Anda di halaman 1dari 46

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


“BEGIGNA PROSTAT HYPERPLASIA”

OLEH:
LUH DILA AYU PARAMITA
2002621001

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) adalah suatu keadaan dimana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung
kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra
(Smeltzer dan Bare, 2013). Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel
dan diikuti oleh penambahan jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi
patologis yang paling umum di derita oleh laki-laki dengan usia rata-rata
50 tahun ( Prabowo dkk, 2014 ).

2. Epidemiologi
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki usia tua
(Izmirli , et al, 2011). Menurut studi epidemiologis terpercaya mengenai
BPH di Amerika Serikat tahun 2000, BPH merupakan alasan utama kasus
rujukan ke klinik sebesar 4,4 juta kasus, dan 117.000 kunjungan ke unit
gawat darurat, serta 105.000 kasus rawat inap di rumah sakit (Parsons , et
al, 2008). Prevalensi histologis BPH meningkat dari 20% pada laki-laki
berusia 41-50 tahun, 50% pada laki usia 51-60 tahun hingga lebih dari
90% pada laki berusia diatas 80 tahun. Meskipun bukti klinis belum
muncul, namun keluhan obstruksi juga berhubungan dengan usia. Pada
usia 55 tahun + 25% laki-laki mengeluh gejala obstruksi pada saluran
kemih bagian bawah, meningkat hingga usia 75 tahun dimana 50% laki-
laki mengeluh berkurangnya pancaran atau aliran pada saat berkemih
(Cooperberg, 2013)

3. Etiologi
Menurut Prabowo dkk (2014) etiologi BPH sebagai berikut:
1. Peningkatan DKT (dehidrotestosteron)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto androgen akan menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia.
2. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron
Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses
penuaan, pada pria terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan
hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma
pada prostat.
3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat
peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor
dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia
stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis )
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan
memicu terjadi BPH.

4. Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia,
dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena
produksi testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi
konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer.
Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel
kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis
protein sehingga mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang
akan meluas menuju kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra
prostatika dan penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli
harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu (Presti et al, 2013).
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi dari buli-
buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan
semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-obatan non invasif tetapi
obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan yang
paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP.

5. Klasifikasi
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De
jong (2011) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin
kurang dari 50 ml
2. Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur
dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml.
3. Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas
prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total.

6. Gejala klinis
Menurut Hariono, (2012) tanda dan gejala BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai
dengan mengejan.
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
oleh ketidak mampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan
intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
2. Gejala iritasi
a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.
b.Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapat
terjadi pada malam dan siang hari.
c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.

7. Pemeriksaan fisik
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
a) Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
 Grade 0 : Penonjolan prosrar 0-1 cm ke dalam rectum.
 Grade 1 : Penonjolan prosrar 1-2 cm ke dalam rectum.
 Grade 2 : Penonjolan prosrar 2-3 cm ke dalam rectum.
 Grade 3 : Penonjolan prosrar 3-4 cm ke dalam rectum.
 Grade 4 : Penonjolan prosrar 4-5 cm ke dalam rectum.
b) Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh
kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
 Normal : Tidak ada sisa
 Grade I : sisa 0-50 cc
 Grade II : sisa 50-150 cc
 Grade III : sisa > 150 cc
 Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

Pemeriksaan fisik berupa colok dubur dan pemeriksaan neurologis


dilakukan pada semua penderita. Yang dinilai pada colok dubur adalah
ukuran dan konsistensi prostat. Colok dubur pada pembesaran prostat
jinak menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung
hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul,
sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras atau teraba
nodul dan mungkin di antara prostat tidak simetri (Purnomo, 2012).
Apabila didapatkan indurasi pada perabaan, waspada adanya proses
keganasan, sehingga memerlukan evaluasi yang lebih lanjut berupa
pemeriksaan kadar Prostat Spesific Antigen (PSA) dan transrectal
ultrasound (TRUS) serta biopsi (Cooperberg, 2013).

8. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi :
1. Ultrasonografi (USG)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga
keadaan buli-buli termasuk residual urine.
2. Urinalisis dan kultur urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red
Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan atau
hematuria (prabowo dkk, 2014).
3. DPL (Deep Peritoneal Lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan
internal dalam abdomen. Sampel yang di ambil adalah cairan abdomen
dan diperiksa jumlah sel darah merahnya.
4. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai
data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH.
5. PA(Patologi Anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel
jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk mengetahui
apakah hanya bersifat benigna atau maligna sehingga akan menjadi
landasan untuk treatment selanjutnya.
6. Serum Prostate Specific Antigen (PSA) dapat dipakai untuk mengetahui
perjalanan penyakit dari BPH. PSA disintesis oleh sel epitel kelenjar
prostat dan bersifat organ spesifik tetapi bukan kanker spesifik. Kadar
PSA tinggi berarti pertumbuhan volume prostat lebih cepat, keluhan akibat
BPH atau laju pancaran urin lebih buruk, dan lebih mudah terjadinya
retensi urin akut.
7. Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urin selama proses
miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi
gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif.

9. Diagnosis/kriteria diagnosis
Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.
Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa
ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine
menetes secara periodik (over flow inkontinen) (Hesham et al, 2014).

