Anda di halaman 1dari 15

SALINAN

BUPATI MURUNG RAYA


PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA


NOMOR 02 TAHUN 2020

TENTANG

PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENANGGULANGAN


GAWAT DARURAT TERPADU

BUPATI MURUNG RAYA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu,


memudahkan akses dan mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, termasuk dalam
kondisi gawat darurat atau kondisi krisis
kesehatan, diperlukan respon cepat dan terpadu
guna meminimalisir korban, untuk itu perlu
adanya sistem penanganan gawat darurat
terpadu;
b. bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat
(3) dan Pasal 26 Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu,
Pemerintah Daerah membentuk Pusat Pelayanan
Keselamatan Terpadu/Public Safety Center serta
memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap
penyelenggaraan Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b diatas, perlu
menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang


Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten
Seruyan, Kabupaten Suka Mara, Kabupaten
Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan
Kabupaten Barito Timur di Propinsi Kalimantan
Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4431);
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4723);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5038);
5. Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 153 Tambahan
Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
7. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016
tentang Fasilitasi Pelayanan Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
229, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5942);
10. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang
Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 165);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun
2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 122);
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun
2016 tentang Sistem penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 802);
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 Tahun
2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
1799);
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun
2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Murung Raya
Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan
Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Murung
Raya (Lembaran Daerah Kabupaten Murung Raya
Tahun 2016 Nomor 169, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Murung Raya Nomor 38);
16. Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2016 tentang
Kedudukan Susunan Organisasi Tugas dan
Fungsi Serta Tata Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Murung Raya (Berita Daerah
Kabupaten Murung Raya Tahun 2016 Nomor
244).

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN


PENYELENGGARAAN SISTEM PENANGGULANGAN
GAWAT DARURAT TERPADU.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Murung Raya.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Murung Raya.
3. Bupati adalah Bupati Murung Raya.
4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Murung Raya dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan daerah.
5. Kepala Dinas Kesehatan adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Murung Raya.
6. Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya yang selanjutnya disebut
Dinas Kesehatan adalah perangkat daerah yang bertanggungjawab
menyelenggarakan urusan pemerintah dalam bidang kesehatan.
7. Rumah Sakit Umum Daerah Puruk Cahu yang selanjutnya disingkat
RSUD Puruk Cahu adalah Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintahan
Kabupaten Murung Raya yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
8. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan reventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya di wilayah
kerjanya.
9. Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan atau
spesialistik.
10. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya disebut Faskes adalah
suatu alat dan atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan
atau masyarakat.
11. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan
tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan
kecacatan.
12. Keadaan Kegawatdaruratan Medis adalah kondisi seorang pasien yang
tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila
tidak mendapat pertolongan secepatnya.
13. Krisis Kesehatan adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam kesehatan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh
bencana dan atau berpotensi bencana.
14. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
15. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu yang selanjutnya
disingkat SPGDT adalah suatu mekanisme pelayanan korban atau pasien
Gawat darurat yang terintegrasi dan berbasis call center dengan
menggunakan kode akses telekomunikasi 119 dengan melibatkan
masyarakat.
15. Kode Akses Telekomunikasi 119 yang selanjutnya disebut call center 119
adalah suatu desain system dan teknologi menggunakan konsep pusat
panggilan terintegrasi yang merupakan layanan berbasis jaringan
telekomunikasi khusus di bidang kesehatan.
16. Pusat Komando Nasional (National Command Center) adalah pusat
panggilan kegawatdaruratan bidang kesehatan dengan nomor akses 119
yang digunakan diseluruh Indonesia.
17. Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu (Public Safety Center) Kabupaten
Murung Raya yang selanjutnya disingkat PSC 119 adalah pusat
pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-hal yang
berhubungan dengan kegawatdaruratan dan Krisis Kesehatan yang
berada diwilayah Kabupaten Murung Raya yang merupakan ujung
tombak pelayanan kesehatan untuk mendapatkan respon cepat.
18. Pelayanan Transportasi Ambulans adalah pelayanan transporasi pasien
dengan mobil khusus pengangkut pasien, baik dengan disertai petugas
kesehatan maupun tanpa disertai petugas kesehatan.
19. Sistem Rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.
20. Penanganan Medis adalah tindakan profesional oleh dokter terhadap
pasien dengan tujuan memelihara, meningkatkan, memulihkan
kesehatan, atau menghilangkan atau mengurangi penderitaan.
21. Pelayanan transportasi adalah pelayanan transportasi dalam rangkaian
pencegahan maupun penanganan keadaan gawat darurat.
22. Korban atau Pasien Gawat Darurat adalah orang yang berada dalam
ancaman kematian dan kecacatan yang memerlukan tindakan medis
segera.
BAB II
MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2
Penyelenggaraan SPGDT dimaksudkan untuk mewujudkan peningkatan mutu
pelayanan dalam penanganan korban/pasien gawat darurat yang dilakukan
secara terpadu dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai pihak.

Pasal 3
Tujuan dari SPGDT adalah untuk:
a. meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan;
b. mempercepat waktu penanganan (respon time) korban/pasien gawat
darurat dan menurunkan angka kematian serta kecacatan; dan
c. memberikan pelayanan penanganan medis atas kasus kegawatdaruratan
medis yang terjadi di masyarakat sebelum mendapatkan pelayanan medis
tingkat lanjut di rumah sakit.

Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan penyelenggaraan SPGDT meliputi penyelenggaraan
kegawatdaruratan medis sehari-hari.

BAB III
PENYELENGGARAAN SPGDT
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5
(1) Penyelenggaraan SPGDT terdiri atas:
a. Sistem komunikasi gawat darurat;
b. Sistem penanganan korban/pasien gawat darurat; dan
c. Sistem transportasi gawat darurat.
(2) SPGDT di Daerah dibentuk melalui PSC 119 Kabupaten Murung Raya
dengan nomor telepon center 119 dan ‘081253605119’.
(3) Sistem komunikasi gawat darurat, sistem penanganan korban/pasien
gawat darurat dan sistem transportasi gawat darurat sebagaimana pada
ayat (1) harus saling terintegrasi satu sama lain.
(4) Alur penyelenggaraan SPGDT sebagaimana lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahakan dari Peraturan Bupati ini.
Pasal 6
Pemerintah Daerah melaksanakan tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan
SPGDT sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 7
Dalam menyelenggarakan SPGDT, Pemerintah Daerah bertugas dan
bertanggungjawab:
a. melaksanakan kebijakan dan program SPGDT;
b. membentuk PSC 119;
c. melaksanakan kerjasama dengan Kabupaten/Kota lain di dalam dan di
luar Provinsi Kalimantan Tengah;
d. memfasilitasi kerjasama antar fasilitas kesehatan dalam penyelenggaraan
SPGDT;
e. menguatkan kapasitas kelembagaan, peningkatan sumber daya manusia
dan pendanaan untuk penyelenggaraan SPGDT;
f. melaksanakan kegiatan pembentukan dan peningkatan kapasitas serta
kemampuan SPGDT; dan
g. melakukan dan menyediakan data penyelenggaraan SPGDT di Daerah.

Pasal 8
(1) Penyelenggaraan SPGDT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
melibatkan faskes.
(2) Faskes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jejaring PSC.

Bagian Kedua
Kedudukan, Tugas dan Fungsi

Pasal 9
(1) PSC 119 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) merupakan unit
kerja sebagai wadah koordinasi untuk memberikan pelayanan gawat
darurat yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
Bupati melalui Kepala Dinas Kesehatan.
(2) PSC 119 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertempat kedudukan di
bawah Dinas Kesehatan.
(3) PSC 119 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara
bersama-sama dengan lintas sektor lainnya di luar bidang kesehatan
seperti kepolisian, dinas perhubungan, pemadam kebakaran tergantung
kekhususan dan kebutuhan.
Pasal 10
PSC 119 mempunyai tugas :
a. menerima terusan (dispatch) panggilan kegawatdaruratan dari Pusat
Komando Nasional (National Command Center) atau masyarakat langsung
melalui telepon nomor center 119.
b. melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan dengan alogaritme
kegawatdaruratan.
c. memberikan layanan ambulan.
d. memberikan informasi tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang terdiri
dari :
1) ketersediaan tempat tidur;
2) ketersediaan tenaga kesehatan; dan
3) ketersediaan darah.

Pasal 11
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, PSC 119
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
a. memberi pelayanan korban/pasien gawat darurat melalui proses
pemilahan kondisi korban/pasien gawat darurat (triase);
b. pemandu pertolongan pertama penanganan korban/pasien gawat darurat;
c. pengevakuasi korban/pasien gawat darurat;
d. pengkoordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan; dan pemberi
informasi fasilitas pelayanan kesehatan.

Bagian Ketiga
Organisasi PSC 119

Pasal 12
(1) Penyelenggaraan PSC dalam SPGDT didukung oleh ketenagaan yang
kompeten.
(2) Ketenagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Koordinator;
b. Tenaga kesehatan;
c. Operator Call Center; dan
d. Tenaga lain.
(3) Ketenagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berasal dari
Pegawai Negeri Sipil dan/atau tenaga honor/kontrak.
(4) Koordinator sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a bertanggung
jawab pelaksana teknis harian PSC dan berasal dari Dinas Kesehatan
yang ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
(5) Ketenagaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, huruf c dan
dengan huruf d ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan.

Pasal 13
Koordinator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a memiliki
tugas:
(1) menggerakkan tim ke lapangan jika ada informasi adanya kejadian gawat
darurat; dan
(2) mengkoordinasikan kegiatan dengan Lintas Sektor dan Perangkat Daerah
di luar bidang kesehatan.
(3) Lintas sektor dan Perangkat Daerah sebagaimana tersebut pada ayat (2)
sebagai berikut:
a. Kepolisian;
b. Badan Penanggulangan Bencana Daerah;
c. Dinas Perhubungan;
d. Satpol PP bidang Pemadam Kebakaran;
e. Dinas Sosial;
f. Kecamatan dan Kelurahan/Desa;
g. dll.

Pasal 14
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf
b terdiri dari tenaga medis, tenaga perawat, dan tenaga bidan yang
terlatih kegawatdaruratan.
(2) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:
a. memberikan pertolongan gawat darurat dan stabilisasi bagi korban;
dan
b. mengevakuasi korban ke faskes terdekat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya.

Pasal 15
(1) Operator Call Center sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2)
huruf c merupakan petugas penerima panggilan dengan kualifikasi
minimal tenaga kesehatan.
(2) Operator Call Center sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja dengan
pembagian waktu sesuai kebutuhan.
(3) Operator Call Center sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:
a. menerima dan menjawab panggilan yang masuk ke Call Center;
b. mengoperasionalkan computer dan aplikasinya; dan
c. menginput di sistem aplikasi Call Center untuk panggilan darurat.

Pasal 16
Tenaga lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf d
merupakan tenaga yang mendukung penyelenggaraan PSC.

Bagian Keempat
Penanganan Korban / Pasien Gawat Darurat

Pasal 17
Penanganan korban/pasien gawat darurat terdiri dari:
a. penanganan prafasilitas pelayanan kesehatan;
b. penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan; dan
c. penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal 18
(1) Penanganan prafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 huruf a merupakan tindakan pertolongan terhadap
korban/ pasien gawat darurat yang cepat dan tepat di tempat kejadian
sebelum mendapatkan tindakan di faskes.
(2) Tindakan pertolongan terhadap korban/pasien gawat darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga kesehatan
dari PSC dan atau tenaga kesehatan yang digerakkan oleh PSC.
(3) Tindakan pertolongan terhadap korban/pasien gawat darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan kecepatan
penanganan korban/ pasien gawat darurat.
(4) Pemberian pertolongan terhadap korban/pasien gawat darurat oleh
masyarakat hanya dapat diberikan dengan panduan operator call center
sebelum tenaga kesehatan tiba di tempat kejadian.
Pasal 19
(1) Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 huruf b merupakan pelayanan gawat darurat yang
diberikan kepada korban/pasien gawat darurat di faskes sesuai standar
pelayanan gawat darurat.
(2) Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui suatu sistem dengan pendekatan
multidisiplin dan multiprofesi.

Pasal 21
Penanganan antarfasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
huruf c merupakan tindakan rujukan terhadap korban/pasien gawat darurat
dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan ke fasilitas pelayanan kesehatan lain
yang lebih mampu.

Pasal 22
(1) Setiap faskes berkewajiban turut serta dalam penyelenggaraan SPGDT
sesuai kemampuan.
(2) Faskes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Rumah Sakit;
b. Puskesmas; dan
c. Klinik.

Pasal 23
Dalam hal keadaan bencana, penyelenggaraan SPGDT dilaksanakan
berkoordinasi dengan Lintas Sektor dan OPD yang membidangi bencana
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima
Sistem Transportasi Gawat Darurat

Pasal 24
(1) Sistem transportasi gawat darurat dapat diselenggarakan oleh PSC
dan/atau faskes.
(2) Sistem transportasi gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan ambulans gawat darurat.
(3) Standar dan pelayanan ambulans gawat darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sesuai standar operasional prosedur dan ketentuan yang
berlaku.

Bagian Keenam
Peran Serta Masyarakat

Pasal 25
(1) Masyarakat berperan serta dalam program SPGDT.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
berupa:
a. menghubungi call center 119 bila menjumpai kondisi gawat darurat;
b. menjamin kebenaran informasi yang disampaikan ke call center;
c. memelihara sarana dan prasarana program SPGDT;
d. membantu petugas saat di lokasi kejadian; dan
e. memberikan kritik dan saran untuk perbaikan program SPGDT.

BAB IV
PENDANAAN
Bagian Kesatu
Pendanaan

Pasal 26
(1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dana untuk penyelenggaraan PSC
119.
(2) Pendanaan sebagaimana tersebut pada ayat (1) yaitu biaya operasional
PSC 119 Kabupaten Murung Raya.
(3) Biaya operasional PSC 119 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara
lain : biaya penyediaan sarana prasarana PSC 119, biaya pemeliharaan
sarana dan prasarana PSC 119, biaya gaji dan uang harian petugas PSC
119, biaya bahan bakar minyak ambulan PSC 119, biaya telekomunikasi,
biaya listrik gedung PSC 119, biaya air gedung PSC 119 dan biaya
peningkatan kapasitas petugas PSC 119.
(4) Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber
dari:
a. anggaran pendapatan belanja negara;
b. anggaran pendapatan belanja daerah; dan
c. sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Pembiayaan

Pasal 27
(1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan pembiayaan layanan kesehatan
untuk penyelenggaraan PSC 119.
(2) Pembiayaan layanan kesehatan sebagaimana tersebut pada ayat (1) yaitu
terdiri dari biaya transportasi ambulan, biaya perawatan, biaya penunjang
dan biaya tindakan kegawatdaruratan.
(3) Ketentuan pembebanan biaya layanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) terdiri sebagai berikut :
a. bagi peserta asuransi kesehatan dan JKN KIS, biaya ditanggung oleh
pihak asuransi dan BPJS Kesehatan sesuai dengan peraturan yang
berlaku;
b. bagi masyarakat bukan peserta asuransi kesehatan yang tidak mampu,
biaya ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten Murung Raya; dan
c. dalam keadaan bencana alam massal, biaya ditanggung oleh Pemerintah
Kabupaten Murung Raya.

BAB V
PELAPORAN

Pasal 28
(1) PSC 119 wajib melaksanakan pencatatan dan pelaporan hasil
penyelenggaraan pelayanan.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan secara
periodik paling sedikit 1 (satu) bulan sekali kepada Bupati melalui Kepala
Dinas Kesehatan.
(3) Kepala Dinas Kesehatan atas dasar pelaporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), melakukan kompilasi laporan dan menyampaikan hasil
kompilasi laporan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada
Gubernur melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 29
(1) Bupati berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan pelayanan
kegawatdaruratan dalam SPGDT oleh PSC 119.
(2) Kewenangan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), secara teknis dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kesehatan.
(3) Pelaksanaan pembinaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan dengan monitoring dan evaluasi yang dilakukan untuk
mewujudkan sinergi, kesinambungan dan efektifitas pelaksanaan PSC 119.
(4) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan
secara berkala melalui koordinasi dan pemantauan langsung terhadap
pelaksanaan dalam kebijakan/program SPGDT.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Murung
Raya.

Ditetapkan di Puruk Cahu


pada tanggal 20 Januari 2020
BUPATI MURUNG RAYA,

ttd

PERDIE M. YOSEPH
Diundangkan di Puruk Cahu
pada tanggal 20 Januari 2020
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN MURUNG RAYA,

ttd

HERMON

BERITA DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA TAHUN 2020 NOMOR 2.


LAMPIRAN
PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA
NOMOR 02 TAHUN 2020
TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM
PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT
TERPADU.

ALUR PENYELENGGARAAN SPGDT

NCC
PANGGILAN
DARURAT 119
National Command Aplikasi Call
Center Center
(MASYARAKAT)
Kemenkes RI

PSC 119
Kab. Murung
Raya

FASKES
Ambulan PSC 119 -Rumah Sakit
Penanganan Korban / -Puskesmas
Pasien Gawat Darurat -Klinik

BUPATI MURUNG RAYA,

ttd

PERDIE M. YOSEPH

Anda mungkin juga menyukai