Anda di halaman 1dari 49

~ ..

Dan kami bersyukur kepada Tuhan


Yang telah melebarkan gerbang tua ini
Dan kami bersyukur pada ibu bapa. Yang sepanjang malam
Selalu berdoa tulus dan terbungkuk membiayai kami
Dorongan kasih sepenuh hati
Dan kami berhutang kepada manusia
Yang telah menitiskan sejarah dan ilmu
Yang telah menjadi guru-guru kami •••

(Taufiq Ismail).
/ //
I
'I j
I~ I
1 " ' ; 1
I' I
THEII..ERIOSIS PADA SAPI AKIBAT
INFEKSI THEILERIA MUTANS

SKRIPSI

oleh
ANNA SULISTRI
B. 160146

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
19 B 5
RINGKASAN

ANNA SULISTRI. Theileriosis pada Sapi akibat Infeksi


Theileria mutans (Dibawah Bimbingan : Dr. Gatut Ashadi).
Theileriosis adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh protozoa dari genus Theileria yang ditularkan mela-
lui vektor caplak.
Theileria mutans pertama kali ditemukan oleh Theiler
pada tahun 1906. Theileria mutans pernah dimasukkan da-
lam genus Nuttalia, Gonderia, dan Babesia, sehingga peny~

kit yang disebabkan oleh parasit ini mempunyai banyak na-


ma diantaranya adalah Benign bovine theileriosis, Benign
bovine gonderiosis, Tzaneen disease, Marico calf disease
dan Mild gall sickness (Saidu, 1982).
Menurut Soulsby (1982) dan Jensen (1983), Theileria-
mutans dimasukkan dalam genus Theileria, famili Theileri-
idae, ordo Piroplasmida, subklas Piroplasmia dan dalam
klas Sporozoea.
Di Indonesia Theileria mutans pertama kali ditemukan
pada kerbau oleh De Blieck dan Kaligis tahun 1912. Kemu-
dian ditemukan di Sumatra Barat pada tahun 1972 (Laporan
Tahunan Direktorat Kesehatan Bewan, 1983), dan di Sukabu-
mi telah dilaporkan Soekardono tahun 1978, selanjutnya
daerah-daerah lain di Indonesia telah dilaporkan.
Daerah penyebaran Theileria mutans yang pernah dila-
porkan adalah Afrika, Australia, U.S.A., Asia,
Kuba, Korea, Inggris dan Jerman bagian Selatan (Saidu,
1982) •
Bentuk penting Theileria mutans pada sapi adalah da-
lam eritrosit yang disebut piroplasma dan bentuk dalam
limfosit disebut koch bodies skizon. Bentuk dalam vektor
caplak adalah zigot dan kinet. Bentuk dalam eritrosit
ada bermacam-macam yaitu bentuk bulat, oval, batang, ben-
tuk buah pir dan bentuk seperti anaplasma. Bentuk dalam
1imfosit berupa skizon yaitu makrosY~zon dan mikroskizon.
Penularan Theileria mutans dari hewan satu ke hewan
yang lain secara alam dilakukan oleh vektor caplak dari
genus Amblyomma secara stage to stage, sedang dalam pene-
litian bisa d.itularkan secara biologik dan secara mekanik.
Infeksi Theileria mutans pada sapi umumnya ringan
dan tidak fatal, akan tetapi pernah dilaporkan adanya ka-
sus fatal akibat infeksi paras it ini. Kerugian yang di-
timbulkan selain kematian juga berupa penurunan berat ba-
dan, penurunan produksi susu dan tenaga.
Gejala klinik yang ditimbu1kan umumnya terlihat de-
mam ringan, kebengkakan kelenjar limfe, sedikit anemi,
kadang-kadang ada ikterus dan produksi susu turun.
Sapi yang terinfeksi Theileria mutans baik yang ter-
lihat gejala kliniknya maupun yang tidak, setelah sembuh
akan mendapat preimunitas yang sifatnya sementara.
Untuk mendiagnosa penyakit akibat infeksi Theileria-
mutans perlu membuat preparat usap darah untuk melihat
bentuk dalam darah, sedang untuk melihat skizOI! dibuat
preparat usap dari biopsi limfonodus, pungsi limpa atau
limfonodus dan usapan buffy coat. Kemudian melakukan
identifikasi caplak, pemeriksaan serologik seperti FAT,
CFT dan CTA (Capillary Tube Agglutination).
Obat yang dianggap bekerja spesifik terhadap Theile-
~ mutans adalah Pamaquine, Plasmaquine atau pentaquine
dengan dosis empat kali berturut yaitu 0.5 mg per kg be-
rat badan secara intra vena atau intra muskular dengan
interval empat sampai delapan jam. Tindakan pencegahan
terhadap infeksi parasit ini sangat bergantung pada ke-
berhasilan pengawasan dan kontrol terha.dap vektor caplak.
THEILERIOSIS PADA SAPI AKIBAT

INFEYuSI THEILERIA MUTANS

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Dokter Hewan Pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


1985
THEILERIOSIS PADA SAPI AKIBAT
INFEKSI THEILERIA MUTANS

SKRIPSI

oleh
ANNA SULISTRI

B.16 0146

Te1ah diperiksa dan disetujui


oleh :

.Dr. G s adi
PembimbJ.: g
RIWAYAT HIDUP

penu1is di1ahirkan pada tangga1 22 Desember 1960 di


Singkep, Riau, sebagai putri keempat dari empat bersauda-
ra dari ayah bernama Hasyim dan ibu bernama Sumi1ah.
Pada tahun 1965 penu1is masuk sekolah Taman Kanak-
Kanak dan se1esai pada tahun 1966. Pada tahun 1967 penu-
lis masuk Seko1ah dasar di Tuban dan lulus tahun 1972.
Pada tahun 1973 penulis masuk Sekolah Menengah Pertama di
Tuban dan 1ulus pada tahun 1975. Kemudian pada tahun
1976 penu1is masuk Seko1ah Menengah Atas dan se1esai pada
tahun 1979. Penu1is diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor pada tahun 1979 dan memilih FakuHas Ke-
dokteran Hewan pada tahun 1980, lulus sebagai Sarjana Ke-
dokteran Hewan pada tahun 1983.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat


Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rakhmat dan hi-
dayahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesai-
kan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini diajukan sebagai syarat bagi
Sarjana Kedokteran Hewan untuk memperoleh gelar Dokter He-
wan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bo-
gor.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima
kasih kepada Bapak Gatut Ashadi yang telah memberi bimbi-
ngan dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.
Kepada semua staf pengajar FKB-IPB dengan ini penulis
mengucapkan terima kasih atas bimbingannya hingga penulis
dapat menyelesaikan studi di FKH-IPB.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ba-
pak, Ibu dan saudara-saudaraku yang dengan tulus dan ikh-
las membantu penulis dalam menyelesaikan studi ini.
Penulis ingin pula menyampaikan rasa terima kasih ke-
pada Bapak dan Ibu JJlardjuki, sahabatku Anda, Atien, Yeyet,
Ida, Piah, Parti yang memberi dorongan dan semangat dalam
menyelesaikan studi ini.
Demikian pula penulis sampaikan ucapan terima kasih
kepada pegawai perpustakaan FKH-IPB, BPPH-Bogor, perpusta-
kaan Pusat-IPB, BPT-Ciawi atas segala bantuannya.
Akhirnya sega1a kritik dan saran sangat penulis ha-
rapkan untuk kemajuan menuju kesempurnaan yang merupakan
bekal penulisan se1anjutnya dan mudah-mudahan tulisan ini
bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Januari 1985