10. Theraphy/tindakan penanganan


Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup
pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat
keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi objektif kesehatan pasien yang
diakibatkan oleh penyakitnya (Cooperberg, 2013). Terapi spesifik berupa
observasi pada penderita gejala ringan hingga tindakan operasi pada
penderita dengan gejala berat. Indikasi absolut untuk pembedahan berupa
retensi urine yang berkelanjutan, infeksi saluran kemih yang rekuren,
gross hematuria rekuren, batu buli akibat BPH, insufisiensi renal dan
divertikel buli (Cooperberg, 2013).
1. Watchful Waiting Penderita dengan BPH yang simptomatis tidak selalu
mengalami progresi keluhan, beberapa mengalami perbaikan spontan.
Watchful waiting merupakan penatalaksanaan terbaik untuk penderita
BPH dengan nilai IPSS 0-7. Penderita dengan gejala LUTS sedang juga
dapat dilakukan observasi atas kehendak pasien.
2. Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk
mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau
mengurangi volume prostat sebagai komponen statik. Jenis obat yang
digunakan adalah (Lepor dan Lowe , 2002) :
1. Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:
a. preparat non selektif: fenoksibenzamin,
b. preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan
indoramin,
c. preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan
tamsulosin,
2. Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride
3. Fitofarmaka
4. Operatif Tindakan operatif dilakukan apabila pasien BPH mengalami
retensi urin yang menetap atau berulang, inkontinensia overflow, ISK
berulang, adanya batu buli atau divertikel, hematuria yang menetap setelah
medikamentosa, atau dilatasi saluran kemih bagian atas akibat obstruksi
dengan atau tanpa insufisiensi ginjal (indikasi operasi absolut). Selain itu
adanya gejala saluran kemih bagian bawah yang menetap setelah terapi
konservatif atau medikamentosa merupakan indikasi operasi relative
(Oelke , et al, 2013).
a.Transurethral Resection of the Prostate (TURP) Prosedur TURP
merupakan 90% dari semua tindakan pembedahan prostat pada pasien
BPH. Menurut Wasson , et al (1995) pada pasien dengan keluhan derajat
sedang, TURP lebih bermanfaat daripada watchful waiting. TURP lebih
sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan
memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP
dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran
urine hingga 100% (Tubaro , et al , 2000).
b.Transurethral Incicion of the Prostat (TUIP)
TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder neck insicion) direkomendasikan
pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30 cm3 ), tidak dijumpai
pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan adanya kecurigaan
karsinoma prostat. Teknik ini dipopulerkan oleh Orandi pada tahun 1973,
dengan melakukan mono insisi atau bilateral insisi mempergunakan pisau
Colling mulai dari muara ureter, leher bulibuli-sampai ke verumontanum.
Insisi diperdalam hingga kapsula prostat. Waktu yang dibutuhkan lebih
cepat, dan lebih sedikit menimbulkan komplikasi dibandingkan dengan
TURP. TUIP mampu memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan
Qmax meskipun tidak sebaik TURP (Roehrborn , et al, 2001; Yang , et al ,
2001).
c. Prostatektomi terbuka Diindikasikan pada prostat yang terlalu besar
untuk dilakukan tindakan endoskopik, juga dapat dilakukan pada penderita
dengan divertikulum buli atau didapatkannya batu buli. Prostatektomi
terbuka dibagi menjadi 2 cara pendekatan yaitu suprapubik (Millin
procedure) dan retropubik (Freyer procedure) (Purnomo, 2012).
d. Terapi Invasif Minimal Terapi invasif minimal untuk BPH yakni terapi
laser Transurethral Electrovaporization of the Prostat Microwave
Hypertermia, Transurethral Needle Ablation of the Prostat High Intencity
Focused Ultrasound dan Stent Intraurethral (Purnomo, 2012).

11. Komplikasi
Menurut Widijanto ( 2011 ) komplikasi BPH meliputi :
a) Aterosclerosis
b) Infark jantung
c) Impoten
d) Haemoragik post operasi
e) Fistula
f) Struktur pasca operasi dan inconentia urin
g) Infeksi

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian

a. Identitas
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar
perut. Tidak nafsu makan, mual, muntah dan diare. Badan panas hanya 1
hari pertama sakit.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengeluh kelainan pada ginjal sebelumnya, atau
gejala-gejala tumor wilms.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada riwayat keluarga klien pernah mengidap kanker atau tumor
sebelumnya.
c. Pemeriksaan Fisik
Melakukan pemeriksaan TTV pada klien, melakukan pemeriksaan secara
head to toe yang harus diperhatikan adalah palpasi abdomen yang cermat
dan pengukuran tekanan darah pada klien. Tumor dapat memproduksi
rennin atau menyebabkan kompresi vaskuler sehingga mengakibatkan
hipertensi pada anak.

Pengkajian pada pasien BPH dilakukan dengan pendekatan proses


keperawatan. fokus pengkajian pasien dengan BPH adalah sebagai berikut:
1. Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus
preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang
disebabkan oleh karena efek pembesaran ginjal. Penurunan tekanan
darah; peningkatan nadi sering dijumpai pada. kasus postoperasi BPH
yang terjadi karena kekurangan volume cairan.
2. Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas
egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan
yang dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan, kacau mental,
perubahan perilaku.
3. Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami
oleh pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam
memulai aliran urin, aliran urin berkurang, pengosongan kandung kemih
inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia, disuria dan hematuria.
Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan invasif
serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase
kateter untuk mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna
urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah,
perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna
keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga
ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal tersebut
terjadi karena protrusi prostat ke dalam rektum, sedangkan pada
postoperasi BPH, karena perubahan pola makan dan makanan.
4. Makanan dan cairan
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek
penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari
anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual,
muntah, penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi
masukan dan pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.
5. Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan
dasar yang utama. Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang
harus dipenuhi. Pada pasien postoperasi biasanya ditemukan adanya
nyeri suprapubik, pinggul tajam dan kuat, nyeri punggung bawah.
6. Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor
keselamatan tidak luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat
penting untuk menghindari segala jenis tuntutan akibat kelalaian
paramedik, tindakan yang perlu dilakukan adalah kaji adanya tanda-tanda
infeksi saluran perkemihan seperti adanya demam (pada preoperasi),
sedang pada postoperasi perlu adanya inspeksi balutan dan juga adanya
tanda-tanda infeksi baik pada luka bedah maupun pada saluran
perkemihannya.
7. Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang
mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan
seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim,
penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri
tekan pada prostat.
8. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun
postoperasi BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa,
kultur urin, urologi., urin, BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel
darah putih. Sedangkan pada postoperasinya perlu dikaji kadar
hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari perdarahan. Dan kadar
leukosit untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kasus
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah sebagai berikut :
1. Pre operasi
 Nyeri akut
 Cemas
 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
 Kerusakan eleminasi urin
2. Post operasi
 Nyeri akut
 Resiko infeksi
 Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan
 Defisit perawatan diri
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Pre operasi
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan

1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri


keperawatan selama ….x 24 Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat
Definisi : Sensori dan jam, klien dapat: kenyamanan yang dapat diterima pasien
pengalaman emosional Intervensi:
yang tidak menyenangkan 1. Mengontol nyeri 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi,
yang timbul dari Definisi : tindakan seseorang karakteristik, waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
kerusakan jaringan aktual untuk mengontrol nyeri intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus
atau potensial, muncul Indikator: 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
tiba-tiba atau lambat  Mengenal faktor-faktor khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
dengan intensitas ringan penyebab efektif

sampai berat dengan akhir Mengenal onset/waktu kejadian 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
yang bisa diantisipasi atau nyeri 4. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat
diduga dan berlangsung  tindakan pertolongan non- mengekspresikan nyeri
kurang dari 6 bulan. analgetik 5. Kaji latar belakang budaya klien
6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas
Faktor yang  Menggunakan analgetik hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan,
berhubungan : Agen  melaporkan gejala-gejala pekerjaan, tanggungjawab peran
injuri (biologi, kimia, kepada tim kesehatan 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan
fisik, psikologis) (dokter, perawat) nyeri kronis
 nyeri terkontrol 8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
Batasan karakteristik : Keterangan: yang telah digunakan
 Laporan secara verbal 1 = tidak pernah dilakukan 9. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
atau non verbal adanya 2 = jarang dilakukan 10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa
nyeri 3 = kadang-kadang dilakukan lama terjadi, dan tindakan pencegahan
 Fakta dari observasi 4 = sering dilakukan 11. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
 Posisi untuk 5 = selalu dilakukan respon klien terhadap ketidaknyamanan (contoh :
menghindari nyeri temperatur ruangan, penyinaran, dll)

 Gerakan melindungi 2. Menunjukkan tingkat nyeri 12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri

 Tingkah laku berhati- Definisi : tingkat keparahan dari 13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi, (ex: relaksasi,

hati nyeri yang dilaporkan atau guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-

 Muka topeng ditunjukan dingin, massase)


14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
 Gangguan tidur (mata Indikator:

sayu, tampak capek,  Melaporkan nyeri 15. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon
klien
sulit atau gerakan  Frekuensi nyeri 16. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
kacau, menyeringai)  Lamanya episode nyeri 17. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri
 Terfokus pada diri  Ekspresi nyeri: wajah secara tepat
sendiri  Posisi melindungi tubuh 18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi
 Fokus menyempit  Kegelisahan keluhan
(penurunan persepsi  Perubahan Respirasirate 19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota
waktu, kerusakan keluarga saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk
 Perubahan Heart Rate
proses berpikir, pendekatan preventif
 Perubahan tekanan Darah
penurunan interaksi 20. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
 Perubahan ukuran Pupil
dengan orang dan
 Perspirasi
lingkungan) 2. Pemberian Analgetik
 Kehilangan nafsu makan
 Tingkah laku distraksi, Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk mengurangi atau
Keterangan:
contoh : jalan-jalan, menghilangkan nyeri
1 : berat
menemui orang lain Intervensi:
2 : agak berat
dan/atau aktivitas, 1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan
3 : sedang
aktivitas berulang- sebelum pengobatan
4 : sedikit
ulang) 2. Berikan obat dengan prinsip 12 benar
5 : tidak ada
 Respon autonom 3. Cek riwayat alergi obat
4. Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan
(seperti diaphoresis, digunakan
perubahan tekanan 5. Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu
darah, perubahan nafas, analgetik jika telah diresepkan
nadi dan dilatasi pupil) 6. Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID)
 Perubahan autonomic berdasarkan tipe dan keparahan nyeri.
dalam tonus otot 7. Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesudah pemberian
(mungkin dalam analgetik
rentang dari lemah ke 8. Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
kaku) 9. Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek-efek yang
 Tingkah laku ekspresif tidak diinginka.
(contoh : gelisah, 10. Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek
merintih, menangis, analgetik (konstipasi/iritasi lambung)
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh 3. Manajemen lingkungan : kenyamanan
kesah) Definisi : memanipulasi lingkungan untuk kepentingan terapeutik
 Perubahan dalam nafsu Intervensi :
makan dan minum 1. Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
2. Batasi pengunjung
3. Tentukan hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan
seperti pakaian lembab
4. Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
5. Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
6. Sediakan lingkungan yang tenang
7. Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
8. Atur posisi pasien yang membuat nyaman.

2 Cemas Setelah dilakukan asuhan  Menurunkan cemas


keperawatan selama......x24 jam Definisi : meminimalkan rasa takut, cemas, merasa dalam bahaya
Definisi : Perasaan gelisah pasien menunjukan dapat : atau ketidaknyamanan terhadap sumber yang tidak diketahui
yang tak jelas dari Intervernsi:
ketidaknyamanan atau 1. Mengontrol cemas: 1.Tenangkan pasien
ketakutan yang disertai Definisi : Tindakan seseorang 2.Jelaskan seluruh prosedurt tindakan kepada pasien dan perasaan
respon autonom (sumner untuk mengurangi perasaan yamng mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
tidak spesifik atau tidak tertekan/terbebani dan 3.Berusaha memahami keadaan pasien
diketahui oleh individu); ketegangan dari sumber yang 4.Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan
perasaan keprihatinan tidak dapat diidentifikasi 5.Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan dan
disebabkan dari antisipasi Indikator : meningkatkan kenyamanan
terhadap bahaya. Sinyal  Monitor intensitas cemas 6.Dorong pasien untuk menyampaikan tentang isi perasaannya
ini merupakan peringatan  Meghilangkan penyebab 7.Kaji tingkat kecemasan
adanya ancaman yang cemas 8.Dengarkan dengan penuh perhatian
akan datang dan  Menurunkan stimulus 9.Ciptakan hubungan saling percaya
memungkinkan individu lingkungan ketika cemas 10. Bantu pasien menjelaskan keadaan yang bisa menimbulkan
untuk mengambil langkah  Mencari informasi untuk kecemasan
untuk menyetujui terhadap menurunkan cemas 11. Bantu pasien untuk mengungkapkan hal hal yang membuat
tindakan.  Gunakan strategi koping cemas

efektif 12. Ajarkan pasien teknik relaksasi


Faktor yang  Melaporkan kepada perawat 13. Berikan obat obat yang mengurangi cemas
berhubungan : terpapar penurunan lama cemas
racun, konflik yang tidak  Menggunakan teknik
disadari tentang nilai-nilai relaksasi untuk menurunkan
utama/tujuan hidup, cemas
berhubungan dengan  Mempertrahankan hubungan
keturunan/herediter, sosial
kebutuhan tidak terpenuhi,
 Mempertahankan konsentrasi
transmisi iterpersonal,
 Melaporkan kepada perawat
krisis
tidur cukup
situasional/maturasional,
ancaman kematian,  Melaporkan kepada perawat
ancaman terhadap konsep bahwa cemas tidak
diri, stress, substans mempengatruhi keadaan fisik
abuse, perubahan dalam:  Tidak adanya tingkahlaku
status peran, status yang menunjukan cemas
kesehatan, pola interaksi,
fungsi peran, lingkungan, Keterangan
status ekonomi. 1 :Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
Batasan karakteristik: 3 : Kadang-kadang
Perilaku : menunjukkan
 Produktivitas 4 : Sering menunjukkan
berkurang 5 : Selalu menunjukkan
 Scanning dan
kewaspadaan 2. Koping yang baik
 Kontak mata yang Definisi : Tindakan untuk
buruk mengelola stressor yang
 Gelisah menggunakan sumber individu
Indikator :
 Pandangan sekilas  Mengenal koping efektif
 Pergerakan yang tidak  Mengenal koping tak efektif
berhubungan, (misal :  Memverbalkan kemampuan
berjalan dengan kontrol
menyeret kaki,  Melaporkan menurunnya
pergelangan stress
tangan/lengan  Memverbalkan penerimaan
 Menunjukkan terhadap situasi
perhatian seharusnya  Mencari informasi yang
dalam kejadian hidup berkaitan dengan penyakit
 Insomnia dan pengobatannya
 Resah  Modifikasi gaya hidup sesuai
Affektive: kebutuhan
 Penyesalan  Beradaptasi dengan
 Irritable perubahan perkembangan
 Kesedihan yang  Menggunakan support sosial
mendalam yang memungkinkan
 Ketakutan  Mengerjakan sesuatu yang
 Gelisah, gugup menurunkan stress
 Mudah tersinggung  Mengenal strategi koping
 Rasa nyeri hebat dan multipel
menetap  Menggunakan strategi koping
 Ketidakberdayaan efektif
meningkat  Menghindari situasi penuh
 Membingungkan stress
 Ketidaktentuan  Memverbalkan kebutuhan
 Peningkatan akan bantuan
kewaspadaan  Mencari pertolongan
 Fokus pada diri professional yang sesuai

 Perasaan tidak  Melaporkan menurunnya


adekuat keluhan fisik

 Ketakutan  Melaporkan menurunnya

 Distress perasaan negatif

 Kekhawatiran,  Melaporkan kenyamanan

prihatin psikologis yang meningkat

 Cemas
Fisiologis : Keterangan:
 Suara gemetar 1 :Tidak pernah menunjukkan
 Gemetar, tangan 2 : Jarang menunjukkan
tremor 3 : Kadang-kadang
 Goyah menunjukkan

