A. Hakikat Sintaksis
Istilah sintaksis secara langsung diambil dari bahasa Belanda syntaxis atau
dalam bahasa inggris disebut syntax. Menurut Ramlan (1996:21) sintaksis adalah
bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat,
klausa, dan frasa. Ngusman (2005:2) mendefinisikan sintaksis sebagai cabang ilmu
bahasa bidang gramatikal (tata bahasa) yang mengkaji tata kalimat. Lebih lanjut,
Verhaar (1981:70) menjelaskan bahwa sintaksis adalah ilmu yang menyelidiki semua
hubungan antarkelompok kata atau antarfrasa dalam suatu tataran tata bahasa.
Dengan kata lain, sintaksis adalah bidang tata bahasa yang membahas
mengenai kalimat, klausa, frasa, dan hubungan antarkalimat sebelum dan sesudahnya
pada tataran wacana (Ramlan, 1985:21-22). Kridalaksana menyatakan bahwa
sintaksis adalah pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata dan dengan
satuan-satuan kata yang lebih besar dalam bahasa. Jika mengacu pada pendapat ahli
di atas, disimpulkan bahwa sintaksis adalah ilmu yang membahas mengenai kalimat,
klausa, frasa, dan kata dalam tatanan tata bahasa sehingga menjadi sebuah wacana.
Keraf (1980: 136) menjelaskan bahwa sintaksis adalah bagian dari tata bahasa
yang mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam suatu
bahasa. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa sistem bahasa mempunyai sistem yang
mengikat kata-kata atau kelompok kata dalam suatu bentuk yang dinamis. Dengan
kata lain, tataran sintaksis merupakan bagian kajian gramatikal dalam tata bahasa
yang dinamis karena disesuaikan dengan penyusunan kata-kata yang digunakan.
Penyusunan kata-kata yang digunakan dalam satuan bahasa yang lebih besar menjadi
frasa, klausa, hingga kalimat. Dengan kata lain, kajian sintaksis mengacu pada
pembentukan kata-kata menjadi kalimat yang merupakan kajian secara internal dalam
tata bahasa.
Jika mengacu pada penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
pembahasan tentang kalimat, klausa, frasa, dan hubungan antarkalimat merupakan
bagian dari kajian sintaksis, sedangkan pembicaraan mengenai kata merupakan bagian
dari kajian morfologi (Ramlan, 2005: 18). Hal ini dapat ditinjau dari contoh berikut.
Seorang mahasiswa sedang belajar di perpustakaan.
Kalimat di atas terdiri dari satu klausa, yang terdiri dari subjek ialah seorang
mahasiswa, predikat ialah sedang belajar, dan keterangan ialah di perpustakaan.
Tiap-tiap fungsi dalam klausa tersebut terdiri dari satuan yang disebut frasa. Frasa
yang ada dalam kalimat tersebut yaitu seorang mahasiswa, sedang belajar, dan di
perpustakaan. Frasa seorang mahasiswa yang dibentuk berasal dari kata seorang dan
mahasiswa, frasa sedang belajar berasal dari kata sedang dan belajar, dan frasa di
perpustakaan berasal dari kata di dan perpustakaan. Hal inilah yang menjadi pokok
bahasan dalam pembelajaran sintaksis, yaitu perubahan dan analisis bahasa mulai dari
pembentukan kata-kata di dalam frasa dan klausa, hingga menjadi sebuah kalimat.
D. Alat Sintaksis
Pada proses pembentukan kalimat, ada alat-alat yang bisa digunakan untuk
proses pembentukan bahasa pada tataran sintaksis (Khaira dan Ridwan, 2015: 13-16).
1. Urutan Kata
Urutan kata adalah letak kata dalam kontruksi sintaksis. Kata-kata yang dibuat
tidak bisa dipindahkan tanpa penyesuaian aturan yang ada. Hal ini disebabkan oleh
urutan kata menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan makna kata yang
dimaksud oleh pembicara atau pendengar. Hal ini mengacu pada jenis bahasa
Indonesia yang bersifat aglutinatif, yaitu bahasa yang mengalami pengimbuhan atau
perubahan kata akan mengakibatkan perubahan makna (Khaira dan Ridwan, 201513).
Dengan kata lain, jika ada perubahan urutan kata akan mengalami perubahan makna
seiring dengan adanya perubahan bentuk kata yang digunakan. Oleh karena itu,
perbedaaan urutan kata akan menyebabkan terjadinya perbedaaan makna dalam
kalimat yang dibuat. Berdasarkan hal tersebut, urutan kata menjadi salah satu faktor
penting dalam pemaknaan kata.
Contoh :
a. Jam lima
b. Lima jam
Jika mengacu pada dua jenis frasa tersebut, terdapat perbedaaan makna jika
kata dipindahkan atau tidak sesuai dengan yang dimaksud. Pada konstruksi kata jam
lima konstuksis kata ini menyatakan waktu, sedangkan konstruksi kata lima jam
mengacu pada durasi atau lamanya waktu. Hal inilah yang menyebabkan adanya
perbedaan makna, jika ditinjau dari pengaturan kata dalam bahasa Indonesia.
2. Kelekatan Unsur-Unsur untuk Membentuk Konstruksi
Kelekatan unsur-unsur dalam sebuah kalimat mengacu kepada pembentukan
kata-kata dalam kalimat tersebut sehingga menjadi sebuah makna yang baik dan tepat.
Contoh : Anak itu // sedang memasak // nasi goreng.
Tiap-tiap unsur di atas, membentuk konstruksi bahasa yang baik karena
pemenggalaan kata-kata yang digunakan dalam bahasa tersebut sudah sesuai dan tepat.
Akan tetapi, jika kata-kata yang dibentuk tidak tepat, tidak akan terbentuk konstruksi
yang tepat dalam bahasa.
Contoh : anak // itu sedang // memasak nasi // goreng.
Pada contoh di atas, dapat dilihat bahwa pemenggalan kata yang tidak tepat
akan membentuk konstruksi bahasa yang tidak tepat juga karena adanya kesalahan
konstruksi akan menyebabkan kekaburan makna.
3. Intonasi
Intonasi berkaitan dengan penggunaan bahasa pada ragam lisan. Hal ini
disebabkan oleh intonasi dalam bahasa merupakan bagian dari suprasegmental bahasa
yang akan mempengaruhi makna. Hal ini diperkuat oleh Chaer (Khaira dan Sakura,
2015: 15) yang menjelaskan bahwa perbedaan modus dalam bahasa Indonesia
ditentukan oleh intonasi daripada unsur segmental bahasa. Hal ini terjadi karena
kalimat yang memiliki unsur segmental yang sama akan memiliki makna yang
berbeda tergantung dari intonasi yang digunakan (Khaira dan Ridwan, 2015: 15).
Contoh :
a. Mahasiswa menghadiri seminar nasional. (kalimat bermodus deklaratif)
b. Mahasiswa menghadiri seminar nasional? (kalimat bermodus interogatif)
c. Mahasiswa-mahasiswa baru // membayar SPP.
d. Mahasiswa-mahasiswa // baru // membayar SPP.
Jika mengacu pada contoh di atas, diketahui bahwa intonasi dalam bahasa
akan mempengaruhi jenis kalimat dalam tataran bahasa yang muncul. Hal ini dapat
dilihat pada contoh a. Jika intonasi yang digunakan bertujuan untuk menyatakan,
kalimat yang dibentuk berwujud kalimat deklaratif. Akan tetapi, jika intonasi yang
digunakan bersifat tinggi dan menuduh, kalimat yang dibentuk akan berwujud kalimat
interogatif. Selain itu, intonasi juga dibutuhkan dalam pembentukan makna kalimat.
Hal ini dapat dilihat dalam contoh c. Diketahui bahwa makna kalimat tersebut adalah
mahasiswa baru diminta untuk membayar SPP, sedangkan dalam contoh d diketahui
bahwa mahasiswa akan diminta untuk membayar SPP. Perbedaan makna yang terjadi
karena dua bentuk kalimat yang sama disebabkan oleh intonasi berbeda yang
digunakan dalam pembentukan kalimat.
4. Konektor
Konektor berfungsi untuk menghubungkan satu konstituen dengan konstituen
yang lain, baik yang berada dalam kalimat maupun yang berada di luar kalimat.
Konektor yang digunakan berbentuk atau berupa konjungsi (Chaer, 2015: 36)
Penggunaan konjungsi dalam kalimat juga harus disesuaikan dengan tujuan dalam
pembuatan kalimat karena konjungsi dalam kalimat berpengaruh pada makna kalimat.
Contoh :
a. Dia makan karena lapar.
b. Dia makan jika lapar.
E. Satuan Sintaksis
Secara hierarkial dibedakan adanya lima macam satuan sintaksis, yaitu kata,
frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Secara hierarki, kata merupakan satuan terkecil
yang membentuk frasa. Lalu, frasa membentuk klausa, klausa membentuk kalimat,
kalimat membentuk wacana. Jadi, kata merupakan satuan terkecil, sedangkan wacana
merupakan satuan terbesar. Berikut akan dijelaskan lima macam satuan sintaksis.
1. Kata
Secara gramatikal kata mempunyai dua status, yaitu sebagai satuan terbesar
dalam tataran morfologi dan sebagai satuan terkecil dalam tataran sintaksis. Sebagai
satuan terbesar dalam tataran morfologi, kata dibentuk dari bentuk dasar (yang dapat
berupa morfem dasar terikat maupun bebas, atau gabungan morfem) melalui proses
morfologi afiksasi, reduplikasi, atau komposisi. Sebagai satuan terkecil dalam
sintaksis, kata khususnya yang termasuk kelas terbuka (nomina, verba, dan adjektiva)
dapat mengisi fungsi-fungsi sintaksis. Misal:
(1) Nenek melirik kakek kemarin
S P O Ket
(2) Nenek’ (sebagai kalimat jawaban atas pertanyaan: Siapa yang sedang membaca
komik itu?)
(3) Komik’ (sebagai kalimat jawaban atas pertanyaan: Apa yang dibaca nenek di
kamar?)
Selain kata dari kategori verba, nomina, dan adjektiva, kata dari kategori
numeraliaia, pronomina, persona, dan adverbia juga dapat berdiri sendiri dalam
kalimat minor, tetapi kata dari kategori preposisi dan konjungsi tidak dapat berdiri
sendiri dalam kalimat minor.
2. Frasa
Frasa dibentuk dari dua buah kata atau lebih dan mengisi salah satu fungsi
sintaksis. Misalnya:
Semua fungsi klausa di atas diisi oleh sebuah frasa. Fungsi subjek diisi oleh
frasa adik saya, fungsi predikat diisi oleh frasa suka makan, fungsi objek diisi oleh
frasa kacang goreng, dan fungsi keterangan diisi oleh frasa di kamar.
Sebagai fungsi-fungsi peran sintaksis, frasa-frasa juga mempunyai kategori.
Kategori frasa tersebut, yaitu (1) frasa nominal, seperti adik saya, sebuah meja, rumah
batu, dan rumah makan, yang mengisi fungsi subjek atau fungsi objek, (2) frasa
verbal, seperti suka makan, sudah mandi, makan minum, tidak mau datang, dan belum
menerima yang mengisi fungsi predikat, (3) frasa adjektival, seperti sangat indah,
bagus sekali, merah muda, sangat senang, dan merah jambu yang mengisi fungsi
predikat, (4) frasa preposisional, seperti di pasar, ke Surabaya, dari gula dan ketan,
kepada polisi, dan pada tahun 2007 yang mengisi fungsi keterangan.
Sebagai pengisi fungsi-fungsi sintaksis, frasa juga mempunyai kategori, yaitu
kategori nominal pengisi fungsi subjek atau fungsi objek, kategori verbal pengisi
fungsi predikat, kategori adjektival pengisi fungsi predikat, dan kategori preposisional
pengisi fungsi keterangan. Di samping itu, dikenal pula adanya frasa numeraliaia dan
frasa adverbial.
Bila dilihat dari hubungan kedua unsurnya, dikenal adanya frasa koordinatif
dan frasa subordinatif. Frasa koordinatif adalah frasa yang kedudukan kedua unsurnya
sederajat. Misalnya ayah ibu, kampung halaman, baik buruk, dan tua muda,
sedangkan frasa subordinatif adalah frasa yang kedudukan kedua unsurnya tidak
sederajat, unsur yang satu berstatus sebagai atasan dan yang lain sebagai bawahan,
misalnya sebuah mobil, mobil dinas, sedang mandi, belum makan, dan jauh sekali.
Bila dilihat dari keutuhannya, sebagai frasa dikenal adanya frasa eksosentris
dan frasa endosentris. Frasa eksosentris adalah frasa yang hubungan kedua unsurnya
sangat erat sehingga kedua unsurnya tidak bisa dipisahkan sebagai pengisi fungsi
sintaksis, misalnya frasa di pasar, dari Medan, atau Sang Saka, sedangkan frasa
endosentris adalah frasa yang salah satu unsurnya dapat menggantikan kedudukan
keseluruhannya. Bagian yang tidak bisa dihilangkan dalam frasa endosentris disebut
inti frasa dan bagian yang dapat ditanggalkan disebut atribut frasa.
3. Klausa
Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas satuan frasa dan di
bawah satuan kalimat, berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di
dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frasa yang berfungsi sebagai
predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan sebagainya.
Klausa memiliki fungsi subjek dan fungsi objek, serta fungsi-fungsi lain
berpotensi menjadi sebuah kalimat tunggal lengkap apabila diberikan intonasi final
atau intonasi kalimat. Kata dan frasa juga mempunyai potensi menjadi kalimat apabila
diberi intonasi final. Namun, kata dan frasa hanya bisa menjadi kalimat minor
(kalimat tidak lengkap), sedangkan klausa menjadi sebuah kalimat mayor (kalimat
lengkap).
Klausa dapat dibedakan berdasarkan kategori dan tipe kategori yang menjadi
predikatnya, yaitu (1) klausa nominal, (2) klausa verbal, (3) klausa verbal intransitif,
(4) klausa adjektival, (5) klausa preposisional, dan (6) klausa numeralia.
a. Klausa nominal, yakni klausa yang predikatnya berkategori nomina. Misalnya:
5. Wacana
Sebagai satuan tertinggi dalam hierarki sintaksis, wacana mempunyai
pengertian yang lengkap atau utuh. Wacana dibangun oleh kalimat atau kalimat-
kalimat. Artinya, sebuah wacana mungkin hanya terdiri dari sebuah kalimat, mungkin
juga terdiri dari sejumlah kalimat. Dalam pembentukan sebuah wacana yang utuh,
kalimat-kalimat itu dapat dipadukan oleh alat-alat pemaduan yang dapat berupa unsur
leksikal, unsur gramatikal, ataupun unsur semantik.
(17) Sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk (1). Jangankan ikannya, telurnya
pun sulit diperoleh (2). Kalaupun bisa diperoleh, harganya melambung selangit
(3). Makanya, ada kecemasan masyarakat nelayan di sana bahwa terubuk itu akan
punah (4).