Anda di halaman 1dari 7

DINAMIKA PSIKOLOGIS PADA PEREMPUAN KORBAN

KEKERASAN RUMAH TANGGA


Psychological Dynamics in Women Victims of Domestic Violence

Adinda Istawa
Email : dinda3633@gmail.com
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Fakultas Psikologi

Abstrak: Kekerasan dalam rumah tangga menurut UU No. 23 Tahun 2004


adalah perbuatan terhadap perempuan yang mengakibatkan penderitaan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran dalam rumah
tangga. Kekerasan yang terjadi diakibatkan oleh perselingkuhan atas suami,
masalah ekonomi, budaya patriarki, perjudian, dan perbedaan prinsip.
Dampaknya berupa dampak fisik seperti luka fisik dan dampak psikologis
berupa depresi dan trauma. Perempuan korban kekerasan yang mengalami
trauma dan tidak ditangani dengan baik akan memungkinkan menjadi
pelaku kekerasan berikutnya.

Kata Kunci : kekerasan rumah tangga, perempuan, trauma, depresi

Abstract: Domestic violence according to Law no. 23 of 2004 is an act


against a woman which results in suffering or suffering physically, sexually,
psychologically and neglected in the household. The violence that occurs is
caused by an affair with the husband, economic problems, patriarchal
culture, gambling, and differences in principles. The impact is in the form of
physical impacts such as physical injuries and psychological effects in the
form of depression and trauma. Women victims of violence who experience
trauma and are not handled properly will allow them to become the next
perpetrators of violence.

Keywords : domestic violence, women, Trauma, Depression

A. PENDAHULUAN

Melihat realitas kehidupan di Indonesia saat ini, berbagai


permasalahan yang terjadi begitu memprihatinkan mulai dari bidang politik,
ekonomi, dan sosial. Permasalahan di bidang sosial tersebut salah satunya
yaitu kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga. Meskipun sudah
ada perlindungan melalui undang-undang No.23 tahun 2004 mengenai
penghapusan tindak kekerasan dalam rumah tangga, pada kenyataannya
masyarakat Indonesia masih menyembunyikan peristiwa kekerasan tersebut.
Mereka menganggap hal tersebut adalah hal yang privasi sehingga
kesadaran dan keberanian untuk melaporkan peristiwa tersebut kepada pihak
yang berwajib masih rendah. Indonesia juga masih kental akan sistem
patriarki, dimana laki-laki dianggap kedudukannya lebih tinggi dari wanita,
bahkan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral,
hak sosial dan penguasaan properti. Hal itu tentunya mempengaruhi jaminan
hak hidup secara manusiawi untuk perempuan.

Berdasarkan laporan pada catatan tahunan Komnas Perempuan


(Maret, 2020) berkerjasama dengan lembaga lainnya, tercatat 431.471 kasus
kekerasan terhadap perempuan yang terdiri dari 421.752 kasus bersumber
dari data kasus yang ditangani Pengadilan Agama, 14.719 kasus yang
ditangani lembaga mitra pengadalayanan yang tersebar sepertiga provinsi di
Indonesia dan 1419 kasus dari Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR). Dari
1419 pengaduan tersebut, 1.277 merupakan kasus berbasis gender dan tidak
berbasis gender 142 kasus. Data kekerasan yang dilaporkan mengalami
peningkatan signifikan sepanjang lima tahun terakhir.

Menurut Jayanthi (2009, h.35) kekerasan yang dialami oleh


perempuan akan meninggalkan dampak traumatik yang sangat berat. Pada
umumnya, korban kekerasan tersebut akan merasakan cemas, stres, depresi,
trauma, serta menyalahkan dirinya sendiri. Tindak kekerasan tersebut juga
akan menimbulkan dampak fisik diantaranta memar, patah tulang,
kerusakan bagian tubuh hingga kematian. Walaupun perempuan menjadi
korban kekerasan, mereka cenderung bertahan dengan keadaan mereka yang
seperti itu. Hal itu dikarenakan korban merasa dalam situasi yang terancam,
tidak ada tempat untuk berlindung, untuk kepentingan anaknya, serta takut
mendapat cercaan dari masyarakat sekitarnya.

B. PEMBAHASAN
1. Kekerasan dalam Rumah Tangga

Fathul Djannah (seperti dikutip dalam Jayanthi, 2009, h.37)


Kekerasan dalam rumah tangga menurut UU No. 23 Tahun 2004 adalah
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga
khususnya kekerasan dari suami terhadap istri sering kali kurang mendapat
tanggapan, kerena terjadi dalam ruang lingkup yang relatif tertutup atau
pribadi, suami merasa berhak memperlakukan istri semaunya karena dirinya
seorang pemimpin rumah tangga. (Hayati, 2000, h.4. seperti dikutip dalam
Astuti, 2006, h.46)

Dalam Al-Qur'an diterangkan bahwa suatu hubungan itu didasarkan


pada ketentraman, cinta tanpa syarat, kelembutan, perlindungan, dukungan,
kedamaian, kebaikan, kenyamanan, keadilan, dan belas kasih. Nabi
Muhammad SAW. Pun menekankan pentingnya bersikap baik terhadap
perempuan. Pelanggaran terhadap hak-hak perempuan dalam perkawinan
sama dengan pelanggaran perjanjian perkawinan itu dengan Tuhan. Dalam
agama Islam, kekerasan terhadap perempuan merupakan hal yang
bertentangan dengan hukum Islam, khususnya perintah Al-Qur'an tentang
kebenaran dan perlakuan baik terhadap sesama. (Ibrahim, 2020)

2. Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga

Bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga menurut


Hotifah (2011, h.64) sebagai berikut :

a. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik merupakan suatu tindakan yang membuat korban


merasa sakit, terluka, hingga cacat. Misalnya menendang, memukul,
menjambak, dan lain-lain.

b. Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis merupakan suatu tindakan yang menyakiti secara


verbal atau lisan yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri,
meningkatkan rasa takut, perasaan yang tidak berdaya, hingga rasa dendam
korban terhadap pelaku. Misalnya menghina, berkata kasar, dan lain-lain.

c. Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual merupakan tindakan memaksa istri untuk


melakukan hubungan seksual dengan cara yang tidak wajar atau manusiawi,
atau tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.

d. Kekerasan Ekonomi

Kekerasan ekonomi mencakup tindakan pengeksploitasi istri yang


bekerja sementara suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga
(tidak bertanggung jawab). Sebagian suami juga tidak memberikan gajinya
kepada istri atau tidak memberi uang belanja yang mencukupi, karena
istrinya berpenghasilan. Kekerasan ekonomi juga mencakup tindakan
menuntut istri untuk memperoleh penghasilan lebih banyak atau tidak
mengijinkan sama sekali untuk berkarir.

Menurut Pasalbessy (2010, h.11) tindak kekerasan yang sering


dialami oleh perempuan adalah serangan seksual, kasus pembunuhan,
pornografi, serta tindak kekerasan yang dilakukan oleh majikan terhadap
pembantu rumah tangga.

3. Faktor Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jayanthi (2009, h.40-46)
ada beberapa penyebab terjadinya kekerasan atau menimbulkan
ketidakharmonisan di dalam keluarga termasuk rumah tangga, diantaranya
sebagai berikut :

a. Perselingkuhan

Perselingkuhan yang dimaksud adalah dilakukan oleh seorang suami


dengan perempuan lain atau sang suami menikah dan memiliki istri lagi.
Perselingkuhan tersebut menjadi pendorong terjadinya tindakan kekerasan
dalam rumah tangga. Perempuan yang menjadi korban perselingkuhan atas
suaminya tentu akan mengalami trauma psikologis. Mereka akan merasa
tidak dicintai dan melihat dirinya sebagai wanita yang sudah tidak menarik
lagi.

b. Masalah Ekonomi

Nafkah merupakan hak yang dimiliki seorang istri dan anak yang
diberikan oleh seorang suami atau ayah. Apabila seorang suami tidak
memberikan nafkah kepada keluarganya, hal itu akan menyebabkan
terjadinya konflik (ketidakharmonisan) dalam keluarga. Terkadang suami
yang tidak merasa bertanggung jawab dalam menafkahi keluarganya dengan
kondisi ekonomi yang terbatas akan membuat istri yang mengambil alih
peran suami dengan peran ganda, yaitu sebagai seorang ibu rumah tangga
dan pencari nafkah. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk ketidakadilan
gender dalam keluarga.

c. Budaya Patriarkhi

Budaya ini menganggap laki-laki lebih berkuasa atas segalanya dari


seorang perempuan. Dalam lingkup rumah tangga, budaya ini menyebabkan
adanya ketergantungan istri terhadap suami, perempuan akan merasa dirinya
lemah dan tidak berdaya. Keadaan demikian membuat perempuan selalu
berlindung di bawah ketiak suami, sehingga dianggap sebagai bawahan dan
warga kelas dua.

d. BermainJudi

Judi merupakan hal yang terlarang, baik oleh hukum negara atau
agama. Bermain judi bisa membuat lupa akan segalanya. Bermula dari hobi
seorang suami yang senang berjudi dan mabuk, berlanjut dengan
menelantarkan kelauarga, dan akhirnya berujung pada perceraian.

e. Perbedaan Prinsip

Meskipun seseorang telah terikat dalam ikatan pernikahan, tidak


dapat dipungkiri jika kedua belah pihak memiliki prinsip yang berbeda.
Perbedaan prinsip inilah yang menyebabkan terjadinya pertengkaran.
Menurut Heise (Nur Hayati, 2000:10 ; Segaf, 2009:23) “kekerasan
dalam rumah tangga terjadi karena beberapa faktor yaitu Personal History
(tumbuh kembang dalam keluarga yang penuh kekerasan), Mycrosystem
(penggunaan alkohol dan konflik perkawinan), Exosystem (status sosial
yang rendah, pengangguran, kenakalan remaja), dan Macrosystem (budaya
patriarkhis)”.

4. Dampak Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup rumah tangga akan


memberikan dampak baik secara psikis dan fisik. Dampak yang diberikan
dari tindakan kekerasan dalam rumah tangga menurut Santoso (2019) dalam
penelitiannya dibagi menjadi 2, yaitu dampak jangka panjang dan dampak
jangka pendek. Dampak jangka panjang biasanya akan muncul dalam
beberapa hari dan akan berlangsung dalam seumur hidup. Misalnya, korban
akan mengalami gangguan psikis atau kejiwaan, hilangnya rasa percaya diri,
trauma, munculnya rasa takut, hingga depresi. Dampak jangka pendek
biasanya akan berdampak secara langsung, seperti luka fisik, cacat,
kehamilan, hingga hilangnya pekerjaan. Melihat dampak trauma yang
timbul akibat tindak kekerasan, korban tindak kekerasan dikhawatirkan
akan menjadi pelaku kekerasan selanjutnya apabila trauma pada korban
tersebut tidak ditangani dengan baik.

Dampak kekerasan dalam rumah tangga juga berpengaruh terhadap


kesehatan reproduksi. Pada perempuan yang tidak hamil, akan terganggu
kesehatan reproduksinya seperti mengalami gangguan siklus haid,
penurunan libido, serta ketidakmampuan mendapatkan orgasme. Sedangkan
pada perempuan hamil akan menyebabkan keguguran/abortus, persalinan
formatur, serta bayi meninggal dalam rahim. Dampak lain yang ditimbulkan
dari tindak kekerasan dalam rumah tangga yaitu perubahan pola fikir,
emosi, dan ekonomi keluarga. (Sutrisminah, seperti dikutip dalam Santoso,
2019, h.50)

5. Upaya Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga

Upaya untuk penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga


tentunya sangat dibutuhkan oleh korban kekerasan, upaya-upaya tersbut
tentunya melibatkan penegak hukum maupun pihak keluarga dan
masyarakat sekitar. Upaya yang dapat dilakukan dibagi menjadi 3 jenis,
menurut Kholifatullah (2013) yaitu upaya penanggulangan secara preventif,
kuratif, dan medis.

a. Upaya Penanggulangan secara Preventif

Upaya dilakukan secara dini melalui kegiatan edukatif didukung


oleh faktor-faktor penyebab dan peluang dari terjadinya tindak kekerasan
rumah tangga, sehingga sasaran akan memiliki kesadaran, kewaspadaan,
serta terciptanya perilaku atau norma hidup anti kekerasan terhadap
perempuan. Dengan kata lain, upaya ini disebut juga sebagai upaya
pencegahan atas terjadinya tindak kekerasan. Dalam upaya ini, penegak
hukum diharapkan melakukan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah
tangga kepada masyarakatnya. Upaya lain yang bisa dilakukan untuk
mencegah kekerasan adalah meningkatkan keimanan, berpegang teguh pada
agama, menciptakan komunikasi yang baik antara suami dan istri,
menumbuhkan rasa saling percaya, pengertian, serta menghargai antar
anggota keluarga.

b. Upaya Penanggulangan secara Kuratif

Upaya penanggulangan ini dilakukan untuk menangani korban


secara terpadu. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi korban
kekerasan yaitu menyediakan aparat, tenaga kesehatan, serta pembimbing
rohani, memberikan perlindungan bagi pendamping saksi, keluarga, dan
teman korban.

c. Upaya Penanggulangan secara Medis

Upaya yang dilakukan berupa memberikan layanan tenaga kesehatan


untuk terapi pemulihan secara medis agar korban dapat melakukan aktivitas
sehari-harinya kembali. Dalam upaya ini juga dibutuhkan partisipasi,
bantuan, dan kerja sama yang baik dari masyarakat luas.

C. PENUTUP

Kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa perempuan


merupakan tindakan yang melanggar UU No. 23 Tahun 2004 mengenai
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan yang terjadi
tentunya akan berdampak pada segala aspek kehidupannya, baik secara fisik
dan psikis. Dampak yang diberikan pun bisa berlangsung dalam jangka yang
panjang. Dampak traumatis salah satunya. Seorang perempuan yang
mengalami kekerasan dalam rumah tangganya akan menyebabkan
perempuan tersebut trauma terhadap kehidupan setelahnya. Trauma yang
tidak diatasi dengan baik oleh individu tersebut maupun bantuan oleh pihak
lain kemungkinan besar akan menyebabkan korban kekerasan menjadi
pelaku kekerasan selanjutnya. Dampak lainnya yang mungkin terjadi adalah
bunuh diri. Bunuh diri ini terjadi akibat depresi berkepanjangan yang
dialami oleh korban kekerasan. Solusi untuk mencegah terjadinya kekerasan
terhadap perempuan yaitu melalui upaya preventif atau pencegahan seperti
sosialisasi serta upaya kuratif dengan menyediakan aparat untuk melindungi
korban kekerasan.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Arie D., Endang Sri Indrawati dan Tri Puji Astuti. (2006). Hubungan Antara
Kemandirian dengan Sikap Terhadap Kekerasan Suami pada Istri yang
Bekerja di Kelurahan Sampangan Kec. Gajah Mungkur Kota Semarang.
Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, Vol. 3, No. 1:45-54. doi:
10.14710/jpu.3.1.45-54 url: https://ejournal.undip.ac.id/

Hotifah, Yuliati. (2011). Dinamika Psikologis Perempuan Korban Kekerasan dalam


Rumah Tangga. Personifikasi, Jurnal Ilmu Psikologi, Vol. 2, No.1:62-75.
doi:10.21107/personifikasi.v2i1.704 url: https://journal.trunojoyo.ac.id/

https://www.komnasperempuan.go.id/read-news-siaran-pers-dan-lembar-fakta-komnas-
perempuan-catatan-tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2020

Ibrahim, Nada. (2020). Bagaimana Islam Memandang Kekerasan dalam Rumah


tangga. url: https://theconversation.com/explainer-bagaimana-islam-memandang-
kekerasan-alam-rumah-tangga-141695

Jayanthi, Evi Tri. (2009). Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga
pada Survivor yang Ditangani oleh lembaga Sahabat Perempuan Magelang.
DIMENSIA, Jurnal Kajian Sosiologi, Vol. 3, No. 2:33-50.
doi:10.21831/dimensia.v3i2.341 url: https://journal.uny.ac.id/ )

Kholifatullah, Ulin N. (2013). Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan dalam


Rumah Tangga di Wilayah Hukum Kabupaten Buleleng. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan Undiksha, Vol. 2, No. 2. doi:10.238887/jpku.v2i2.1133

Nurhayati, Eti. 2012. Psikologi Perempuan dalam Berbagai Perspektif.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pasalbessy, Jhon D. (2010). Dampak Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan


Anak serta Solusinya. Jurnal Sasi, Vol. 16, No. 3:8-13.

Santoso, Agung B. (2019). Kekerasan dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan:


Perspektif Pekerjaan Sosial. KOMUNITAS: Jurnal Pengembangan
Masyarakat Islam, Vol 10, No. 1:39-57.
https://doi.org/10.20414/komunitas.v10i1.1072 s

Saga, Zakiyah, Festa Rumpi dan Panca Kursistin. (2009). Memahami Alasan
Perempuan Bertahan dalam Kekerasan Domestik. Insight: Jurnal Pemikiran
dan Penelitian Psikologi, Vol.5, No. 1:20-36.

Anda mungkin juga menyukai