 Respirasi meningkat 4 : Sering menunjukkan

(simpatis) 5 : Selalu menunjukkan

 Keinginan kencing
(parasimpatis)
 Nadi meningkat
(simpatis)
 Berkeringat banyak
 Wajah tegang
 Anorexia (simpatis)
 Jantung berdetak kuat
(simpatis)
 Diare (parasimpatis)
 Keragu-raguan dalam
berkemih
(parasimpatis)
 Kelelahan (Simpatis)
 Mulut kering
(simpatis)
 Kelemahan (simpatis)
 Wajah kemerahan
(simpatis)

3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nutrisi


nutrisi: kurang dari keperawatan selama …. X 24 Definisi : membantu dengan atau menyediakan masukan diet
kebutuhan tubuh jam klien dapat menunjukkan seimbang dari makanan dan cairan
1. status nutrisi yang baik Intervensi :
Definisi : Intake nutrisi Definisi : Nutrisi cukup untuk 1. Catat jika klien memiliki alergi makanan
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan 2. Catat makanan kesukaan klien
keperluan metabolisme metabolisme tubuh 3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan
tubuh Indikator : 4. Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
 Masukan nutrisi 5. Dorong asupan zat besi
 - Masukan makanan 6. Tawarkan makanan ringan
Batasan karakteristik : dan cairan 7. Berikan gula tambahan k/p
  Tingkat energi cukup 8. Tawarkan bumbu sebagai pengganti garam
bawah ideal  Berat badan stabil 9. Berikan makanan tinggi kalori, protein dan minuman yang
 Dilaporkan adanya  Nilai laboratorium mudah dikonsumsi
intake makanan yang 10. Berikan pilihan makanan
kurang dari RDA Keterangan: 11. Sesuaikan diet dengan gaya hidup klien
(Recomended Daily 1 : Sangat bermasalah 12. Ajarkan klien cara membuat catatan makanan
Allowance) 2 : Cukup bermasalah 13. Monitor asupan nutrisi dan kalori
 Membran mukosa dan 3 : Masalah sedang 14. Timbang berat badan secara teratur
konjungtiva pucat 4 : Sedikit bermasalah 15. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan

 Kelemahan otot yang 5 : Tidak ada masalah bagaimana memenuhinya

digunakan untuk 16. Ajarkan teknik penyiapan dan penyimpanan makanan

menelan/mengunyah 17. Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan

 Luka, peradangan pada nutrisinya

rongga mulut
 Mudah merasa 2. Monitor nutrisi

kenyang, sesaat setelah Definisi : mengumpulkan dan menganalisa data dari pasien untuk
mencegahatau meminimalkan malnutrisi.
mengunyah makanan Intervensi :
 Dilaporkan atau fakta 1. BB klien dalam interval spesifik
adanya kekurangan 2. Monitor adanya penurunan BB
makanan 3. Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa
 Dilaporkan adanya 4. Monitor respon emosi klien saat berada dalam situasi yang
perubahan sensasi rasa mengharuskan makan.
 Perasaan 5. Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.
ketidakmampuan untuk 6. Monitor lingkungan selama makan.
mengunyah makanan 7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam

 Miskonsepsi makan.

 Kehilangan BB dengan 8. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

makanan cukup 9. Monitor turgor kulit

 Keengganan untuk 10. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.

makan 11. Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah, peningkatan


perdarahan, dll.
 Kram pada abdomen
12. Monitor mual dan muntah
 Tonus otot jelek
13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.
 Nyeri abdominal
14. Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
dengan atau tanpa
15. Monitor makanan kesukaan.
patologi 16. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
 Kurang berminat 17. Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.
terhadap makanan 18. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada jaringan
 Pembuluh darah kapiler konjungtiva.
mulai rapuh 19. Monitor kalori dan intake nutrisi.
 Diare dan atau 20. Catat adanya edema, hiperemia, hipertropik papila lidah dan
steatorrhea cavitas oral.

 Kehilangan rambut 21. Catat jika lidah berwarna merah keunguan.

yang cukup banyak


(rontok)
 Suara usus hiperaktif
 Kurangnya informasi,
misinformasi

Faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna
makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis
atau ekonomi.

Post operasi
1.
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri
keperawatan selama ….x 24 jam, Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat
Definisi : Sensori dan klien dapat: kenyamanan yang dapat diterima pasien
pengalaman emosional 1. Mengontol nyeri
yang tidak menyenangkan Definisi : tindakan seseorang untuk Intervensi:
yang timbul dari mengontrol nyeri. 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi,
kerusakan jaringan aktual Indikator: karakteristik,waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
atau potensial, muncul  Mengenal faktor-faktor penyebab intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus
tiba-tiba atau lambat  Mengenal onset/waktu kejadian 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
dengan intensitas ringan nyeri khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
sampai berat dengan akhir  Tindakan pertolongan non- efektif
yang bisa diantisipasi atau analgetik 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
diduga dan berlangsung  Menggunakan analgetik 4. Gunakan komunkasi terapeutik agar klien dapat
kurang dari 6 bulan.  Melaporkan gejala-gejala kepada mengekspresikan nyeri
Batasan karakteristik : tim kesehatan (dokter, perawat) 5. Kaji latar belakang budaya klien
 Laporan secara verbal  Nyeri terkontrol 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup:
atau non verbal adanya pola tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan, pekerjaan,
nyeri Keterangan: tanggungjawab peran
 Fakta dari observasi 1 = tidak pernah dilakukan 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan
 Posisi untuk 2 = jarang dilakukan nyeri kronis
menghindari nyeri 3 = kadang-kadang dilakukan 8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri

 Gerakan melindungi 4 = sering dilakukan yang telah digunakan

 Tingkah laku berhati- 5 = selalu dilakukan 9. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga

hati 10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa

 Muka topeng 2. Menunjukkan tingkat nyeri lama terjadi, dan tindakan pencegahan
11. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
 Gangguan tidur (mata Definisi : tingkat keparahan dari
nyeri yang dilaporkan atau respon klien terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur
sayu, tampak capek,
ditunjukan ruangan, penyinaran, dll)
sulit atau gerakan
12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
kacau, menyeringai) Indikator: 13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi,
 Terfokus pada diri  Melaporkan nyeri guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin,
sendiri  Frekuensi nyeri massase)
 Fokus menyempit  Lamanya episode nyeri 14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang
(penurunan persepsi  Ekspresi nyeri: wajah telah digunakan
waktu, kerusakan  Posisi melindungi tubuh 15. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
proses berpikir,  Kegelisahan 16. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa
penurunan interaksi lama terjadi, dan tindakan pencegahan
 Perubahan Respirasirate
dengan orang dan 17. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
 Perubahan Heart Rate
lingkungan) respon klien terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur
 Perubahan tekanan Darah
 Tingkah laku distraksi,  Perubahan ukuran Pupil
ruangan, penyinaran, dll)
contoh : jalan-jalan, 18. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
 Perspirasi
menemui orang lain 19. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi,
 Kehilangan nafsu makan
dan/atau aktivitas, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin,
aktivitas berulang- massase)
Keterangan:
ulang) 20. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
1 : berat
 Respon autonom 21. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon
2 : agak berat
(seperti diaphoresis, klien
3 : sedang
22. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
perubahan tekanan 4 : sedikit 23. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri
darah, perubahan nafas, 5 : tidak ada secara tepat
nadi dan dilatasi pupil) 24. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi
 Perubahan autonomic keluhan
dalam tonus otot 25. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga
(mungkin dalam saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan
rentang dari lemah ke preventif
kaku) 26. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
 Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, 2. Pemberian Analgetik
merintih, menangis, Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk mengurangi
atau menghilangkan nyeri.

Intervensi:
 Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan
sebelum pengobatan
 Berikan obat dengan prinsip 5 benar
 Cek riwayat alergi obat
 Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan
digunakan
 Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu
analgetik jika telah diresepkan
 Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesudah pemberian
analgetik
 Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
 Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek-efek yang
tidak diinginkan
 Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek
analgetik (konstipasi/iritasi lambung)

3. Manajemen lingkungan : kenyamanan


Definisi : memanipulasi lingkungan untuk kepentingan
terapeutik
Intervensi :
 Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
 Batasi pengunjung
 Tentukan hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan
seperti pakaian lembab
 Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
 Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
 Sediakan lingkungan yang tenang
 Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
 Atur posisi pasien yang membuat nyaman.

Setelah dilakukan asuhan 1. Kontrol Infeksi


2 Resiko infeksi keperawatan selama … x 24 jam, Definisi : Meminimalkan mendapatkan infeksi dan trasmisi agen
klien menunjukan infeksi
Definisi : Peningkatan 1. Pengetahuan klien tentang
resiko masuknya kontrol infeksi meningkat Intervensi :
organisme patogen Definisi : Tindakan untuk 1. Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh klien
mengurangi ancaman kesehatan 2. Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan
Faktor-faktor resiko : secara aktual dan potensial 3. Batasi jumlah pengunjung
 Prosedur Invasif Indikator: 4. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
 Ketidakcukupan  Menerangkan cara-cara 5. Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat
pengetahuan untuk penyebaran 6. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
menghindari paparan  Menerangkan factor-faktor yang 7. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan
patogen berkontribusi dengan penyebaran setelah meninggalkan ruangan klien
 Trauma  Menjelaskan tanda-tanda dan 8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien

 Kerusakan jaringan gejala 9. Lakukan universal precautions

dan peningkatan  Menjelaskan aktivitas yang dapat 10. Gunakan sarung tangan steril

paparan lingkungan meningkatkan resistensi terhadap 11. Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV

 Ruptur membran infeksi 12. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat

amnion 13. Tingkatkan asupan nutrisi

 Agen farmasi Keterangan: 14. Anjurkan asupan cairan

(imunosupresan) 1 : Tidak pernah menunjukkan 15. Anjurkan istirahat


16. Berikan terapi antibiotik
 Malnutrisi 2 : Jarang menunjukkan
17. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala
 Peningkatan paparan 3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan dari infeksi
lingkungan patogen
5 : Selalu menunjukkan 18. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah
 Imonusupresi
infeksi
 Ketidakadekuatan 2. Pengetahuan tentang deteksi 2. Proteksi infeksi
imum buatan resiko meningkat Definisi : Meminimalkan mendapatkan infeksi dan trasmisi agen
 Tidak adekuat Definisi : Tindakan untuk infeksi
pertahanan sekunder mengidentifikasi ancaman kesehatan
(penurunan Hb, Indikator : Intervensi :
Leukopenia,  Mengenali tanda dan gejala 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
penekanan respon yang mengindikasikan resiko 2. Pertahankan teknik isolasi
inflamasi)  Mengidentifikasi resiko 3. Batasi pengunjung bila perlu
 Tidak adekuat kesehatan potensial 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
pertahanan tubuh  Mencari pembenaran resiko berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
primer (kulit tidak yang dirasakan 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
utuh, trauma jaringan,  Memeriksakan diri pada interval 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
penurunan kerja silia, waktu yang ditentukan 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
cairan tubuh statis,  Berpartisipasi dalam screening 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
perubahan sekresi pH, pada interval waktu yang 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
perubahan peristaltik) ditentukan dengan petunjuk umum

 Penyakit kronik  Mengetahui keadaan kesehatan 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi

keluarga saat ini kandung kencing


11. Tingktkan intake nutrisi
 Selalu mengetahui / memonitor 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
keadaan kesehatan keluarga
 Selalu mengetahui / memonitor 3. Manajemen Nutrisi
kesehatan diri Definisi : membantu dengan memberikan diet makanan dan cairan
 Menggunakan sumber-sumber yang seimbang.
informasi untuk tetap
mendapatkan informasi tentang Intervensi :
resiko potensial 1. Tanyakan pada klien tentang alergi terhadap makanan

 Menggunakan sarana pelayanan 2. Tanyakan makanan kesukaan klien

kesehatan sesuai kebutuhan 3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan

Keterangan: 4. Anjurkan masukan kalori yang tepat yang sesuai dengan

1 : Tidak pernah menunjukkan gaya hidup

2 : Jarang menunjukkan 5. Anjurkan peningkatan masukan zat besi yang sesuai

3 : Kadang-kadang menunjukkan 6. Anjurkan peningkatan masukan protein dan vitamin C

4 : Sering menunjukkan 7. Anjurkan untuk banyak makan buah dan minum

5 : Selalu menunjukkan 8. Pastikan diit tidak menyebabkan konstipasi


9. Berikan klien diit tinggi protein, tinggi kalori
3. Status nutrisi yang baik,
Definisi : Nutrisi cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh
Indikator :
 Masukan nutrisi
 Masukan makanan dan cairan
 Tingkat energi cukup
 Berat badan stabil
 Nilai laboratorium

Keterangan:
1 : Sangat bermasalah
2 : Cukup bermasalah
3 : Masalah sedang
4 : Sedikit bermasalah
5 : Tidak ada masalah
4. Luka sembuh, dengan
Indikator:
 Kulit utuh
 Berkurangnya drainase purulen
 Drainase serousa pada luka
berkurang
 Drainase sanguinis pada luka
berkurang
 Drainase serosa sangunis pada
luka berkurang
 Drainase sangunis pada drain
berkurang
 Drainase serosasanguinis pada
drain berkurang
 Eritema disekitar kulit berkurang
 Edema sekitar luka berkurang
 Suhu kulit tidak meningkat
 Luka tidak berbau
3 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan
1. Pendidikan kesehatan: Proses penyakit
tentang : penyakit, diet, keperawatan selama 1 x 24 jam
pengobatan pengetahuan klien dan keluarga
Intervensi :
meningkat tentang:
1. Gali pengetahuan tentang proses penyakit
Definisi : tidak adanya 1. Proses penyakit dengan
2. Jelaskan patofisiologi penyakit
atau kurangnya informasi Indikator:
3. Jelaskan tanda dan gejala penyakit
kognitif sehubungan  Mengenal nama penyakit
4. Terangkan proses penyakit
dengan topik spesifik  Menjelaskan proses penyakit 5. Identifikasi proses kemungkinan penyebab
 Menjelaskan penyebab/fakor 6. Berikan informasi tentang kondisi pasien
Batasan karakteristik : yang berkontribusi 7. Hindari memberi harapan palsu
memverbalisasikan  Menjelaskan factor-faktor 8. Berikan informasi kondisi pasien pada keluarga
adanya masalah, resiko 9. Diskusikan perubahan gaya hidup untuk mencegah
ketidakakuratan mengikuti  Menjelaskan efek dari penyakit komplikasi di masa depan
instruksi, perilaku tidak  Menjelaskan tanda-tanda dan 10. Diskusikan pilihan terapi
sesuai. gejala 11. Terangkan rasional tindakan
 Menjelaskan tentang 12. Terangkan komplikasi kronik
Faktor yang komplikasi dan tanda 13. Terangkan tanda dan gejala yang harus dilaporkan
berhubungan :
keterbatasan kognitif, gejalanya 14. Jelaskan cara mencegah atau meminimalkan efek
interpretasi terhadap  Menjelaskan tentang samping penyakit.
informasi yang salah, perawatan dirumah
2. Ajarkan : Diet
kurangnya keinginan
untuk mencari informasi, Keterangan:
Intervensi :
tidak mengetahui sumber- 1 : tidak pernah
1. Kaji pengetahuan klien tentang diet yang dianjurkan
sumber informasi. 2 : terbatas
2. Tentukan sikap keluarga klien terhadap diet
3 : sedang
3. Jelaskan tujuan diet
4 : Sering
4. Informasikan berapa lama diet harus diikuti
5 : Selalu
5. Anjarkan klien tentang makanan yang boleh dan
tidak boleh dimakan
2. Diet, dengan
6. Bantu klien untuk mencatat makanan kesukaan
indikator:
dalam diet yang dianjurkan
 Menggambarkan diet yang 7. Observasi pilihan makanan klien sesuai dengan diet
dianjurkan yang dianjurkan
 Menyebutkan keuntungan dari 8. Anjurkan membuat rencana makan
mengikuti anjuran diet 9. Dorong untuk mengikuti informasi yang diberikan
 Menyebutkan tujuan dari diet oleh tenaga kesehatan lain
yang yang dianjurkan 10. Konsul ahli gizi
 Menyebutkan makanan- 11. Libatkan keluarga
makanan yang diperbolehkan
3. Ajarkan : pengobatan
dalam diet
 Menyebutkan makanan- Intervensi :
makanan yang dilarang 1. Jelaskan klien utk mengenal karakteristik obat
 Memilih makanan-makanan 2. Informasikan nama generik dan nama dagang
yang dianjurkan dalam diet 3. Jelaskan tujuan dan kerja obat
4. Jelaskan dosis, rute dan durasi obat
Keterangan: 5. Evaluasi kemampuan klien menggunakan obat
1 : Tidak pernah 6. Ajarkan klien untuk melakukan prosedur sebelum
2 : Terbatas minum obat
3 : Sedang 7. Informasikan apa yang dilakukan jika dosis obat
4 : Luas hilang
5 : Sangat luas 8. Informasikan akibat tidak minum obat
9. Informasikan efek samping obat
3. Pengobatan, dengan 10. Jelaskan tanda dan gejala over dosis obat
indikator: 11. Jelaskan cara menyimpan obat
 Menggambarkan metode 12. Jelaskan interaksi obat
pengobatan yang tepat 13. Jelaskan cara mencegah atau mengurangi efek
 Menggambarkan tindakan- samping obat
tindakan dalam pengobatan 14. Berikan informasi tertulis tentang aksi, tujuan, efek
 Menggambarkan efek samping samping obat, dll
dalam pengobatan
 Menyebutkan interakasi obat
dengan agen yang lainnya
 Menyebutkan rute pemberian
obat yang tepat

