Anda di halaman 1dari 14

1.

Struktur Perbankan Di Indonesia


A. Bank Komersial
Bank Komersial atau yang biasanya disebut bank umum berdasarkan Undang Undang No
10 tahun 1998, merupakan lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan berupa :
 giro,
 deposito berjangka,
 sertifikat deposito,
 tabungan
 dan/ atau bentuk lainnya yang sejenis dengan hal itu
Jenis – Jenis Bank Komersial (Bank Umum)
Berdasarkan kemampuannya dalam melayani masyarakat luas, maka bank umum
dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam. Pembagian jenis ini disebut juga pembagian
berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut. Kedudukan menunjukkan ukuran
kemampuan bank dalam melayani masyarakat, baik dari segi jumlah produk, modal atau
kualitas pelayanannya
1) Bank Devisa

Bank devisa berasal dari kata bank dan devisa. bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan devisa
adalah semua benda yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran luar negeri dan dapat
diterima di dunia internasional.

Berdasakan penjabaran diatas kita dapat simpulkan bahwa Bank devisa adalah
bank yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan
kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. Bank devisa dapat menawarkan jasa-jasa
bank yang berkaitan dengan mata uang asing tersebut seperti transfer keluar negeri, jual
beli valuta asing, transaksi eksport import, dan jasa-jasa valuta asing lainnya. Baik dalam
hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan.
Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam
skala internasional.
Berikut Ini adalah beberapa contoh bank devisa :

 Bank Negara Indonesia ( BNI )


 Bank Rakyat Indonesia ( BRI )
 Bank Tabungan Negara ( BTN )
 Bank Mandiri
 Bank Agroniaga
 Bank Arta Graha International
 Bank Bukopin
 Bank Central Asia ( BCA )

2) Bank Non Devisa


Adalah bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai
bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan kegiatan seperti halnya bank
devisa. Jadi bank non-devisa hanya dapat melakukan transaksi dalam batas-batas
negara.

Berikut ini adalah daftar bank non devisa yang ada di Indonesia

 Anglomas International Bank


 Bank BCA syariah
 Bank Artos Indonesia
 Bank Nobu
 Bank Mayora
 BTPN
 Badan Hukum dan Kepemilikan Bank Komersial
Bentuk hukum bank mengacu pada jenis bank itu sendiri. Maksudnya, bentuk
hukum jenis bank umum bentuknya bisa berbeda dengan bentuk hukum pada Bank
Perkreditan Rakyat (BPR), tetapi juga mungkin bisa sama. Bentuk bank diatur pada bab
IV, bagian kedua, bentuk hukum, yaitu pada pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan.
Bentuk hukum suatu bank umum sesuai ketentuan pasal 21 ayat (10) Undang-
undang Nomor 7 tahun 1992 semula dapat berbentuk sebagai perusahaan perseroan
(persero), perusahaan daerah, koperasi, dan perseroan terbatas. Namun, sekarang bentuk
hukum tersebut diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 sehingga
bank umum hanya dapat berbentuk sebagai:
1. Perseroan terbatas
Pengertian perseroan terbatas menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995
adalah:
“badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaan
lainya”.
Pengertian tersebut kemudian diubah pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
“perseroan terabatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memnuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta pertauran
pelaksanaanya”.
Perseroan terbatas yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, seperti
bank menurut ketentuan pasal 92 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, wajib mempunyai paling sedikit dua anggota direksi,
kelengkapan organ yang merupakan satu kesatuan dan merupakan pengertian
yang lengkap bagi perseroan terbatas,

2. Koperasi;

Koperasi dapat menjalankan kegiatan usaha jasa perbankan. Dengan demikian,


bank dapat dijalankan dengan bentuk hukum koperasi. Adapun jenis banknya
dapat berbentuk bank umum ataupun Bank Perkreditan Rakyat.

