Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DIABETES INSIPIDUS

DISUSUN OLEH:
PUTRI ANGELIA WALEWANGKO
711440119024

POTEKKES KEMENKES MANADO


2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Definisi
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini
di akibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme
neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh
dalam mengkonversi air.
Diabetes insipidus merupakan kelainan dimana terjadi peningkatan output urin
abnormal, asupan cairan dan sering haus.
Diabetes insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormone
anti dioretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan ( polidipsi ) dan
pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer ( poliuri ). Diabetes
insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon antidiuretic
( vasopressin ), yaitu hormone yang secara alami mencegah pembentukan air
kemih yang terlalu banyak. Hormone ini unik, karena di buat di hipotalamus
lalu disimpan dan dilepaskan kedalam aliran darah oleh hipofisaposterior.
Diabetes insipidus juga bias terjadi jika kadar hormon antidiuretic normal
tetapi ginjal tidak memberikan repon yang normal terhadap hormone normal
( keadaan ini disebut diabetes insipidus nefrogenik ).
2. Etiologi
Berikut ini adalah beberapa penyebab terjadinya diabetes insipidus :
a. Insipidus sentral atau neurogenic
Adanya masalah dibagian hipotalamus yang mana sebagai tempat
pembuatan ADH atau/vasopressin, menyebabkan terjadi penurunan dari
produksi hormone ADH. Kelainan hipotalamus dan kelenjar pituitary
posterior karena familial atau idiopatik, disebut diabetes insipidus primer.
Kerusakan kelenjar karena tumor pada area hipotalamus-pituitary, trauma,
proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor metastase dari mamae atau
paru disebut diabetes insipidus sekunder. Pengaruh obat yang dapat
mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenytoin, alcohol, litium
karbonat.
b. Diabetes insipidus nephrogenic
Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormone antidiuretic sehingga
ginjal terus menerus mengeluarkan sejumlah besar air urin yang encer. Pada
diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormone
antidiuretic.
3. Manifetasi Klinis
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah :
a. Poliuri 5-15 liter / hari

b. Polidipsi
c. Berat jenis urine sangat rendah 1001-1005
d. Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kg
e. Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan
polidipsia. Jumlah produksi urin maupun cairan yang diminum per
24 jam sangat banyak. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak
terdapat gejala- gejala lain, kecuali bahaya baru yang timbul akibat
dehidrasi yang dan peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut yang
timbul akibat gangguan rangsang haus. Diabetes insipidus dapat
timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala usia.
Seringkali satu-satunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air
kemih yang berlebihan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan
melalui air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-
38 L/hari). Jika kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera
akan terjadi dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah rendah dan
syok.
4. Patofisiologi
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang
dibuat di nucleus supraoptik, paraventrikular , dan filiformis
hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II.
Vasopresin kemudian diangkut dari badan sel neuron (tempat
pembuatannya), melalui akson menuju ke ujung saraf yang berada di
kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat
penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang
tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi
vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor
volume dan osmotic. Peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler
atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi
vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas
epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu
mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan
AMP siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan
osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya
dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296
mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan
pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal karena berkurang
permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak
kencing.
Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat
haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan
pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi
dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila
osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan
mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih
meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi
orang tersebut minum banyak (polidipsia).
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu
diabetes insipidus sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu
sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya
adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin.
Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan
pelepasan hormone antidiuretik ADH yang merupakan kegagalan
sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan
nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang
mensistesis ADH. Selain itu, DIS juga timbul karena gangguan
pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus
supraoptikohipofisealis dan aksin hipofisis posterior di mana ADH
disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika
dibutuhkan.
5. Penatalaksanaan
a. Terapi cairan parenteral
Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan
dalam jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus karena
penyakit diabetes insipidus merupakan suatu kelainan dimana
terdapat kekurangan hormon antidiuretik yang menyebabkan rasa
haus yang berlebihan dan pengeluaran sejumlah besar air kemih
yang sangat encer sehingga penderita bayi dan anak-anak harus
sering diberi minum.
b. Jika hanya kekurangan ADH, dapat diberikan obat
Clorpropamide, clofibrate untuk merangsang sintesis ADH di
hipotalamus.
c. Jika berat diberikan ADH melalui semprotan hidung dan
diberikan vasopressin atau desmopresin asetat (dimodifikasi dari
hormon antidiuretik). Pemberian beberapa kali sehari berguna
untuk mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal.
Terlalu banyak mengkonsumsi obat ini dapat menyebabkan
penimbunan cairan, pembengkakan dan gangguan lainnya.
d. Obat-obat tertentu dapat membantu, seperti diuretik tiazid
(misalnya hidrochlorothiazid/HCT) dan obat-obat anti
peradangan non-steroid (misalnya indometacin atau tolmetin).
e. Pada DIS yang komplit, biasanya diperlukan terapi hormone
pengganti (hormonal replacement) DDAVP (1-desamino-8-d-
arginine vasopressin) yang merupakan pilihan utama. Selain itu,
bisa juga digunakan terapi adjuvant yang mengatur
keseimbangan air, seperti: Diuretik Tiazid, Klorpropamid,
Klofibrat, dan Karbamazepin

6. Pathway
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Anamnesis
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya : nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Biasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih yang berlebihan, sering
keram dan lemas jika minum tidak banyak.
3. Riwayat penyakit saat ini
Pasien mengalami polyuria, polydipsia, nocturia, kelelahan, konstipasi.
4. Riwayat penyakit dahulu
Mengkaji riwayat penyakit dahulu dari klien
5. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubunganya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan
diabetes insipidus
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual.
Perubahan kepribadian dan peerilaku klien, perubahan mental, kesulitan
mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test
dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
Pemeriksaan Persistem
1. Pernapasan B1 (breath)
RR normal (20x/menit), tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak
memiliki riwayat asma dan suara nafas normal.
2. Kardiovaskular B2 (blood)
Tekanan darah rendah (N=120/70 mmHg), takikardi (N=60-100x/menit), suhu
badan
normal (36,5oC), biasanya klien tampak gelisah.
3. Persyarafan B3 (brain)
Kadan pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris, GCS = 4 5 6, pupil
normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, refleks bicara baik, pendengaran
baik, penglihatan baik, penghirup baik.
4. Perkemihan B4 (bladder)
Poliuria, urin sangat-sangat encer (4-30 liter), tidak ada perubahan pola
eliminasi, pasien mengeluh haus.
5. Pencernaan B5 (bowel)
Nafsu makan baik, tidak mual dan muntah, serta BAB 2x/hr pagi dan sore.
Konstipasi
6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Kulit bersih, turgor kulit buruk , muncul keringat dingin dan lembab, tidak ada
nyeri otot dan persendian, cepat lelah.

B. Analisa data

No Data Etiologi Problem


.
1. DS : Penurunan kapasitas Gangguan eliminasi urin
- Desakan kandung kemih (D.0040)
berkemih
(urgensi) Iritasi kandung kemih

DO : Efek tindakan medis dan


diagnostic (mis. Obat-
- Volume residu
obatan)
urin meningkat

Gangguan eliminasi urin


2. DS : Kurang terpapar informasi Defisit pengetahuan
- Menanyakan (D.0111)
masalah yang
Ketidaktahuan
dihadapi menemukan sumber
informasi
DO :
- Menunjukkan
Defisit pengetahuan
persepsi yang
keliru terhadap
masalah

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Eliminasi Urin b.d Efek tindakan medis dan diagnostic (mis. Obat-
obatan) d.d desakan berkemih (urgensi) dan volume residu urin meningkat
2. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menanyakan masalah
yang dihadapi dan menunjukkan pesepsi yang keliru terhadap masalah

D. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
. Keperawatan Kriteria Hasil
1. Gangguan Eliminasi Urin (L.04034) Eliminasi urin (I.04152) Manajemen
b.d Efek tindakan medis eliminasi urin
dan diagnostic (mis. Obat- Setelah dilakukan 1. Monitor eliminasi
obatan) d.d desakan intervensi keperawatan, urin
berkemih (urgensi) dan maka eliminasi urin 2. Catat waktu-
volume residu urin membaik, dengan kriteria waktu haluaran
meningkat. hasil : berkemih
- Desakan berkemih : 4 3. Anjurkan minum
(cukup menurun) yang cukup, jika
- Volume residu urin : 4 tidak ada
(cukup menurun) kontraindikasi
2. Defisit pengetahuan b.d (L.12111) Tingkat (I.12383) Edukasi
kurang terpapar informasi pengetahuan Kesehatan
d.d menanyakan masalah
yang dihadapi dan Setelah dilakukan 1. Identifikasi
menunjukkan pesepsi intervensi keperawatan, kesehatan dan
yang keliru terhadap maka tingkat pengetahuan kemampuan
masalah menigkat, dengan kriteria informasi
hasil : 2. Sediakan materi
- Pertanyaan tentang dan media
masalah yang dihadapi : pendidikan
4 (cukup menurun) kesehatan.
- Persepsi yang keliru 3. Ajarkan perilaku
terhadap masalah : 4 hidup bersih dan
(cukup menurun) sehat.

No Intervensi Rasional
.
1. (I.04152) Manajemen eliminasi urin
1. Monitor eliminasi urin 1. Untuk mengetahui pola eliminasi dari
klien

2. Catat waktu-waktu haluaran 2. Untuk mengetahui jangka waktu


berkemih berkemih

3. Anjurkan minum yang


cukup, jika tidak ada 3. Agar cairan dalam tubuh seimbang
kontraindikasi
2. (I.12383) Edukasi Kesehatan

1. Identifikasi kesiapan dan 1. Untuk mengetahui apakah klien sudah


kemampuan informasi siap atau mampu menerima informasi
edukasi yang akan diberikan
2. Sediakan materi dan media 2. agar bisa menjelaskan dengan baik dan
pendidikan kesehatan. bisa di pahami klien
.
3. Ajarkan perilaku hidup 3. agar klien bisa hidup lebih bersih dan
bersih dan sehat. sehat utk kedepannya

E. Implementasi dan Evaluasi


NO IMPLEMENTASI EVALUASI
1 1. Monitor eliminasi urin S : keluhan dari klien, pada kasus ini
Hasil : pola eliminasi urine dilihat dari implementasi klien sudah
klien mulai dari membaik
frekuensi,warna,dll, membaik
O : klien terlihat membaik
2. Catat waktu-waktu haluaran
berkemih A : eliminasi urin teratsi
Hasil : klien berkemih pada
waktu normal P : Intervensi selesai

3. Anjurkan minum yang cukup,


jika tidak ada kontraindikasi
Hasil : klien bisa
menerapkannya

2 1. Identifikasi kesiapan dan S : klien mengatakan sudah mengerti


kemampuan informasi dgn informasi yang ada
Hasil : klien siap dan mampu
O : klien mengerti

2. Sediakan materi dan media A : Edukasi kesehatan teratasi


pendidikan kesehatan.
Hasil : materi edukasi sudah P : intervensi selesai
sesuai kasus

3. Ajarkan perilaku hidup bersih


dan sehat.
Hasil : klien akan hidup bersih
dan sehat

Daftar Pustaka
PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai