a
Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Mulawarman, Samarinda,
Indonesia
B
SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif, RSUD Abdoel Wahan Sjahranie, Samarinda,Indonesia
C
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia
Korespondensi : pascaliusaprilianmangge@gmail.com
Abstrak
Skull defect atau defek tulang tengkorak adalah adanya pengikisan pada tulang tengkorak yang
disebabkan oleh adanya massa maupun tekanan pada ekstrakranial atau intrakranial, atau juga
bisa berasal dari dalam tulang. Gejala yang dapat muncul pada pasien defek tulang tengkorak
yaitu nyeri kepala, papil edema, kejang, penurunan kesadaran, hingga muntah proyektil. Proses
tindakan medis untuk penatalaksaan pasien Cranial Bone defect adalah Cranioplasty.
Cranioplasty adalah prosedur bedah saraf yang dirancang untuk membentuk kembali
penyimpangan maupun ketidakseimbangan dalam tengkorak. Manajemen intraoperatif mencakup
pemantauan jalan nafas, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu tubuh. Selain itu, manajemen
cairan intraoperatif mencakup penyediaan kebutuhan cairan dasar dan penggantian sisa cairan
defisit pra operasi serta kerugian selama operasi berlangsung (kehilangan darah, redistribusi
cairan, dan evaporasi)
Kata Kunci: Cranial Bone defect, Cranioplasty, Manajemen Intraoperatif
Pendahuluan tampak pada pasien yaitu bentuk kepala
asimetris. Bagian kepala dapat tampak
Cranial bone defect atau defek tulang
terbuka dan tertutup dimana bagian kepala
tengkorak adalah adanya pengikisan pada tul
terbuka dapat terlihat fontanela dan bagian
ang tengkorak yang disebabkan oleh adanya
kepala tertutup dapat teraba lunak [ CITATIO
massa maupun tekanan pada ekstrakranial at
N Pri06 \l 1033 ]. Gejala yang dapat muncul
au intrakranial, atau juga bisa berasal dari da
pada pasien defek tulang tengkorak yaitu
lam tulang [ CITATION Bur97 \l 1033 ]. Defe
nyeri kepala, papil edema, kejang,
k tulang tengkorak dapat terjadi karena cacat
penurunan kesadaran, hingga muntah
bawaan maupun cedera kepala. Defek tulang
proyektil [ CITATION Cor09 \l 1033 ]. Proses
tengkorak yang disebabkan oleh kelainan
tindakan medis untuk penatalaksaan pasien
kongenital dapat berupa anensephali.
Cranial Bone Defect adalah Cranioplasty. C
Kemudian, defek tulang tengkorak dapat
ranioplasty adalah prosedur bedah saraf yan
disebabkan oleh cedera kepala dapat berupa
g dirancang untuk membentuk kembali peny
beberapa hal yaitu fraktur kranium, tumor
impangan maupun ketidakseimbangan dala
kranium, penipisan tulang, pengikisan massa
m tengkorak. Untuk memperbaiki kecacatan
ekstrakranial atau intrakranial, trauma pada
celah dalam tengkorak dapat digunakan cang
daerah tengkorak dan wajah, reseksi akibat
kok tulang dari tempat lain dari dalam tubuh
tumor kranium dan hilangnya tulang akibat
pasien (Autograft), atau dengan bahan sinteti
osteomyelitis [ CITATION Cor09 \l 1033 ]. Pa
s (Acrylic) [ CITATION Pri06 \l 1033 ].
da kasus ini, defek tulang tengkorak disebab
kan oleh cedera yang dialami oleh pasien.
Kasus
Defek tulang tengkorak yang terjadi pada
pasien disebabkan trauma mekanik yang Wanita berusia 20 tahun seorang Mahasiswi
menyebabkan cedera otak primer. Trauma masuk ke rawat inap RSUD Abdul Wahab S
mekanik pada pasien dapat menyebabkan jahranie Samarinda dengan diagnosis
laserasi pada kulit kepala, memar pada basis Cranial Bone Defect atau defek pada tulang
kranium, laserasi substansia alba hingga tengkorak dan akan dilakukan tindakan crani
perdarahan yang dapat menggangu fungsi oplasty. Pasien merasakan nyeri pada kepala
kerja otak. Kelainan yang dapat muncul dan bagian kanan depan disebabkan mengalami
kecelakaan pada bulan November 2020 atau komposmentis dengan tingkat kesadaran E4
sekitar satu bulan yang lalu. Nyeri kepala ya V5M6. Pada pemeriksaan tanda vital pasien
ng dialami seperti tertusuk tusuk. Nyeri kepa ditemukan tekanan darah 130/70, nadi 82x/
la dapat disertai rasa tidak nyaman pada mat menit, laju nafas 21x/menit dan suhu 36,7 C.
a kanan. Nyeri kepala terkadang merambat k
Pada pemeriksaan fisik dilakukan inspeksi d
e bagian kepala kiri. Nyeri ini bersifat hilang
engan “LEMON” ditemukan pemeriksaan l
timbul dan dapat muncul pada saat kapan saj
ook terlihat tidak ada kumis maupun rambut
a. Tidak ada kegiatan yang dapat memperber
yang menghalangi masuknya laringoskop. P
at nyeri kepala muncul. Ketika nyeri kepala
ada rahang maksila dan mandibula tidak dite
kanan muncul, nyeri dapat dirasakan dari 6 j
mukan adanya kelainan bentuk yang membu
am hingga 12 jam. Nyeri dapat teratasi deng
at terhalangnya pemasangan endotrakeal tub
an pemberian obat analgesik paracetamol. P
e. Evaluate dapat dilakukan dengan menilai
asien telah mengkonsumsi paracetamol sekit
mulut dapat membuka lebih dari 3 jari disert
ar 2 bulan sejak oktober 2020.
ai dengan jarak 3 jari pasien dapat menyentu
Pasien memiliki riwayat asma dan alergi ter h gigi kaninus atas dan kaninus bawah, jarak
hadap debu. Selain itu, pasien memiliki riwa dari os mentale hingga os hyoid sekitar 3 jari
yat alergi dengan telur dan ikan, namun tida pasien dan jarak dari os hyoid hingga os thyr
k ada alergi obat-obatan. Pasien tidak ada m oid sekitar 2 jari pasien. Hal ini menandaka
engkonsumsi obat-obatan. Pasien memiliki r n tidak adanya hambatan yang dapat mengha
iwayat pembedahan section secaria, kemudia langi pemasangan endotrakeal tube. Malamp
n pembedahan pada saat setelah kecelakaan ati skor pada pasien yaitu malampati 2 dima
sekitar sebulan yang lalu dan ini merupakan na yang terlihat yaitu palatum mole dan pala
tindakan pembedahan pada bagian kepala ya tum durum dan uvula. Tidak ditemukan adan
ng kedua kalinya. Pasien telah dipuasakan se ya peradangan dan sumbatan yang menghala
jak pukul 01:00 dini hari atau sekitar 8 jam s ngi pemasangan endotrakeal tube. Pada pasi
ebelum operasi. Pasien mengalami kesulitan en ini tidak ada pembengkakan pada leher se
tidur namun dapat beristirahat sebelum dilak rta tidak ada obstruksi akibat adanya tumor,
ukan operasi. gigi komplit, tidak ada gigi goyang dan
pasien tidak menggunakan gigi palsu. Kemu
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien B
dian ada “neck mobility” atau leher pasien da
B 63 kg dan TB 155 cm. Kesadaran pasien
pat digerakkan. Pada pemeriksaan inspeksi d yaitu 2, yaitu pasien dengan penyakit
engan “MOANS” dimana pemeriksaan “Ma sistemik ringan. Pasien mengalami cedera
sk seal” tidak ditemukan ada deformitas pad yang tidak menggangu fungsi tubuh dan
a maksila dan mandibula serta tidak ada cair pembedahan dilakukan untuk memperbaiki
an bekas muntahan maupun darah. Pada pem kualitas hidup. Pemeriksaan laboratorium
eriksaan leher tidak ditemukan obstruksi ma menunjukkan hasil normal.
upun leher yang pendek yang menyulitkan p
Pasien dan keluarganya sudah diberikan
asien menggunakan masker oksigen. Pasien
kunjungan pra anestesi dan mendapatkan
mengalami obesitas, namun tidak ada hamba
penjelasan mengenai diagnosis, dasar
tan dalam pemberian oksigen bantuan. Usia
diagnosis, tindakan, indikasi, tata cara,
pasien dibawah 55 tahun. Rahang pasien nor
tujuan, risiko, komplikasi, prognosis serta
mal dan tidak deformitas sehingga tidak ada
alternatif tindakan. Penjelasan risiko
kesulitan dalam memberikan pemasangan m
mencakup kemungkinan munculnya nyeri
asker oksigen. Pasien juga tidak mengalami t
pasca-tindakan dan pengelolaannya. Pasien
idur menggorok. Namun, pasien memiliki ri
menjalani puasa selama delapan jam
wayat penyakit asma. Sehingga, pada pengg
sebelum pembiusan.
unaan pelumpuh otot tidak dapat diberikan i
nduksi atracurium. Pasien diberikan anestesi umum
menggunakan obat pramedikasi midazolam
Pada pemeriksaan fisik pada mata tidak
untuk mencegah kecemasan berlebih pada
ditemukan ikterus, pupil midriasis, tidak
pasien. Kemudian obat anastesi analgesi
ditemukan hemorrage. Pada hidung tidak
yaitu fentanyl yang berguna untuk
ditemukan deformitas dan deviasi septum.
meredakan nyeri pada pasien dan memberi
Pada telinga tidak ditemukan kelainan dan
efek sedasi, kemudian obat induksi yaitu
tidak ada sekret yang keluar. Pada
propofol yang mempengaruhi kesadaran
pemeriksaan paru hanya dilakukan
pasien tanpa efek analgesik dan pelumpuh
pemeriksaan auskultasi dengan suara
otot. Setelah diberikan obat maka liat refleks
auskultasi paru normal, suara auskultasi
bulu mata pasien bila sudah mengalami
jantung normal dan abdomen soufle. Pada
pembiusan. Setelah pasien telah tidak sadar
pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan
lalu kemudian diberikan obat pelumpuh otot
kelainan. Klasifikasi ASA pada pasien ini
yaitu rocuronium bromide. Selama pasien
tidak sadar sebelum diberikan intubasi dapat Pengembalian cairan pada pasien ini
di berikan masker oksigen untuk diberikan dalam bentuk Kristaloid dan
memberikan ventilasi tekanan positif selama Koloid, tranfusi dapat diberikan apabila
3-5 menit disertai monitoring tidal volume kehilangan lebih dari 20% EBV.
dan tanda vital. Kemudian dilakukan
Pada pengembalian cairan selama 1 jam
pemasangan intubasi endotrakeal melalui
operasi =Jam I diberikan 0,5 x 1008 cc =
mulut pasien. Setelah pemasangan intubasi
504 cc + 126 + 378 = 1008. Jam II diberikan
selesai dapat diperiksa auskultasi paru 5 sisi
0,25 x 1008 cc = 252 cc + 126 + 378 = 756.
untuk kontrol suara nafas dan tidak adanya
Jam III diberikan 0,25 x 1008 = 252 cc +
aspirasi. Cranioplasty berlangsung selama 1
126 + 378 = 756.
jam 10 menit, dengan tanda vital tetap stabil.
Pada akhir Cranioplasty pasien dilepaskan Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
endotrakeal tube kemudian diberikan masker (RL) dan asering. EBV pada pasien ini yaitu
oksigen untuk memberikan ventilasi tekanan 65ml x 63kg =4095ml. Kehilangan darah
positif selama 3-5 menit disertai monitoring pada pasien sekitar 1000 ml berarti sekitar
tidal volume dan tanda vital. Kemudian 24 % kehilangan darah.
dibawa hingga ke ruang recovery untuk
Pemeriksaan skala nyeri dengan VAS pada
monitoring berdasarkan “Alderate Score”.
pasien preoperative menunjukkan angka 3
Kebutuhan cairan sekaligus cairan yaitu nyeri yang dapat ditahan. Namun pada
pemeliharaan pada pasien ini adalah 2 nyeri post operatif tidak bisa dinilai.
cc/kgBB. Dimana kebutuhan cairan pasien 2 Penilaian menggunakan skala Face, Legs,
x 63 = 126cc. Pada pasien berpuasa selama Activity, Cry and Consolability (FLACC)
8 jam berarti mengalami defisit cairan 2 x 63 pada pasien menunjukkan skor 5, dimana
Mangku, G, T., & S. (2009). Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Jakarta.
Prince, & Sylvia, A. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.