edu/9554704/LAPORAN_PENDAHULUAN_WAHAMLAPORA
N PENDAHULUAN
Oleh :
B. ETIOLOGI
1. Merokok pasif : Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga
meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel, misalnya
dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan
penyerapan sel dan pembuluh darah (Reuters Health, 2007).
2. Faktor Risiko TBC anak (admin., 2007)
a. Resiko infeksi TBC : Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC
aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan
yang tidak sehat. Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya
transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa
tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas
atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat
faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien
TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya,
karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat
jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk5. Walaupun
terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman
TBC jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret
endobrokial anak.
b. Resiko Penyakit TBC : Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami
progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum
berkembang sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara
bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya
akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit
hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki
resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan dan kematian
yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis. Status sosial
ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan
pendidikan yang rendah.
C. PATOFISIOLOGI
Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular. Pada TBC anak,
kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak
terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang
untuk keluar melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung
kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru (Wirjodiardjo,
2008).
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung, seperti saat
batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini diantaranya adalah sebagai berikut:
tuberculosis paru primer dan tuberculosis post primer. Tuberculosis primer sering terjadi pada
anak, proses ini dapat dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei, yaitu statu proses
terinfeksinya partikel yang mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan
terhirup serta diendapkan pada permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi
pada kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke dalam
alveolar spase. Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini terjadi pada pasien yang
sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Hidayat, 2008).
Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui terhirupnya nukleus
droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi.
Tuberculosisadalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh
sel dengan sel elector berupa makropag dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel
imuniresponsif. Tipe imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag pada bagian yang
terinfeksi oleh limfosit dan limfokin mereka, responya berupa reaksi hipersentifitas selular
(lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolar membangkitkan reaksi
peradangan yaitu ketika leukosit digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat mengalami
konsolidasi dan timbal pneumobia akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak terdapat
sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam sel-sel (Price dan Wilson,
2006).
Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah bening regional dan infiltrasi
makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel
menyebabkan gambaran keju (nekrosis gaseosa), jeringan grabulasi yang disekitarnya pada
sel-sel epitelloid dan fibroblas dapat lebih berserat, membentuk jatingan parut kolagenosa,
menghasilkan kapsul yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer pada paru dinamakan fokus
ghon, dan kombinasi antara kelenjar getah bening yang terlibat dengan lesi primer disebut
kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami kalsifikasi dapat terlihat dalam
pemeriksaan foto thorax rutin pada seseorang yang sehat (Price dan Wilson, 2006).
Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat
rendah, keletihan, anorexia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk
menetal. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah
pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat mempunyai
manifestasi atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental,
demam , anorexia dan penurunan berat badan. Basil tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50
tahun dalam keadaan dorman (Smeltzer dan Bare, 2002).
Menurut Admin (2007) patogenesis penyakit tuberkulosis pada anak terdiri atas :
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier
bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai
saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke
kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer predileksinya
disemua lobus, 70% terletak subpelura. Fokus primer dapat mengalami penyembuhan
sempurna, kalsifikasi atau penyebaran lebih lanjut. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan
dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC2. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang kadang daya
tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa
bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2. TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi
primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi
yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Pathway
Mycobacterium tuberculosis
Tinggal di alveoli
Kerusakan
Pembentukan
membran alveolar MK :
sputum dan
kapiler Hipertermi
sekret
Gangguan
respirasi Penumpukan
secret
MK :
Intoleransi
Hipoksia
aktivitas
Respon tubuh
MK : Nyeri menurun
Batuk refleks
muntah
O bstruksi
Anoreksia
MK : Gangguan
keseimbangan nutrisi
D. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada saat-
saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan
kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya
(3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun
tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran
vlek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-
benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya
tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-
tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan
sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC adalah kuman
TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa)
tidak begitu sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung
dengan mikroskop atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena
tidak mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun
tidak akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini
mungkin. Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya.
Apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak
positif TBC (Wirjodiardjo, 2008).
Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):
1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG sangat
cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini juga harus
dicurigai TBC, meskipun jarang.
2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan setiap bulan
berkurang.
3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun ada, setelah
alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga kemungkinan anak terkena
TBC.
5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai sebagai
kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya pembesaran
kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan sebagainya.
6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang khas.
E. KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.
Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)
positif untuk basil asam cepat.
3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm)
terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu
dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi
bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB
dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa
menunjukan nekrosis.
8. Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex ;Hyponaremia,
karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal
tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (TB paru kronis luas).
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksananaan Medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3
bulan.
Streptomisin inj 750 mg.
Pas 10 mg.
Ethambutol 1000 mg.
Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2
x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan
terapi. Therapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan
dengan jenis :
INH.
Rifampicin.
Ethambutol
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9
bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam
pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
Rifampicin.
Isoniazid (INH).
Ethambutol.
Pyridoxin (B6).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan dengan
melakukan :
a) Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
b) Pemberian oksigen yang adekuat
F. PENCEGAHAN
1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih
kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas
agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak
udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara
sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk
ke dalam rumah.
6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di
sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain
yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan
pikiran.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam,
menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;
infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah,
kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi
pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
d. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah,
kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi
pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
e. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul
bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
f. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada
harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
g. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
h. Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa
dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses infeksi.
b. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan kurang sumber
informasi.
c. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua yang berhubungan
dengan isolasi pasien.
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses infeksi.
- Tujuan : Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dispnea.
- Intervensi :
a. Berikan oksigen humidifier bagi anak dengan dispnea
Rasional : Dispnea masih dapat terjadi, hingga pemberian obat kemoterapetik dimulai untuk
mendapatkan efeknya, oksigen humidifier mengurangi dispnea dan meningkatkan oksigenasi
b. Tinggikan bagian kepala tempat tidur
Rasional : Peninggian kepala menyebabkan otot diagframa mengembang
c. Berikan obat batuk ekspektoran sesuai dengan kebutuhan
Rasional : Ekspektoran membantu melepaskan mucus.
2. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan kurang sumber
informasi.
- Tujuan : Keluarga dapat mengekspresikan pemahamannya tentang proses penyakit dan
pengobatan.
- Intervensi :
a. Ajarkan orang tua dan anak tentang penularan dan pengobatan TBC, misalnya buat orang
tua, hendaknya menghindari anak dekat dengan orang dewasa yang terkena tuberkulosa
sedangkan buat anak sarankan untuk melakukan pengobatan sampai selesai dan patuh dalam
minum obat
Rasional : Pemahaman bagaimana penularan TBC dan penanganannya membantu
mengurangi kecemasan dan peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan, prosedur isolasi
dan pengobatan yang diberikan.
b. Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) bagaimana memberikan pengobatan (contoh:
antibiotik), berapa lama terapi pengobatan harus dijalani, dan apa yang terjadi jira anak tidak
manjelani tuntas pengobatannya.
Rasional : Pemahaman bagaimana memberikan pengobatan dan risiko bila pengobatan
dihentikan di awal akan meningkatkan kepatuhan.
c. Pada saat anak diperbolehkan pulang, berikan discharge planning atau perencanaan
pulang mengenai :
1) Jelaskan terapi yang diberikan, dosis, efek camping, lama pemberian terapi dan cara
minum obat.
2) Melakukan immunisasi jika immunisasi Belem lengkap sesuai dengan prosedur.
3) Menekankan pentingnya control ulang sesuai jadual.
4) Informasikan jika terdapat tanda-tanda terjadinya kekambuhan.
3. Ketidakpatuhan yang berhubungan dengan pengobatan dalam jangka waktu lama.
- Tujuan : Orang tua dan anak akan mengikuti pedoman terapi
- Intervensi
a. Kaji seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki orang tua dan anak, tentang TBC dan
hal ketidakpahaman yang dimiliki
Rasional : pengkajian membantu menentukan apa yang orang tua dan anak butuhkan untuk
relajar agar dapat membantu mereka memenuhi pengobatan jangka panjang.
b. Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) tentang program pengobatan dan alasan
menjalani pengobatan dengan tuntas, dan yakinkan tentang pendidikan yang diperlukan.
Rasional : Pendidikan dan penguatan diberikan pada orang tua dan anak dengan informasu
perlunya mengikuti program pengobatan dengan tuntas dan menurunkan risiko kegagalan
akibat déficit pengetahuan.
c. Identifikasi alternatif pemberi layanan yang dapat memberikan pengobatan anak jira
diperlukan.
Rasional : hal ini akan menurunkan risiko pengabaian dosis yang dilakukan anak selama
pengobatan.
3. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua yang berhubungan dengan
isolasi pasien
- Tujuan : Anak tidak akan mengalami kecemasan karena perpisahan berhubungan dengan
penurunan kontak parental.
- Intervensi :
a. Ajarkan orang tua tentang teknik isolasi dengan benar.
· Rasional : Pemahaman dan mengikuti teknik isolasi membantu mencegah penularan TBC
yang memungkinkan orang tua bersama selama mungkin dengan anaknya, akan mengurangi
perpisahan.
b. Motivasi orang tua dan anggota keluarga lainnya untuk mengunjungi secara teratur.
· Rasional : Seringnya keluarga kontak akan mengurangi kecemasan akibat
perpisahan.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.
- Tujuan : Anak menunjukkan jalan nafas yang efektif.
- Intervensi :
a. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi napas
adventisius, misal krekels, mengi.
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas
bronkhial dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronkhi dan mengi terdengar pada
inspirasi dan atau ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan/sputum.
b. Mengkaji ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi,s erta gerakan dinding dada)
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris terjadi karena
ketidaknyaman gerakan dinding dada dan atau cairan paru-paru
c. Bantu pasien latihan napas sering dengan cara meniup balon atau terapi benam.
Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk
efektif sementara posisi duduk tinggi.
Rasional : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas lebih kecil. Batuk
adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami membantu silia untuk mempertahankan
jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk
memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat.
d. Penghisapan sesuai indikasi
Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang
tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
e. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat
dari pada dingin.
Rasional : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
f. Berikan cairan tambahan, misalnya IV, oksigen humidifikasi .
Rasional : Cairan diperlkukan untuk menggantikan kehilangan (termasuk yang tidak tampak)
dan memobilisasikan sekret.
g. Memberikan obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti
bronchodilator)
Rasional : alat untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret, obat
bronchodilator dapat membantu mengencerkan sekret sehingga mudah untuk dikeluarkan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
- Tujuan : Anak menunjukkan tanda-tanda terpenuhnya kebutuhan nutrisi
- Intervensi :
a. Kaji nafsu makan anak dan fasilitasi anak dengan menyediakan makanan yang menarik
dan hangat.
Rasional : Dapat menjadi dasar dalam melakukan pendekatan pada anak saat memberi makan
sehingga anak akan dapat meningkatkan nafsu makannya.
b. Ijinkan anak untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
Rasional : memungkinkan anak akan mengkomsumsi makanan ektra sebagai tambahan
suplay nutrisi.
c. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas
intake nutrisi.
Rasional : dalam mengobati penyakit tuberkulosis diperlukan gizi yang cukup sehingga
pemberian makanan dengan diet tinggi protein dan kalori sangan diperlukan.
d. Kolaburasi untuk pemberian nutrisi parenteral jika kebutuhan nutrisi melalui oral tidak
mencukupi kebutuhan gizi anak.
Rasional : pemberian makanan parenteral sangat perlu dilakukan jika anak tidak menelan
makanan atau muntah yang terus menerus.
e. Menilai indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi (berat badan, lingkar lengan dan
membran mukosa)
Rasional : indikator penilaian status nutrisi dapat menentukan jumlah nutrisi yang dibutuhkan
oleh anak.
f. Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan porsi kecil
tetapisering.
Rasional : porsi kecil tetapi sering memungkinkan anak dapat mengkomsumsi makanan
dengan cukup.
g. Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama.
Rasional : untuk memantau status gizi atau perbaikan gizi anak.
h. Mempertahankan kebersihan mulut anak.
Rasional : dapat meningkatkan nafsu makan anak.
i. Menjelaskan pentingnya intake nutrsisi yanga dekuat untuk penyembuhan penyakit.
Rasional : pendidikan kesehatan tentang nutrisi akan membuat orang tua dapat berpartisipasi
dalam memberikan gizi yang baik bagi anaknya.
DAFTAR PUSTAKA