan Indera Kesehatan Mata (UKIKM), (8) Upaya Kesehatan

Usia Lanjut (UKUL), dan (9) Upaya Kesehatan Tradisional (UKT).

Menurut Sulaeman (2011:312), untuk menunjang pelaksanaan

fungsinya Rumah sakit dilengkapi dengan instrumen manajemen yaitu

perencanaan tingkat Rumah sakit, lokakarya mini Rumah sakit, manajemen

sumber daya, dan Penilaian Kinerja Rumah sakit. Pelaksanaannya dimulai dari

tingkat Rumah sakit sebagai instrumen mawas diri, kemudian Dinas Kesehatan

kabupaten/kota melakukan verifikasi hasilnya. Berdasarkan hasil verifikasi


4

tersebut, Dinas Kesehatan kabupaten/kota membagi Rumah sakit ke dalam

kategori Rumah sakit I (Baik), II (Sedang) dan III (Kurang).

Kinerja Rumah sakit merupakan acuan dasar dalam menilai tingkat

keberhasilan Rumah Sakit dalam melaksanakan program-programnya. Banyak

studi yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya dan salah satunya studi

yang dilakukan oleh Andi dan Laksmono (2017) yang mengungkapkan bahwa

kinerja Rumah sakit dipengaruhi oleh faktor organisasi dan faktor individu dengan

mengacu pada Kepmenkes Nomor 857/Menkes/SK/IX/2009 tentang Pedoman

Penilaian Kinerja Sumber Daya Manusia Kesehatan di Rumah sakit, faktor

manajemen diberi bobot/skor tertinggi dibandingkan dengan faktor tenaga medis,

tenaga kesehatan lain, administrasi, dan tenaga penunjang lainnya.

Budaya keselamatan adalah nilai, keyakinan, perilaku yang dianut individu

dalam suatu organisasi mengenai keselamatan yang memprioritaskan dan mendukung

peningkatan keselamatan. Budaya keselamatan pasien merupakan nilai, sikap, persepsi,

kompetensi dan pola perilaku individual dan kelompok yang menentukan komitmen dan

cara organisasi dalam keselamatan pasien. Budaya keselamatan pasien terdiri dari

beberapa elemen, elemen pada budaya keselamatan pasien antara lain budaya terbuka

(open), adil (just), pelaporan (reporting), pembelajaran (learning) dan penginformasian

(informed).

Bersikap terbuka dan adil berarti berbagi informasi secara terbuka dan bebas,

serta perlakuan adil bagi staf ketika insiden terjadi. Budaya pelaporan adalah perawat

mempunyai kepercayaan dalam sistem pelaporan insiden. Budaya pembelajaran adalah

berkomitmen untuk pembelajaran keselamatan, mengkomunikasikannya dengan yang lain

serta selalu mengingatnya. Budaya penginformasian berarti belajar dari pengalaman masa
5

lalu, mampu mengidentifikasi dan mengurangi insiden di masa mendatang karena belajar

dari peristiwa yang telah terjadi.

Budaya keselamatan pasien merupakan hal yang penting. Budaya

keselamatan pasien akan menurunkan adverse event (AE) sehingga akuntabilitas rumah

sakit di mata pasien dan masyarakat akan meningkat. Budaya keselamatan pasien

membantu organisasi mengembangkan clinical governance. Organisasi dapat lebih

menyadari kesalahan yang telah terjadi, menganalisis dan mencegah bahaya atau

kesalahan yang akan terjadi, mengurangi komplikasi pasien, kesalahan berulang serta

sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi keluhan dan tuntutan.

Survei terhadap 2.287 perawat di 22 rumah sakit menunjukkan buruknya

budaya keselamatan berdampak pada peningkatan luka jarum suntik dan kejadian nyaris

cedera (near miss) antara perawat rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

setiap penurunan 10% dalam budaya keselamatan unit perawatan intensif (ICU) maka

lama perawatan pasien (LOS) meningkat 15%. Penelitian terhadap 179 rumah sakit di

Amerika Serikat menyatakan bahwa rumah sakit dengan skor budaya keselamatan pasien

lebih positif memiliki tingkat yang lebih rendah dalam komplikasi atau adverse events.

Membangun budaya keselamatan pasien yang memungkinkan seluruh tim mendukung

dan meningkatkan keselamatan pasien dipengaruhi oleh kepemimpinan yang kuat.

Lingkup kepemimpinan dalam penerapan budaya keselamatan pasien salah satunya

adalah kepemimpinan kepala ruang. Upaya kepala ruang dalam melaksanakan

kepemimpinan yang efektif di ruangannya mempengaruhi penerapan budaya keselamatan

pasien. Kepala ruang akan dapat mempengaruhi strategi dan upaya menggerakkan

perawat dalam lingkup wewenangnya untuk bersama-sama menerapkan budaya

keselamatan pasien.
6

Upaya untuk menjadi pemimpin yang paling efektif yaitu perlunya

menyesuaikan gaya-gaya kepemimpinannya terhadap situasi. Gaya kepemimpinan adalah

pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan

tujuan individu, untuk mencapai suatu tujuan. Penerapan budaya keselamatan pasien oleh

perawat mencerminkan perilaku kinerja perawat dan dipengaruhi oleh motivasi perawat,

dengan motivasi yang baik diharapkan perawat dapat menerapkan budaya keselamatan

pasien yang baik.

Dari wawancara yang telah dilakukan dengan bagian bidang

keperawatan Rumah Sakit Juanda Kabupaten Kuningan mengatakan bahwa dalam

menentukan kepala ruang berdasarkan pengalaman kerja di Rumah Sakit Juanda

minimal 4 tahun, memiliki sertifikat manajemen bangsal, memiliki pendidikan

minimal D3 dan memiliki kompetensi. Wawancara yang telah dilakukan dengan

perawat pelaksana bahwa sebagai perawat pelaksana harus bisa menyelesaikan

dokumentasi selama 24 jam dan dengan sebaik mungkin walaupun dengan jumlah

pasien yang berbanding terbalik dengan jumlah perawat pelaksana terutama pada

saat berjaga pada shift siang dan malam hari. Sedangkan salah satu kepala ruang

menyatakan bahwa melakukan rapat dan bertatap muka dengan perawat pelaksana

selama sebulan sekali dalam membahas sistem,operan dan shift. Sedangkan

melakukan motivasi kerja pada perawat pelaksana hanya dilakukan apabila

diperlukan dan dalam kondisi tertentu saja.

Berdasarkan masalah di atas maka Peneliti merasa tertarik untuk

meneliti tentang “Pengaruh Motivasi Perawat Dan Gaya Kepemimpinan Kepala

Ruang Terhadap Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana

Di Rumah Sakit Juanda Tahun 2020”.


7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah

penelitian yaitu: “Apakah ada hubungan antara Pengaruh Motivasi Perawat

Dan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Terhadap Penerapan Budaya

Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit Juanda Tahun

2020?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan antara hubungan antara Pengaruh

Motivasi Perawat Dan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Terhadap

Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana Di

Rumah Sakit Juanda tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran gaya kepemimpinan Kepala Ruang

Terhadap Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat

Pelaksana di Rumah Sakit Juanda Tahun 2020.

b. Mengidentifikasi gambaran kinerja Rumah Sakit Juanda Kabupaten

Kuningan tahun 2020.

c. Mengidentifikasi gambaran standar pelayanan Rumah Sakit Juanda

Tahun 2020.

d. Mengidentifikasi gambaran manajemen pelayanan Rumah Sakit

Juanda Tahun 2020.


8

e. Mengidentifikasi gambaran mutu pelayanan Rumah Sakit Juanda

tahun 2020.

f. Menganalisis hubungan antara Pengaruh Motivasi Perawat Dan

Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Terhadap Penerapan Budaya

Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit

Juanda tahun 2020.

g. Menganalisis hubungan antara Pengaruh Motivasi Perawat Dan

Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang dengan cakupan pelayanan Di

Rumah Sakit Juanda tahun 2020.

h. Menganalisis hubungan antara Pengaruh Motivasi Perawat Dan

Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang dengan manajemen pelayanan

Di Rumah Sakit Juanda tahun 2020.

i. Menganalisis hubungan antara Pengaruh Motivasi Perawat Dan

Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang dengan mutu pelayanan Di

Rumah Sakit Juanda tahun 2020.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai ilmu tambahan,

ilmu pengetahuan dan sumber dalam pengembangan ilmu manajemen

keperawatan khususnya tentang Pengaruh Motivasi Perawat Dan Gaya

Kepemimpinan Kepala Ruang Terhadap Penerapan Budaya

Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit Juanda.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit Juanda


9

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan kepada

Rumah Sakit Juanda dalam mendorong kepemimpinan organisasi

Rumah Sakit Juanda yang efektif dan profesional dan

memanfaatkan sumber daya manusia yang ada dalam kualitas

pelayanan kepada masyarakat.

b. Bagi Kepala Ruang

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan

kepada kepala Ruang untuk meningkatkan kompetensi manajerial

dan kompetensi kepemimpinan organisasi dalam tata kelola Rumah

Sakit Juanda.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan bacaan dan

referensi dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan

pembelajaran bagi mahasiswa, dan dapat menjadi kerangka acuan

sebagai informasi awal bagi peneliti selanjutnya mengenai Rumah

Sakit Juanda.

d. Bagi Peneliti

Penelitian ini sebagai sarana untuk memperluas pemikiran,

menambah pengetahuan, dan menerapkan ilmu yang diperoleh

peneliti.

Anda mungkin juga menyukai