Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


“INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)”

OLEH:
LUH DILA AYU PARAMITA
2002621001

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Intra Cerebral Hematoma adalah perdarahan kedalam substansi otak.
Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai
daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. Intra Cerebral
Hematoma (ICH) merupakan koleksi darah focus yang biasanya
diakibatkan oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap
pembuluh–pembuluh darah dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena
cidera tekanan. ukuran hematoma bervariasi dari beberapa milimeter
sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2-16 kasus cidera. Intra
secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri .
hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera
kepala terbuka. Intraserebral hematom dapat timbul pada penderita strok
hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi (Cowin, 2019).

2. Epidemiologi
Perdarahan intraserebral diperkirakan sebanyak 10 – 15% dari seluruh
kejadian stroke di negara Barat, nyeri kepala hebat yang terjadi secara tiba
– tiba, gangguan tingkat kesadaran, defisit neurologi fokal sehubungan
berkumpulnya darah secara fokal di dalam parenkim otak yang ditemukan
pada pemeriksaan neuroimejing dan otopsi otak (Carhuapoma,2010).
Sedangkan di Asia Tenggara (ASEAN), menurut penelitian stroke
menunjukkan stroke perdarahan sebanyak 26%, terdiri dari lobus 10%,
ganglionik 9%, serebellar 1%, brainstem 2% dan perdarahan subarakhnoid
4%. Insidensi perdarahan intraserebral didefinisikan sebagai persentasi
dari populasi yang pertama sekali mengalami perdarahan intraserebral,
biasanya dalam periode waktu tertentu (pertahun). Risiko untuk terjadinya
perdarahan intraserebral dijumpai lebih banyak pada pria dibandingkan
dengan wanita. Di United States, suku berkulit hitam dan Hispanic secara
signifikan angka kejadian perdarahan intraserebral lebih tinggi
dibandingkan suku berkulit putih. Pada suku berkulit hitam dan Hispanic
perdarahan intraserebral cenderung terjadi pada usia muda dan terutama
usia separuh baya (Cooperberg, 2013).

3. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematoma menurut Suyono (2011) adalah :
a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
b. Fraktur depresi tulang tengkorak
c. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
d. Cedera penetrasi peluru
e. Jatuh
f. Kecelakaan kendaraan bermotor
g. Hipertensi
h. Malformasi Arteri Venosa
i. Aneurisma
j. Distrasia darah
k. Obat
l. Merokok

4. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah
dari pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya
atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser
dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi
otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar
perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan
lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-
lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada tempat yang
lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah saat
melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah
darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila
aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak
akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel
masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat
dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri
hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung
pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik
akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan
tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian.
Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan
ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat
mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung
beberapa menit, jam bahkan beberapa hari (Corwin, 2019).

5. Klasifikasi
Berdasarkan Advanced Traumatic Life Support (ATLS, 2014) cedera
kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme, beratnya cedera, dan
morfologi.
a. Mekanisme
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan cedera kepala (Goldsmith,
1966); benturan kepala dengan benda padat pada kecepatan yang cukup,
beban impulsif memproduksi gerak tiba-tiba kepala tanpa kontak fisik
yang signifikan, dan statis beban kompresi statis atau kuasi kepala dengan
kekuatan bertahap. Kekuatan kontak biasanya mengakibatkan cedera fokal
seperti memar dan patah tulang tengkorak. kekuatan inersia terutama
translasi mengakibatkan cedera fokal, seperti kontusio dan Subdural
Hematoma (SDH), sedangkan cedera rotasi akselerasi dan deselerasi lebih
cenderung mengakibatkan cedera difus mulai dari gegar otak hingga
Diffuse Axonal Injury (DAI). Cedera rotasi secara khusus menyebabkan
cedera pada permukaan kortikal dan struktur otak bagian dalam.
b. Beratnya
Terlepas dari mekanisme cedera kepala, pasien diklasifikasikan secara
klinis sesuai dengan tingkat kesadaran dan distribusi anatomi luka.
Kondisi klinis dan tingkat kesadaran setelah cedera kepala dinilai
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS), merupakan skala universal
untuk mengelompokkan cedera kepala dan faktor patologis yang
menyebabkan penurunan kesadaran.
Cedera Kepala Ringan
Kehilangan kesadaran < 20 menit
Amnesia post traumatic < 24 jam
GCS 13 -15
Cedera Kepala Sedang
Kehilangan kesadaran > 20 menit dan < 36 jam
Amnesia post traumatic > 24 jam dan < 7 hari
GCS 9-12
Cedera Keapala Berat
Kehilangan kesadaran > 36 jam
Amnesia post traumatic > 7 hari
GCS 3-8
c. Morfologi
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi atau area terjadinya
trauma. Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu
secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma
kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak
atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord
Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila
suatu pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-tiba sehingga
menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak. Trauma kepala terbuka
adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater.
(Anderson, Heitger, and Macleod, 2016).

6. Gejala klinis
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati
rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang
kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan
kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang
berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau
kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan
bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin (2019)
manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra
cranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium.

7. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematoma menurut
Sudoyo (2016) adalah sebagai berikut :
a. Angiografi
b. Ct scanning
c. Lumbal pungsi
d. MRI
e. Thorax photo
f. Laboratorium
g. EKG

8. Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2019) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra
Cerebral Hematoma adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi
hematom secara bedah.
c. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.

9. Komplikasi
Intracerebral Hematoma bisa menyebabkan peradangan dan
pembengkakan. Kedua hal tersebut bisa menimbulkan beberapa
komplikasi, yaitu:
- Iritasi, pada organ dan jaringan tubuh.
- Infeksi. Kolonisasi bakteri dapat tumbuh pada darah yang terkumpul.
- Kerusakan otak permanen. Bila hematoma terbentuk di rongga
kepala, dapat menekan saraf di otak atau meningkatkan tekanan
intrakranial, yang akan menyebabkan kerusakan otak. Kerusakan otak
yang permanen ini bisa mengakibatkan kelumpuhan dan penurunan
kesadaran (Nies, 2017).

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya
menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan
kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan
hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat
dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat
adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang
apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.
Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk
immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal,
bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari
fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi
(orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8,
pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak
mencapai 90%.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
c) Feel (raba)
2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan
dinding dada yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan
(splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang dilakukan
dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus dianggap sebagai
ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus segera di evaluasi.
Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan
dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin
mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau
udara ke dalam paru.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada.
Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau
hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada. Hati-hati
terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu mungkin
menunjukkan kekurangan oksigen.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi
tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak
memastikan adanya ventilasi yang adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik-tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan
balut tekan pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal
MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa,
biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu
mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari
terjadinya koagulopati dan gangguan irama jantung.
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang
menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan
selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan
secara log-rolling dengan harus menghindari terjadinya hipotermi
(America College of Surgeons ; ATLS)
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut,
tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan,
fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid,
trakea), mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada
dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem,
terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan
pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama
pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit
pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan
ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang
berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak)
yang terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran
udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-
paru dan rongga pleura.
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara
stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan
atau dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis
mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area
pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk
jantung. Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi
pada area jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung
dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala
sedapat mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang
tertunda dapat meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory
Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur
tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan
insidensi ARDS.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh darah
;infark
b. Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
c. Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d anoreksia
d. Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi MO
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1 Ketidakefektifan Perfusi jaringan 1. Monitor Vital 1. Identifikasi


perfusi jaringan cerebral efektif Sign. hipertensi.
cerebral b.d setelah dilakukan 2. Monitor tingkat 2. Mengetahui
Tahanan pembuluh tindakan kesadaran. perkembangan
darah ;infark keperawatan selama 3. Monitor GCS. 3. Mengetahui
3x24 jam dengan 4. Tentukan faktor perkembangan
Kriteria Hasil: penyebab 4. Acuan intervensi
penurunan perfusi yang tepat.
- Vital Sign
cerebral. 5. Meningkatakan
normal.
5. Pertahankan posisi tekanan arteri dan
- Tidak ada tanda-
tirah baring atau sirkulasi atau
tanda peningkatan
head up to 30°. perfusi cerebral.
TIK (takikardi,
6. Pertahankan
Tekanan darah
lingkungan yang 6. Membuat klien
turun pelan2)
nyaman. lebih tenang.
- GCS E4M5V6
7. Kolaborasi dengan
tim kesehatan.
Pemberian terapi
oksigen
2 Nyeri kepala akut Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan 1. Mengetahui
b.d peningkatan asuhan keperawatan umum dan tanda- respon autonom
tekanan intracranial selama 3x24 jam tanda vital tubuh
(TIK) diharapkan nyeri 2. Lakukan
terkontrol atau pengkajian nyeri 2. Menentukan
berkurang dengan secara penanganan nyeri
kriteria hasil : komprehensif secara tepat
- Ekspresi wajah 3. Observasi reaksi 3. Mengetahui
rileks abnormal dan tingkah laku
- Skala nyeri ketidaknyamanan ekspresi dalam
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

berkurang 4. Control merespon nyeri


- Tanda-tanda vital lingkungan yang 4. Meminimalkan
dalam batas dapat factor eksternal
normal mempengaruhi yang dapat
nyeri mempengaruhi
5. Pertahankan tirah nyeri
baring 5. Meningkatkan
6. Ajarkan tindakan kualitas tidur dan
non farmakologi istirahat
dalam penanganan 6. Terapi dalam
nyeri penanganan nyeri
7. Kolaborasi tanpa obat
pemberian 7. Terapi
analgesic sesuai penanganan nyeri
program secara
farmakologi
3 Resiko: Kebutuhan nutrisi 1. Kaji kebiasaan 1. Menentukan
Ketidakseimbangan terpenuhi setelah makan-makanan intervensi yang
kebutuhan nutrisi dilakukan tindakan yang disukai dan tepat.
kurang dari keperawatan selama tidak disukai. 2. Mengurangi rasa
kebutuhan tubuh 3x24 jam dengan 2. Anjurkan klien bosan sehingga
b.d anoreksia Kriteria Hasil: makan sedikit tapi makanan habis.
sering. 3. Agar kebutuhan
- Asupan nutrisi
3. Berikan makanan nutrisi terpenuhi.
adekuat.
sesuai diet RS. 4. Mulut bersih
- BB meningkat.
4. Pertahankan meningkatkan
- Porsi makan yang
kebersihan oral. nafsu makan.
disediakan habis.
5. Kolaborasi 5. Menentukan diet
- Konjungtiva tidak
dengan ahli gizi. yang sesuai.
ananemis.
4 Kerusakan Mobilitas 1. Kaji tingkat 1. Menentukan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

mobilitas fisik b.d meningkat setelah mobilisasi fisik intervensi.


Kelemahan dilakukan tindakan klien. 2. Meningkatkan
neutronsmiter keperawatan selama 2. Ubah posisi kanyamanan,
3 x 24 jam dengan secara periodik. cegah dikobitas.
Kriteria Hasil: 3. Lakukan ROM 3. Melancarkan
aktif/pasif. sirkulasi.
- Klien mampu
4. Dukung 4. Mencegah
melakukan
ekstremitas pada kontaktur.
aktifitas dbn.
posisi fungsional. 5. Menentukan
- Kekuatan otot
5. Kolaborasi program yang
meningkat.
dengan ahli fisio tepat.
- Tidak terjadi
terapi.
kontraktur.
5 Gangguan Pemenuhan 1. Kaji kemampuan 1. Mengetahui
pemenuhan kebutuhan ADL ADL. kemampuan
kebutuhan ADL b.d terpenuhi setelah ADL.
kelemahan fisik. dilakukan tindakan 2. Dekatkan barang- 2. Mempermudah
keperawatan selama barang yang pemenuhan
3 x 24 jam dengan dibutuhkan klien. ADL.
Kriteria Hasil: 3. Motivasi klien 3. Meningkatkan
untuk melakukan kemandirian
- Mampu
aktivitasa secara klien.
memenuhi
bertahap. 4. Meningkatkan
kebutuhan secara
4. Dorong dan kemandirian
mandiri.
dukung aktivitas klien dan
- Klien dapat
perawatan diri. meningkatkan
beraktivitas
5. Menganjurkan menyamanan.
secara bertahap.
keluarga untuk 5. Pemenuhan
- Nadi normal.
membantu klien kebutuhan klien
memenuhi dapat terpenuhi.
kebutuhan klien.
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

6 Resiko tinggi Mempertahankan 1. Berikan perawatan 1. Cara pertama


terhadap infeksi nonmotermia, bebas aseptik dan untuk menghidari
berhubungan tanda-tanda infeksi antiseptic. infeksi
dengan invasi MO o Mencapai nosokomial.
penyembuhan luka 2. pertahankan teknik 2. Deteksi dini
(craniotomi) tepat cuci tangan yang perkembangan
pada waktunya. baik. infeksi
3. catat karakteristik 3. memungkinkan
dari drainase dan untuk melakukan
adanya inflamasi. tindakan dengan
segera dan
4. Pantau suhu tubuh pencegahan
secara teratur. terhadap
Catat adanya komplikasi
demam, menggigil, selanjutnya
diaforesis dan 4. Dapat
perubahan fungsi mengindikasikan
mental (penurunan perkembangan
kesadaran). sepsis yang
selanjutnya

5. Batasi pengunjung memerlukan

yang dapat evaluasi atau

menularkan infeksi tindakan dengan

atau cegah segera.

pengunjung yang 5. Menurunkan

mengalami infeksi pemajanan

saluran napas terhadap

bagian atas. “pembawa


kuman penyebab
infeksi”.
6. Berikan antibiotik
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

sesuai indikasi. 6. Terapi profilaktik


dapat digunakan
7. Ambil bahan pada pasien yang
pemeriksaan mengalami
(spesimen) sesuai trauma (luka,
indikasi kebocoran CSS
atau setelah
dilakukan
pembedahan
untuk
menurunkan
risiko terjasdinya
infeksi
nasokomial).
7. Kultur/sensivitas.
Pewarnaan Gram
dapat dilakukan
untuk
memastikan
adanya infeksi
dan
mengidentifikasi
organisme
penyebab dan
untuk
menentukan obat
pilihan yang
sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J., (2010), Buku saku diagnosa keperawatan, Edisi 8. EGC :
Jakarta.

Corwin, E. J., (2019), Buku saku pathofisiologi. Edisi 3. EGC: Jakarta.

DeLaune & Ladner. (2012). Fundamental of nursing: Standards and


practice. New York: Delmar.

Doenges, M. E., Moorhous, M. F., & Geissler, A. C., (2009), Rencana


asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. EGC: Jakarta.

Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2010). Profil penduduk


lansia 2009. Komnas Lansia: Jakarta

Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2009). Lampu kuning


ledakan kaum renta. Style sheet:
http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=News&file=article&si
d =26.

Mansjoer, A., dkk, (2014), Kapita selekta kedokteran, Edisi Jilid 2, Media
Aesculapius, Jakarta.

Nies, M.A. & McEwen, M. (2017). Community / publuc helath nursing:


Promoting the health of populations. (4th edition). St Lois: Saunders
Elsevier

Sjamsuhidajat, R., & Jong, de.W. (2015). Buku ajar ilmu bedah (Edisi 2).
EGC. (Hal 782–786): Jakarta

Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2013). Brunner & Suddarth’s textbook of
medical surgical nursing. (10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Stanhope, M. & Lancaster, J. (2014). Community and public health


nursing. Missouri: Mosby

Wilkinson M. Judith & Ahern R. Nancy. 2011. Buku saku diagnosis


keperawatan. Edisi 9. EGC : Jakarta
Pathway

Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, , Hipertensi, Malformasi Arteri Venosa,
Aneurisma, Distrasia darah, Obat, Merokok

Pecahnya pembuluh darah


otak (perdarahan intracranial)

Darah masuk ke dalam


jaringan otak

Penatalaksanaan : Darah membentuk massa


Kraniotomi atau hematoma

Luka insisi Port d’entri


Penekanan pada jaringan
pembedahan Mikroorganisme
otak

Resiko infeksi Peningkatan Tekanan


Intracranial

Metabolisme Gangguan aliran darah Fungsi otak menurun


Sel melepaskan
anaerob dan oksigen ke otak
mediator nyeri :
prostaglandin, Refleks menelan
Vasodilatasi Ketidakefektifan Kerusakan
sitokinin menurun
pembuluh darah perfusi jaringan neuromotorik
cerebral
Kelemahan otot Anoreksia
Impuls ke pusat
nyeri di otak progresif
(thalamus) Ketidakseimbangan
Kerusakan mobilitas kebutuhan nutrisi
ADL dibantu kurang dari
Impuls ke pusat fisik
nyeri di otak kebutuhan tubuh
(thalamus)
Gangguan pemenuhan
Somasensori korteks kebutuhan ADL
otak : nyeri
dipersepsikan

Nyeri

Anda mungkin juga menyukai