Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

RETENSIO PLASENTA

DISUSUN OLEH :
RIKO APRIANTO SIANTURI
20186513041

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN + NERS PONTIANAK


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BAB I

KONSEP PENYAKIT

A. Definisi

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta


hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. (Prawirohardjo,
2009)
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi
waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak,
artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan
tindakan plasenta manual dengan segera. (Manuaba, 2006 )
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum
lahirsetengah jam sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008)
Jadi menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio
plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam
setelah kelahiran bayi.

B. Etiologi
Penyebab retensio plasenta adalah :
1. Fungsional:
a. His kurang kuat (penyebab terpenting)
b. Plasenta sukar terlepas karena :
Tempatnya : Insersi di sudut tuba, bentuknya : Plasenta
membranacea, palsenta anularis dan ukurannya: Plasenta yang
sangat kecil. (Sastrawinata, 2005)
2. Patologi –
anatomi:
a. Plasenta akreta
b. Plasenta inkreta
c. Plasenta perkreta. (Sastrawinata, 2005)
C. Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan
tetapi progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi
itu lembek namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali.
Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan
dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim
itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas
seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses
retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang
(Prawirohardjo, 2009).

D. Manifestasi Klinis
Gejala yang selalu ada : Plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul : Tali puasat putus akibat traksi
yang berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
(Prawirohardjo, 2009)

1. Fisiologi Plasenta
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15
sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500
gram. Tali pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah
(insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada
kehamilan kurang lebih 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi
seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya
berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili korialis yang
berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal
dari desidua basalis. Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal
dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah
disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke
dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari
kotiledon-kotiledon janin. Plasenta berfungsi sebagai alat yang
memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin,
memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta
penyalur berbagai antibodi ke janin. (Prawirohardjo, 2009)

2. Fisiologi Pelepasan Plasenta


Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi
myometrium sehinga mempertebal dinding uterus dan mengurangi
ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi lebih kecil, sehingga
plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus dan tidak dapat
berkontraksi atau berintraksi pada area pemisahan bekuan darah
retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah pemisahan
kontraksi uterus berikutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta
dari uterus dan mendorong keluar vagina disertai dengan pengeluaran
selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta. (WHO, 2001)

3. Predisposisi Retensio Plasenta


Beberapa predisposisi terjadinya retensio plasenta yaitu :
a. Grandemultipara.
b. Kehamilan ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta
yang agak luas.
c. Kasus infertilitas, karena lapisan endometriumnya tipis.
d. Plasenta previa, karena dibagian isthmus uterus, pembuluh
darah sedikit, sehingga perlu masuk jauh kedalam.
e. Bekas operasi pada uterus. (Manuaba, 2007)
E. Pathway
F. Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :
1. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan
hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka
tidak menutup.
2. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim
meningkatkan pertumbuhan bakteri.
3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus
sedangkan kontraksi pada ostium baik.
4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferasi yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis dengan masuknya mutagen, perlukaan yang
semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik dan akhirnya
menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasif atau invasif,
proses keganasan akan berjalan terus.
5. Syok haemoragik. (Prawirohardjo, 2005)
6. Penanganan Retensio Plasenta Dengan Separasi Parsial :
a. Tentukan jenis Retensio yang terjadi karena berkaitan dengan
tindakan yang akan diambil.
b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila
ekspulsi plasenta tidak terjadi, cobakan traksi terkontrol tali pusat.
c. Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40
tetesan/menit. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400
mg/rektal.
d. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan
manual plasenta secara hati-hati dan harus untuk menghindari
terjadinya perforasi dan perdarahan.
e. Lakukan transfusi darah apabila diperlukan.
f. Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 gr IV/oral +
metronidazoll gr supositoria/oral).
g. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok
neurogenik. (Prawirohardjo, 2009)
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan menurut Prawirohardjo, 2009 di antaranya :
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan
kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid
(sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila
memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi
oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan
hasil pemeriksaan darah.
2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer
laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil
lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan
kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir,
setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi
ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali
pusat putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa
plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan
kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati
karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada
abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang retensio plasenta menurut Manuaba, 2007 di
antaranya :
1. Hitung darah lengkap : Untuk menentukan tingkat hemoglobin ddan
trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada tanda yang di sertai
dengan infeksi, laukosit biasanya meningkat.
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan menghitung
protombin time( PT ) dan Activated Partial Trombositin Time ( APPT
) atau yang sederhana dengan Colotting Time ( CT ) Ini di perlukan
untuk menyingkirkan perdarahan oleh factor lain.
BAB II
Konsep Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu metoda yang sistematis untuk
mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah kesehatan dan
membuat rencana keperawatan yang bertujuan mengatasi masalah-masalah
tersebut.
Masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien, keluarga, orang
terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan
kontribusi perawat dalam mengurangi atau mengatasi masalah-masalah
klien.
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu dimulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Perawat berusaha mengatsi masalah-masalah kesehatan melalui
penerapan 5 tahap proses keperawatan, yaitu :

a. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses
keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data atau
informasi tentang klien yang dibutuhkan dan dianalisa untuk
menentukan diagnosa keperawatan. Adapun dalam pengkajian yang
harus dilakukan adalah :
a. Pengumpulan data
Pengkajian merupakan tahap awal untuk mengumpulkan informasi
tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan
masalah-masalah serta kebutuhan dan kesehatan klien meliputi :
1) Identitas
a) Klien : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan akhir,
pekerjaan, suku bangsa, alamat, no medrek, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, diagnosa medis.
b) Identitas penanggung jawab : Nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan, agama, alamat, hubungan dengan
klien.

2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan klien saat itu.
Pada klien post manual plasenta mengeluh pusing karena
perdarahan akibat dari komplikasi retensio plasenta.
(Manuaba, 2007)

b) Riwayat kesehatan sekarang


Mengenai penyakit yang dirasakan klien pada saat di rumah
sampai klien harus di rawat di rumah sakit dengan
menggunakan teknik PQRST.
Pada umumnya klien di bawa ke rumah sakit dengan alasan
perdarahan post partum akibat retensio plasenta atau
terlambatnya kelahiran plasenta dalam waktu 30 menit
setelah bayi lahir. Penanganan pertama pada klien retensio
plasenta yaitu dilakukannya tindakan manual plasenta. Pada
klien post manual plasenta mengeluh pusing karena
perdarahan akibat dari komplikasi retensio plasenta, pusing
dirasakan bertambah apabila banyak melakukan aktivitas dan
berkurang apabila di istirahatkan.

c) Riwayat kesehatan dahulu


Mengenai penyakit yang pernah dialami oleh klien yang
dapat mempengaruhi penyakit sekarang dan dapat
memperberat/diperberat karena kehamilan misalnya penyakit
diabetes mellitus, penyakit ginjal, penyakit jantung dan
hipertensi.

d) Riwayat kesehatan keluarga


Mengenai penyakit-penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga klien yang lain seperti kehamilan kembar, gangguan
mental, penyakit yang dapat diturunkan dan penyakit yang
dapat ditularkan.

3) Riwayat Ginekologi dan Obstetri


a) Riwayat Ginekologi
(1) Riwayat Menstruasi
Meliputi siklus haid, lamanya haid, sifat darah (warna,
bau, gumpalan), dismenorhoe, HPHT, dan taksiran
persalinan.
(2) Riwayat perkawinan
Status perkawinan, umur pada waktu menikah, lama
perkawinan dan berapa kali kawin.
(3) Riwayat KB
Pernah menjadi akseptor, jenis konrtasepsi yang digunakan
sebelum hamil, waktu dan lamanya penggunaan, masalah
yang didapati dengan penggunaan kontrasepsi tersebut,
jenis kontrasepsi yang direncanakan dan jumlah anak yang
direncanakan keluarga.
b) Riwayat Obstetri
(1) Riwayat kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
Meliputi umur kehamilan, tanggal melahirkan, jenis
persalinan, tempat persalinan, berat anak waktu lahir,
masalah yang terjadi dan keadaan anak.
(2) Riwayat Kehamilan Sekarang
Usia kehamilan, keluhan selama hamil, gerakan anak
pertama dirasakan oleh klien. Apakah klien mendapatkan
imunisasi TT, perubahan berat badan selama hamil, tempat
pemeriksaan kehamilan dan frekuensi memeriksakan
kehamilannya.
(3) Riwayat Persalinan Sekarang
Merupakan persalinan yang keberapa bagi klien, tanggal
melahirkan, jenis pesalinan, apakah terjadi perdarahan,
banyaknya perdarahan, jenis kelamin bayi, berat badan
bayi, dan APGAR skor, serta keadaan masa nifas.

4) Pemeriksaan Fisik
a) Kesadaran
Klien dapat terjadi penurunan kesdaran/tidak akibat
perdarahan.
b) Keadaan umum
Dikaji tentang keadaan klien secara keseluruhan, pada
klien post manual plasenta biasanya ditemukan keadaan
yang lemah.
c) Tanda vital
Dikaji tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan manual plasenta.
d) Pemeriksaan fisik head to toe
(1) Kepala
Dikaji bentuk kepala, kebersihan kulit kepala dan
keluhan yang dirasakan pada daerah kepala.
(2) Wajah
Pada klien post manual plasenta wajah tampak
pucat.
(3) Mata
Dikaji keadaan konjungtiva, sklera, fungsi
penglihatan, pergerakan kedua mata, kebersihan, bila
keadaan konjungtiva pucat maka dapat dipastikan
anemis.
(4) Hidung
Dikaji keluhan yang dirasakan oleh klien, adanya
reaksi alergi, perdarahan, kesimetrisan, kebersihan
dan fungsi penciuman.
(5) Telinga
Dikaji keluhan yang dirasakan oleh klien,
kesimetrisan, fungsi pendengaran dan kesimetrisan.

(6) Mulut
Dikaji keluhan yang dirasakan, mukosa mulut dan
keadaan bibir, keadaan gigi, lidah, fungsi
pengecapan dan fungsi menelan. Pada klien post
manual plasenta mukosa bibir kering dan tampak
pucat.
(7) Leher
Dikaji keluhan yang dirasakan, pada klien post
manual plasenta tidak ditemukan pembesaran
kelenjar tyroid dan kelenjar getah bening, tidak ada
peningkatan JVP.
(8) Dada
Dikaji keluhan yang dirasakan klien, suara nafas
vesikuler, frekuensi nafas, irama jantung reguler,
bunyi jantung s1 dan s2.
(9) Payudara
Dikaji keluhan yang dirasakan klien, kedaan
payudara, bentuk, hyperpigmentasi aerola, keadaan
putting susu, dan keseimetrisan serta pengeluaran
ASI.
(10) Abdomen
Dikaji keluhan yang dirasakan klien, tinggi fundus
uteri hari ke-5 yaitu 3 cm bawah pusat, bising usus
normal 5-12 x/menit.
(11) Genetalia
Dikaji keluhan yang dirasakan klien, dikaji keadaan
perineum, adanya pengeluaran lochea. Pada 2 hari
pertama lochea berupa darah yang disebut lochea
rubra, setelah 3-4 hari merupakan darah encer yang
disebut lochea serosa dan pada hari kesepuluh
menjadi cairan putih atau kekuningan yang disebut
lochea alba. Lochea berbau amis, dan yang berbau
busuk menandakan adanya infeksi.
(12) Anus
Dikaji keluhan yang dirasakan klien, ada/tidaknya
hemoroid.
(13) Ekstermitas
Dikaji keluhan yang dirasakan klien, dikaji adanya
oedema, pergerakan dan kebersihan.
(14) Ambulasi
Pada klien dengan post manual plasenta biasanya
dalam waktu 2 hari sudah bisa turun dari tempat tidur
dan melakukan aktivitas ringan seperti makan dan
minum.

