Anda di halaman 1dari 32

ANALISIS DERAJAT DESENTRALISASI DAN KEMANDIRIAN

KEUANGAN DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI


SUMATERA BARAT

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Tim Penguji Tugas Akhir Program Studi Akuntansi (DIII)
Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya

Oleh :
FAUZAN AKBAR
NIM. 17133110

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


PROGRAM DIPLOMA III FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di

Indonesia. Dalam undang - undang ini disebutkan bahwa pengembangan

otonomi pada daerah kabupaten dan kota diselenggarakan dengan

memperhatikan prinsip - prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan

dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan

dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab

kepada pemerintah daerah secara proporsional. Dalam undang - undang di atas

juga memberikan otonomi secara utuh kepada daerah kabupaten dan kota untuk

membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi

masyarakatnya.

Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana

diatur dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah dan Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dimana timbul hak

dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang, sehingga perlu dikelola

dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Selain undang - undang di

atas, terdapat beberapa peraturan perundang - undangan yang menjadi acuan

pengelolaan keuangan daerah, diantaranya Undang - Undang Nomor 17 Tahun

1
2

2003 tentang Keuangan Negara, Undang - Undang Nomor 15 Tahun 2004

tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan

Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola

keuangan daerah dituangkan dalam APBD yang sekaligus dapat mencerminkan

kemampuan pemerintah dalam membiayai pelaksanaan tugas - tugas

pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.

Mengingat kemampuan yang dimiliki oleh suatu daerah masih beragam

dalam menjalankan otonominya, maka salah satu kriteria penting dalam

pelaksanaan otonomi daerah dapat dilihat secara nyata dari kemampuan daerah

tersebut dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya, yaitu berupa

kemampuan self supporting dalam bidang keuangan. Kemampuan dalam arti

sampai seberapa jauh daerah dapat menggali sumber - sumber keuangan guna

membiayai keperluannya sendiri tanpa menggantungkan diri pada bantuan dan

subsidi dari pemerintah pusat. Salah satu alat untuk mengukur kinerja

kemampuan keuangan suatu daerah dengan menggunakan analisis derajat

desentralisasi dan rasio kemandirian keuangan daerah.

Rasio derajat desentralisasi fiskal mengambarkan besarnya campur

tangan pemerintah pusat dalam pembangunan daerah yang menunjukkan tingkat

kesiapan pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Semakin

tinggi rasio derajat desentralisasi fiskal, maka semakin tinggi pula kemampuan

keuangan daerah dalam mendukung otonomi daerah. Rasio derajat

desentralisasi fiskal dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah


3

pendapatan asli daerah dengan total penerimaan daerah. Menurut Bisma (2010 :

78) mengatakan bahwa, tingkat desentralisasi fiskal adalah ukuran untuk me-

nunjukkan tingkat kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan.

Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan

pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,

pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang berasal dari pendapatan

asli daerah (pendapatan internal). Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan

oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pendapatan

eksternal daerah. Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah

terhadap sumber dana eksternal dan menggambarkan tingkat partisipasi

masyarakat dalam pembangunan daerah (Halim, 2007:233). Semakin tinggi

rasio kemandirian keuangan daerah mengandung arti bahwa tingkat

ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah

pusat dan provinsi) semakin rendah, dan sebaliknya. Rasio kemandirian juga

menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.

Semakin tinggi rasio kemandirian daerah maka, semakin tinggi partisipasi

masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan

komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar

pajak dan retribusi daerah akan mengambarkan tingkat kesejahteraan

masyarakat yang semakin tinggi.

Penggunaan analisis rasio keuangan daerah sebagai alat analisis kinerja

keuangan secara luas telah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat
4

komersial, sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih

sangat terbatas, sehingga secara teoritis belum ada kesepakatan yang bulat

mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Dalam rangka pengelolaan

keuangan daerah, setiap daerah otonomi dapat mengurus dan mengatur

keuangannya sendiri dengan menggunakan prinsip transparansi, akuntabilitas,

efisiensi, efektivitas dan ekonomi (Mardiasmo, 2002: 169).

Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak

di Pulau Sumatera dengan Padang sebagai ibu kotanya. Provinsi ini terletak

sepanjang pesisir barat sumatera bagian tengah, dataran tinggi Bukit Barisan

disebelah timur. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang terdiri dari

sembilan belas (19) kabupaten/kota, diantaranya Kabupaten Agam, Kabupaten

Dharmasraya, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabuaten Lima Puluh Kota,

Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat,

Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok, Kabupaten

Solok Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Kota Bukittinggi, Kota Padang, Kota

Padang Panjang, Kota Pariaman, Kota Payakumbuh, Kota Sawahlunto dan Kota

Solok. Setiap kabupaten/kota diberikan hak otonomi daerah untuk mengurus

daerahnya sendiri. Untuk menjalankan otonomi daerah, tiap - tiap

kabupaten/kota harus mampu mengelola dan memaksimalkan potensi sumber

pendapatan asli daerah (PAD) yang ada di daerah masing - masing untuk

kelangsungan dan kemajuan setiap daerah.

Pengukuran kinerja keuangan daerah menggunakan rasio kemandirian

dan derajat desentralisasi sangat penting sekali dilakukan untuk menilai


5

kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggarakan otonomi

daerah dan mengukur kontribusi masing - masing sumber pendapatan dalam

pembentukan pendapatan daerah agar pemerintah daerah dapat mengelola dan

mengoptimalkan sumber daya yang ada di daerahnya secara maksimal.

Keberhasilan suatu daerah kabupaten/kota terlihat dari penerimaan PAD yang

meningkat setiap tahun dan pertumbuhan ekonomi pada setiap sektor, sehingga

kemandirian suatu daerah dapat dilihat dari berapa besar kontribusi PAD

terhadap pendapatan eksternal daerah. Pendapatan asli daerah tidak hanya

berasal dari sumber pendapatan dan bantuan ataupun pinjaman tetapi juga dari

potensi yang ada di daerah itu sendiri.

Dalam laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota, dengan jelas

kita dapat melihat kinerja keuangan atau mengetahui kondisi keuangan suatu

pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Laporan keuangan yang

disajikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota akan menggambarkan kinerja

nya dalam menghasilkan keuntungan. Namun, itu belum menggambarkan

bagaimana derajat desentralisasi dan rasio kemandirian suatu pemerintah

kabupaten/kota yang ada di Sumatera Barat, apakah setiap pemerintah

kabupaten/kota memiliki derajat desentralisasi dan tingkat kemandirian yang

tinggi, apakah setiap pemerintah kabupaten/kota telah berhasil memaksimalkan

sumber pendapatan asli daerah yang ada, serta apakah pemerintah kabupaten/

kota di Sumatera Barat tersebut mampu membiayai kegiatan pemerintahannya

sendiri. Oleh karena itu, penulis merasa perlu dilakukannya analisis derajat
6

desentralisasi dan kemandirian keuangan daerah pada pemerintah kabupaten/

kota yang ada di Sumatera Barat dari tahun 2014 - 2018.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis ingin

mengetahui kinerja keuangan pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat

lebih komprehensif berdasarkan derajat desentralisasi dan kemandirian

keuangan daerah. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan

judul “Analisis Derajat Desentralisasi dan Kemandirian Keuangan Daerah

pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

diidentifikasikan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kinerja keuangan daerah pemerintah kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat berdasarkan analisis derajat desentralisasi

keuangan daerah pada tahun 2014 - 2018 ?

2. Bagaimana kinerja keuangan daerah pemerintah kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat berdasarkan analisis kemandirian keuangan

daerah pada tahun 2014 - 2018 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian tugas

akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat berdasarkan anlisis derajat desentralisasi pada

periode 2014 - 2018.


7

2. Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat berdasarkan rasio kemandirian keuangan

daerah pada periode 2014 - 2018.

D. Manfaat penelitian ini

Hasil penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi penulis, pemerintah daerah, pihak kampus dan pihak lain yang

membaca hasil penelitian ini. Adapun manfaat penelitian ini yaitu:

1. Bagi Penulis

Untuk menemukan bukti empiris tentang derajat desentralisasi dan

kemandirian keuangan pemerintah daerah yang diteliti, serta untuk

membandingkan teori yang didapat dari studi kuliah dengan kenyataan

yang sebenarnya.

