Anda di halaman 1dari 24

PENGELOLAAN PEMILIHAN OBAT

(MANAGING MEDICINE SELECTION)

MAKALAH

Oleh:

Belinda Arbitya Dewi SBF161640343


Desi Alviolina SBF161640344
Eldesi Medisa Ilmawati SBF161640346

PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar  belakang

Pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen rumah sakit yang
sangat penting dan saling terkait yang dimulai pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan
penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan kefarmasian dalam penyediaan pelayanan kesehatan secarakeseluruhan,
karena ketidakefisienan dan ketidaklancaran pengelolaan obat akan member
dampak negatif terhadap rumah sakit, baik secara medik, sosial maupun secara
ekonomi (Malinggas et al, 2015). Pengelolaan obat yang kurang baik akan
mengakibatkan persediaan obat mengalami stagnant (kelebihan persediaan obat)
dan stockout (kekurangan atau kekosongan persediaan obat). Obat yang
mengalami stagnant memiliki risiko kadaluarsa dan kerusakan bila tidak disimpan
dengan baik. Obat yang stagnant dan stockout akan berdampak terhadap
pelayanan kesehatan di Puskesmas.Pada dasarnya, manajemen obat di rumah sakit
adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap kegiatan tersebut agar dapat
berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat tercapai tujuan
pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan selalu tersedia
setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup untuk mendukung pelayanan
kesehatan.
Manajeman logistik adalah proses perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian aliran bahan baku yang efisien, efektif, dan ekonomis, untuk
menyelesaikan produk dengan tujuan memenuhi tuntutan konsumen (Ribeiro et
al, 2013). Pengelolaan obat merupakan rangkaian kegiatan yang menyangkut
aspek perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat yang
dikelola secara optimal demi tercapainya ketepatan jumlah dan jenis obat dan
perbekalan kesehatan (Mangindara et al, 2012). Logistik bidang kesehatan tidak
hanya berkaitan dengan penggunaan sumber daya material saja melainkan juga

2
koordinasi dan pengendalian semua hal yang berkaitan dengan konsumen,
fasilitas, informasi, dan sumber daya lainnya (Manso et al, 2013).
Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan adalah suatu proses
kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk menentukan jumlah obat
dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Tujuan perencanaan antara lain untuk
mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat yang mendekati kebutuhan, untuk
meningkatkan penggunaan obat secara rasional, dan untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan obat. Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat,
antara lain tahap pemilihan, kompilasi pemakaian, dan perhitungan obat (Depkes,
2003). Dalam Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 menjelaskan bahwa pemilihan
obat adalah kegiatan untuk menetapkan jenis obat sesuai dengan kebutuhan.
Pemilihan obat berdasarkan formularium dan standar pengobatan/ pedoman
diagnosa dan terapi, standar obat yang telah ditetapkan, pola penyakit, efektifitas
dan keamanan, pengobatan berbasis bukti, mutu, harga, ketersediaan di pasaran.
Pemilihan obat yang tepat dengan mengutamakan penyediaan obat esensial dapat
meningkatkan akses serta kerasionalan penggunaan obat (Kemenkes, 2008).
Farmasi memiliki bagian sebesar 40% dalam anggaran kesehatan di Negara
berkembang seperti Indonesia, namun pada umumnya tidak bisa menyediakan obat
esensial yang dibutuhkan, penyebabnya antara lain dana yang terbatas dan dana yang
dipergunakan secara tidak efektif. Sebesar 70% dari obat-obatan di dunia sering
terjadi duplikasi atau penggunaan obat yang tidak diperlukan. Banyak variasi produk
obat dengan keefektifan terapi yang minimal. Beberapa obat menunjukkan toksisitas
yang relatif tinggi dibanding efek terapeutiknya. Dalam beberapa kasus ini, obat-
obatan baru hampir selalu lebih mahal dari obat-obatan yang sudah ada. Dengan
adanya proses pemilihan maka akan berdampak positif yaitu berkurangnya duplikasi
obat-obatan atau produk farmasi. Secara singkat, obat-obatan tersebut dapat
memberikan efek yang besar, tetapi dengan biaya yang substansial/ efektif.pemilihan
obat-obatan memiliki dampak yang cukup besar pada kualitas perawatan dan biaya
pengobatan (Management Sciences for Health, 2012).

3
B. Rumusan Masalah

Dalam makalah yang berjudul “Pengelolaan Pemilihan Obat” ini penulis


mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa dan bagaimana konsep obat esensial?
2. Bagaimana kriteria pemilihan obat yang baik?
3. Apa yang dimaksud dengan International Nonproprietary Names (INN)?
4. Bagaimana pedoman pemilihan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan
rasional?
5. Pedoman apa saja yang digunakan dalam pemilihan obat?
6. Faktor utama apa saja dalam keberhasilan mengembangkan dan
melaksanakan program obat esensial?

C. Batasan Masalah

Dalam makalah yang berjudul “Pengelolaan Pemilihan Obat” ini penulis


mengemukakan batasan masalah yang akan dibahas yaitu:
1. Mengetahui apa itu obat esensial dan bagaiman konsepnya.
2. Mengetahui kriteria pemilihan obat esensial untuk mencapai tujuan
pengobatan yang rasional.
3. Mengetahui lebih lanjut tentang International Nonproprietary Names (INN)
atau nama generik obat.
4. Mengetahui bagaimana pedoman pemilihan obat yang dapat digunakan di
fasilitas kesehatan.
5. Mengetahui pedoman yang digunakan dalam pemilihan obat.
6. Mengetahui faktor-faktor dalam keberhasilan mengembangkan dan
melaksanakan program obat esensial.

4
D.    Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa itu obat esensial dan bagaimana konsepnya.
2. Untuk mengetahui kriteria pemilihan obat esensial untuk mencapai tujuan
pengobatan yang rasional.
3. Untuk lebih lanjut tentang International Nonproprietary Names (INN)
atau nama generik obat.
4. Untuk mengetahui bagaimana pedoman pemilihan obat yang dapat
digunakan di fasilitas kesehatan.
5. Untuk mengetahui pedoman yang digunakan dalam pemilihan obat.
6. Untuk mengetahui faktor-faktor dalam keberhasilan mengembangkan dan
melaksanakan program obat esensial.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Obat Esensial

Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang
diupayakan tersedia di fasilitas kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya
(Kepmenkes, 2013). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah didefinisikan obat
esensial sebagai obat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mewujudkan
kesehatan masyarakat dengan konsep pengobatan yang rasional. Dengan pengaruh
dari penyakit menular seperti malaria, TBC, dan HIV / AIDS, serta meluasnya
peningkatan resistensi antimikroba, aplikasi konsep obat esensial lebih tepat dari
sebelumnya. Menggunakan dari konsep obat esensial di negara maju dan negara-
negara berkembang dapat bertujuan untuk penggunaan obat-obatan yang lebih
efisien dari sebelumnya dan dapat mengurangi terjadinya resistensi antimikroba
(Management Sciences for Health, 2012).
Pada tahun 2007, Organisasi Kesehatan Dunia - World Health
Organization (WHO) telah melaksanakan program Good Governance on
Medicines (GGM) tahap pertama di Indonesia dengan melakukan survey tentang
proses transparansi 5 (lima) fungsi kefarmasian. Salah satunya adalah proses
seleksi DOEN, yang dari segi proses transparansi dinilai kurang memadai. Dari
pertemuan peringatan 30th Essential Medicine List WHO di Srilanka (2007),
diberikan tekanan kembali pentingnya transparansi proses seleksi baik dari tim
ahli yang melakukan revisi, proses revisi, dan metoda revisi yang harus semakin
mengandalkan Evidence Based Medicine (EBM), dan pentingnya pernyataan
bebas conflict of interest dari para anggota tim ahli (Kepmenkes, 2013).
Konsep Obat Esensial di Indonesia mulai diperkenalkan dengan
dikeluarkannya Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang pertama pada tahun
1980, dan dengan terbitnya Kebijakan Obat Nasional pada tahun 1983.
Selanjutnya untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di

6
bidang kedokteran dan farmasi, serta perubahan pola penyakit, DOEN direvisi
secara berkala sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, maka DOEN akan direvisi setiap 2 (dua) tahun sekali. DOEN yang
terbit pada tahun 2013 ini merupakan revisi dari DOEN 2011 (Kepmenkes, 2013).
Tabel 1. Keuntungan menggunakan obat esensial (Management Sciences for Health, 2012)
Parameter Keuntungan
Persediaan 1. Pengadaan, penyimpanan, dan distribusi
mudah
2. Persediaan terbatas
3. Kualitas obat lebih baik
4. Dispensing lebih mudah
Peresepan 1. Lebih terarah dan lebih sederhana
2. Lebih berpengalan, lebih mempelajari obat-
obatan yang hanya sedikit
3. Mengurangi resistensi antimikroba
4. Fokus pada informasi obat
5. efek samping obat minimal.
Biaya 1. Murah
2. Harga bersaing
Penggunaan pada 1. Pasien bisa lebih ingat informasi dan edukasi
pasien tentang obat dari farmasis
2. Mengurangi kebingungan pemakaian obat pada
pasien dan meningkatkan kepatuhan pasien
3. Meningkatkan ketersediaan obat.

B. Kriteria Pemilihan Obat

7
Ada banyak peraturan yang berbeda dalam daftar obat nasional yang
digunakan. Kriteria dalam pemilihan obat pada dasarnya sama di berbagai tempat.
Untuk daftar obat esensial nasional harus kredibel, dapat diterima semua kalangan
kesehatan, dan dipublikasikan. Kriteria dan seleksi akhir obat-obatan harus
didasarkan pada diskusi bersama dan disetujui oleh sebuah komite ahli
mutidisiplin (mutidiciplinary committee of experts). Tim spesialis dalam panitia
seleksi dapat menafsirkan dan mengevaluasi keamanan obat-obatan pada bagian
keahlian mereka. Pada tabel 1 terdapat rangkuman kriteria yang ditetapkan WHO.
Kriteria WHO sering diadopsi dan dimodifikasi untuk menetapkan kebutuhan
obat-obatan pada setiap pelayanan kesehatan. Menentukan keamanan dan khasiat
dari obatdan produk tertentu harus membutuhkan informasi-informasi yang
relevan, up to date, literatur dan referensi yang sistematik, dan standar penjaminan
kualitas (Management Sciences for Health, 2012).
Dalam memilih obat-obatan dari segi keamanan dan khasiat yang serupa,
total biaya pengobatan harus dipertimbangkan, misalnya ampisilin mungkin lebih
murah daripada amoksilin dalam perbandingan tablet ke tablet, tetapi lebih mahal
untuk hasil terapeutik perbandingan. Pengambilan keputusan menjadi lebih sulit
ketika obat-obatan mahal memiliki efek terapeutik yang efektif, seperti dalam
kasus antibakteri tertentu, antituberkulosis, atau obat-obatan antimalaria untuk
organism yang resisten. Dalam kasus tersebut sebenarnya biaya pengobatan bisa
lebih rendah untuk obat-obatan yang mahal dengan perbandingan tablet-to-tablet
(dose-to-dose). Dengan demikian, meskipun semua kriteria seleksi obat terpenuhi,
sebelum diskusi hendaknya komite pemilihan obat harus meninjau dan berdiskusi
mengenai kriteria seleksi berbasis bukti dan kualitas untuk mendukung pilihan
(Management Sciences for Health, 2012).
Pemilihan Obat Esensial, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 312/Menkes/SK/IX/2013 tentang Daftar Obat Esensial
Nasional 2013, sebagai berikut:
1. Kriteria pemilihan obat esensial
Pemilihan obat esensial didasarkan atas kriteria berikut:

8
a. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita.
b. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas.
c. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
d. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga,
sarana, dan fasilitas kesehatan.
e. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita.
f. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan
biaya langsung dan tidak langsung.
g. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa,
pilihan dijatuhkan pada:
1) Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah
2) Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan
3) Obat yang stabilitasnya lebih baik
4) Mudah diperoleh
5) Obat yang telah dikenal.
f. Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria berikut:
1) Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk kombinasi tetap
2) Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih
tinggi daripada masing-masing komponen
3) Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan
yang tepat untuk sebagian besar penderita yang memerlukan kombinasi
tersebut
4) Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya (benefit-cost
ratio)
5) Untuk antibiotik kombinasi tetap harus dapat mencegah atau mengurangi
terjadinya resistensi dan efek merugikan lainnya.

2. Kriteria penambahan dan pengurangan

9
a. Dalam hal penambahan obat baru perlu dipertimbangkan untuk menghapus
obat dengan indikasi yang sama yang tidak lagi merupakan pilihan, kecuali
ada alasan kuat untuk mempertahankannya.
b. Obat program diusulkan oleh pengelola program dan akan dinilai sesuai
kriteria pemilihan obat esensial.
c. Dalam pelaksanaan revisi seluruh obat yang ada dalam DOEN edisi
sebelumnya dikaji oleh Komite Nasional (Komnas) Penyusunan DOEN, hal
ini memungkinkan untuk mengeluarkan obat-obat yang dianggap sudah
tidak efektif lagi atau sudah ada pengganti yang lebih baik.
d. Untuk obat yang sulit diperoleh di pasaran, tetapi esensial, maka akan tetap
dicantumkan dalam DOEN. Selanjutnya diupayakan Pemerintah untuk
menjamin ketersediaannya.
e. Obat yang baru diusulkan harus memiliki bukti ilmiah terkini (evidence
based medicine), telah jelas efikasi dan keamanan, serta keterjangkauan
harganya. Dalam hal ini obat yang telah tersedia dalam nama generik
menjadi prioritas pemilihan.

3. Petunjuk Tingkat Pembuktian dan Rekomendasi


Tingkat pembuktian dan rekomendasi diambil dari US Agency for Health Care
Policy and Research, sebagai berikut:
TINGKAT PEMBUKTIAN (STATEMENTS OF EVIDENCE)
Ia Fakta diperoleh dari meta analisis uji klinik acak dengan kontrol.
Ib Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu uji klinik acak dengan
kontrol.
IIa Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu studi dengan kontrol,
tanpa acak, yang dirancang dengan baik.
IIb Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu studi quasi-eksperimental
jenis lain yang dirancang dengan baik.
III Fakta diperoleh dari studi deskriptif yang dirancang dengan baik, seperti
studi komparatif, studi korelasi, dan studi kasus.

10
IV Fakta yang diperoleh dari laporan atau opini Komite Ahli dan/atau
pengalaman klinik dari pakar yang disegani.

D. Penggunaan Nama Generik atau International Nonproprietary Names


(INN)
Beberapa produk obat di pasaran menggunakan nama kimia dan
International Nonproprietary Names (INN) atau nama generik (contoh:
ampisilin). INN adalah nama resmi suatu obat tanpa memperhatikan perusahaan,
pabrik, atau siapa yang memproduksi dan memasarkan obat tersebut.
Kepemilikan, penjualan, perdagangan, atau merk dipilih oleh perusahaan untuk
membantu konsumen agar mengenal produk tersebut dengan keterangan
perusahaan untuk pemasaran produk tersebut. Pada umumnya dalam 1 obat
memiliki beberapa merk dengan kandungan zat aktif yang sama (Management
Sciences for Health, 2012).
INN menjelaskan cara pemakaian pada pharmacopeia, label, informasi obat,
iklan dan berbagai media promosi, peraturan farmasi, dan sebagai sebuah basis
untuk penetapan nama generik produk. INN ditugaskan melalui WHO untuk
menetapkan prosedur yang baik. Daftar nama resmi pada INN berbahasa Latin,
Inggris, Perancis, Spanyol. Terdapat kolaborasi nama nasional seperti British
Approved Names (BAN), Japanese Adopted Names (JAN), dan U.S.-Accepted
Names (USAN) biasanya sama seperti INN (Management Sciences for Health,
2012).
Pemakaian nama generik dalam peresepan mempertimbangkan kejelasan
produk, harga, dan kualitas. Hal-hal yang mendukung lebih dipilihnya obat
generik dalam peresepan antara lain:
1. Nama generik lebih informatif daripada nama obat bermerk dan berasal
dari berbagai supplier.
2. Produk obat generik lebih murah daripada obat bermerk (paten).
3. Resep obat generik memudahkan penggantian produk.

11
Mengenai kejelasan, nama generik dapat membantu mengidentifikasi
kelas/ golongan obat, contohnya semua nama benzodiazepines dengan akhiran –
zepam (diazepam, temazepam, nitrazepam) dan golongan beta bloker dengan
akhiran –olol (propranolol, atenolol, metoprolol. Mengenai harga, harga obat
generik dijual lebih murah dari pada obat bermerk, oleh karena itu penggunaan
nama generik memperkenalkan unsur persaingan harga. Konsep substitusi generik
diterima di beberapa Negara dan mengalami peningkatan: bahkan jika resep
tersebut dibuat pada obat bermerk, apoteker dapat mengganti dengan generik
kecuali penulis resep secara khusus menunjukkan bahwa obat tersebut tidak boleh
diganti, dengan menulis "jangan mengganti" pada resep. Hal ini dapat
menyebabkan penghematan besar di farmasi biaya. Ada beberapa perdebatan
tentang kualitas obat generik dan obat bermerk. Kontrol kualitas dan nama obat
menjadi kasus tersendiri. Obat generik dari supplier terpercaya bersifat aman,
efektif, dan obat berkualitas tinggi dengan nama merk terkenal (Management
Sciences for Health, 2012).

E. Daftar Obat-Obat Esensial


Daftar nama obat-obat esensial menjadi pilihan pengobatan yang optimal
untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan pada populasi tertentu, hal
tersebut digunakan untuk satu fasilitas kesehatan (misalnya rumah sakit) atau
untuk sekelompok fasilitas kesehatan untuk menetapkan obat mana yang harus
dibeli atau diadakan dan diresepkan. Tabel 2 merupakan contoh daftar nama-nama
obat esensial di Ethiopia yang dikelompokkan berdasarkan level pemakaian
(Management Sciences for Health, 2012).

12
Tabel 2. Contoh daftar nama-nama obat esensial di Ethiopia yang dikelompokkan
berdasarkan level pemakaian (Management Sciences for Health, 2012)

1. Daftar obat-obat yang terdaftar


Di banyak Negara, pemasaran produk farmasi memerlukan evaluasi,
persetujuan, dan surat izin oleh badan yang mengatur kefarmasian. Kriteria
persetujuan dan surat izin harus memenuhi efikasi, keamanan, dan kualitas,
tetapi di beberapa Negara masih mempertimbangkan harga dan kebutuhan.
Nomor obat yang terdaftar pada surat izin sering kali sangat berbeda daripada
nomor obat yang terdaftar pada daftar obat esensial, karena 2 alasan yaitu
pertama, produksi produk obat yang sama oleh pabrik yang berbeda dan
terdaftar secara terpisah dan yang kedua,obat-obatan tersebut tidak boleh
digunakan secara umum sebelum terjamin efikasi, keamanan, dan kualitasnya
pada penggunaan tersendiri, sebagai contoh di UK daftar penggunaan obat
bebas pembayaran terdapat dalam National Health Services yang berisi
beberapa laksatif, jika pasien menginginkan obat dengan merek lain maka
pasien tersebut bisa menjual tetapi tanpa penukaran pembayaran. Pada
gambar 1 terdapat ilustrasi hubungan antara daftar obat yang teregistrasi dan
obat yang terdaftar padadaftar obat-obat esensial (Management Sciences for
Health, 2012).

13
Gambar 1. Target obat esensial
2. Formularium
Formularium adalah sebuah daftar sediaan-sediaan farmasi yang
disetujui untuk digunakan di fasilitas kesehatan tertentu, seperti
formularium nasional, daftar obat-obatan provinsi, daftar obat-obat rumah
sakit, atau daftar obat dari program asuransi kesehatan. Pada pusat
pelayanan kesehatan di beberapa Negara, formularium hampir sama
dengan daftar obat-obat esensial. Formularium berisi ringkasan informasi
obat, tidak seperti buku pembahasan lengkap suatu obat pada saat
pemasaran. Banyak referensi yang relevan yang dapat digunakan untuk
dokter, apoteker, perawat, atau tenaga kesehatan lain (Management
Sciences for Health, 2012).
Formularium biasanya berisi nama obat generik, indikasi, dosis
pemakaian, kontraindikasi, dan informasi-informasi penting yang dapat
diberikan kepada pasien. Di dalam formularium juga terdapat monografi di
setiap obat atau kelompok terapi. Beberapa formularium terkadang berisi
pendapat evaluatif dan perbandingan obat. Beberapa formularium nasional