Koperasi merupakan bentuk badan usaha yang memiliki status sebagai badan
hukum setelah akta pendirianya disahkan oleh pemerintah, sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam ketentuan pasal 9 Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Koperasi sebagai badan usaha berperan pula sebagai gerakan ekonomi rakyat.
Karenanya, koperasi mempunyai kekhususan tersendiri dalam menjalankan
kegiatan usahanya, yaitu berdasarkan prinsip koperasi yang disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Dengan
demikian anggota koperasi merupakan pemilik dan sekaligus pengguna jasa
koperasi tersebut. Usaha yang dilakukan koperasi selain dikaitkan langsung
dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraanya, juga
dapat menjalankan kegiatan usaha lain termasuk dalam kegiatan perbankan
sehingga koperasi mampu berperan disegala bidang kehidupan ekonomi. Dalam
hal kegiatan perbankan yang berbentuk hukum koperasi ini pun tujuan utamanya,
yaitu tetap menyejahterakan anggotanya sekaligus menyejahterakan masyarakat
secara keseluruhan.

Menurut ketentuan pasal 31 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang


perkoperasian, pengelolaan atas kegiatan usaha koperasi, mislanya, di bidang
usaha perbankan akan menjadi tanggung jawab pengurus, yang
dipertanggungjawabkannya pada rapat anggota atau rapat anggota luar biasa.
Pengurus, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri menganggung kerugian
yang diderita koperasi karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau
kelalaianya.

3. Perusahaan daerah

Perusahaan daerah dapat mendirikan bank, baik yang berbentuk umum maupaun
Bank Perkreditan Rakyat. Sewaktu berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1967 tentang Ketentuan-ketentuan pokok perbankan, bank milik pemerintah
daerah provinsi yang berebentuk bank pembangunan daerah didirikan dengan
dasar peraturan daerah. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (4)
Undang-Undang Nomro 13 Tahun 1962 tentang ketentuan-ketentuan pokok bank
pembangunan daerah bahwa:
“bank pembangunan daerah adalah badan hukum berdasarkan undang-undang
ini kependudukanya sebagai badan hukum diperoleh dengan berlakunya peraturan
pendirianya”.

Setelah lahirnya peraturan perundang-undangan perbankan yang baru, yaitu


Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, maka dasar pendirian
dari bentuk hukum pembangunan daerah tersebut harus disesuaikan dengan
ketentuan bentuk hukum yang berlaku pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Selama transisi guna penyesuaian bentu hukum, seperti yang
dikehendaki olh undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka
bentuk hukum yang sesuai dan tepat bagi bank-bank milik pemerintah daerah,
yaitu menjadi perusahaan daerah. Sehubungan dengan tugas penyesuaian bentuk
hukum tersebut maka dikeluarkan petunjuk pelaksanaanya, yaitu peraturan
menteri dalam negeri Nomor 8 Tahun 1992.

Ketentuan pasal 2 peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1992


menetapkan sebagai berikut”

“bank yang didirikan dengan peraturan daerah atas kuasa Undang-Undang


Nomor 13 Tahun 1962 disesuaikan bentuk hukumnya menjadi perusahaan daerah
berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri ini.”

“penyesuaian peraturan pendirian dan perubahan bentuk hukum bank menjadi


perusahaan daerah ditetapkan dengan peraturan daerah berdasarkan undang-
undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.”

Mengingat ketentuan diatas, maka jelas sebagian besar mayoritas modal dari
bank-bank yang berbentuk hukum perusahaan daerah akan dimilki oleh
pemerintah daerah

Sedangkan mengenai bentuk hukum bank umum yang merupakan kantor


perwakilan atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri bentuk
hukumnya mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya.
2. Masalah Perbankan di Indonesia
Masalah Perbankan di Indonesia Saat Ini -Masalah perbankan kini semakin hangat saja
diberitakan oleh berbagai media. Meskipun dunia perbankan telah lama hadir di
Indonesia dan hampir semua masyarakat Indonesia sering berhubungan dengan bank,
tetap saja masalah perbankan tak habis-habisnya menghantui semua pihak. Apa
sebenarnya yang menyebabkan masalah perbankan ini selalu muncul? Apa saja jenis-
jenis masalah tersebut? Siapa yang salah dalam hal ini? Pihak bank, pemerintah, atau
para nasabah? Ingin tahu jawabannya? Nah, artikel ini akan mengulasnya secara lengkap.