5) Aspek Psikososial dan Spiritual


a) Pola piker
Kaji tentang eksplorasi pengetahuan klien, cara
perawatan diri dan bayinya, yang meliputi : Pemberian
ASI, rencana pemberian ASI, nutrisi yang baik untuk
menyusui dan makanan yang terbaik untuk bayinya,
rencana imunisasi bayi.
b) Persepsi diri
Dikaji hal yang amat difikirkan oleh klien saat dilakukan
pengkajian, harapan setelah mengalami perawatan dan
perubahan yang dirasa setelah melahirkan.

c) Konsep diri
(1) Gambaran diri
Apakah klien merasakan perubahan dirinya dan
tubuhnya selama periode post partum, apakah
perubahan yang disadari tersebut mempengaruhi
perilaku dan adaptasinya terhadap pengasuhan
bayinya.
(2) Ideal diri
Apakah yang diharpkan klien setelah kelahiaran bayi
tersebut, apakah upaya klien untuk meningkatkan
kemandirian dalam perawatan diri sendiri dan bayi.
(3) Peran
Bagaimana sikap ibu dengan kelahiran anaknya. Kaji
kesiapan klien untuk menjadi seorang ibu baru atau
perubahan peran dengan penambahan anggota
keluarga yang baru.
(4) Identitas diri
Adakah kepuasan klien menjadi seorang wanita yang
telah melahirkan anak.
(5) Harga diri
Adakah rasa bangga pada klien, bagaimana kepuasan
klien terhadap kelahiran tersesbut. Harga diri klien
akan meningkat karena klien sudah mempunyai
keturunan dan menjadi seorang ibu.

d) Hubungan komunikasi
Kejelasan klien dalam kebiasaan berbicara, bahasa
utama yang digunakan oleh klien.

6) Pola Aktivitas Sehari-hari


Dikaji mengenai pola nutrisi, pola eliminasi BAK dan BAB,
pola istirahat tidur dan personal hygiene.
7) Pemeriksaan diagnostic
Dalam pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan darah
(Hb, Ht, leukosit, trombosit). Pada kasus post manual
plasenta terjadi penurunan jumlah Hb dan Ht, terjadi
peningkatan jumlah leukosit.

b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan
intervensi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien.
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau
status kesehatan pasien yang nyata dan kemungkinan akan terjadi
dimana pemecahannya dalam batas wewenang perawat.
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
perdarahan post partum menurut (Doenges, 2001) adalah :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
vaskuler berlebihan.
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia.
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada status
kesehatan.
d. Risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penggantian berlebihan dari kehilangan cairan,
perpindahan cairan intravaskuler.
e. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif.
f. Risiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/distensi
jaringan.
20

