OLEH:
LUH DILA AYU PARAMITA
2002621001
2. Epidemiologi
Perdarahan intraserebral diperkirakan sebanyak 10 – 15% dari seluruh
kejadian stroke di negara Barat, nyeri kepala hebat yang terjadi secara tiba
– tiba, gangguan tingkat kesadaran, defisit neurologi fokal sehubungan
berkumpulnya darah secara fokal di dalam parenkim otak yang ditemukan
pada pemeriksaan neuroimejing dan otopsi otak (Carhuapoma,2010).
Sedangkan di Asia Tenggara (ASEAN), menurut penelitian stroke
menunjukkan stroke perdarahan sebanyak 26%, terdiri dari lobus 10%,
ganglionik 9%, serebellar 1%, brainstem 2% dan perdarahan subarakhnoid
4%. Insidensi perdarahan intraserebral didefinisikan sebagai persentasi
dari populasi yang pertama sekali mengalami perdarahan intraserebral,
biasanya dalam periode waktu tertentu (pertahun). Risiko untuk terjadinya
perdarahan intraserebral dijumpai lebih banyak pada pria dibandingkan
dengan wanita. Di United States, suku berkulit hitam dan Hispanic secara
signifikan angka kejadian perdarahan intraserebral lebih tinggi
dibandingkan suku berkulit putih. Pada suku berkulit hitam dan Hispanic
perdarahan intraserebral cenderung terjadi pada usia muda dan terutama
usia separuh baya (Cooperberg, 2013).
3. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematoma menurut Suyono (2011) adalah :
a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
b. Fraktur depresi tulang tengkorak
c. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
d. Cedera penetrasi peluru
e. Jatuh
f. Kecelakaan kendaraan bermotor
g. Hipertensi
h. Malformasi Arteri Venosa
i. Aneurisma
j. Distrasia darah
k. Obat
l. Merokok
4. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah
dari pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya
atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser
dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi
otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar
perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan
lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-
lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada tempat yang
lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah saat
melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah
darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila
aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak
akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel
masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat
dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri
hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung
pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik
akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan
tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian.
Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan
ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat
mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung
beberapa menit, jam bahkan beberapa hari (Corwin, 2019).
5. Klasifikasi
Berdasarkan Advanced Traumatic Life Support (ATLS, 2014) cedera
kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme, beratnya cedera, dan
morfologi.
a. Mekanisme
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan cedera kepala (Goldsmith,
1966); benturan kepala dengan benda padat pada kecepatan yang cukup,
beban impulsif memproduksi gerak tiba-tiba kepala tanpa kontak fisik
yang signifikan, dan statis beban kompresi statis atau kuasi kepala dengan
kekuatan bertahap. Kekuatan kontak biasanya mengakibatkan cedera fokal
seperti memar dan patah tulang tengkorak. kekuatan inersia terutama
translasi mengakibatkan cedera fokal, seperti kontusio dan Subdural
Hematoma (SDH), sedangkan cedera rotasi akselerasi dan deselerasi lebih
cenderung mengakibatkan cedera difus mulai dari gegar otak hingga
Diffuse Axonal Injury (DAI). Cedera rotasi secara khusus menyebabkan
cedera pada permukaan kortikal dan struktur otak bagian dalam.
b. Beratnya
Terlepas dari mekanisme cedera kepala, pasien diklasifikasikan secara
klinis sesuai dengan tingkat kesadaran dan distribusi anatomi luka.
Kondisi klinis dan tingkat kesadaran setelah cedera kepala dinilai
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS), merupakan skala universal
untuk mengelompokkan cedera kepala dan faktor patologis yang
menyebabkan penurunan kesadaran.
Cedera Kepala Ringan
Kehilangan kesadaran < 20 menit
Amnesia post traumatic < 24 jam
GCS 13 -15
Cedera Kepala Sedang
Kehilangan kesadaran > 20 menit dan < 36 jam
Amnesia post traumatic > 24 jam dan < 7 hari
GCS 9-12
Cedera Keapala Berat
Kehilangan kesadaran > 36 jam
Amnesia post traumatic > 7 hari
GCS 3-8
c. Morfologi
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi atau area terjadinya
trauma. Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu
secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma
kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak
atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord
Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila
suatu pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-tiba sehingga
menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak. Trauma kepala terbuka
adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater.
(Anderson, Heitger, and Macleod, 2016).
6. Gejala klinis
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati
rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang
kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan
kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang
berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau
kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan
bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin (2019)
manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra
cranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium.
7. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematoma menurut
Sudoyo (2016) adalah sebagai berikut :
a. Angiografi
b. Ct scanning
c. Lumbal pungsi
d. MRI
e. Thorax photo
f. Laboratorium
g. EKG
8. Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2019) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra
Cerebral Hematoma adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi
hematom secara bedah.
c. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.
9. Komplikasi
Intracerebral Hematoma bisa menyebabkan peradangan dan
pembengkakan. Kedua hal tersebut bisa menimbulkan beberapa
komplikasi, yaitu:
- Iritasi, pada organ dan jaringan tubuh.
- Infeksi. Kolonisasi bakteri dapat tumbuh pada darah yang terkumpul.
- Kerusakan otak permanen. Bila hematoma terbentuk di rongga
kepala, dapat menekan saraf di otak atau meningkatkan tekanan
intrakranial, yang akan menyebabkan kerusakan otak. Kerusakan otak
yang permanen ini bisa mengakibatkan kelumpuhan dan penurunan
kesadaran (Nies, 2017).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh darah
;infark
b. Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
c. Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d anoreksia
d. Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi MO
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Mansjoer, A., dkk, (2014), Kapita selekta kedokteran, Edisi Jilid 2, Media
Aesculapius, Jakarta.
Sjamsuhidajat, R., & Jong, de.W. (2015). Buku ajar ilmu bedah (Edisi 2).
EGC. (Hal 782–786): Jakarta
Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2013). Brunner & Suddarth’s textbook of
medical surgical nursing. (10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, , Hipertensi, Malformasi Arteri Venosa,
Aneurisma, Distrasia darah, Obat, Merokok
Nyeri