14
terdapat rekomendasi penggantian obat pada suatu terapi, misalnya pada
daftar obat resmi Panama terdapat tiga obat pengganti, yaitu astemizol,
setirizin, hidroklorida, dan lorantadin pada kelompok nonsedating
antihistamin. Beberapa formularium juga berisi perbandngan harga yang
dapat mengarahkan penulis resep dalam merekomendasikan obat
(Management Sciences for Health, 2012).
3. Pedoman pengobatan
Pedoman pengobatan (Standard Treatment Guidelines [STGs], protokol
pengobatan, pedoman klinis) yang sistematis yang dapat membantu
menulis resep dalam mengambil keputusan pengobatan yang rasional
untuk masalah klinis yang spesifik. Pedoman ini biasanya memperlihatkan
konsensus pada pilihan pengobatan yang optimal dalam fasilitas atau
sistem kesehatan. Informasi-informasi yang terdapat di dalamnya berpusat
pada penyakit, menekankan pada penyakit umum, keluhan, dan berbagai
pengobatan alternatif. Informasi tentang obat-obatan biasanya terbatas
pada kekuatan obat, dosis, dan durasi. Kebanyakan pedoman menunjukkan
pengobatan pilihan pertama berdasarkan kriteria diagnosis untuk memulai
pengobatan atau memilih obat alternatif. Perbedaan utama antara
formularium dan pedoman pengobatan adalah lebih membahas obatdan
informasi obat, biasanya tidak memberikan perbandingan antar obat, lebih
menjurus pada penjelasan penyakit, daftar alternative pengobatan,
tindakan pilihan (Management Sciences for Health, 2012).
4. Daftar Obat-Obat Esensial di Indonesia
Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 312/Menkes/SK/IX/2013 tentang
Daftar Obat Esensial Nasional 2013, penerapan konsep obat esensial
dilakukan melalui DOEN, Pedoman Pengobatan, Formularium Rumah
Sakit, Daftar obat terbatas lain dan Informatorium Obat Nasional
Indonesia yang merupakan komponen saling terkait untuk mencapai
peningkatan ketersediaan dan suplai obat serta kerasionalan penggunaan
obat.

15
a. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar yang
berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia
di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
DOEN merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan
kesehatan.
Penerapan DOEN dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan,
keamanan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang
sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia
sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Penerapan DOEN harus dilaksanakan secara konsisten dan terus
menerus di semua unit pelayanan kesehatan.
Bentuk sediaan dan kekuatan sediaan yang tercantum dalam
DOEN adalah mengikat. Besar kemasan yang diadakan untuk masing-
masing unit pelayanan kesehatan didasarkan pada efisiensi pengadaan
dan distribusinya dikaitkan dengan penggunaan.
b. Pedoman Pengobatan
Pedoman Pengobatan disusun secara sistematik untuk membantu
dokter dalam menegakkan diagnosis dan pengobatan yang optimal
untuk suatu penyakit tertentu. Pedoman Pengobatan disusun untuk
setiap tingkat unit pelayanan kesehatan, seperti Pedoman Pengobatan
Dasar di Puskesmas dan Pedoman Diagnosis dan Terapi di Rumah
Sakit. Pedoman Pengobatan memuat informasi penyakit, terutama
penyakit yang umum terjadi dan keluhan-keluhannya serta informasi
tentang obatnya meliputi kekuatan, dosis dan lama pengobatan.
c. Formularium Rumah Sakit
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati
beserta informasinya yang harus diterapkan di rumah sakit.
Formularium Rumah Sakit disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi
(PFT)/ Komite Farmasi dan Terapi (KFT) rumah sakit berdasarkan

16
DOEN dan disempurnakan dengan mempertimbangkan obat lain yang
terbukti secara ilmiah dibutuhkan untuk pelayanan di rumah sakit
tersebut. Penyusunan Formularium Rumah Sakit juga mengacu pada
pedoman pengobatan yang berlaku. Penerapan Formularium Rumah
Sakit harus selalu dipantau. Hasil pemantauan dipakai untuk
pelaksanaan evaluasi dan revisi agar sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran.
d. Formularium Spesialistik
Formularium Spesialistik merupakan suatu buku yang berisi
informasi lengkap obat-obat yang paling dibutuhkan oleh dokter
spesialis bidang tertentu, untuk pengelolaan pasien dengan indikasi
penyakit tertentu.
Formularium Spesialistik disusun untuk meningkatkan ketaatan
para dokter spesialis rumah sakit terhadap Formularium Rumah Sakit
yang selama ini masih sangat rendah. Bidang spesialisasi tertentu bisa
saja mempunyai banyak subspesialisasi, misalnya bidang spesialisasi
Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, merupakan bidang
spesialisasi yang mempunyai banyak subspesialisasi, sehingga dapat
disusun daftar obat esensial khusus untuk Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan. Penyusunan Formularium Spesialistik melibatkan baik
asosiasi profesi dokter spesialis terkait maupun masing-masing
subspesialisasinya. Dengan keikutsertaan serta peran aktif para spesialis
diharapkan para spesialis tersebut merasa memiliki sehingga
penggunaan obat rasional dapat diterapkan dengan baik.
e. Informatorium Obat Nasional Indonesia
Informatorium Obat Nasional Indonesia berisi informasi obat
yang beredar dan disajikan secara ringkas dan sangat relevan dengan
kebutuhan dokter, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya.
Informatorium Obat Nasional Indonesia diterbitkan oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan untuk menjamin objektivitas,
kelengkapan dan tidak menyesatkan. Informasi obat yang disajikan

17
meliputi indikasi, efek samping, dosis, cara penggunaan dan informasi
lain yang penting bagi penderita. Pengembangan Informatorium Obat
Nasional Indonesia dilakukan berdasarkan bukti yang didukung secara
ilmiah yang berkaitan dengan kemanfaatan dan penggunaan obat.

F. Pengembangan Daftar Obat-Obatan, Formularium, dan Pedoman


Pengobatan

Daftar obat esensial, formularium, dan pedoman pengobatan harus saling


berkaitan dan harus dikembangkan secara sistematis.

Gambar 2. Masalah kesehatan umum, panduan seleksi, pelatihan, persediaan, dan


penggunaan obat-obatan

18
Daftar obat esensial, formularium, dan pedoman pengobatan saling
bergantung dan harus dikembangkan secara sistematis (Gambar 2). Pendekatan
yang paling logis adalah berdasarkan kebutuhan pasien dan tugas masing-masing
pekerjaan dari petugas kesehatan. Langkah pertama adalah mempersiapkan daftar
umum masalah kesehatan. Obat pilihan pertama untuk setiap masalah kesehatan
pada daftar mungkin terbatas yaitu satu atau lebih obat obatan atau berbagai
bentuk terapi tanpa obat, pada pilihan ini pengobatan dapat menjadi dasar untuk
dua tujuan penting, yang pertama, obat-obatan esensial untuk tingkat perawatan/
pengobatan tertentu dan satu kelompok pedoman pengobatan untuk tingkat
pengobatan yang membutuhkan informasi klinis (tanda-tanda diagnostik, gejala,
dan algoritma terapi). Pendekatan ini diperlukan pada perawatan kesehatan tingkat
primer. Jumlah penyakit dan kondisi mungkin terlalu banyak atau terlalu rumit
untuk menjadi acuan di rumah sakit. Daftar obat esensial untuk setiap tingkat
perawatan harus digabungkan menjadi satu daftar obat esensial nasional. Daftar
ini adalah dasar untuk mengembangkan formularium nasional (Management
Sciences for Health, 2012).

G. Sistem Klasifikasi Terapi

Daftar obat-obat penting dan formularium nasional diatur sesuai dengan


kategori terapi. Sebagai tambahan, analisis kebutuhan obat-obatan, pemakaan
obat-obatan, atau harga obat sering dipermudah oleh daftar obat-obatan sesuai
dengan kelas terapinya (Management Sciences for Health, 2012).

19
Gambar 3. Pertemuan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dalam proses pemilihan obat

Berdasarkan Permenkes Nomor 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan


farmasi di rumah sakit, pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
1. formularium dan standar pengobatan/ pedoman diagnosa dan terapi
2. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang telah ditetapkan
3. pola penyakit
4. efektifitas dan keamanan
5. pengobatan berbasis bukti
6. mutu
7. harga
8. ketersediaan di pasaran

Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium


Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf
medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh
pimpinan rumah sakit. formularium rumah sakit harus tersedia untuk semua
penulis resep, pemberi obat, dan penyedia obat di rumah sakit. evaluasi terhadap
formularium rumah sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan
dan kebutuhan rumah sakit. Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit
dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan

20
Obat agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat
memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
1. membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik
Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan
medik
2. mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi
3. membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi (TFT),
jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar
4. mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi dan Terapi
(TFT), dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan
balik
5. membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF
6. menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit
7. menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi
8. melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring.

Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:


1. mengutamakan penggunaan Obat generik;
2. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita;
3. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
4. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
5. praktis dalam penggunaan dan penyerahan
6. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
7. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak lansung
8. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga
yang terjangkau.

21
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah
Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan
atau pengurangan Obat dalam Formularium Rumah Sakit dengan
mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya.

H. Faktor Kunci dalam Keberhasilan Mengembangkan dan


Melaksanakan Program Obat Esensial

Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan dalam mengembangkan


dan melaksanakan program obat esensial di antaranya:
1. Transparansi dalam membuat dan memperbarui daftar obat-obat esensial,
penggantian obat dengan proses ilmiah berbasis bukti.
2. Menyertakan daftar obat esensial untuk pedoman klinis untuk diagnosis dan
pengobatan yang melibatkan dokter, dokter spesialis, dan penyedia layanan
kesehatan primer.
3. Adanya dukungan dari orang-orang yang lebih berpengalaman, dokter,
organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat.
4. Membuat daftar obat esensial, formularium manual, dan standar pedoman
pengobatan yang banyak tersedia di tempat layanan kesehatan.
5. Apabila terdapat daftar obat baru atau revisi hendaklah melibatkan orang-orang
yang lebih berpengalaman, seperti menteri kesehatan, ataupun liputan pers
intensif.
6. Memperbarui daftar obat sehingga mencerminkan kemajuan terapi dan
perubahan biaya, pola resistensi antimikroba, dan masyarakat.
(Management Sciences for Health, 2012)

22
BAB III
KESIMPULAN

1. Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang
diupayakan tersedia di fasilitas kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
2. Daftar nama obat-obat esensial menjadi pilihan pengobatan yang optimal untuk
memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan pada populasi tertentu,
3. Pertimbangan pemilihan obat didasarkan pada efikasi, kemanan, dan kualitas.
4. Seleksi obat hendaknya menggunakan daftar obat-obat esensial, formularium,
dan pedoman pengobatan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, 2003, Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di


Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Palayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Management Sciences for Health, 2012, Managing Access to Medicines and


Health Technologies, MSH, USA.

Mangindara. Darmawansyah. Nurhayani. Balqis, 2012, Analisis Pengelolaan Obat


di Puskesmas Kampala Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai Tahun
2011. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Vol 1 (1): 1-55.

Menkes RI, 2013, Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


312/Menkes/SK/IX/2013 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2013
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Ribeiro,L.M. Jose,R.P. Fernando,G.S., 2013, Edication logistics in Public Health


Care: Model adopted by the State of Minas Gerais in Brazil. African
Journal of Business Management. Vol 7 (31). Doi:
10.5897/AJBM2013.6965.

Rosmania,F.A. dan Supriyanto,S., 2015, Analisis Pengelolaan Obat Sebagai Dasar


Pengendalian Safety Stock pada Stagnant Dan Stockout Obat, Jurnal
Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 3 Nomor 1 Januari-Juni 2015.

24

Anda mungkin juga menyukai