2. Bagi Pemerintah Daerah

Sebagai tambahan bahan referensi dalam menganalisis derajat

desentralisasi dan kemandirian keuangan pemerintah kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat, sehingga diharapkan tiap - tiap pemerintah

daerah mampu mengoptimalkan sumber pendapatan asli daerah dan

sebagai alternatif masukan untuk meningkatkan pengelolaan keuangan

pemerintah daerah secara ekonomis, efisien dan efektif demi tercapainya

keberhasilan otonomi daerah.

3. Bagi Akademis

Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya di Universitas Negeri Padang.


8

4. Bagi pihak lain

Sebagai bahan yang berguna dalam menambah pengetahuan dan

referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian dimasa yang

akan datang, khususnya yang berminat dengan pembahasan mengenai

kinerja keuangan pemerintah daerah.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Keuangan Pemerintah Daerah

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 1 Ayat 1 yang dimaksud

keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka

penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang serta

segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik daerah berhubung

dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Pasal 2,

keuangan daerah meliputi :

a. Hak daerah untuk memungut pajak dan retribusi daerah serta

melakukan pinjaman,

b. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan

daerah dan membayar tagihan pihak ketiga,

c. Penerimaan daerah,

d. Pengeluaran daerah,

e. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa

uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak lain yang dapat

dinilai dengan uang, termasuk kekayaan daerah yang dipisahkan,

9
10

f. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam

rangka penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan/atau

kepentingan umum.

2. Pengelolaan Keuangan Daerah

Dalam Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 memberikan

kewenangan kepada pemerintah daerah dalam mengatur semua urusan

pemerintahan dan memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur

dan mengurus sendiri kepentingan masyarakatnya. Kewenangan otonomi

yang luas mewajibkan pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan

dan kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil, merata dan

berkesinambungan (Halim;2007).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 di atas,

pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan

keuangan daerah dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif,

transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan keadilan,

kepatuhan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada peraturan

perundang - undangan.

3. Laporan Keuangan Daerah

Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang

relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan

oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan


11

keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya

ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional

pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan

efisiensi suatu entitas pelaporan dan membantu menentukan ketaatannya

terhadap peraturan perundang - undangan.

Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan

upaya - upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam

pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode

pelaporan untuk kepentingan :(SAP No. 24 Tahun 2005)

a. Akuntabilitas

Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksana-

an kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

b. Manajemen

Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan

suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudah -

kan fungsi perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian atas seluruh

aset, kewajiban, dan seluruh ekuitas dana pemerintah untuk

masyarakat.

c. Transparansi

Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada

masyarakat berdasarkan pertimbangan, bahwa masyarakat memiliki

hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas


12

pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber

daya yang ada dan ketaatannya kepada peraturan perundang -

undanga.

d. Keseimbangan Antargenerasi (Intergenerational Equity)

Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan

pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh

pengeluaran yang dialokasikan.

e. Evaluasi Kinerja

Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan terutama dalam penggunaan

sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah daerah untuk

mencapai kinerja yang telah direncanakan.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang

Standar Akuntansi Pemerintah, pengertian laporan keuangan adalah

laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi -

transaksi yang dilakukan suatu entitas pelaporan. Entitas pelaporan adalah

unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang

menurut peraturan perundang - undangan wajib menyampaikan laporan

pertanggungjawaban yang bertujuan umum, terdiri dari :

a. Pemerintah pusat

b. Pemerintah daerah

c. Masing - masing kementrian negara atau lembaga di lingkungan

pemerintah pusat.
13

d. Suatu organisasi di lingkungan pemerintah pusat atau daerah atau

organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang - undangan satuan

organisasi wajib menyampaikan laporan keuangan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010,

komponen laporan keuangan pokok terdiri dari :

a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber,

alokasi dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh

pemerintah pusat dan daerah, yang menggambarkan perbandingan

antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan.

