2. Pelaksanaan Pembelajaran
Berdasarkan observasi pelaksanaan pembelajaran nilai-nilai Pancasila di kelas
indikator yang dikaji adalah persiapan mengajar, menerapkan teknik pendekatan,
metode, model, dan media pembelajaran nilai-nilai Pancasila. Sebelum mengajar di
depan kelas guru telah mempersiapkan diri dengan baik. Pada awal pembelajaran
sudah siap dikelas. Pada jam mengajar yang telah ditentukan ditandai bel masuk.
Sebelum memulai dan mengakhiri pelajaran guru mengucapkan salam, setelah
mengucapkan salam guru memimpin peserta didik untuk berdoa menurut agama dan
kepercayaan masing-masing. Kebiasaan yang ditanamkan guru tersebut
mencerminkan sila pertama. Sesuai materi, selesai berdoa dilanjutkan dengan
menyanyikan lagu nasional Garuda Pancasila. Tujuannya memberikan motivasi, dan
pembiasaan jiwa nasionalisme sesuai sila ketiga. Setelah itu guru mengecek
kehadiran peserta didik. Guru saat presensi memanggil satu persatu dan menanyakan
peserta didik yang tidak hadir. Tujuannya sesuai sila kedua, yaitu dapat mengetahui
keadaan dan kesiapan siswa sebagai manusia. RPP dalam proses pembelajaraan
kadang tidak diterapkan sesuai urutan yang telah disusun, dikarenakan kondisi siswa,
jam mengajar, dan waktu yang terbatas. Guru berusaha untuk mengajak siswa untuk
terlibat aktif dalam pembelajaran. Dampaknya siswa menjadi merasa diperhatikan.
Guru mengembangkan dialog dan kesempatan bertanya sehingga siswa dapat
memahami materi yang sedang diberikan dan mempunyai kemampuan untuk
merealisasikan nilai-nilai Pancasila. Siswa terlihat berani menyampaikan jawaban dan
pendapatnya. Guru mengembangkan pula pendekatan berkelompok dan diskusi untuk
melihat peserta didik dapat bekerja sama dengan teman yang lain sesuai sila ketiga.
Guru memberikan tugas dalam bentuk individual dan kelompok. Tujuan pemberian
tugas kelompok agar siswa berlatih mengenal dan mampu bekerjama dengan siswa
lain.
Nilai-nilai Pancasila yang disampaikan dalam pembelajaran PKn meliputi nilai
ideal, nilai instrumental, dan nilai praksis. Menurut Moerdiono (dalam Mulyono: 2-3)
ada 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan
nilai praksis.
a. Nilai dasar, yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari
pengaruh perubahan waktu. Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat amat
abstrak, bersifat amat umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan kandungan
kebenaran yang bagaikan aksioma. Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar
berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar
dan ciri khasnya. Nilai dasar Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara. Nilai
dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang
ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat.
b. Nilai instrumental, yaitu suatu nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental
merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, yang merupakan arahan kinerjanya
untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat
dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun nilai instrumental
haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan
secara kreatif dan dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat
yang sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Dari
kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi,
organisasi, sistem, rencana, program, bahkan juga proyek-proyek yang
menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun
nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.
c. Nilai praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari, berupa cara
bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nilai praksis
terdapat pada demikian banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara
tertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif, oleh organisasi kekuatan sosial politik, oleh organisasi kemasyarakatan,
oleh badan-badan ekonomi, oleh pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara
secara perseorangan.
Upaya mengatasi kendala pembelajaran yaitu terkait dengan fakor lingkungan, guru
berusaha melakukan pendekatan personal dengan siswa. Terutama dengan siswa yang
sering melangar tata tertib sekolah. Latar belakang keluarga bervariatif membuat
karakter siswa juga beraneka ragam. Kebiasaan siswa yang dibawa dari rumah
masing-masing anak berbeda. Kendala yang berkaitan dengan keterbatasan waktu jam
pelajaran, guru berusaha memanfaatkan waktu seoptimal mungkin agar tujuan
pembelajaran tercapai. Agar rencana dan tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai
dengan yang diharapkan. Media pembelajaran yang lengkap sangat dapat menunjang
kegiatan pembelajaran di kelas. Keunggulan media berbasis teknologi yang dimiliki
sekolah harus sangat dimanfaatkan secara maksimal dan dilakukan pendampingan
dan pemahaman bahwa teknologi ada pengaruh negatif yang harus diwaspadai terkait
perilaku yang tidak sesuai nilai-nilai Pancasila. Diperlukan kreatifitas guru agar
pelaksanaan pembelajaran tetap berjalan dengan optimal. Pemakaian media lain non
teknologi sangat diajurkan, mengingat ada beberapa sekolah yang fasilitas
multimedinya terbatas. Misalkan dengan gambar yang berasal dari koran, majalah,
dan internet. Peserta didik dilatih untuk tanggap terhadap isu-isu kewarganegaraan
disekitarnya. Selain itu siswa diajak berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga nantinya
menjadi warga negara yang mampu mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Guru
memiliki peran sebagai fasilitator, dinamisator, dan mediator. Sebagai fasilitator guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba mencari dan menganalisis
informasi maupun berita-berita yang diterimanya. Sebagai dinamisator, guru harus
mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif dan interaktif. Sebagai mediator,
guru memberikan rambu-rambu atau pengarahan kepada peserta didik dalam belajar
sebagai motivator, guru harus memberikan dorongan agar perserta didiknya mampu
bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran dan menuntut ilmu.
Daftar pustaka
1. Winarno. 2007. Paradigma baru Pendidikan Kewarganegaraan (volume 2).
Jakarta: Bumi Aksara
2. Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
3. Mulyono. Dinamika Aktualisasi Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara. Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. 2003, (Online), (http://www. Dikti.org/UUno20th2003-
Sisdiknas.htm), diakses tanggal 30 Desember 2019
5. Lampiran Permendikbud No. 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses