Anda di halaman 1dari 16

PERBANKAN DALAM MENGATASI KRISIS EKONOMI DI

INDONESIA

Oleh :
Yanti Sri Danarwati, SS., SE., MM.
Dosen STIA ASMI SOLO

ABSTRAK

Salah satu fungsi perbankan disamping intermediasi adalah menjaga


stabilitas moneter. Berbicara stabilitas moneter tidak bisa dilepaskan dengan
peran perbankan didalam mengatasi krisis ekonomi yang terjadi di tanah air
mulai tahun 1997 dan krisis moneter internatisional yang ditandai dengan
tumbangnya perbangkan tingkat dunia tahun 2008.
Dalam tulisan ini penulis ingin memaparkan bagaimana perbankan
mengemban misi mengatasi krisis ekonomi di Indonesia.

Kata-kata kunci : perbankan, krisis ekonomi

I. Pendahuluan

Krisis yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 yang lalu telah

berakibat sangat berat bagi perekonomian nasional, pengangguran yang

bertambah, ataupun dampak-dampak yang lainnya. Berbagai upaya telah

dilakukan pemerintah untuk meredam dampak negative dari krisis agar tidak

merusak sendi-sendi pembangunan yang telah kita bangun selama ini

sekaligus juga memperbaiki berbagai kelemahan yang ada dalam melangkah

ke depan. Berbagai upaya ini perlu dipandang sebagai upaya bersama dari

seluruh rakyat Indonesia, termasuk didalamnya profesi yang ada, agar upaya

yang dijalankan dapat berhasil, dalam hubungan ini kita dapat sedikit

berbesar hati bahwa telah mulai terdapat tanda-tanda pulihnya kembali

perekonomian yang tercermin dari mulai menurunnya tekanan laju inflasi,

1
tingkat nilai tukar rupiah yang stabil, perkembangan suku bunga yang

menurun yang memungkinkan dunia usaha untuk berangsur-angsur

melanjutkan kegiatan usahanya. Sementara itu berbagai langkah

perekonomian sesuai dengan agenda penyehatan perekonomian yang telah

ditetapkan dengan bantuan dengan berbagai lembaga internasional, terus

pula secara konsisten kita jalankan. Yang terakhir adalah upaya

rekapitalisasi dan restrukturisasi perbankan nasional yang merupakan salah

satu tunggak yang sangat penting dalam agenda pemulihan perekonomian.

Uraian saya pada kesempatan ini menyangkut perbankan dalam mengatasi

krisis di Indonesia

saat ini.

II. Dampak Krisis Perekonomian Terhadap Perbankan

Walaupun kita belum sepenuhnya dapat keluar dari krisis, namun

sudah banyak pelajaran yang dapat kita peroleh baik itu dari perihal

pengalaman kita sendiri maupun pengalaman negara lain. Seperti juga yang

kita saksikan terjadi di Negara-negara Asia lainnya, khususnya di Korea dan

Thailand, pengalaman kita juga menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi

relative tingga dan kebijakan makro ekonomi yang berhati-hati pada 2 (dua)

decade belakangan ini ternyata tidak dapat menjamin kinerja perekonomian

yang baik jika masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam system

perbankan. Dalam dua tahun yang lalu ketika krisis ekonomi terjadi, kita

2
melihat bahwa ekonomi Indonesia telah mengalami perubahan beberapa

hal :

• Pertama adalah pertumbuhan perekonomian yang tinggi yang melebihi

kemampuan yang ada. Hal ini dapat diindikasikan antara lain oleh

adanya gejala pemanasan ekonomi yang pernah terjadi dan

meningkatnya exposure perusahaan-perusahaan Indonesia terhadap

dana luar negeri. Sebagai akibatnya, ketika nilai tukar rupiah terus

melorot tajam, terjadi kepanikan dikalangan pengusaha yang memiliki

hutang luar negeri yang berupaya melunasi hutangnya dengan membeli

dolar yang berakibat semakin terpuruknya nilai rupiah.

• Menurunnya kepercayaan dari para pemodal asing maupun pemodal

dalam negeri yang kemudian beramai-ramai memindahkan dananya

keluar negeri. Hal ini mengakibatkan pasokan devisa menjadi manipis

sementara eksportir enggan menjual dolar hasil ekspornya dan bank-

bank asing juga enggan bertransaksi dengan bank domestic.

• Lemahnya struktur ketahanan perekonomian yang ditandai dengan

besarnya ketergantungan barang kebutuhan pokok terhadap impor dan

lemahnya system perbankan.

• Kelemahan fundamental mikroekonomi juga muncul sebagai dampak

dari lemahnya pengelolaan dunia usaha (poor corporate governance).

Belum kuatnya kesadaran akan pentingnya transparansi dan

keterbukaan dalam berusaha mengakibatkan kegiatan usaha swasta

3
cenderung kurang efisien dan kurang memperhatikan prinsip-prinsip

pengelolaan usaha yang sehat.

Selanjutnya, secara individual sumber pembiayaan bank dalam valuta

asing ternyata memiliki eksposur yang besar dan hal ini rentan terhadap

resiko nilai tukar rupiah yang secara signifikan telah menyebabkan

perbankan nasional mengalami kesulitan likuiditas. Berbagai hal di atas

telah semakin memperburuk kondisi perbankan yang selama ini telah

memiliki beberapa kelemahan yakni :

• Pertama, adanya jaminan terselubung (implicit guarantee) dari bank

sentral atas kelangsungan hidup suatu bank untuk mencegah kegagalan

sistemik dalam industry perbankan telah menimbulkan moral hazard

dikalangan pengelola dan pemilik bank.

• Kedua, system pengawasan oleh bank sentral kurang efektif karena

belum sepenuhnya dapat mengimbangi pesat dan kompleksnya kegiatan

operasional perbankan. Hal ini telah mendorong perbankan untuk

mengambil utang yang berkelebihan dan memberikan kredit ke

sektorsektor yang berisiko tinggi.

• Ketiga, besarnya pemberian kredit dan jaminan baik secara langsung

maupun tidak langsung kepada individu/kelompok usahan yang terkait

dengan bank (connected lending) telah mendorong tingginya risiko

kemacetan kredit yang dihadapi bank.

• Keempat, relative lemahnya kemampuan manajerial bank telah

4
mengakibatkan penurunan kualitas asset produktif dan peningkatan

risiko yang dihadapi bank.

• Kelima, kurang transparannya informasi mengenai kondisi perbankan

selain telah mengakibatkan kesulitan dalam melakukan analisis secara

akurat tentang kondisi keuangan suatu bank juga telah melemahkan

upaya untuk melakukan kontrol sosial dan menciptakan disiplin pasar

(market discipline).
III. Pemulihan Perekonomian melalui Pemberdayaan Perbankan

Dengan melihat pentingnya perbakan dalam perekonomian maka

upaya memperbaiki dan memperkuat sektor keuangan khususnya perbankan

menjadi sangat penting. Sektor perbankan memiliki peranan yang penting

dalam proses recovery perekonomian secara keseluruhan. Dengan kerangka

yang demikian, sangatlah sulit dibayangkan format pemulihan

perekonomian nasional lewat program stabilisasi ekonomi makro apabila

sektor perbankan tetap berada dalam kesulitan yang parah. Untuk mengatasi

dampak krisis, apa yang dapat dilakukan segera adalah melakukan

retrukturisasi perbankan. Rangkaian kebijakan tersebut diharapkan dapat

kembali membangun kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri

terhadap system keuangan dan perekonomian kita, mengupayakan agar

perbankan kita menjadi lebih solvable sehingga dapat kembali berfungsi

sebagai lembaga perantara yang mendorong pertumbuhan ekonomi, dan

sekaligus meningkatkan efektifitas pelaksanaan kebijakan moneter.

5
Dengan luasnya cakupan sasaran yang akan dicapai tersebut, strategi

umum yang banyak diterapkan di Asia, khususnya program-program

ekonomi, bertumpu pada 4 (empat) bidang kebijakan :

1. Di bidang moneter, ditempuh kebijakan moneter untuk mengurangi

penurunan atau depresiasi nilai mata uang lokal yang berlebihan yang

akan memiliki implikasi sangat luas, tidak hanya terhadap tingkat inflasi

tetapi juga terhadap kondisi keuangan bank-bank.

2. Di bidang fiskal, ditempuh kebijakan fiskal yang lebih terfokus kepada

upaya realokasi pengeluaran kegiatan-kegiatan yang tidak produktif

kepada kegiatan yang diharapkan dapat mengurangi ‘social cost’ yang

ditimbulkan akibat krisis ekonomi yang terjadi.

3. Di bidang pengelolaan (governance), ditempuh kebijakan yang akan

memperbaiki kemampuan pengelolaan baik di sektor publik atau

swasta. Termasuk didalamnya upaya untuk menguragi intervensi

pemerintah, monopoli dan kegiatan-kegiatan yang kurang produktif

lainnya.

4. Di bidang perbankan, ditempuh kebijakan yang akan memperbaiki

kelemahan-kelemahan system perbankan berupa retrukturisasi

perbankan yang bertujuan untuk mencapai 2 hal yaitu mengatasi

dampak krisis, dan menghindari terjadinya krisis di masa yang akan

datang.

Program pemulihan perekonomian yang kita lakukan pada dasarnya

juga bertumpu pada hal yang sama. Namun demikian upaya penyehatan dan

6
pemberdaysan sektor perbankan telah menyita perhatian yang jauh lebih

besar khususnya dalam dua tahun terakhir ini, tidak hanya dari segi waktu

dan tenaga yang dicurahkan tetapi juga dari segi biaya yang dikeluarkan.

Hal ini karena krisis yang dialami oleh sektor perbankan bagitu mendalam,

tidak hanya terjadi tingkat individual bank tetapi telah merupakan krisis

system perbankan secara umum. Krisis ini dalam perkembangannya seperti

yang kita saksikan bersama telah memperburuk kinerja perekonomian.

Pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa diperlakukan

strategi restrukturisasi yang komprehensif yang tidak hanya menekan pada

upaya penyehatan aspek keuangan perbankan semata, tetapi juga

memperhatikan konsistensinya dengan program pemulihan ekonomi makro.

Melalui pendekatan yang komprehensif, telah dibuktikan bahwa

restrukturisasi perbankan telah memberikan dampak positif bagi upaya

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penurunan laju inflasi. Hal ini

dapat terjadi karena pemulihan fungsi intermediasi perbankan secara efektif

meningkatkan kembali mobilisasi dana, merealokasi sumber keuangan

secara lebih efisien dan mendorong penurunan tingkat bunga. Dengan

kondisi makroekonomi yang semakin terkendali tersebut, kepercayaan

masyarakat dan investor secara bengangsur-angsur diharapkan dapat pulih

sehingga pada akhirnya memacu pertumbuhan ekonomi kita.

IV. Pemberdayaan Perbankan : Kebijakan Resrtrukturisasi Perbankan

Upaya pemberdayaan perbankan dapat dikelompokkan ke dalam

7
beberapa aspek :

Pertama, rekapitalisasi bank-bank. Mengingat kondisi permodalan

bank-bank sudah demikian parah sebagai akibat dari krisis ekonomi,

sebagaimana telah diuraikan dimuka, langkah strategis pertama yang harus

dilakukan adalah memperbaiki permodalan tersebut. Kebijakan

rekapitalisasi ini disusun dalam suatu paket, yang terdiri dari :

a) Rekapitalisasi bagi bank-bank yang viable untuk dapat menjadi sehat

dan mencapai rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio – CAR)

minimum sebesar 8% pada tahun 2001. Bank-bank ini dinyatakan lulus

dari tiga buah test yang sangat ketat meliputi kondisi keuangan,

integritas pemilik dan manajemen, serta rencana kerja untuk tiga tahun;

b) Pembersihan bank-bank dari pemilik dan pengurus yang tidak memenuhi

persyaratan sebagai pemilik dan pengurus yang baik (tidak fit and

proper);

c) Penutupan bagi bank-bank yang diperkirakan tidak akan mampu


bertahan;

d) Penyelesaian aset-aset bank-bank yang ditutup;

e) Penyelesaian bagi kredit macet perbankan, dengan mengalihkan ke Aset

Management Unit dan menghapusbukukan dari bank-bank yang

direkapitalisasi.

Kedua adalah restrukturisasi kredit. Aspek ini sangat menentukan

keberhasilan program rekapitalisasi perbankan dan program penyehatan

ekonomi secara keseluruhan. Kegiatan ini didasarkan pada ketentuan

8
restrukturisasi kredit bulan November 1998 dan berlaku bagi bank-bank

yang ikut dalam program rekapitalisasi, baik bank-bank pemerintah, BPD

dan bank-bank swasta nasional. Restrukturisasi kredit, yang pada hakikatnya

merupakan bagian utama dari restrukturisasi dunia usaha ini, diharapkan

dapat memperbaiki pembukuan bank, dan sekaligus menggairahkan para

debitnya untuk kembali berproduksi, yang berarti menggerakkan sektor riil.

Ketiga ada perkembangan infrastruktur perbankan, untuk

meningkatkan daya tahan bank-bank dalam menghadapi berbagai gejolak.

Salah satu sarana yang sedang disiapkan adalah pendirian Lembaga

Penjaminan Simpanan, yang akan menggantikan program penjaminan

pemerintah yang ada waktu ini berlaku dan akan berakir pada bulan Januari

2000. Sarana lain adalah perkembangan bank syari’ah, yang pada dirinya

dapat diharapkan mempunyai daya tahan yang lebih baik menghadapi masa-

masa krisis, dan secara system dapat memperkuat system perbankan secara

keseluruhan. Khusus mengenai bank syari’ah perlu dikemukakan bahwa

pengalaman selama krisis ekonomi ini memberikan suatu pelajaran bagi kita

bahwa prinsip risk sharing (berbagai resiko) atau profit and loss sharing

(bagi hasil), sebagaimana yang terdapat pada system bank berdasarkan

prinsip syari’ah, merupakan suatu prinsip yang dapat berperan

meningkatkan ketahanan satuan-satuan ekonomi. Dalam hal ini prinsip bagi

hasil atau berbagi resiko antara pemilik dana dan pengguna dana sudah

diperjanjikan secara jelas dari awal, sehingga jika terjadi kesulitan usaha

karena krisis ekonomi, misalnya, maka resiko kesulitan usaha tersebut

9
otomatis ditanggung bersama oleh pemilik dana dan pengguna dana.

Dengan demikian kesulitan ekonomi akan relative lebih ringan terasa oleh

perorangan dan badan usaha secara individual, dan dengan demikian

kebangkitan kembali ekonomi dapat bertangsung lebih cepat.

Keempat yang tidak kalah pentingnya adalah menyempurnakan

pelaksanaan fungsi pengawasan bank. Hal pertama yang dilaksanakan

adalah mengubah cara kerja pengawasan bank yang selama ini bertindak

sebagai

“regulatory autority” dengan menggunakan teori Y, yang menjadi

“supervisory autority” dengan menggunakan teori X. Dengan perubahan

cara kerja tersebut, maka “law enforcement” akan diutamakan, dan

pemeriksaan bank yang selama ini dilakukan 2 tahun sekali, akan menjadi

lebih sering dilaksanakan dengan melihat pada resiko yang dihadapi oleh

setiap bank. Keempat proyek dalam rangka restrukturisasi perbankan

tersebut berjalan simultan, dan harus sudah selesai sekitar tahun 2001.

Dengan demikian kelemahan system, perbankan yang selama ini menjadi

sumber dari beratnya kerusakan ekonomi akibat krisis akan berangsur-

angsur hilang diharapkan kita akan memiliki system perbankan yang

mempunyai ketahanan yang

tinggi.

Secara teknis, restrukturisasi sistemik seperti yang kita lakukan pada

system perbankan kita saat ini tidak hanya menyangkut upaya mempercepat

penyelesaian masalah-masalah keuangan yang dihadapi oleh masing-masing

10
bank (financial restructuring), tetapi juga perbaikan aspek operasional yang

memungkinkan bank-bank dapat beroperasi dengan lebih fokus, efisien, dan

lebih pruden, secara upaya meningkatkan kinerja system perbankan secara

keseluruhan (systemic restructuring), yakni terakit dengan konfigurasi,

struktur kelembagaan, exit dan entry, daya kompetisi dan pengawasan yang

di lakukan oleh bank Indonesia. Usaha penyehatan aspek operasional bank

dimulai dengan mewajibkan bank-bank menyusun rencana kerja dengan

target yang realistis, rencana pemenuhan ketentuan kehati-hatian, rencana

peningkatan efisiensi, penggunaan teknologi dan perbaikan kualitas

manajemen resiko yang dilakukan oleh bank. Dengan penyehatan aspek

keuangan dan operasional bank ini akan menempatkan masing-masing

individual bank pada kondisi yang lebih baik dan sekaligus dapat

memberikan jaminan stabilitas perbankan di masa depan.

Pada tingkat individual bank, fokus dari kegiatan penyehatan aspek

keuangan (financial restructuring) secara umum terletak pada upaya untuk

memperbaiki solfabilitas bank. Disini aset dilakukan penyehatan kualitas

aset melalui restrukturisasi pinjaman (debit restructuring) dan penyerahan

‘bud assets’ kepada Aset Manajemen Unit (AMU) dan disisi liability,

dilakukan program rekapitalisasi atau upaya memperkuat permodalan bank.

Dengan perpaduan dua program dimaksud diharapkan bank-bank akan lebih

solvable dan memenuhi ketentuan permodalan yang telah ditetapkan.

Selanjutnya bank-bank tersebut memiliki keleluasan untuk tumbuh dan

berkembang. Sementara itu, untuk mendorong provitabilitas bank, kegiatan

11
penyehatan akan memberikan perhatian besar terhadap usaha meningkatkan

efisiensi, selain upaya-upaya lain untuk menurunkan biaya perolehan dana

(cost of

fund).

Dalam melaksanakan kapitalisasi perbankan dibutuhkan biaya dalam

jumlah besar. Dana tersebut dapat datang dari sektor swasta dan dari

pemerintah. Penambahan modal dari sektor swasta dapat datang dari

pemodal domestik maupun pemodal asing. Yang paling baik adalah dari

pemodal domestik karena pemilikan bank-bank oleh pihak domestik akan

lebih memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Namun demikian, akibat

krisis ekonomi, hal yang ideal ini sulit dicapai karena sektor swasta nasional

sedang mengalami kesulitan likuiditas. Untuk ini peranan investor asing

menjadi penting. Dengan masuknya investor asing dalam perbankan

nasional, maka kepercayaan luar negri terhadap perekonomian Indonesia

akan meningkat. Untuk menjaga sustainabillty kebijakan restrukturisasi

perbankan, baik melalui disisi aktiva maupun pasiva, perlu disertai dengan

restrukturisasi sisi operasional perbankan dan perbaikan ekonomi makro

secara umum, termasuk

sektor riil.

Untuk itu diperlukan beberapa syarat yang perlu menjadi pemikiran,

yaitu :

1) Kondisi ekonomi makro yang stabil. Kondisi ekonomi yang stabil

merupakan persyaratan yang penting bagi terwujudnya kegiatan usaha

12
bank yang sustainable. Dengan laju inflasi yang rendah, disertai oleh

nilai tukar yang stabil, suku bunga dapat diharapkan untuk terus turun

ketingkat “normal”, sehingga bank-bank tidak lagi harus menanggung

beban negative spread dan bahkan dapat memupuk keuntungan untuk

memperkuat permodalannya. Kestabilan nilai tukar dan kestabilan

tingkat harga juga pada dirinya memberikan kestabilan dan kepastian

bagi usaha bank-bank.

2) Dukungan dari program restrukturisasi dunia usaha penyehatan usaha

bank perlu didampingi oleh penyehatan sektor riil karena keduanya

terdapat keterkaitan yang sangat erat. Dalam hubungan ini

langkahlangkah yang dilakukan melalui program INDRA, Prakarsa

Jakarta, maupun program Restrukturisasi bank-bank dengan prakarsa

bank

Indonesia diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi dunia usaha,

sehingga dunia usaha dapat mulai berkiprah kembali bersama-sama dunia

perbankan.

3) Pembaharuan system hukum dan perundang-undangan serta system

akuntansi. Perbaikan dari segi hukum dan akutansi diharapkan

menciptakan transparansi dan kepastian usaha bank dengan tetap

memperlakukan asas kehati-hatian.

4) Penciptaan pasar yang efisien (market and intitusional deepening).

Penciptaan pasar yang efisien sehingga memungkinkan terciptanya

fungsi intermediasi yang optimum dan efektifitas kebijakan moneter.

13
Hal ini dilakukan antara lain melalui penciptaan system insentif yang

cocok yaitu berdasarkan mekanisme pasar.

5) Tenaga-tenaga yang tertatih yang mempunyai dedikasi dan integritas

tinggi untuk mengelola perbankan. Sehubungan dengan itu

programprogram pelatihan dan pembinaan, serta program pengawasan

bank yang efektif dan terus-menerus untuk menjamin kualitas dan

sumber daya manusia yang ada di perbankan merupakan hal-hal yang

mutlak harus dilakukan.

V. Penutup

Program restrukturisasi perbankan menjadi pilihan kebijakan yang

mutlak harus ditempuh oleh pemenintah dalam kerangka program stabilisasi

dan pemulihan ekonomi serta untuk tetap mempertahankan system

perbankan. Hal ini penting bukan hanya karena fungsi perbankan sebagai

media intermediasi atau penyalur dana dari pemilik dana kepada pemakai

dana untuk membiayai kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif dalam

rangka membangkitkan perekonomian nasional, melaikan juga karena dua

fungsi lainya dari perbankan yang sangat fital artinya bagi kehidupan

modern, yaitu : (I) fungsinya sebagai bagian yang pokok dari system

pembayaran, dan (II) fungsinya sebagai alat transmisi kebijakan mometer.

Karenanya strategi retrukturisasi perbankan haruslah bersifat konprehensif

yang mencakup seluruh upaya penyehatan individual bank serta system

14
perbankan, serta lingkungan ekternal yang mendukung keseluruahan

operasionalnya.

Tujuan dari program restrukturisasi perbankan yaitu mempertahankan

kelangsungan hidup dari bank yang solvable dan prifitabel sangatlah terkait

dengan kondisi makro ekonomi yang stabil serta langkah-langkat

penyehatan dan pemberdayaan sektor riil. Pengalaman beberapa negara

menunjukan bahwa keberhasilan program restrukturisasi perbankan sangat

bergantung pada : (i) keterkaitan yang jelas dengan restrukturiisasi sektor

riil; (ii) lingkungan makroekonomi yang stabil; (iii) political will yang kuat

dari pemerintah; (iv) berfungsinya secara efektif restructuring agency; (v)

transparansi dalam standar akuntansi; (vi) kerangka hukum yang mendorong

financial discipline; (vii) adanya incentive yang mendorong pertumbuhan

dan kompetisi sektor riil; serta professionalitas banker dan pengawasan dan

penegakan ketentuan yang efektif. Sebagai catatan penutup, telah banyak

dan begitu komprehensif upaya yang dilakukan untuk membawa ekonomi

yang terpuruk ini kearah kebangkitan (recovery), baik upaya di bidang

moneter, fiskal, industri yang antara lain berupa penghapusan monopoli

dsb., bidang hukum dan perundang-undangan, dan lain-lain. Alhamdulillah

upaya-upaya tersebut sudah menunjukan hasil-hasil yang cukup

menjanjikan, dengan laju inflasi yang rendah, nilai tukar yang stabil, dan

suku bunga yang semakin turun. Dunia usaha pun sudah menampakkan

tanda-tanda keaktifan kembali. Namun kita belum boleh berpangku tangan

15
dan harus tetap bekerja keras sehingga ekonomi ini betul-betul keluar dari

jurang yang begitu dalam.

DAFTAR PUSTAKA

Andrew Sheng : Bank Restrukturing Lessons from the 1980’s, hal 46-48

The Asian Crisis : Causes and Cures, Finance and Development, Volume 35,
No.2, June 1998

Sabirin, Syahril, Indonesia’s Financial Reforms: Challenges in the 1990s

Markets”, Journal of Asian Economics, 2(2), Fall 1991.

McKinnon, Ronald I., Money and Capital in Economic Development,


Washington DC : The Brookings Instutions, 1973

Shaw, Edward S., Financial Deeping in Economic Development, New York :


Oxford University Press, 1973.

Boediono, Kembali Mekanisme Transmisi moneter di Indonesia”, Mencari


Paradigma Baru Manajemen Moneter dalam Sistem Nilai tukar
Fleksibel. Buletin Ekonomi Moneter Bank Indonesia, Volume 1,
Nomor 1, Juli 1998.

Hartadi A. Sarwono dan Perry Warjiyo, Pemikiran untuk Penerapannya di


lndonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia,
Volume 1, Nomor 1, Juli 1998.

DPP-URES, Bank Indonesia pada tahun 1996.

Gerard Caprio, Jr. Banking on Crisis: Expensive lessons from Recent


Financial Crises, The World Bank Reserch Group, Washington DC :
June 1998.

16

Anda mungkin juga menyukai