Unsur - unsur yang ada pada laporan realisasi anggaran sekurang -

kurangnya terdiri dari ;

1) Pendapatan - LRA yaitu semua penerimaan oleh bendahara

umum daerah yang menambah saldo anggaran lebih dalam

periode tahun anggaran yang bersangkutan dan menjadi hak

pemerintah serta tidak perlu dibayarkan kembali oleh

pemerintah. Pendapatan - LRA diklasifikasikan menurut jenis

pendapatan yaitu :

a) Pendapatan Asli Daerah - LRA

i. Pajak Daerah- LRA

ii. Retribusi Daerah - LRA

iii. Hasil Pengelolan Kekayaan Daerah yang

dipisahkan - LRA
14

iv. Lain - Lain PAD yang sah - LRA

b) Pendapatan Transfer - LRA ;

i. Transfer Pemerintah Pusat - LRA ;

 Bagi Hasil Pajak - LRA

 Bagi Hasil SDA - LRA

 DAU - LRA

 DAK - LRA

 Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau - LRA

ii. Transfer Pemerintah Pusat Lainnya - LRA

 Dana Penyesuaian - LRA

iii. Transfer Pemerintah Provinsi - LRA (Khusus

untuk LRA Kabupaten/Kota)

 Pendapatan Bagi Hasil Pajak Provinsi - LRA

 Bantuan Keuangan dari Pemerintah Provinsi

Lainnya - LRA

c) Lain - Lain Pendapatan yang Sah - LRA

i. Pendapatan Hibah - LRA

2) Belanja yaitu semua pengeluaran dari rekening kas umum

daerah yang mengurangi saldo anggaran lebih dalam periode

tahun anggaran yang bersangkutan yang pembayaran -nya

tidak akan diperoleh kembali. Belanja diklasifikasikan

berdasarkan tiga klasifikasi, diantaranya :

a) Klasifikasi Menurut Ekonomi :


15

i. Belanja Operasi ;

1. Belanja Pegawai

2. Belanja Barang

3. Bunga

4. Subsidi

5. Hibah

6. Bantuan Sosial

ii. Belanja Modal ;

1. Belanja Aset Tetap

2. Belanja Aset Lainnya

iii. Belanja Lain - Lain/Tak Terduga

iv. Transfer

b) Klasifikasi Menurut Organisasi :

i. Organisasi di Pusat ;

1. Belanja per Kementrian Negara/Lembaga

ii. Organisasi di Daerah ;

1. Belanja Sekretariat DPRD

2. Belanja Sekretariat Pemerintah Prov/Kab/Kota

3. Belanja Lembaga Teknis daerah Prov/Kab/Kota

c) Klasifikasi Menurut Fungsi :

i. Belanja Pelayanan Umum

ii. Belanja Pertahanan

iii. Belanja Ketertiban dan Keamanan


16

iv. Belanja Ekonomi

v. Belanja Perlindungan Lingkungan Hidup

vi. Belanja Perumahan dan Pemukiman

vii. Belanja Kesehatan

viii.Belanja Pariwisata dan Budaya

ix. Belanja Agama

x. Belanja Pendidikan

xi. Belanja Perlindungan Sosial

3) Transfer yaitu penerimaan/pengeluaran uang dari suatu

entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain termasuk

dana perimbangan dan dana bagi hasil.

4) Surplus/defisit - LRA yaitu selisih lebih/kurang antara

pendapatan - LRA dengan Belanja selama satu periode

pelaporan.

5) Penerimaan pembiayaan yaitu semua penerimaan rekening

kas umum daerah antara lain berasal dari penerimaan

pinjaman, penjualan obligasi daerah, hasil privatisasi

perusahaan daerah, penerimaan kembali pinjaman yang

diberikan kepada pihak ketiga, penjualan investasi permanen

lainnya dan pencairan dana cadangan.

6) Pengeluaran pembiayaan yaitu semua pengeluaran rekening

kas umum daerah antara lain untuk pemberian pinjaman

kepada pihak ketiga, penyertaan modal investasi pemerintah,


17

pembayaran kembali pokok pinjaman, Pembentukan dana

cadangan, pengeluaran investasi non-permanen lainnya dan

pembayaran utang jangka panjang lainnya.

7) Pembiayaan netto yaitu selisih antara penerimaan

pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan dalam satu

periode tahun anggaran.

8) Silpa/sikpa yaitu selisih lebih/kurang antara realisasi

penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan.

Selisih lebih/kurang pendapatan - LRA dan belanja, serta

penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode

pelaporan dicatat dalam pos SILPA/SIKPA. Sisa

lebih/kurang pembiayaan anggaran pada akhir periode

dipindahkan ke laporan perubahan SAL.

b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih ( SAL)

Laporan perubahan SAL menyajikan informasi kenaikan atau

penurunan saldo anggaran lebih tahun pelaporan dibandingkan

dengan tahun sebelumnya.

Laporan perubahan SAL menyajikan secara komparatif

dengan periode sebelumnya pos - pos berikut :

1) Saldo anggaran lebih awal

2) Penggunaan saldo anggaran lebih

3) Sisa lebih/kurang pembiayaan tahun berjalan

4) Koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya


18

5) Lain - lain

6) Saldo anggaran lebih akhir

c. Laporan Operasional (LO)

Laporan operasional (LO) menyajikan informasi mengenai

seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang

tercerminkan dalam pendapatan - LO, beban dan surplus/defisit

operasional suatu entitas pelaporan yang penyajiannya

disandingkan dengan periode sebelumnya.

d. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)

Laporan perubahan ekuitas menyajikan informasi mengenai

kenaikan atau penurunan ekuitas pada tahun periode pelaporan

yang disandingkan dengan periode sebelumnya.

e. Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas

pelaporan mengenai aset, kewajiban dan ekuitas pada tanggal

tertentu. Setiap entitas mengklasifikasikan asetnya dalam aset

lancar dan aset nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya

menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam

neraca.

f. Laporan Arus Kas (LAK)

Laporan arus kas adalah bagian dari laporan finansial yang

menyajikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas

selama periode tertentu yang diklasifikasi berdasarkan aktivitas


19

operasi, investasi, pendanaan dan transitoris memberikan informasi

yang memungkinkan kepada para pengguna untuk menilai

pengaruh dari aktivitas tersebut terhadap posisis kas dan setara kas

pemerintah.

g. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK)

Pemerintah daerah diharuskan untuk menyajikan catatan atas

laporan keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laporan

keuangan untuk tujuan umum. Catatan atas laporan keuangan

menyajikan informasi tentang penjelasan pos - pos pada laporan

realisasi anggaran, laporan perubahan SAL, laporan operasional,

laporan perubahan ekuitas, neraca dan laporan arus kas yang

berguna untuk memudahkan pengguna untuk memahami laporan

keuangan.

Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi

tentang kebijakan akuntansi yang digunakan oleh entitas pelaporan

serta informasi lain yang diharuskan dan dianjurakan untuk

diungkapkan dalam standar akuntansi pemerintah (SAP) untuk

menghasilkan penyajian laporan kueangan secara wajar.

4. Kinerja Keuangan Daerah

Keuangan daerah mempunyai arti yang sangat penting dalam

rangka pelaksanaan pemerintahan dan kegiatan pembangunan oleh

pelayanan kemasyarakatan di daerah. Oleh karena itu, keuangan daerah

diupayakan untuk berjalan secara berdaya guna dan berhasil guna.


20

Menurut kamus akuntansi manajemen kontemporer, 1994, kinerja

keuangan pemerintah daerah adalah aktivitas terukur dari suatu entitas

selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan

pekerjaan. Pengukuran kinerja diartikan sebagai suatu sistem keuangan

atau non-keuangan dari suatu pekerjaan yang dilaksanakan atau hasil

yang dicapai dari suatu aktivitas, suatu proses atau suatu unit organisasi.

Adapun menurut Sucipto (2005) menyatakan definisi kinerja

keuangan pemerintah daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil

kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja

daerah dengan menggunakan sistem keuangan yang ditetapkan melalui

suatu kebijakan atau ketentuan perundang - undangan selama satu periode

anggaran.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan

daerah adalah tingkat capaian yang telah dicapai dari suatu hasil kerja di

bidang keuangan daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang

telah ditetapkan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan suatu

daerah dalam mengelola keuangannya.

5. Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah

Pengukuran kinerja merupakan alat bagi manajemen untuk menilai

keberhasilan suatu organisasi. Dalam organisasi sektor publik,

keberhasilan organisasi dinilai dari kemampuan organisasi dalam

menyediakan pelayan publik yang mudah dan berkualitas untuk

memperoleh kepercayaan dan dukungan dari publik. Kepercayaan dan


21

dukungan dari publik sangat penting bagi organisasi sektor publik, karena

mereka akan mempertanggungjawabkan kepada publik atas penggunaan

dana yang diperoleh dari publik.

Pengukuran kinerja adalah suatu proses sistematis untuk menilai

program atau kegiatan yang telah dilakukan apakah telah terlaksana

sesuai dengan rencana dan mencapai kerbehasilan sesuai dengan yang

telah ditargetkan pada saat perencanaan. Pengukuran kinerja bermanfaat

untuk membantu para pengambil keputusan dalam memonitor dan

memperbaiki kinerja serta berfokus pada tujuan organisasi dalam rangka

memenuhi tuntutan akuntabilitas publik.

Menurut (Mahmudi 2007:14), mengidentifikasi tujuan dilakukan-

nya pengukuran kinerja pada sektor publik yaitu untuk :

a. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisai,

b. Meyediakan sarana pembelajaran bagi pegawai,

c. Memperbaiki kinerja untuk periode berikutnya,

d. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan

keputusan pemberian reward dan Punishment,

e. Memotivasi pegawai,

f. Menciptakan akuntabilitas publik.

Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah

daerah dalam mengelolan keuangan daerahnya adalah menggunakan

analisis rasio keuangan terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah


22

(APBD) yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Hasil analisis rasio

keuangan selanjutnya dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk :

a. Melihat pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan

pengeluaran yang dilakukan selama satu periode tahun anggaran

yang bersangkutan,

b. Mengukur kontribusi masing - masing sumber pendapatan dalam

pembentukan pendapatan daerah ,

c. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan penda-

patan dan belanja daerah,

d. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai

penyelenggaraan otonomi daerahnya.

Analisis rasio keuangan pada anggaran pendapatan dan belanja

daerah (APBD) dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai

dengan anggaran yang telah ditetapkan dari satu periode dengan periode

sebelumnya, sehingga dapat diketahui bagaimana kecendrungan yang

terjadi.

6. Standar Akuntansi Pemerintahan

Standar akuntansi adalah acuan dalam penyajian laporan keuangan

yang ditujukan kepada pihak - pihak di luar organisasi yang mempunyai

otoritas tertinggi dalam kerangka akuntansi berterima umum. Standar

akuntansi berguna bagi penyusunan laporan keuangan dalam menetukan

informasi yang harus disajikan kepada pihak-pihak di luar organisasi.

Para pengguna laporan keuangan di luar organisasi akan dapat memahami


23

informasi yang disajikan jika disajikan dengan kriteria atau persepsi yang

dipahami secara sama dengan penyusun laporan keuangan. Menurut

Sinaga, standar akuntansi merupakan aturan utama yang harus diacu

dalam penyajian laporan keuangan dalam kerangka prinsip akuntansi

berlaku umum. Standar tersebut penting agar laporan keuangan lebih

berguna, dapat dimengerti dan dapat dibandingkan serta tidak

menyesatkan.

Standar akuntansi di sektor swasta lebih berkembang dari pada

sektor pemerintah. Di Indonesia sejak tahun 2011, standar akuntansi

keuangan (SAK) untuk sektor swasta telah mengacu pada standar

akuntansi internasional (IFRS), sedangkan sektor pemerintah masih baru

akan menerapkan akuntansi berbasis akrual, meskipun masih dianggap

belum akrual penuh. Akan tetapi, disadari bahwa standar akuntansi

pemerintahan sangat penting peranannya dalam organisasi pemerintahan

untuk menjawab tuntutan akan akuntabilitas dan transparan publik.

Standar akuntansi sektor publik atau pemerintahan di Indonesia yaitu

standar akuntansi pemerintahan (SAP) diatur dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP),

sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, dan

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 tentang

pelaporan keuangan organisasi nirlaba.


24

B. Analisis Kinerja Keuangan Daerah

Analisis kinerja keuangan daerah merupakan proses untuk mempelajari

data - data keuangan supaya dapat dipahami dengan mudah untuk mengetahui

posisi keuangan, hasil operasi dan perkembangan suatu entitas dengan cara

mempelajari hubungan data keuangan serta kecendrungannya dalam laporan

keuangan, sehingga analisis kinerja ini dapat dijadikan dasar dalam

pengambilan keputusan bagi pihak - pihak berkepentingan.

Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan dapat

dilakukan berbagai macam analisis seperti analisis aset, analisis kewajiban,

ekuitas, analsisis pendapatan - LRA dan analisis belanja. Penulis melakukan

penelitian terhadap analisis pendapatan - LRA. Dalam buku “Analisis Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah” yang ditulis Halkadri Fitra, SE. MM, Ak.

analisis pendapatan LRA terbagi sebelas analisis, diantaranya :

a. Analisis Pertumbuhan Pendapatan - LRA

b. Analisis Varians Anggaran Pendapatan - LRA

c. Analisis Rasio Efektivitas Pendapatan - LRA

d. Analisis Rasio Efisiensi Pendapatan - LRA

e. Analisis Kontribusi Pendapatan

f. Analisis Derajat Desentralisasi

g. Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

h. Analisis Kemandirian Keuangan Daerah

i. Analisi Derajat Kontribusi BUMD

j. Analsisi Debt Service Coverage Ratio (DSCR)


25

k. Analisis Debt Service Ratio

Dari kesebelas analisis terhadap pendapatan - LRA di atas, penulis

berfokus pada analisis derajat desentralisasi dan kemandirian keuangan daerah.

1. Analisis Derajat Desentralisasi

Derajat desentralisasi digunakan untuk melihat perbandingan antara

pendapatan asli daerah (PAD) dengan realisasi total pendapatan daerah.

Rasio ini memperhatikan kemampuan daerah menghasilkan PAD, sehingga

semakin besar presentase PAD terhadap total pendapatan daerah maka

semakin baik.

Artinya, pemerintah daerah memiliki kemampuan daerah yang baik

dalam menghasilkan pendapatan yang bersumber dari pendapatan yang ada

di daerah itu sendiri seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain - lain PAD yang sah. Untuk

melakukan analisi derajat desentralisasi ini, digunakan rumus sebagai

berikut :

Rumus Derajat Desentralisasi


Realisasi Pendapatan Asli Daerah
Derajat Desentrali sasi 
Realisasi Total Pendapatan Daerah

Setelah melakukan perhitungan derajat desentralisasi, langkah

selanjutnya adalah menentukan kriteria apa yang dimiliki. Kriteria untuk

derajat desentralisai sebagai berikut {Tim Litbang Depdagri (Dalam Bisma,

2010)}:
26

Tabel 2.1
Kriteria Penilaian
Rasio Desentralisasi (%) Kriteria
0,00 - 10,00 Sangat Kurang
10,01 - 20,00 Kurang
20,01 - 30,00 Sedang
30,01 - 40,00 Cukup
40,01 - 50,00 Baik
>50,00 Sangat Baik

Sumber: Tim Litbang Depdagri (Dalam Bisma, 2010)

2. Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Analisis kemandirian melihat perbandingan antara sumber

pendapatan internal daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi

rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi untuk pemerintah

kabupaten/kota) semakin rendah.

Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengan membandingan

jumlah penerimaan pendapatan asli daerah dibagi dengan jumlah

pendapatan transfer serta pinjaman daerah. Rumus untuk menghitung

tingkat kemandirian keuangan daerah sebagai berikut :

Rumus Rasio Kemandirian Keuangan Daerah


Realisasi Pendapatan Asli Daerah
Rasio Kemandiria n  100%
Realisasi Transfer Pusat  Provinsi  Pinjaman

Sumber data yang digunakan berasal dari laporan realisasi anggaran,

khusus untuk pinjaman diperoleh dari penerimaan pembiayaan. Secara

konsepsional, pola hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah


27

daerah, harus dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dalam

membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan.

Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (dalam Halim, 2004)

memperkenalkan empat macam pola hubungan situsional yang dapat

digunakan dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu, pola hubungan

instruktif, pola hubungan konsultatif, pola hubungan partisipatif dan pola

hubungan delegatif. Untuk menilai pola hubungan suatu pemerintah daerah

berdasarkan rasio kemandirian daerah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2
Pola Hubungan Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah
Kemampuan Keuangan Kemandirian (%) Pola Hubungan
Rendah Sekali 0 - 25 % Instruktif
Rendah 25 - 50 % Konsultatif
Sedang 50 - 75 % Pastisipatif
Tinggi 75 - 100 % Delegeif
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian Tugas Akhir

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam tugas akhir ini adalah

penelitian deksriptif. Menurut Sugiyono, penelitian deksriptif adalah suatu

bentuk penelitian yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis

suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang

lebih luas.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian tugas akhir ini pada pemerintah

kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang, dan

memperoleh data dari Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia

Provinsi Sumatera Barat yang beralamat di Jl. Khatib Sulaiman No. 54

Padang. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan maret - juni 2020.

C. Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan data kuantitatif yang

dijadikan sebagai dasar untuk mengukur kinerja keuangan daerah dengan

menggunakan analisis derajat desentralisasi dan kemandirian keuangan daerah

pada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Data yang

digunakan diambil dari laporan realisasi anggaran tahun 2014 - 2018.

28
29

2. Tahapan Penelitian

Proses tahapan penilitian yang penulis lakukan untuk menyusun dan

menyelesaikan tugas akhir ini sebagai berikut :

a. Menentukan judul untuk penelitian tugas akhir,

b. Merumuskan masalah - masalah yang akan diteliti,

c. Melakukan studi ke perpustakaan untuk mencari referensi dan teori -

teori yang bersangkutan dengan penelitian penulis,

d. Mengumpulkan data - data yang dibutuhkan,

e. Mengolah data yang sudah didapatkan,

f. Menyusun laporan penelitian dengan bantuan bimbingan oleh dosen

pembimbing tugas akhir yang telah ditetapkan oleh ketua prodi

akuntansi D III ,

g. Membuat kesimpulan mengenai penelitian yang telah dilakukan,

h. Melaporkan hasil pembahasan dan kesimpulan dalam bentuk tugas akhir.

3. Objek Penelitian

Objek penelitian yang penulis gunakan adalah laporan realisasi

anggaran (LRA) pada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.

4. Sumber Data Penelitian

Sumber data yang penulis gunakan adalah data sekunder. Data

sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung yang diperoleh

dari instansi terkait. Data yang dimaksud adalah data pendukung, dalam

penelitian ini data sekundernya berupa laporan realisasi anggaran pemerintah

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2014 - 2018.


30

5. Teknik Analisis Data

Analisis data secara umum diartikan sebagai tahap penelitian yang

dilakukan untuk menginvestigasi, mentransformasi, serta mengungkapkan

kembali pola - pola gejala sosial yang didapatkan dalam penelitian dan sesuai

dengan metode penelitian yang diambil. Teknik analisis data yang digunakan

adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif dengan rasio desentralisasi dan

kemandirian keuangan daerah.

Teknik analisis deskriptif kuantitatif merupakan penelitian dengan

menggunakan angka - angka, pengolahan statistik, struktur dan percobaan

terkontrol. Data yang telah dikumpulkan akan diklasifikasikan dan dianalisis

sehingga diperoleh gambaran mengenai kinerja keuangan daerah berdasarkan

tingkat derajat desentralisasi dan kemandirian keuangan daerah pemerintah

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.


31

Anda mungkin juga menyukai