c. Interverensi
Rencana keperawatan merupakan mata rantai antara penetapan kebutuhan pasien dan pelaksanaan tindakan keperawatan.
Dengan demikian rencana asuahan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana
tindakan yang dilakukan terhadap pasien sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan
(Doenges, 2001).
No. Diagnosa Tujuan dan Inteverensi Rasional
Keperawatan Kriterua Hasil
1. Kekurangan TU : a.Tinjau ulang catatan kehamilan dan a.Membantu dalam membuat rencana
volume cairan Kekurangan volume cairan persalinan/kelahiran, perhatiakan perawatan yang tepat dan
berhubungan dapat terpenuhi faktor-faktor penyebab atau memberikan kesempatan untuk
dengan kehilangan pemberat pada situasi hemoragi. mencegah dan membatasi
vaskuler KH : terjadinya komplikasi.
berlebihan. Mempertahankan
keseimbangan cairan, b.Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi b.Perkiraan kehilangan darah, arteial
dengan indikator : perdarahan; timbang dan hitung versus vena, dan adanya bekuan-
a. Memiliki asupan pembalut, simpan bekuan dan bekuan membantu membuat
cairan oral dan jaringan untuk dievaluasi oleh diagnosa banding dan menentukan
atau intravena dokter. kebutuhan penggantian.
yang adekuat c.Perhatikan hipotensi atau takikardi, c. Tanda-tanda ini menunjukan
b. TTV dalam perlambatan pengisian kapiler atau hipovolemi dan terjadinya syok.
rentang normal. sianosis dasar kuku, membran Perubahan pada tekanan darah tidak
c. Hb dan Hematokrit mukosa dan bibir. dapat dideteksi sampai volume
dalam batas cairan telah menurun sampai 30%-
normal. 50%.Sianosis adalah tanda akhir
Menunjukan status nutrisi, dari hipoksia.
dengan indikator : d.Kaji lokasi uterus dan derajat d.Derajat kontraktilitas uterus
a. Keseimbangan kontraksilitas uterus. Dengan membantu dalam diagnosa banding.
asupan dan haluaran perlahan masase penonjolan uterus Peningkatan kontraktilitas
yang seimbang. dengan satu tangan sambil miometrium dapat menurunkan
b. Memiliki asupan menempatkan tangan kedua diatas kehilangan darah. Penempatan satu
cairan oral dan atau simpisis pubis. tangan diatas simphisis pubis
intravena yang mencegah kemungkinan inversi
adekuat. uterus selama masase.
e.Pantau parameter hemodinamik, e.Memberikan pengukuran lebih
seperti tekanan vena sentral atau langsung dari volume sirkulasi dan
tekanan bagi arteri pulmonal, bila kebutuhan penggantian.
ada.
f. Mulai Infus 1 atau 2 I.V. dari cairan
isotonik atau elektrolit dengan f. Perlu untuk infus cepat atau
kateter 18G atau melalui jalur vena multipel dari cairan atau produk
sentral. Berikan darah lengkap atau darah untuk meningkatkan volume
produk darah (plasma, sirkulasi dan mencegah pembekuan
kriopresipitat, trombosit) sesuai
indikasi.

g.Berikan obat-obatan sesuai indikasi


: g. Meningkatkan,kontraktilit
Oksitosin, magnesium sulfat, as, memudahkan relaksasi uterus
heparin, terapi antibiotik. selama pemeriksaan manual,
heparin dapat digunakan untuk
h.Pantau pemeriksaan laboratorium menghentikan siklus pembekuan.
sesuai indikasi : Hb dan Ht. h. Membantu dalam
menentukan
kehilangan darah. Setiap ml darah
membawa 0,5 mgHb.
2. Perubahan perfusi TU : a.Perhatikan Hb/Ht sebelum dan a. Nilai bandingan membantu
jaringan Tidak terjadi perubahan setelah kehilangan darah. menetukan beratnya kehilangan
berhubungan perfusi jaringan darah.
dengan b.Pantau tanda vital : catat derajat dan b. Luasnya keterlibatan hipofisis
hipovolemia KH : durasi episode hipovolemik. dapat dihubungkan dengan derajat
Menunjukan TD, nadi, gas c.Perhatikan tingkat kesadaran dan dan durasi hipotensi.
darah arteri dan Hb/Ht adanya perubahan perilaku. c. Perubahan sensorium adalah
dalam batas normal indicator dini dari hipoksia.
d.Kaji warna dasar kuku, mukosa d. Pada kompensasi vasokontriksi
mulut, gusi dan lidah : perhatikan dan pirau organ vital, sirkulasi
suhu kulit. pada pembuluh darah perifer
diturunkan, yang mengakibatkan
suhu kulit dingin.
e.Kaji payudara setiap hari, e. Kerusakan atau keterlibatan
perhatikan ada atau tidaknya laktasi hipofisis anterior mengakibatkan
dan perubahan pada ukuran tidak adanya produksi ASI dan
payudara. akhirnya menurunkan jaringan
payudara.
f. Pantau GDA dan kadar pH f. Membantu dalam mendiagnosa
derajat hipoksia jaringan asidosis
atau yangb diakibatkan dari
terbentuknya asam laktat dari
metabolism anaerobic.

g.Berikan terapi oksigen sesuai g. Memaksimalkan ketersediaan


kebutuhan. oksigen untuk transport sirkulasi
ke jaringan.