Penulis
DAFTAR lSI
Halaman
RINGKASAN .................................... i
KAT A PENGANTJI..R ............................... iv
DAFI'AR lSI ................................... vi
DAFI'AR TABEL ................................. vii
DAFI'AR GAYiliAR ................................ viii
I. PENDABULUAN ........................ 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ................... 3
A. Morfologi ••••••••••••••••••••• 3
B. Siklus Hidup •••••••••••••••••• 8
c. Klasi fikasi ••••••••••••••••••• 12
D. Hewan Rentan dan Daerah
Pel...jatdran •••••••••••••••••••• 13
E. Cara penu1aran • • • • • • • • • • • • • • • • 16
F. Patogenitas • •••••••••••••••••• 18
G. Geja1a K1inik ••••••••••••••••• 21
H. Kekebalan ••••••••••••••••••••• 23
1. Diagnosa •••••••••••••••••••••• 24
J. Diferensia1 Diagnosa • • • • • • • • • • 26
K. Pato1ogi dan Histologi . ....... . 27
L. Pengobatan dan Pengendalian • •• 29
III. KESIMPULAN ........................ . 32
IV. DAFTAR PUS TAKA
DAFT AR T ABEL
Tabe1 Halaman
1. Bentuk-bentuk Theileria mutans dan
frekuensi C%) •••••••••••••••••••• 4
2. Bentuk-bentuk Theileria mutans dan
ukurannya (mikrometer) ••••••••••• 4
DAFl'AR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Sepasang Theileria dalam eritrosit ••• 6
2. Theileria mutans dalam kelenjar ludah
Amblyomma variegatum •••••.••••••••••• 6
3. Skizon dari Theileria mutans dalam
sirkulasi sel mononuklear sapi ••••••• 7
4. Siklus Hidup dari Theileria •••••••••• 11
I. PENDAHULUAN

Theileriosis pada sapi adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh protozoa dari genus Theileria yang ditu-
larkan melalui vektor caplak.
Theileria.mutans pertama kali dilaporkan oleh Thei-
ler pada tahun 1906 dengan nama Piroplasma mutans, dima-
na penemuan ini berdasar pada persamaan dengan Piroplas-
~ parvum yang ditemukannya pada tahun 1904. Theileria-
mutans pernah diklasifikasikan ke dalam genus Nuttalia
karena persamaan dalam memperbanyak diri, kemudian di-
masukkan ke dalam genus Gonderia dengan nama Gonderia-
mutans dan juga pernah dimasukkan dalam genus Babesia
dengan nama Babesia mutans (Saidu, 1982).
Banyak nama yang diberikan pada penyakit yang dise-
babkan oleh Theileria mutans, diantaranya adalah Benign
bovine theileriosis, Benign bovine gonderiosis, TZaneen
disease, Marico calf disease dan Mild gall sickness (Sa-
idu, 1982).
Di Indonesia Theileria mutans pertama kali ditemu-
kan pada kerbau oleh De Blieck dan Kaligis tabun 1912
yang dikatakan menyebabkan penyakit Pseudo East Coast Fe-
ver. Kemudian Theileria mutans ini ditemukan di Sumatra-
Barat tahun 1972 (Laporan Tahunan Direktorat Kesehatan
Hewan, 1983) dan juga ditemukan di Sukabumi menyerang sa-
pi perah pada tahun 1978 dan se1anjutnya daerah-daerah
2
lain di Indonesia telah dilaporkan.
Menurut Saidu (1982) daerah penyebaran Theileria ~

~ yang pernah dilaporkan adalah Afrika, Australia,


U.S.A., Asia, Turki, Kuba, Korea, Inggris dan Jerman ba-
gian Selatan.
Infeksi Theileria mutans pada sapi umumnya ringan
dan tidak fatal, akan tetapi pernah dilaporkan adanya ka-
sus fatal akibat infeksi parasit ini. Mortalitas yang
disebabkan oleh Theileria mutans sangat kecil yaitu lebih
kurang satu persen (Jackson ~ al., 1970).
Gejala klinik yang ditimbulkan oleh infeksi Theile-
Ei~ ~utans bisa terlihat atau tidak. Penularan secara
alam dilakukan oleh vektor caplak dan bisa pula ditular-
kan secara buatan (Young et al., 1978).
Untuk mendiagnosa infeksi Theileria mutans dengan
membuat preparat usap darah, preparat usap dari biopsi
limfonodus, pungsi limpa atau limfonodus dan usapan buffy
coat. Mengadakan identifikasi caplak dan pemeriksaan se-
rologik dengan menggunakan metoda Indirect Fluorescent
Antibody.
Menurut buku Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Me-
nular II dikatakan bahwa penyebab theileriosis pada rumi-
nansia yang telah diketahui di Indonesia adalah Theileria
mutans.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MORFOLOGI
Theileria mutans berada pada dua induk semang yaitu
pada Vertebrata dan Invertebrata, Bentuk penting pada
vertebrata adalah dalam eritrosit yang disebut piroplasma
dan bentuk pada limfosit disebut 'Koch bodies schizont',
Sedangkan bentuk pada vektor caplak adalah zigot dan ben-
tuk kinet.
Bentuk parasit dalam eritrosit menurut Levine (1961)
berbentuk bulat dengan diameter satu sampai dua mikron
dan bentuk oval dengan ukuran panjang 1.5 mikron sedang
lebarnya 0.6 mikron. Menurut Soulsby (1982), Theileria
mutans dalam eritrosit mempunyai bentuk bulat dengan uku-
ran satu sampai dua mikron, bentuk oval, bentuk buah pir
dan bentuk se'perti Anaplasma. Theileria mutans yang ada
di Australia menurut Hungerford (1970) mempunyai bentuk
bulat, batang dan oval dengan ukuran satu sampai lima mi-
krone Menurut Bruner dan Gillespie (1966), Theileria ~­

tans mempunyai bentuk bulat, batang, koma dan bentuk oval.


Bentuk Theileria mutans dalam eritrosit yang diurai-
kan oleh Neitz (1957) mempunyai bentuk batang, koma, oval
dan bentuk seperti Anaplasma. Bentuk-bentuk tersebut mem-
punyai sitoplasma biru dengan nukleus berupa bintik-bin-
tik kecil warna merah ungu. Nukleus selalu menempati da-
erah yang luas dan terdapat di pinggir sel dari parasite
4
Frekuensi relatif bentuk Theileria IDutans dalam eri-
trosit dan ukuran relatif dari bermacam-macam bentuk pa-
rasit ini dilaporkan Saidu (1982) yang dikutip dari Neitz
tahun 1959 dan Saidu tahun 1981, dalam bentuk Tabel 1.
dan Tabel 2.

Tabel 1. Bentuk-bentuk Theileria mutans dan freku-


ensi (%) (Saidu, 1982)

Bentuk Neitz (1959) Saidu (1981)

Batang 45 32.6
Koma 11.0
Oval
Bulat 55 6.3
Buah pir 50.1

Tabel 2. Bentuk-bentuk Theileria mutans dan ukuran-


nya (mikrometer) (Saidu, 1982)

Bentuk Neitz (1959) Saidu (1981)

Batang 1.5 x 0.5 3.1 x 1.0


Koma 1-_2 x 0.5 3.0 x 1.0
Oval 1-2 x 0.7
Bulat 1 - 2 1.8 x 3.0
Buah pir 2.8 x 1.6

perbedaan ukuran Theileria mutans dapat disebabkan


oleh metoda yang dipakai untukbekerja atau adanya perbe-
daan galur (strain). Virulensi dari galur parasit dapat
5
dihubungkan dengan ukuran relatif, tipe dan frekuensipi-
roplasma. Fase dalam eritrosit induk semang vertebrata
tid~~ membentuk skizon.
Skizon susah ditemukan akan tetapi bisa ditemukan
dalam limfosit dari limpa dan limfonodus dengan ukuran
delapan mikron sampai 20 mikron atau lebih (Soulsby, 19-
82). Menurut Saidu (1982), skizon terletak pada limfosit
dalam limfonodus atau dalam sirkulasi dan pernah ditemu-
kan di luar limfosit pada usapan darah tipis. Skizon
mempunyai sitoplasma yang berwarna biru dan di dalamnya
berisi titik-titik kecil berwarna merah sampai merah ke-
biruan dan berjumlah satu sampai 80, dengan ukuran masing
masing satu sampai dua milimikron. Akan tetap~ menurut
De Vos dan Roos (1981) dalam penelitiannya menemukan
skizon dengan diameter 12.5 mikron yang berisi nukleus
berjumlah delapan sampai 50, dengan rata-rata 32 nukleus
yang umumnya besar, warna pucat dan bentuk tidak teratur.
Ada dua bentuk skizon dalam sel limfosit yaitu ma-
kroskizon dan mikroskizon. Dalam uraian Young et al.
tahun 1978 dikatakan bahwa makroskizon dari Theileria ~­

tans berbeda dengan jenis (species) Theileria yang lain


pada sapi, dimana makroskizon lebih besar dan berada pada
sitoplasma sel induk semang sehingga inti sel induk se-
mang kelihatan terdesak ke pinggir. Sitoplasma dari ma-
kroskizon mempunyai banyak vakuola dan warnanya kelihatan
6

..~,'.
-"4.....
':,: .~,~:.( ::;: :1'~'
.• " A
. .~.,l.J ·f

,;~~:~~LS~~~'
" .. , ~:,.:. ~

:~~ ~. '-
)...' '"
.. ~"":n..m'
~.··1,',.~
... ~~-.~
.. ::..~:...
.~
"';" .."...~~> ':~'..~~.:·(.~:-~,~t<···

;~~ ,"~t~7~~'~"'.~ .
....... ·_.L·~.

Gambar 1.
:.I •• ,.,., "%.:.:at.- .... ",. .f-.f'_~'~ ;-";'I.J.~
Sepasang Theileria dalam eritrosit : e, eritro-
sit; n, nukleus; nm, membran nukleus; er, reti-
culum; c, cytoplasma; pm, membran plasma; dan
pb, polar body. (Soulsby, 1966)

...:IIhil ("..':' ,-,. " .

__ " .
~'~.
a'.r.! ' ......' "- .
~~~~ ~{~,.{·I..,..-: ~~,
_~~. ;0".::: '~'.""',.'~ _ ..... ~ .
.:. ~':':"- ~ • ~ .4' .... _. j ! 04: ••••
"'''-r"~. -,.'r ,'-co: ... i' ~ ,' ..... "', .',
~;1~~.'
~.:.r~
,,/",; .;;~.::::'-'~', ..?A
. .... ~ . ',....... 4.., ~......
J "f~": . .~",'~';<" oW 7<:":: v~
. , ..... -

..-{!.....
~
', .;,~:,.' ;,.. " ,', '\"~-
't
.. ~ f)~ '1~".x."" . . ,!-,
,,' "I-fir : '~,,,,
' , p .• '
~~...~ :\ ~ \~~ t-;,~ Yl't"; < ~ :.: :~;.~ '.~
" .... ,-",,.';'" >'>..,~4,'" I' > ~~"
f
~fl.,·
,., : IV -r· ~'\...o. .. .,..-- , .... '" '. <' ·iI~;";
.
..t:'-x,)" ... ~ ~ ,
,,If .. 4 ?-... ~
1.....
_
,.I ••' .; ..... 1.
...,,, I( :Y. ~ .~~

...
.9.'~~ {,~
~... ":rv~ '.~\_...
" . """; ", f,
.r~ -\ ,,~,
~ ..::t
;:....
.~~}.;, .!#!'" ..9¥ '.t:~ ." .,. ,. ~;/;~

Gambar 2. Theileria mutans dalam kelenjar ludah Amblyom-


ma variegatum (Adam et al., 1971)
7

'-
B

o
c

Gambar 3. Skizon dari Theileria mutans dalam sirkulasi


sel mononuklear sapi (Young ~ al., 1978)
A-F. skizon dari Theileria mutans. A. ma.-
kroskizon !. mutans, bentuk nukleus tidak
teratur dan besar. B. dan C. Makroskizon
bentuk besar dengan nukleus besar dan tidak
teratur. D. Binuklear sel induk semang
yang berisi makroskizon, menunjukkan adanya
pembelahan sel induk semang dan makroskizqJL~~IOIi(~
E. Mikroskizon dengan nukleus banyak d,' "..'" _<0""."
h.

eil. F. mikromerozoit yang lepas dari'


8
lebih gelap dari sel induk semang pada pewarnaan Giemsa.
Makroskizon mempunyai banyak nukleus, besar dan bentuk
tidak teratur. Sedang mikroskizon mempunyai lebih banyak
nukleus dibanding makroskizon, dimana nukleus mikroskizon
berjumlah 120 sampai 160 dan terletak pada sitoplasma sel
induk semang. Merozoit terlihat pada usapan tenunan lim-
foid dan bent uk ini menyebabkan kerusakan sel induk se-
mang yang kemudian merozoit ini akan menyerang sel eri-
trosit.

B. SIKLUS HIDUP
Siklus hidup Theileriidae melibatkan induk semang
dan vektor yaitu caplak. Pada induk semang parasit ber-
ada dalam tenunan limfoid, sirkulasi limfosit dan pada
eritrosit (Neitz dan Jansen, 1956). Secara alami cara pe-
nularan Theileria mutans hanya dapat dilakukan oleh ca-
plak secara stage to stage. Partikel parasit yang infek-
tif dari sapi yang terinfeksi ditularkan ke sapi yang la-
in melalui caplak, dimana parasit ini terdapat di dalam
kelenjar ludah caplak.

Perkembangan Theileria mutans pada sapi


Belum banyak peneliti yang menerangkan secara baik
siklu6 hidup dari Theileria mutans pada hewan mamalia.
Menurut Saidu (1982) dikatakan bahwa siklus hidup parasit
ini kemungkinan tidak berbeda dengan jenis Theileria lain.
9
Theileria mutans masuk dalam tubuh sapi melalui gi-
gitan caplak diman air liurnya banyak mengandung sporozo-
it yang merupakan partikel infektif. Sporozoit ini akan
mengikuti sistem limfe menuju limfonodus dan atau limpa
yang akan tinggal dalam limfosit yang disebut tropozoit.
Dalam beberapa hari akan membentuk badan yang berinti ba-
nyak disebut skizon yang merupakan bentuk pertama paras it
yang ditemukan pada sapi dalam Limfonodi parotidea pada
hari kesembilan sampai ke-22 setelah gigitan caplak. Ke-
mudian skizon akan ditemukan pada limfonodus yang lain
tiga sampai tujuh hari setelah terlihat pada Limfonodi
parotidea (Neitz, 1957).
Menurut Young'~ ale (1978), skizon pertama ditemu-
kan pada limfonodi lokal pada hari kesembilan sampai hari
ke-20 setelah gigitan caplak. Kemudian akan didapatkan
pada limfonodus lain pada hari kesembilan atau lebih se-
telah terlihat pada limfonodus lokal. Skizon akan berta-
han selama tiga kali mengikuti sirkulasi sel darah putih.
Skizon mempunyai dua bentuk yaitu makroskizon dan mikro-
skizon.
M~~roskizon pertama ditemukan pada limfonodus lokal
pad a 10 sampai 13 hari setelah infeksi dan akan tetap
bertahan selama satu sampai lima hari (De Vos dan Roos,
1981). Makroskizon akan mengalami proses skizogoni mem-
bentuk makromerozoit. Kemudian makromerozoit ini akan
10
menyerang sel limfosit baru dan selanjutnya akan siap me-
mgadakan proses skizogoni lagi.
Dalam beberapahari kemudian akan ditemukan badan
yang di dalamnya terdapat inti bulat kecil yang berwarna
merah yang disebut mikroskizon. Mikroskizon adalah per-
jalanan perkemba.ngan parasit yang akan menghasilkan mi-
kromerozoit dengan cara pertunasan, dimana mikromerozoit
ini selanjutnya akan menyerang eritrosit yang disebut pi-
roplasma. Piroplasma dalam darah pertama diketahui pada
hari ke-12 sampai hari ke-29 (De Vos dan Roos, 1981).
Piroplasma ini nantinya akan dihisap oleh caplak dan me-
nga1ami perubahan pada tubuh caplak.

Perkembangan Theileria mutans dalam tubuh caplak


Piroplasma masuk ke dalam tubuh caplak pada waktu
caplak menghisap darah sapi. Piroplasma dalam darah ini
mengandung gamet jantan dan gamet bet ina dalam lumen usus
akan mengalami fase seksual pada hari kelima sampai hari
ketujuh setelah cap1ak menghisap darah sapi (Warnecke ~

al. da1am Saidu, 1982). Setelah fase seksual akan meng-


hasilkan zigot yang bisa diamati mu1ai hari ke-29 dalam
saluran pencernaan cap1ak. Bentuk zigot inilah yang me-
rupakan fase pertama da1am tubuh caplak (Young dan Leitch,
1980). Zigot kemudian menga1ami transformasi membentuk
kinet, yang dapat diamati 30 hari sete1ah caplak menghi-
11

LIFE CYCLE OF THEILERIA


BOVINE HOST

G
Schuonu :lIl d IYmpb
ciivii~

c;> --- @ -
oeytC1

'YMPHOCYTES

/@-.. @> --,. tff:Z:., MiCfOKbi.tont


I@l. ...::roo.chuont
'*tiJJ; . . . .
~
M~ro%Qlt.es n:lc:ucd
.~ I I from lymphocyte
~C:':ID c
Qj Troph<:>zoilc
• ~O
t ERYTHRocYTES o0 0 Cl) ""_m
~ eJ'ythrocyU:,

r........
() Sponnoiu:

TIC'" FI:.ED

•••
1TICK FEED

.. e
~ Gam~tocyu:s
Q, ) ; ,

S?O~oi.!.c-1 /1.,:
HAEh10L YMJ'"H

K.in~u:-s

/
- .c;::>

~
TICK GUT
SALlVA~Y GLAND
TYPE /II AClNUS

TICK HOST

Gambar 4. Siklus Hldup dari Theileria


(Jensen, J.B., 1983)
,
12
sap darah sampai penuh dan tiga sampai empat hari setelah
nimfa caplak menjadi dewasa. ,Kinet kemudian bergerak me-
ngikuti aliran limfe yang dapat dilihat pada hari ke-34,
dan selanjutnya kinet memasuki kelenjar ludah caplak yang
disebut sporont.
Menurut Riek (1966, dalam Soulsby, 1982), 24 sampai
48 jam setelah caplak penuh darah, parasit akan terlihat
dalam sel epitel alat pencernaan. Setelah sepulub hari
terlihat badan yang berbentuk bulat (sphe,rical bodies)
dengan diameter 15 mikron, mempunyai sitoplasma homogen
dan nukleus dengan diamater tiga mikron. Kemudian bentuk
parasit ini terlihat pada kelenjar ludah nimfa setelab
24 jam menempel pada sapi. Dua sampai lima hari kemudian
mengalami pembelahan ganda (multiple fission) yang meng-
hasilkan suatu badan dengan ukuran 30 sampai 40 mikron
yang disebut sporoblast dimana badan ini mengandung ba-
nyak bentuk parasit yang infektif yang disebut sporozoit.
Sporoblast akan pecah ketika caplak menghisap darah sapi
lagi dan sporozoit bersama air liur masuk ke tubub sapi.

C. KLASIFlKASI
Banyak nama yang diberikan pada Tbeileria mutans,
disebabkan banyak peneliti mengklasifikasikan atau mema-
sukkan Theileria mutans ini ke dalam beberapa genus dian-
taranya genus Piroplasma, genus Gonderia, genus Babesia
13
dan genus Nuttalia. Akhirnya menurut identifikasi skizon
da1am tubuh sapi yang terinfeksi maka Theileria mutans
dimasukkan ke dalam genus Theileria (Viljoen and Martina-
glia, 1928 dan Theiler and Graf, 1928 da1am Saidu, 1982).
Kemudian Levine (1971 dalam Saidu, 1982) mengklasifikasi-
kan Theileriidae ini ke dalam klas Sporozoasida dikarena-
kan piroplasma ini tidak mengalami proses seksual. Namun
ternyata proses seksual terjadi pada anggota dari Theile-
~ ini, maka dimasukkan dalam ordo Piroplasmorina (Irvin
dan Boarer, 1980).
Menurut Soulsby (1982) dan Jensen (1983) Theileria
mutans dimasukkan ke dalam
Filum Apicomplexa
Klas . Sporozoea
Subklas Pir0I>lasmia
Ordo : Piroplasmida
Famili Theileriidae
Genus Theileria
Jenis : Theileria mutans

D. BEWAN RENTAN DAN DAERAH PENYEBARAN


Rewan-hewan rentan yang dapat terinfeksi oleh Theile-
~ mutans di Afrike adalah sapi dan kerbau, dimana pene-
tapan diagnosa menggunakan Indirect Fluorescent Antibody
Technique (Neitz, 1957). Menurut Irvin et al. (1981)
mendefinisikan Theileria mutans adalah parasit pada kerbau
14
di Afrika (S. caffer) yang dapat menginfeksi sapi yang
kemungkinan pada biri-biri bisa menyebabkan infeksi ber-
sifat 1aten. Theileria mutans yang menginfeksi kerbau
di Afrika dapat menu1ar ke sapi yang tingga1 bersama de-
ngan kerbau tersebut dan dikatakan bahwa kerbau merupakan
reservoir (Screuder ~ al., 1977 da1am Saidu 1982 ; Kim-
ber and Young, 1977 dan Paling ~ al., 1981).
Theileria mutans bisa menginfeksi biri-biri dan kam-
bing, akan tetapi hanya sporozoit dan skizon yang bisa
berkembang, sedang fase di dalam eritrosit tidak berkem-
bang (Neitz, 1959 dalam Saidu, 1982).
Ada perbedaan kerentanan bangsa-bangsa sapi terhadap
infeksi Theileria mutans, dimana sapi dari lUar mendapat
infeksi cenderung lebih parah dari pada sapi asli daerah
endemik (Saidu. 1980 dalam Saidu, 1982). Kemudian menu-
rut Robson dan Young (1975, da1am Paling et al., 1981)
me1aporkan bahwa infeksi Theileria mutans yang berasa1
dari sapi ~ indicus 1ebih patogen menyerang ~ taurus
dari pada ke sapi ~ indicus. Akan tetapi menurut pene-
liti Du Toit (1931, dalam Neitz, 1957) mengatakan bahwa
semua sapi di Transvaal dan daerah lain di Afrika selatan
merupakan tempat atau daerah Theileria mutans dimana sapi
sapi terlihat seperti mendapat infeksi laten. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bangsa pada infeksi
yang disebabkan oleh Theileria mutans.
15
Di Indonesia pertama kali ditemukan Theileria mutans
pada seekor kerbau di daerah Bogor oleh De Blieck dan Ka-
ligis pada tahun 1912 yang dikatakan menyebabkan penyakit
Pseudo East Coast Fever. Kemudian dilaporkan adanya pe-
nularan Theileria mutans pada sapi perah di Sukabumi oleh
Soekardono (1978). Selanjutnya dilaporkan bahwa Theile-
riasis di Indonesia pada saat ini telah terdapat di dae-
rah-daerah seperti D.I. Aceh, Sumatra Barat, Sulawesi Se-
latan, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Barat,
Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur dan juga dilapor-
kan di Jawa Timur. Theileria ~ pada ternak di Sumatra
Barat dilaporkan pada tahun 1972, berdasar konfirmasi
yang dilakukan FKH-IPB (1975) diduga penyebabnya adalah
Theileria mutans. Penyebab theileriasis pada ruminansia
yang telah diketahui di Indonesia adalah Theileria mutans.
Menurut Ashadi (1984) jenis Theileria pada sapi potong
dan sapi perah di Jawa Barat diduga bukan hanya jenis
Theileria mutans saja, akan tetapi juga ditemukan jenis
Theileria lain yaitu Theileria parva dan Theileria ~­

lata.
Menurut Ressang (1984) menyebutkan bahwa Pseudo East
Coast Fever bersifat tenang dan menahun disebabkan oleh
infeksi Theileria mutans. Selanjutnya penyebaran penya-
kit akibat infeksi Theileria mutans dikatakan terse bar
secara luas di daerah-daerah panas (Afrika iklim sedang,
16
Eropa Selatan dan Asia antara lain Indonesia).
Menurut Souls by (1982) daerah penyebaran Theileria
mutans adalah Afrika, Asia, Australia dan Rusia. Adanya
Theileria mutans yang menyerang sapi di U.S.A. diuraikan
oleh Splitter (1950, dalam Kuttler and Craig, 1975). Se-
dang Theileria mutans yang ada di Australia pertama kali
diidentifikasi pada tahun 1910 oleh Dr. Dodd (Seddon,
1966 dan Hungerford, 1970). Bruner dan Gillespie (1966)
mengatakan bahwa Theileria mutans telah dikenal di Eropa
bagian Selatan, Afrika, Asia, Australia dan Inggris.
Menurut Saidu (1982) selain Afrika Theileria mutans
dilaporkan ada di Australia, U.S.L., Asia, Turki, Kuba,
Korea, Inggris dan Jerman bagian Selatan.

E. CARA PENULARAN
Theileria mutans dalam penelitian bisa ditularkan
secara biologik dan secara mekanik. Penularan parasit
ini dari hewan satu ke hewan lainnya secara alami dilaku-
kan oleh caplak secara stage to stage. Banyak laporan
yang mengatakan bahwa jenis cap~ak yang penting dalam
proses pemindahan Theileria mutans dilakukan oleh Ambly-
~. Amblyomma variegatum dikatakan penting dan efisien
dalam memindahkan Theileria mutans. Uilenberg ~ ale
(1976, dalam Saidu, 1982) berhasil memindahkan Theileria
mutans enam sampai tujuh kali percobaan. Mereka telah
17
melakukan percobaan menularkan parasit ini dengan cara
stage to stage, dari larva ke nimfa dan dari nimfa ke de-
wasa. Young ~ al. (1978) menggunakan Amblyomma variega-
~ untuk mempelajari perjalanan Theileria.mutans dalam
menginfeksi sapi. Mereka berhasil mengadakan empat kali
pasase Theileria mutans pada caplak dan sapi, kemudian
mereka berpendapat bahwa masihmendapatkan patogenitas da-
ri Theileria mutans pada sapi dengan penularan melalui
vektor Amblyomma variegatum. Patogenitas menurun setelah
dilakukan pasase dalam darah sebanyak delapan kali.
Perie et al, (1980, dalam Saidu, 1982) juga berhasil me-
nularkan Theileria mutans di Nigeria dengan menggunakan
Amblyomma variegetv~ •
Jenis Amblyomma lain yang dilaporkan dapat memindah-
kan Theileria mutans adalah Amblyomma cohaerens, Amblyom-
~ hebraeum, Amblyomma gemma dan Amblyomma lepidum.
Young et ale (1977) mengumpulkan larva Amblyomma cohae-
~ dari kerbau di Mara Kenya dan kemudian berhasil me-
nularkan Theileria mutans ke tubuh sapi jantan. De Vos
dan Roos (1981) te1ah berhasi1 memindaht~n Theileria mu-
tans dari anak sapi yang diambil limpanya ke sapi dewasa
melalui vektor Amblyomma gemma dan transmisi terjadi dari
larva ke fase nimfa. Amblyomma lepidum juga sebagai vek-
tor dari Theileria mutans (Morzaria, pers. comm. dalam
Irvin ~ al., 1981). Menurut Saidu (1982) jenis Amblyom-
18
~ yang berperan dalam hal transmisi Theileria mutans da-
ri hewan satu ke hewan lain , sedang Boophilus, Rhipice-
phalus, Haemaphysalis dan liyalomma dikatakan tidak ter-
bukti dalam hal menularkan Theileria mutans.
Menurut Brocklesby (1978, dalam Saidu, 1982) vektor
dari famili Theileriidae yang diterima sepenuhnya adalah
sebagai berikut : Rhipicephalus ~ sebagai vektor dari
Theileria parva, Haemaphysalis ~ sebagai vektor dari
Theileria sergenti, HYalomma ~ sebagai vektor dari
Theileria annulata dan kemudian Amblyomma ~ sebagai
vektor dari Theileria mutans.
Pemindahan secara mekanik telah berhasil dilakukan
oleh banyak peneliti, diantaranya secara intra vena, sub-
cutan dan intra peritoneal dengan menggunakan darah yang
infektif, dari organ limpa yang dibuat suspensi (Saidu,
1982), dan dari caplak yang infektif dibuat suspensi
(Young ~ al., 1978).
Theileria mutans masih tahan dalam darah bersitrat
selama empat hari pada temperatur ruang dan tahan lebih
dari tiga minggu dalam darah bersitrat pada suhu 0 0 C
(Neitz, 1957).

F. PATOGENITAS
Infeksi Theileria mutans pada sapi umumnya' ringan
dan tidak fatal. Mortalitas yang disebabkan oleh infeksi
19
Theileria mutans sangat kecil yaitu ± 1 % (Jackson ~ al,
1970 dan Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular II).
De Kock ~ al, (1937 dalam Saidu, 1982) dalam penelitian-
nya menyimpulkan bahwa infeksi Theileria mutans umumnya
mempunyai patogenitas rendah atau ringan pada sapi, akan
tetapi Theileria mutans akan menjadi patogen bila sapi
dalam keadaan stress, pada waktu transportasi atau bersa-
ma-sama dengan infeksi parasit darah yang lain.
Wilson (1944, dalam Saidu, 1982) mengatakan bahwa
Theileria mutans tidak dapat dibedakan denganjenis dari
Theileria lain dalam morfologinya, akan tetapi bisa dibe-
dakan dalam hal patogenitasnya, dimana Theileria mutans
mempunyai patogenitas rin[ar nan hewan-hewan yang sembuh
akan mendapat preimunitas dalam beberapa waktu, sedang
Theileria parva menghasilkan imunitas yang steril.
Irvin et al, (1972) melaporkan adanya kasus yang fa-
tal akibat infeksi Theileria mutans di Narok Distrik Ke-
nya. Mereka mengatakan parasit tersebut adalah Theileria
mutans dimana parasit ini bisa ditularkan secara mekanik
pada sapi yang telah mempunyai kekebalan terhadap Theile-
ria parva yang kemudian sapi tersebut menjadi sakit.
penularan Theileria mutans dengan cara penyuntikan
menyebabkan parasit mengalami penurunan patogenitasnya,
dan patogenitas akan pulih kembali bila ditularkan mela-
lui vektor caplak (Young ~ al., 1978). De Kock et al,
20
(1937, da1am Saidu, 1982) dapat membuat infeksi yang be-
rat pada sapi dengan ja1an memberikan atau infestasi ca-
p1ak yang mengandung Theileria mutans da1am jumlah banyak.
Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh infestasi berat dari
cap1ak menyebabkan banyak Tbeileria mutans yang masuk me-
nginfeksi tubuh sapi, sehingga menyebabkan keadaan 1ebih
parah dari infeksi Theileria mutans biasa. Sapi yang te-
1ah diambil limpanya kemudian diinfeksi dengan Theileria
mutans yang patogen menyebabkan semua sapi mati terinfek-
sit sedangkan sapi-sapi yang tidak diambi1 1impanya semua
dapat sembuh (Saidu, 1981 da1am Saidu, 1982).
Perbedaan induk semang mungkin dapat menyebabkan
perbedaau p~togenitasnya (Paling ~ a1., 1981), dimana
mereka melihat adanya infeksi berat pada sapi Bos taurus
yang diinfeksi dengan Theileria mutans, sedang sapi ~

indicus hanya mendapat infeksi yang ringan saja. Perbe-


daan ini kemungkinan disebabkan dari turunan atau bisa
disebabkan caplak cenderung menyerang 1ebih banyak pada
sapi Bos taurus, atau kemungkinan adanya banyak galur
(strain) pada jenis Theileria mutans dan perbedaan galur
ini mungkin akan menyebabkan infeksi yang berbeda pula.
Patogenitas Theileria mutans dapat dihubungkan dengan ke-
cepatan memperbanyak diri pada tubuh vektor, kecepatan
menginfeksi pada tubuh induk semang dan kerentanan dari
tubuh induk semang (Saidu, 1982).
21
G. GEJALA KLINIK
Masa inkuba.si penyakit akibat infeksi Theileria mu-
tans melalui gigitan nimfa AmblYomma variegatum adalah
tiga sampai tujuh hari setelah gigitan (Young, 1977).
Menurut Saidu(1981, dalam Saidu, 1982) masa inkubasi pa-
da sapi yang dilakukan pengambilan limpanya (splenektomi)
adalah empat sampai tujuh hari dan sembilan sampai 16 ha-
ri pada sapi-sapi yang tidak dilakukan splenektomi. Ma-
sa inkubasi pada sapi yang ditulari Theileria mutans me-
lalui caplak menurut Neitz (1959, dalam Saidu, 1982)
terjadi 10 sampai 20 hari setelah gigitan caplak, sedang
menurut Paling et al. (1981) mas a inkubasi terjadi 14 ha-
ri setelah transmisi oleh caplak.
Menurut buku Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan me-
nular II, dikatakan bahwa masa inkubasi infeksi Theileria
mutans melalui gigitan caplak adalah 10 sampai 25 hari.
Pada infeksi Theileria mutans biasanya tidak terlihat ge-
jala klinik yang jelas, yang terlihat adalah demam ringan
kebengkakan kelenjar limfe, sedikit anemia dan kadang-ka-
dang ada ikterus dan produksi turun.
Young ~ al. (1977) melaporkan bahwa sapi yang diin-
festasi oleh caplak Amblyomma cohaerens memperlihatkan
pembengkakan Limfonodus parotidea pada hari ketujuh sete-
. lah infestasi, hyperplasia dari sel-sel limfoid dalam
limfonodus pada hari kesembilan setelah infestasi, sedang
22
makroskizon terlihat 12 hari setelah infestasi dan piro-
plasma dalam eritrosit pertama terlihat 61 hari setelah
infestasi. Menurut De Vos dan Roos (1981), makroskizon
pertama terlihat 10 sampai 13 hari setelah infestasi de-
ngan Amblyomma hebraeum, sedang pirOPlasma dalam eritro-
sit terlihat 12 sampai 29 hari setelah infestasi. Menu-
rut Young et al. (1978) makroskizon pertama terlihat de-
lapan sampai 20 hari setelah infestasi oleh caplak Ambly-
~ variegatum, piroplasma dalam eritrosit terlihat 12
sampai 25 hari setelah infestasi, dimana 12 hari oleh ca-
plak yang dewasa. Dikatakan bahwa demam biasanya bersa-
maan dengan adanya skizon,. dan hiperplasia dari limfono-
dus merupakan tanda adanya skizon. Sedangkan inokulasi
dengan suspensi caplak yang terinfeksi Theileria mutans,
piroplasma dalam darah terlihat 11 hari setelah inokula-
si.
Infeksi oleh Theileria mutans bersifat akut dan kro-
nik. Tanda pertama pada infeksi akut adalah demam tingg1
sampai 4l.6°c dan bertahan dua sampai delapan hari. Ke-
mudian anoreksia, lemah dan malas, limfonodus membengkak,
salivasi, lakrimasi, amat lemah, diare, penurunan berat
badan, berbaring dan pada kasus yang berat hewan cende-
rung akan mati. Tanda-tanda lainnya adalah respirasi me-
ningkat, atoni rumen, warna urine coklat gelap, produksi
susu turun, tremor muskularis pada daerah bahu, anemia
23
dan ikterus, selanjutnya hewan akan berangsur-angsur mu-
lai sembuh atau bisa menyebabkan kematian (De Kock, 1937
dan Neitz, 1959. dalam Saidu, 1982).

H. KEKEBALAN
Sapi yang terinfeksi oleh Theileria mutans umumnya
ringan dan tidak fatal, kemudian hewan yang terinfeksi
akan memperlihatkan gejala klinik atau bisa tidak ter1i-
hat dan se1anjutnya hewan yang sembuh akan mendapatkan
preimunitas yang tidak tahan lama atau sementara. Imu-
nitas yang ditimbu1kan oleh fase parasit dalam eritrosit
berbeda dengan imunitas yang ditimbulkan oleh infeksi pa-
da fase skizon. Keadaa.n ini terlihat dengan 1ebih mudah-
nya hewan terinfeksi 1agi wa1aupun telah mendapat imuni-
tas dari fase paras it da1am eritrosit (Neitz, 1957). Di

1apang sebagian besar sapi mempunyai imunitas dari fase


parasit da1am eritrosit dan dari fase skizon. Young ~

al, (1978) mengatakan bahwa dengan adanya skizon menun-

jukkan adanya pemindahan atau penu1aran Theileria mutans


melalui caplak. Transmisi secara buatan tidak menunjuk-
kan adanya kekeba1an pada sapi, muncu1nya kekebalan ini
ternyata bergantung pada adanya skizon.
Imunitas atau kekebalan dari Theileria mutans bisa
dipengaruhi dengan adanya pengambi1an 1impa. Imunitas
ini juga bisa dipengaruhi atau dirusak dengan datangnya
24
infeksi penyakit Babesiosis, Rinderpest dan penyakit in-
feksius lain. Dengan rusaknya kekebalan terhadap Theile-
ria mutans hewan akan rent an terhadap parasit ini dan
bersama dengan penyakit infeksius tersebut akan memperpa-
rah keadaan penyakit (Neit~, 1957).
Morzaria ~ ale (1977) mengatakan bahwa kekebalan
terhadap infeksi Theileria mutans berkembang mulai empat
sampai 11 minggu setelah hinggapnya caplak. Kekebalan
kemudian berkurang mulai 11 minggu sampai 22 bulan sete-
lah hinggapnya caplak.
Bewan-hewan yang telah sembuh dari infeksi Theileria
_._-
mutans secara alam masih mudah terpengaruh dengan infeksi
dari jenis Theileria lain (Neitz, 1957), sehingga dikata-
kan bahwa tidak terjadi kekebalan silang (cross immunity)
antara Theileria mutans dengan jenis.Theileria lain.

I. DIAGNOSA
Pertama yang perlu dilak~~an dalam mendiagnosa pe-
nyakit parasit ini adalah dengan membuat preparat usap
darah tipis, difiksasi dengan metanol absolut dan diwar-
nai dengan Giemsa, kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
Dalam usapan darah bentuk-bentuk yang dapat diiden-
tifikasi adalah piroplasma dalam eritrosit dan bentuk
skizon dalam sirkulasi limfosit. Kemudian juga bisa di-
buat preparat usap dari biopsi limfonodus, pungsi limpa
atau limfonodus dan usapan buffy coat unt~~ melihat ski-
25
zon pada fase awal. Menurut Young ~ al. (1978) mengata-
kan bahwa makroskizon dari Theileria mutans dari Afrika
Timur mempunyai bentuk yang berbeda dari jenis Theileria
yang lain. Mikroskizon dari Theileria mutans berbeda de-
ngan jenis lain yaitu adanya inti yang lebih besar.
Menurut Brocklesby (1978, dalam Saidu, 1982) menga-
takan" bahwa dengan melihat tanda-tanda klinik yang ditim-
bulkan, menemukan piroplasma dalam usapan darah dan me-
ngidentifikasi vektor caplak yang ada pada tubuh hewan
adalah jenis dari Amblyomma, maka sudah menjadi dasar da-
ri diagnosa theileriosis tersebut disebabkan oleh Theile-
ria mutans.
Schinder dan Mehlitz (1969, dalam Saidu, 1982) men-
deteksi antibodi dari Theileria mutans dengan menggunakan
Complemen Fixation Test (CFT), dan dikatakan bahwa bila
terjadi infeksi campuran dengan Theileria parva maka uji
ini akan menunjukkan titer antibodi yang tinggi.
Ross dan Lohr (1972) menggunakan Capillary Tube Ag-
glutination Test untuk mendeteksi dan mentitrasi antibodi
dari Theileria mutans pada serum sapi.
Metoda yang lebih sensitif dan dapat dipertanggung-
jawabkan kebenarannya adalah dengan menggunakan Indirect
Fluorescent Antibody Technique. Metoda ini pertama kali
dipergunakan oleh Lohr dan Ross (1969, dalam Saidu. 1982)
untuk mendiagnosa theileriosis pada sapi. Kemudian meto-
26
da ini diperbaiki oleh Burridge (1971) dan sekarang meto-
da ini dipergunakan untuk mengidentifikasi maupun menye-
lesaikan penelitian serologik dari Theileria mutans oleh
para peneliti di luar negeri. Dan metoda ini juga yang
dipakai untuk membedakan Theileria mutans galur (strain)
Afrika dan Theileria ~ dari Australia, Inggris dan Je-
pang.

J. DIFERENSIAL DIAGNOSA
Infeksi murni Theileria mutans pada sapi secara kli-
nik sulit dibedakan dengan penyakit lain seperti theile-
riosis yang disebabkan oleh Theileria parva dan Theileria
annulata, penyakit anaplasmosis dan penyakit babesiosis.
Untuk membedakan dengan theileriosis lain dapat di-
lihat dari morfologi dan ukuran parasit, dari vektor yang
menempel pada tubuh sapi akan bisa dipakai pedoman, se-
perti yang diuraikan oleh Brocklesby (1978) yaitu Ehi-
cephalus ~ merupakan vektor dari Theileria parva, ~­

lomma ~ sebagai vektor dari Theileria annulata , dan


Amblyomma ~ merupakan vektor dari Theileria mutans.
Kemudian bisa dilihat dari morbiditas dan mortalitasnya.
Menurut Irvin et ale (1972), mengatakan bahwa untuk
membedakan penyebab theileriosis bisa mempergunakan uji
serologik, transmisi secara mekanik, Xeno Diagnosis dan
Indirect Fluorescet Antibody Technique.
27
Infeksi Theileria mutans dapat dibedakan dengan pe-
nyakit anaplasmosis dengan melihat jenis Anaplasma pada
usapan darah tipis, dilihat dari gejala penyakit anaplas-
mosis lebih parah, mortalitas anaplasmosis lebih tinggi
dan dapat dilihat dari vektor penyakit. Untuk lebih te-
patnya digunakan metoda Fluorescent Antibody Technique
(Madden, 1962).
Babesiosis atau Red Fever bisa dibedakan dari infek-
si oleh Theileria mutans dengan melihat pada usapan darah
tipis, juga dapat dilihat dari gejala penyakit yang di-
timbulkan terutama theileriosis akibat infeksi oleh ~­

leria mutans biasanya tidak disertai dengan hemoglobinu-


ria. Kemudian untuk lebih meyakinkan dengan menggunakan
Fluorescent Antibody Technique (Goldman ~ al., 1972).

K. PATOLOGI DAN HISTOLOGI


Secara patologi klinik yang penting dalam infeksi
Theileria mutans adalah anemia dengan PCV (Packed Cell
Volume),turun, konsentrasi Rb turun (Irvin et al., 1972
dan Paling ~ al., 1981). Konsentrasi Hb dan PCV menurun
lebih jauh pada sapi yang diambil limpanya.
Jumlah eritrosit juga menurun setelah adanya infeksi,
terlihat nilai eritrosit dari ± 9 x 106 per ml menjadi
1.5 x 10 6 per ml pada sapi yang dilakukan splenektomi.
Sedangkan sapi yang tidak diambil limpanya jumlah eritro-
sit ± 9.6 x 10 6 per ml menjadi ± 3.3 x 10 6 per mI. Penu-
28
runan pev, konsentrasi Hb dan jumlah eritrosit pada per-
mulaan terlihat setelah bertambahnya piroplasma.
Gambaran darah pada sapi menunjukkan poikilositosis,
anisositosis, polikhromasia, basofilik granulasi dan ma-
krositosis (Saidu, 1982).
De Kock et al. (1937, dalam Saidu, 1982) melaporkan
adanya limfositosis dan netrofilia. Mereka cenderung
menghubungkan dengan dermatitis akibat gigitan caplak se-
Cara eksperimen pada telinga sapi. Permulaan leukosito-
sis dihubungkan dengan adanya skizon yang disebabkan oleh
infestasi caplak dan dapat disebabkan respon respon dari
induk semang untuk membinasakan skizon. Neutrofilia di-
katakan sebagai akibat dermatitis yang disebabkan oleh
bakteri setelah gigitan caplak.
Kejadian kematian akibat infeksi Theileria mutans
adalah tidak umum, akan tetapi bila terjadi kematian pa-
da sapi seperti yang dilaporkan oleh Saidu (1981, dalam
Irvin et al., 1981), hasil inokulasi Theileria mutans pa-
da sapi yang dilakukan splenektomi di Nigeria memperli-
hatkan kekuningan umum, limfonodus membesar dan oedematus
serta terlihat gastroenteritis. Sedangkan secara histo-
patologi terlihat infiltrasi sel mononuklear pada peri-
glomerular dan jaringan interstitial ginjal, infiltrasi
sel mononuklear pada perivaskular dan perinduduktal dalam
sistim portal pada hati.
29
Manurut De Kock at a1. (1937. Neitz, 1959 dan Saidu,
1981 da1am Saidu, 1982) me1aporkan adanya kelainan pada
sapi yang terinfeksi Theileria mutans seperti adanya pem-
besaran dan oedematus pada 1imfonodus. Hati lunak dan
rapuh, membesar dan warna coklat kekuningan, kadang-ka-
dang terdapat petechiae dan infark pada permukaannya.
Fokal nekrotik pada permukaan ginjal dengan lemak dise-
kitar ginjal atropi dan berbentuk sereus terutama lemak
bagian pelvis. Kemudian bisa terlihat oedema paru-paru,
trakhea dan bronkhi terdapat busa, petechiae dan hemoragi
pada membran sereus dan mukeus. Adanya petechiae peri-
kardium dan endokardium, ulcera pada abomasum, mukeus me-
ningkat pada kolon dan rektum.

L. PENGOBATAN DAN PENGENDALIAN


Umumnya kasus penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Theileria mutans adalah ringan dan hewan-hewan secara
berangsur-angsur dapat sembuh tanpa diberikan pengobatan.
Walaupun demikian kasus infeksi paras it ini dapat menye-
babkan kematian, penurunan berat badan, penurunan produk-
si susu, kerugian tenaga kerja karena hewan lemah dan ma-
las, yang sedikit banyak akan merugikan peternak, apalagi
bila terjadi kasus yang berat. Da1am keadaan demikian
pengobatan akan diper1ukan, oleh karena itu bisa dipergu-
nakan Trypan blue, Phenamidine isothionat, prepa.rat Qui-
noline, campuran Trypaflavin dengan Acriflavin dan Sulfo-
30
namid. Akantetapi obat tersebut tidak spesifik terhadap
parasit secara endoglobular.
Obat yang dianggap bekerja sp~sifik untuk Theileria
mutans pada fase dalam eritrosit adalah derivat dari
8-amino quinoline yaitu Pamaquine, Plasmaquine dan Penta-
quine dengan dosis empat kali berturut-turut 0.5 mg per
kg berat badan secara intra vena atau intra muskular de-
ngan interval empat sampai delapan jam. Kemuciian paras it
akan hilang dari darah peri fer kira-kira empat minggu.
Efek obat ini terhadap paras it adalah merusak sitoplasma
dari parasit (Saidu, 1982).
Pada kasus yang patogen pada infeksi Theileria mutans
maka pengobatan dapat menggunakan obat-obatan yang dipa-
kai untuk mengobati jenis Theileria lain, misalnya dengan
menggunakan Halofuginone 1 - 2 mg per kg berat badan se-
cara oral dengan dosis tunggal, yang biasanya obat ini
dipakai pada sapi yang terinfeksi Theileria parva (Uilen-
berg et al., 1980 dalam Saidu, 1982)
Theileria mutans adalah parasit yang cara penularan
nya dilakukan oleh caplak, oleh karena itu pencegahan
terhadap infeksi parasit ini sangat bergantung pada keber-
hasila pengawasan dan kontrol terhadap vektor caplak.
Dalam mengadakan kontrol terhadap vektor cap~ak bisa meng-
gunakan akarisida. Dalam penggunaan akarisida hendaknya
diperhatikan pemilihan akarisida dan cara aplikasi yang
31
tepat, dan perlu diperhatikan adanya caplak yang resisten
terhadap akarisida tertentu.
Kontrol terhadap pergerakan sapi dari suatu daerah
ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain,
oleh karena itu diperlukan karantina yang ketat dan teli-
ti. Perlunya pengetahuan mengenai ekologi caplak dan ke-
mungkinan adanya hewan lain atau hewan liar yang merupa-
kan induk semang dari caplak tersebut (caplak yang mempu-
nyai induk semang lebih dari satu).
Kontrol terhadap paras it kemungkinan bisa dikembang-
kan imunisasi atau vaksinasi terhadap hewan-hewan yang
rentan, dan kemoterapeutika yang bisa membunuh parasit
dalam semua fase.
,

.<

III. KESIMPULAN

Theileria mutans pada sapi mempunyai bentuk-bentuk


yang dapat dilihat dalam eritrosit yang disebut piroplas-
ma dan dalam limfosit disebut 'Koch bodies ·schizont'.
Bentuk dalam eritrosit mempunyai ukuran dan bentuk berbe-
da-beda. Macam-macam bentuk dalam eritrosit adalah ben-
tuk batang, bentuk bulat, bentuk koma, bentuk oval, ben-
tuk seperti Anaplasma dan bentuk buah pir. Bentuk dalam
limfosit dari limfonodus, limpa dan dari sirkulasi darah
putih berupa skizon, dimana ada dua tipe yaitu makroski-
zon dan mikroskizon.
Penularan Theileria mutans buatan bisa dilakukan Se-
cara biologik dan secara mekanik. Penularan secara alam
dilakukan oleh vektor caplak dimana yang dianggap penting
dan efisien dalam proses penularan ini adalah jenis dari
AmblYomma diantaranya adalah Amblyomma cohaerens, Ambly-
~ gemma, Amblyomma hebraeum, Amblyomma lepidum dan
Amblyomma variegatum.
Masa inkubasi oleh infeksi Theileria mutans sangat
bervariasi yaitu berkisar antara tiga sampai 25 hari se-
telah gigitan caplak. Gejala klinik bisa terlihat atau
tidak ada gejala klinik yang jelas. Kematian yang diaki-
batkan oleh infeksi parasit ini berkisar satu persen.
Kekebalan yang ditimbulkan setelah infeksi Theileria
mutans adalah kekebalan yang tidak steril dan dikatakan
33
sebagai preimunitas. Sifat preimunitas ini tidak tahan
lama dan akan dirusak oleh adanya pengambilan limpa dan
datangnya penyakit infeksius. Hewan yang sembuh dari in-
feksi jenis Theileria lain dan keadaan ini dikatakan ti-
dak ada kekebalan silang (cross immunity).
Penyakit theilriosis yang disebabkan Theileria ~­

tans sulit dibedakan dengan penyakit infeksi darah lain,


sehingga dalam hal ini untuk mendiagnosa dengan tepat di-
gunakan metoda Indirect Fluorescent Antibody Technique.
Infeksi Theileria mutans umumnya ringan dan tidak
fatal, akan tetapi pernah ditemukan kasus fatal yang di-
akibatkan paras it ini. Dalam keadaan kasus yang dianggap
berat bisa digunakan Pamaquine, plasmaquine atau Penta-
quine dengan dosis empat kali berturut-turut 0.5 mg per
kg berat badan secara intra vena atau intra muskular de-
ngan interval empat sampai delapan jam.
Pengendalian penyakit ini sangat tergantung pada
keberhasilan pengawasan atau kontrol terhadap vektor ca-
plake Kontrol terhadap pergerakan sapi dimana diperlu-
kan karantina yang ketat dan teliti, pengetahuan tentang
ekologi caplak dan kontrol biologi caplak serta akarisi-
da yang tepat.
DAFl'AR PUSTAKA

Adam, K.M.G., J. Paul and V. Zaman. 1971. Medical and


Veterinary Protozoology. Churchill Livingstone,
London.
Ashadi, G. 1984. Penentuan jenis parasit protozoa darah
yang banyak mendatangkan kerugian pada ternak sapi
potong dan perah di Jawa Barat. Laporan Pene1itian.
Faku1tas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
54 pp. .
Bruner, D.W. and J.B. Gillespie. 1966. Bagan's Infecti-
ous Diseases.of Domestic Animals. 6th ed.- Comstock
Publishing Associates. Ithaca and London. p. 711 -
712.
Burridge, M.J. 1971. Application of the Indirect fluo-
rescent antibody test in experimental. East Coast fe-
ver (Theileria parva infection of cattle). Res. Vet.
Sci. 12: 338 - 341.
De Vos, A.J. and J.A. Roos. 1981. Observations on the
transmission of Theileria mutans in Soutt If-ica.
Onderstepoort J. Vet. Res. 48: 1 - 6.
Direktorat Kesehatan Bewan. 1980. Pedoman Pengenda1ian
Penyakit Hewan Menu1ar, ji1id II. Direktorat Jende-
ral Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Direktorat Kesehatan Bewan. 1983. Laporan Tahunan Basil
Penyidikan Penyakit Hewan di Indonesia Periode 1981-
1982. Direktorat Jendera1 Peternakan. Departemen
Pertanian. Jakarta.
Goldman, M•• E. Pipano and A.S. Rosenberg. 1972. Fluo-
rescent Antibody Test for Babesia bigemina and_Babe-
~ bergera. Res. Vet. Sci. 13: 77 - 81.
Hungerford, T.G. 1970. Disease of Livestock. 7th ed.
Angus and Robertson. _ Sidney, London. Melbourne. Si-
ngapore. p. 311.
Irvin, A.D., C.G.D. Brown, M.J. Burridge, M.P. Cunningham,
A.J. _Musoke, -M.A. Pierce. R.E. Purnell and D.E. Rad-
ley. 1972. A pathogeniC Theileriae syndrome of
cattle in the Narok District of Kenya. I. Transmis-
sion studies. Trop. _Anim. Hlth. Prod. 4: 220 - 229.
Irv~n, A.D., M.P. Cunningham, A.S. Young. 1981. Advances
in the control of Theileriosis. Martinus Nijhoff Pu-
blishers. The Hague, Boston, London.
________---, and C.D.H. Boarer. 1980. Some implications
of sexual cycle in Theileria. Parasitology. 80:
571 - 579.
Jackson, G.J., R. Herman and I. Singer. 1970. Immunity
to parasitic Animals Vol. 2 Appleton century Crofts.
New· York.
Jensen, J.B. 1983. In vitro cultivation of protozoan pa-
rasites. CRC press. Florida. p. 224 - 276.
Kimber, C.D. and A.S. Young. 1977. Serological studies
on strains of Theileria mutans isolated in East Afri-
ca using the indirect fluorescent antibody technique.
Annals Trop. Med. Parasite 71: 1 - 10.
Kuttler, K.L. and T.M. Craig. 1975. Isolation of a bovi-
ne Theileria. Am. J. Vet. Res. 36: 323 - 325.
Levine, N.D. 1961. Protozoa Parasitic of Domestic Ani-
mals and of man. Burgess Publishing Co. Minnesota.
412 pp.
Madden, P.A. 1962. Structure of Anaplasma marginale ob-
served by using fluorescent antibody technique. Am.
J. Vet. Res. 23: 912 - 924.
Morzaria, S.P., A.S. Young, C.D. Kimber and D.W. Brockles-
by. 1977. The serological relationship of a British
Theileria with other Theileria species using the in-
direct fluorescent antibody test. Res. Vet. Sci.
22: 330 - 333.
Neitz, W.O. 1957. Theileriosis, Gonderiosis and Cytaux-
zoonosis: A. Review. Onderstepoort J. Vet. Res.
27: 275 - 430.
____~~--~=, and B.C. Jansen. 1956. A discussion on the
classification of the Theileriidae. Onderstepoort
J. Vet. Res. 27: 7 - 18.
Paling, R.W., J.G. Grootenhuis and A.B. Young. 1981.
Isolation.of Theileria mutans from Kenyan buffalo,
and transmission by Amblyomma gemma. Vet. Parasite
8: 31 - 37.
Ressang, A.A. 1983. Patologi khusus Veteriner. Ed. ke-
dUa. Denpasar, Bali.
Ross, J.P.J. and K.F. Lohr. 1972. A capillary tube agglu-
tination test for the detection and titration of Thei-
leria mutans antibodies in bovine serum. Res. Ver:--
Sci. 13: 405 - 410.
Saidu, S.N.A. 1982. Bovine theileriosis due to Theileria
mutans: A review. The Veterinary Bulletin. 53: 451-
460.
Seddon, H.R. 1966. Second ed. Revised by H.E. Albiston
Diseases of domestic animals in Australia. Protozo-
an and Virus Diseases. Commonwealth of Australia De-
partment of Health.
Soekardono, S. 1978. Penularan Theileria mutans pada sa-
pi perah di Sukabumi. Media vet. nomor 3 tahun ke-
III. FKH - IPB. p. 41 - 42.
Soulsby, E.J.L. 1966. Biology of Parasites. Emphasis on
veterinary parasites. Academic press. London. p.
134 - 139.
_ _ _ _-,;-~. 1982. Helminths, Arthropods and Proto-
zoa of domesticated animals, 7th ed. The English La-
nguage Book Society and Bailliere, Tindall. London.
Wilde, J.K.H. 1977. The control of theileriosis. In
"Theileriosis, Report of workshop held in Nairobi,
Kenya", edited by J.B. Henson and M. Camphell, IDRC.
Ottawa. p. 76 - 85.
Young, A.S. and B.L. Leitch. 1980. A probable relation-
ship between the development of Theileria species
and the ecdysis of their tick host. J. Parasit 66:
356 - 359.
, M.J. Burridge and R.C. Payne. 1977. Trans-
of a Theileria species to cattle by the ixo-
------~7·-s-s7i-on
did tick, Amblyomma cohaerens (Donitz, 1909). Trop.
Anim. Hlth. Prod. 9: 37 - 45.
____~~--~, R.E. Purnell, R.C. Payne, C.G.D. Brown and
G.K. Kanhai. 1978. Studies on the transmission and
course of infectio of a Kenyan strain of Theileria
mutans. Parasitology. 76: 99 - 115.

Anda mungkin juga menyukai