Keterangan :
1 : Tidak pernah
2 : Terbatas
3 : Sedang
4 : Luas
5 : Sangat luas
4 Defisit Perawatan Diri Setelah dilakukan asuhan 1. Bantu dalam perawatan diri (mandi, berpakaian,
(kurang perawatan diri : keperawatan selama … x 24 jam, berhias, makan, toileting)
mandi, berpakaian, klien mampu melakukan perawatan Definisi : membantu pasien untuk memenuhi ADL
makan, dan toileting) diri: Activities of Daily Living
Definisi : Gangguan (ADL), dengan indikator: Intervensi :
kemampuan untuk  makan 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
melakukan ADL pada diri  berpakaian mandiri.
 toileting 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
Batasan karakteristik :  mandi kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
ketidakmampuan untuk  berhias 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
mandi, ketidakmampuan  hygiene melakukan self-care.
untuk berpakaian, 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
 oral hygiene
ketidakmampuan untuk normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
 ambulasi: berjalan
makan, ketidakmampuan 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
 ambulasi: wheelchair
untuk toileting bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
 transfer performance
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
Faktor yang untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak
Keterangan:
berhubungan : mampu untuk melakukannya.
1: bergantung total
kelemahan, kerusakan 7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
kognitif atau perceptual, 2 : dibantu orang dan alat 8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
kerusakan neuromuskular/ 3 ; dibantu orang aktivitas sehari-hari.
otot-otot saraf. 4 : dibantu alat
5: mandiri
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J., (2010), Buku saku diagnosa keperawatan, Edisi 8. EGC :
Jakarta.

Corwin, E. J., (2019), Buku saku pathofisiologi. Edisi 3. EGC: Jakarta.

DeLaune & Ladner. (2012). Fundamental of nursing: Standards and


practice. New York: Delmar.

Doenges, M. E., Moorhous, M. F., & Geissler, A. C., (2009), Rencana


asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. EGC: Jakarta.

IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). (2013). Pedoman penatalaksanaan


BPH di Indonesia. Style sheet: www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf.

Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2010). Profil penduduk


lansia 2009. Komnas Lansia: Jakarta

Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2009). Lampu kuning


ledakan kaum renta. Style sheet:
http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=News&file=article&si
d =26.

Mansjoer, A., dkk, (2014), Kapita selekta kedokteran, Edisi Jilid 2, Media
Aesculapius, Jakarta.

Nies, M.A. & McEwen, M. (2017). Community / publuc helath nursing:


Promoting the health of populations. (4th edition). St Lois: Saunders
Elsevier

Parsons, J.K. (2010). Benign prostatic hyperplasia and male lower urinary
tract symptoms: Epidemiology and risk factors. Springer Journal, Curr
Bladder Dysfunct Rep, 5:212–218.

Purnomo, B. B., (2016), Dasar-dasar urologi. CV Info Medika: Jakarta.

Putra, R.A. (2012). 2020, Lansia Indonesia lebih banyak hidup di kota.
Style sheet: http://mizan.com/news_det/2020-lansia-indonesia-lebih-
banyakhidup-di-kota.html.

Roehrborn, C. G., & McConnell, J. D. (2011). Benign prostatic


hyperplasia: etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural history.
CampbellWalsh Urology. (10th ed). Philadelphia: Saunders Elsevier.

Sjamsuhidajat, R., & Jong, de.W. (2015). Buku ajar ilmu bedah (Edisi 2).
EGC. (Hal 782–786): Jakarta
Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2013). Brunner & Suddarth’s textbook of
medical surgical nursing. (10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Stanhope, M. & Lancaster, J. (2014). Community and public health


nursing. Missouri: Mosby

Wilkinson M. Judith & Ahern R. Nancy. 2011. Buku saku diagnosis


keperawatan. Edisi 9. EGC : Jakarta
Pathway

Anda mungkin juga menyukai