3. Ansietas TU : a. Evaluasi respon psikologis serta a. Membantu dalam menentukan


berhubungan Ansietas terkontrol persepsi klien terhadap kejadian rencana perawatan. Persepsi klien
dengan krisis hemoragi pasca partum. Klarifikasi tentang kejadian mungkin
situasi, ancaman KH : kesalahan konsep.\ menyimpang, akan memperberat
pada status Mengungkapkan kesadaran ansietasnya.
kesehatan. terhadap perasaan dan b. Evaluasi respon fisiologis pada b. Meskipun perubahan pada tanda
penyebab ansietas hemoragik pasca partum; misalnya vital mungkin karena respon
a. Melaporkan ansietas tachikardi, tachipnea, gelisah atau fisiologis, ini dapat diperberat
berkurang iritabilitas. atau dikomplikasi oleh faktor-
b. Tampak rileks faktor psikologis.
c. Mengidentifikasi cara- c. Sampaikan sikap tenang, empati c. Dapat membantu klien
cara untuk mengontrol dan mendukung. mempertahankan kontrol
ansietas. emosional dalam berespon
terhadap perubahan status
fisiologis. Membantu dalam
menurunkan tranmisi ansietas
antar pribadi.
d. Berikan informasi tentang d. Informasi akurat dapat
modalitas tindakan dan keefektifan menurunkan ansietas dan
intervensi. ketakutan yang diakibatkan oleh
ketidaktahuan.
e. Bantu klien dalam e. Pengungkapan memberikan
mengidentifikasi perasaan ansietas, kesempatan untuk memperjelas
berikan kesempatan pada klien informasi, memperbaiki kesalahan
untuk mengungkapkan perasaan. konsep, dan meningkatkan
perspektif, memudahkan proses
pemecahan masalah.
f. Kaji strategi koping dan implikasi f. Ansietas berat atau lama dapat
jangka panjang dari episode diantisipasi bila komplikasi
hemoragi. permanen.

4. Risiko tinggi TU : a. Pantau adanya peningkatan TD a.Bila penggantian cairan berlebihan,


terhadap kelebihan Tidak terjadi kelebihan dan nadi : perhatikan pernapasan gejala-gejala kelebihan beban
volume cairan volume cairan terhadap tanda dispnea, stridor, sirkulasi dan kesulitan pernapasan
berhubungan ronki. dapat terjadi.
dengan KH : b. Pantau frekuensi infuse secara b.Masukan harus kurang lebih sama
penggantian Menunjukan TD, nadi, dan manual atau elektrinik. Catat dengan haluaran dengan kadar
berlebihan dari berat jenis urin, serta tanda masukan/haluaran. Ukur berat cairan stabil.
kehilangan cairan, neurologis dalam batas jenis urin.
perpindahan cairan normal c. Kaji status neurologis, perhatikan c.Perubahan perilaku mungkin tanda
intravaskuler perubahan perilaku dan awal dari edema serebral karena
peningkatan iritabilitas. retensi cairan.

d. Pantau kadar Ht d. Bila volume plasma membaik,


kadar Ht menurun.

5. Risiko tinggi TU : a.Demonstrasikan mencuci tangan a. Mencegah kontaminasi


infeksi Tidak terjadi infeksi yang tepat dan teknik perawatan silang/penyebaran organisme
berhubungan diri infeksius.
dengan tindakan KH : b.Pertahankan perubahan pada tanda b. Peningkatan suhu pada 2 hari
invasif. a. Suhu tubuh tidak vital atau jumlah sel darah putih berturur-turut, takikardia, atau
melebihi nilai leukositosis dengan perpindahan
normal ke kiri menandakan infeksi.
b. Tidak terjadi c.erhatikan gejala malaise, menggigil, c. Gejala-gejala ini menandakan
leukositosis anoreksia, nyeri tekan uterus, atau keterlibatan sistemik,
c. Lokhea bebas dari nyeri pelvis. kemungkinan menimbulkan
bau bakterimia, syok dan kematian
bila tidak teratasi.
d.Pantau kecepatan involusi uterus d. Infeksi uterus memperlambat
dan sifat serta jumlah rabas lokhea. involusi dan memperlama aliran
lokhea.

e. Diagnosa banding adalah penting


e.Selidiki sumber potensial lain dari untuk pengobatan yang efektif.
infeksi, seperti pernapasan, mastitis,
atau infeksi laluran kemih. f. Anemia serinh menyertai infeksi,
f. Kaji kadar Hb/Ht. Berikan memperlambat pemulihan dan
suplemen zat besi, sesuai indikasi. merusak sistem imun.

g. Antibiotik spektrum luas mungkin


g.Kolaborasi pemberian antibiotik diberikan sampai hasil kultur dan
intravena sesuai indikasi. sensitivitas tersedia

6. Nyeri akut TU : a. Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, a.Membantu dalam diagnosa


berhubungan Nyeri berkurang atau hilang dan durasi nyeri. Kaji klien banding dan pemilihan metode
dengan trauma terhadap nyeri perineal yang tindakan.
KH : menetap, perasaan penuh pada b.Situasi darurat dapat mencetuskan
Rasa nyeri berkurang vagina, kontraksi uterus atau nyeri rasa takut dan ansietas, yang
a. Mengidentifikasi tekan abdomen. memperberat persepsi
metoda yang tepat b. Kaji kemungkinan penyebab ketidaknyamanan.
secara individual psikologis dari ketidaknyaman.
untuk meningkatkan c. Instruksikan klien untuk c.Pendidikan dengan metoda
kenyamanan. melakukan teknik relaksasi : fisiologis dan psikologis dari
berikan aktivitas hiburan dengan kontrol nyeri menurunkan ansietas
tepat. dan persepsi ketidaknyamanan
klien.
d. Berikan tindakan kenyamanan
seperti pemberian kompres es pada d. Kompres dingan meminimalkan
perineum atau lampu pemanas edema, dan menurunkan hematoma
pada penyembuhan episiotomi. serta sensasi nyeri, panas
meningkatkan vasodilatasi yang
memudahkan resorbsi hematoma.

e. Berikan analgesik, narkotik, atau e.Menurunkan nyeri dan ansietas,


sedatifsesuai indikasi. meningkatkan relaksasi
30

d. Inplementasi
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan perawatan yang
telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara
optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. (Doenges, 2004)

e. Evaluasi
Penilaian terhadap tindakan keperawatan yang diberikan / dilakukan dan
mengetahui apakah tujuan asuhan keperawatan dapat tarcapai sesuai yang
telah ditetapkan. Pada tahap ini ada dau macam evaluasi yang dapat
dilaksanakan oleh perawat, yaitu evaluasi formatif yang bertujuan untuk
menilai hasil implementasi secara bertahap sesuai dengan kegiatan yang
dilakukan sesuai kontrak pelaksanaan dan evaluasi sumatif yang bertujuan
meniali secara keseluruhan terhadap pencapaian diagnosis keperawatan
apakah rencana diteruskan, diteruskan dengan perubahan intervensi atau
dihentikan. Dan penulis memakai evaluasi sumatif. (Suprajitno, 2004).
54

DAFTAR PUSTAKA

Soenarso, Perawatan Ibu dan Dnak Di Rumah Sakit dan Puskesmas, Depkes RI Jakarta.
Ferrer, Helen, Perawatan Maternitas, Jakarta : EGC, 1999

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC.

Edy. (2011). Askep Retensio Plasenta, http://wbciart.blogspot.com/2011/12/ askep-


retensio-Plasenta.html, diperoleh pada tanggal 10 Februari 2021.

Prawirohardjo (2005) Pendahuluan kti Partus Normal indikasi Retensio Plasenta,


http://bluesteam47.blogspot.com /2005/06/pendahuluan-kti-Partus-normal-indikasi-
retensio-plasenta.html, diperoleh tanggal 10 Februari 2021

Manuaba, 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus.

Sastrawinata.2008.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai