Anda di halaman 1dari 4

Bayu Pratama / 01311171106

Elvira Abidin / 01311171076


Fransisca / 01311171172
Samuel Andrew / 01311171100

Tujuan Pembelajaran Meeting 4 ini adalah


1. Have the ability to explain about vertical Chain: upstream and downstream
2. Have the ability to explain about make-or-Buy Continuum
3. Have the ability to explain about reasons to Buy
4. Have the ability to explain about reasons to Make
5. Have the ability to explain about fallacies in Make-or-Buy Decision
6. Have the ability to explain about vertical integration: Quasi-rent and hold-up problem

Tugas yang harus anda lakukan:


1. Pilihlah 3 dari 6 poin diatas yang harus anda jelaskan menggunakan Bahasa anda sendiri dimana
penjelasan tidak lebih dari 200 kata per nomor yang anda pilih, disertai contoh perusahaan yang
menerapkan hal tersebut.

Vertical Chain: Upstream and Downstream


Dalam proses operasional produksi, terdapat beberapa langkah dimulai dari pengumpulan material,
barang setengah jadi, hingga produk yang dapat dijual dan didistribusikan ke pasar. Upstream
merupakan proses yang berawal dari pengumpulan material hingga menjadi produk yang siap untuk
dijual, menghubungkan manufacturer dengan supplier. Contoh perusahaan yang menerapkan
upstream adalah produsen kayu jati yang memotong, memilah, hingga siap digunakan untuk
pembuatan furniture kemudian didistribusikan kepada toko-toko mebel. Sedangkan downstream
merupakan proses dari distribusi ke channel tertentu hingga sampai ke tangan konsumen. Contoh
perusahaan yang menerapkan downstream adalah art gallery, ketika ada yang memesan, maka
barang langsung didistribusikan ke tempat konsumen.

Fallacies in Make-or-Buy Decision


Terdapat beberapa kesalahan yang biasanya dilakukan dalam pengambilan keputusan make-or-buy
seperti sebuah perusahaan seharusnya make dibandingkan buy karena mengurangi biaya yang
timbul karena profit margin atau mark up yang diambil oleh supplier, selain itu untuk menghindari
kenaikan harga yang disebabkan oleh angka permintaan yang tinggi, juga ada yang mengatakan
perusahaan seharusnya buy dibandingkan make untuk menghindari biaya operasional. Pengambilan
keputusan make-or-buy tidak sembarang memiliki aturan tersendiri, namun seharusnya berdasarkan
cost dan benefit yang dihasilkan. Tidak hanya menghitung accounting profit namun juga secara
economic profit, yaitu menghitung cost, revenue, dan opportunity cost yang dihasilkan, beserta
investment yang ditanamkan sehingga dari sanalah kita dapat menentukan mana pilihan yang lebih
membawa keuntungan bagi perusahaan.

Vertical Integration: Quasi Rent and Hold Up Problem


Ketika sebuah perusahaan A melakukan kerja sama kontrak kepada perusahaan B dengan menjual
dengan harga P1 maka perusahaan A akan mendapatkan keuntungan sebesar X 1, yang disebut
sebagai rent yaitu economic profit yang didapatkan oleh perusahaan A ketika perusahaan B sepakat
melakukan kerjasama. Kemudian ketika perusahaan B tiba-tiba memutuskan kerja sama sehingga
perusahaan A terpaksa untuk menjual produknya ke pasar dengan harga yang lebih rendah yaitu P 2
dan mendapat keuntungan sebesar X 2. Selisih antara X2 dengan X1 dinamakan quasi rent. Keadaan ini
dapat dimanfaatkan oleh perusahaan B untuk melakukan hold-up yaitu dengan mengajak
perusahaan A bekerja sama lagi namun dengan harga di antara P 1 dengan P2 sehingga tentu akan
meningkatkan keuntungan bagi perusahaan B.

2. Jakarta (ANTARA News) - PT GS Battery meresmikan pabrik terbaru mereka yang berlokasi di
Kawasan Industri Bumi Semarang Baru, Mijen, Semarang, Jawa Tengah, Kamis. Keterangan pers yang
diterima di Jakarta, Jumat, menyebutkan, itu pabrik ketiga GS Battery, perusahaan aki otomotif
patungan PT Astra Otoparts, GS Yuasa Corporation, dan Toyota Tsusho Corporation. Dua pabrik
sebelumnya ada di Sunter, Jakarta dan Karawang, Jawa Barat. Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi,
meresmikan pabrik itu, didampingi Presiden Direktur GS Yuasa Corporation, Makoto Yoda, Presiden
Direktur PT Astra Otoparts, Hamdani Salim, serta Presiden Direktur PT GS Battery, AK Hadi. Hadi
mengatakan, investasi pabrik senilai 13 juta dolar AS (Rp160 miliar) dan berdiri di atas lahan seluas
30.000 m2. “Targetnya akan memproduksi dua juta aki mobil dan tiga juta aki sepeda motor
pertahun,” kata Hadi. Kapasitas produksi tersebut diarahkan untuk memenuhi kebutuhan aki di
Indonesia sekaligus ekspor ke sejumlah negara tujuan di Asia, Afrika dan Amerika. Secara
keseluruhan kini total kapasitas produksi GS Battery di seluruh pabriknya mencapai enam juta aki
mobil dan 17 juta aki sepeda motor per tahun. Sementara itu Hadi juga menuturkan, dengan
berdirinya pabrik di Semarang, pihaknya akan mengutamakan pemasok bahan baku dan komponen
dari kota pelabuhan tersebut dan sekitarnya, meski untuk beberapa material masih mengandalkan
impor dari negara lain. Keberadaan Pelabuhan Tanjung Mas, bakal menjadi signifikan sebagai pintu
masuk bahan baku, komponen dan material, juga pintu keluar distribusi pasar nasional hingga
ekspor.
Sumber: https://otomotif.antaranews.com/berita/468851/gs-resmikan-pabrik-ketiga-di- semarang

Sebagai salah satu anak perusahaan Astra, PT GS Battery merupakan produsen dan pemasok aki bagi
seluruh produsen motor Indonesia baik Yamaha maupun Honda. Namun demikian, tetap terjadi
transaksi jual beli antara PT GS Battery dan para produsen tersebut. Sampai dengan saat ini, PT GS
Battery telah menerima beberapa pesanan besar untuk aki motor, dengan kondisi sebagai berikut:

Tawaran 1: PT. Astra Motor Indonesia memesan 10,000,000 unit Aki ke PT GS Battery untuk produk
skuter matic mereka. Masing-masing aki dihargai Rp 100,000 per unit. Untuk memproduksi aki
tersebut PT GS Battery harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 60,000 per unit dan investasi awal yang
bernilai Rp 300 miliar untuk membuat spesifikasi aki yang diminta.

Tawaran 2: PT. Yamaha IMM memesan 10,000,000 unit Aki ke PT GS Battery untuk produk skuter
matic mereka. Masing-masing aki dihargai Rp 90,000 per unit. Untuk memproduksi aki tersebut PT
GS Battery harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 65,000 per unit namun dengan biaya investasi awal
yang lebih murah, yaitu Rp. 140 miliar untuk membuat spesifikasi aki yang diminta.

Apabila terjadi dispute dan kontrak dibatalkan setelah proses produksi berjalan, PT GS Battery tetap
dapat menjual baterai tersebut ke PT. Suzuki Indomobil Motor sebesar Rp 80,000 per unit untuk
digunakan setelah sejumlah modifikasi yang dilakukan oleh mereka sendiri (dengan asumsi biaya
produksi adalah biaya termahal, yaitu Rp. 65.000).
Pertanyaan:
Tawaran manakah yang akan diambil oleh PT. GS Battery? Jelaskan jawaban anda. (Hint: lakukan
perhitungan Rent, Relationship-specific investment (RSI), dan Quasi-Rent dari semua tawaran.
Jadikan peluang Hold Up sebagai bahan pertimbangan untuk masing – masing tawaran)

Tawaran 1
Rent = Q (P - C) - I
= 10.000.000 (100.000 - 60.000) - 300.000.000.000
= 10.000.000 (40.000) - 300.000.000.000
= 400.000.000.000 - 300.000.000.000
= 100.000.000.000
Keuntungan yang didapatkan oleh PT. GS Battery ketika sepakat untuk bekerja sama dengan PT.
Astra Motor sebesar 100 miliar rupiah.

RSI = I - Q (P* - C)
= 300.000.000.000 - 10.000.000 (80.000 - 65.000)
= 300.000.000.000 - 10.000.000 (15.000)
= 300.000.000.000 - 150.000.000.000
= - 150.000.000.000
Dari 300 miliar rupiah yang diinvestasikan, 150 miliar rupiah tidak dapat tertutupi ketika PT. Astra
Motor tidak jadi bekerja sama dengan PT. GS Battery sehingga produk harus dijual kepada PT. Suzuki
Indomobil.

QR = Rent - RSI
= 100.000.000.000 - (-150.000.000.000)
= 250.000.000.000
Selisih keuntungan yang didapatkan PT. GS Battery ketika menjual produknya kepada PT. Astra
Motor dengan menjual produknya kepada PT. Suzuki Indomobil sebesar 250 miliar rupiah.

Namun, apabila PT. Astra Motor melakukan hold-up dan menetapkan pada harga Rp90.000, maka:
Rent = Q (P - C) - I
= 10.000.000 (90.000 - 60.000) - 300.000.000.000
= 10.000.000 (30.000) - 300.000.000.000
= 300.000.000.000 - 300.000.000.000
=0
Ketika PT. Astra melakukan hold-up, maka PT. GS Battery tidak mendapatkan keuntungan.

Tawaran 2
Rent = Q (P - C) - I
= 10.000.000 (90.000 - 65.000) - 140.000.000.000
= 10.000.000 (25.000) - 140.000.000.000
= 250.000.000.000 - 140.000.000.000
= 110.000.000.000
Keuntungan yang didapatkan oleh PT. GS Battery ketika sepakat untuk bekerja sama dengan PT.
Yamaha IMM sebesar 110 miliar rupiah.

RSI = I - Q (P* - C)
= 140.000.000.000 - 10.000.000 (80.000 - 65.000)
= 140.000.000.000 - 10.000.000 (15.000)
= 140.000.000.000 - 150.000.000.000
= 10.000.000.000
Dari 140 miliar rupiah yang diinvestasikan, PT. GS Battery balik modal atas apa yang diinvestasikan
dan mendapatkan 10 miliar rupiah keuntungan ketika tidak jadi bekerja sama dengan PT. Yamaha
IMM dan menjual produknya ke PT. Suzuki Indomobil.

QR = Q (P - P*)
= 10.000.000 (90.000 - 80.000)
= 10.000.000 (10.000)
= 100.000.000.000
Selisih keuntungan yang didapatkan PT. GS Battery ketika menjual produknya kepada PT. Yamaha
IMM dengan menjual produknya kepada PT. Suzuki Indomobil sebesar 100 miliar rupiah.

Namun, apabila PT. Astra Motor melakukan hold-up dan menetapkan pada harga Rp85.000, maka:
Rent = Q (P - C) - I
= 10.000.000 (85.000 - 65.000) - 140.000.000.000
= 10.000.000 (20.000) - 140.000.000.000
= 200.000.000.000 - 140.000.000.000
= 60.000.000.000
PT. GS Battery masih mendapatkan keuntungan sebesar 60 miliar walaupun harga diturunkan.

Dengan pertimbangan dua tawaran ini, kami menyarankan PT. GS Battery untuk mengambil tawaran
dari PT. Yamaha IMM karena keuntungan yang didapatkan lebih besar dan resiko apabila tidak jadi
bekerja sama lebih rendah kerugiannya.

Anda mungkin juga menyukai