Berikut ini ulasannya. Masalah Perbankan Terus Menghantui Kasus kejahatan dan
penyimpangan perbankan dari hari ke hari semakin menghantui perekonomian Indonesia.
Bila pihak terkait, dalam hal ini pemerintah dan BI, tidak mampu menyelesaikan masalah
ini dengan cara pengawasan yang ketat, tentu akan berdampak pada kinerja sektor riil.
Oleh sebab itu, para penegak hukum harus menghukum berat pihak-pihak yang
melanggar UU Perbankan.
Tapi sayang, penanganan kasus perbankan dianggap kurang transparan sehingga kasus-
kasus yang sama sering terulang di berbagai bank. Selama ini, pengaduan nasabah
perbankan ke BPSK (Badan Pengaduan Penyelesaian Sengketa) terkesan tertutup. Jika
pun kasusnya ditangani pengadilan, sangat jarang dipublikasikan dan tidak diketahui
bagaimana proses dan apa hasilnya. Masalah-masalah Perbankan yang Sering Diadukan
Nasabah Sejauh ini, terdapat lima masalah yang sering diadukan konsumen perbankan.
Apa saja lima masalah tersebut? Masalah pertama adalah seputar tingkat bunga yang
dianggap berlebihan, ketidakadilan penetapan biaya atau charge, dan penalti. Pengaduan
kedua dan ketiga adalah iklan perbankan yang dianggap menyesatkan serta sikap tidak
sopan sekaligus tidak etis penagih utang. Sementara itu, pengaduan berikutnya, yaitu
keempat dan kelima adalah surat klausula baku yang tak adil serta permasalahan ganti
rugi.

Selain mengadu langsung ke pihak bank bersangkutan, para konsumen ini mengadukan
masalahnya ke berbagai lembaga lainnya. Lembaga-lembaga yang dijadikan tempat
aduan konsumen yaitu lembaga konsumen seperti YLKI, pengadilan, biro mediasi
perbankan, media massa dengan mengisi surat pembaca, Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK), dan lain sebagainya. Pengaduan-pengaduan yang disampaikan oleh
para konsumen ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi konsumen lainnya yang
memakai layanan serupa.

Selain itu, pengaduan ini pun dapat dijadikan masukan bagi para pelaku usaha untuk
segera meningkatkan kualitas produk serta layanannya. Jika pelaku-pelaku usaha banyak
memperoleh keluhan, hal ini memperlihatkan usahanya memiliki masa depan cerah sebab
masih ada banyak orang yang peduli. Sementara itu, bagi pemerintah, pengaduan
konsumen ini dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki penetapan kebijakan-
kebijakan terkait.

Pengaduan Masalah Perbankan Meningkat Sampai semester pertama 2012, BI (Bank


Indonesia) sudah menerima pengaduan perbankan sebanyak 216.708 kasus. Jumlah ini
meningkat sebanyak 1417 kasus jika dibanding dengan tahun lalu di periode yang sama.
Ini artinya permasalahan perbankan menagalami peningkatan. Direktur Eksekutif Kepala
Departemen Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia mengatakan bahwa
kasus yang paling mendominasi adalah kasus seputar produk kartu kredit dan ATM.
Jumlahnya mencapai 96,31 persen dari jumlah total pengaduan. Meningkatnya jumlah
dispute atau pengaduan kartu kredit ini disebabkan oleh sejumlah faktor seperti kartu
yang tertelan lalu terdebet dan kartu nasabah hilang tetapi terjadi transaksi. Untuk
menurunkan jumlah kasus, pihak terkait, dalam hal ini Direktur Eksekutif Kepala
Departemen Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia, akan memanggil
pengawas bank bersangkutan untuk mengonfiormasi hal tersebut. Sementara itu, dalam
rangka meningkatkan pelayanan, Bank Indonesia akan menelaah besaran nilai yang
disengketakan. Sebelumnya, Bank Indoenesia hanya bersedia menangani nilai sengketa
di bawah 500 juta rupiah.

Posisi Nasabah Dianggap Lemah dalam Masalah Perbankan Masih ingat kasus Bank
Century? Kasus Bank Century yang merugikan nasabahnya sekitar 6,7 triliun rupiah
sampai saat ini belum juga tuntas. Kasus yang sama pun terjadi di Provinsi Jawa Tengah,
yaitu di Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta. Seorang nasabah Bank Jateng Syariah
Cabang Surakarta mengalami kerugian sekitar 6 miliar rupiah. Nasabah ini mengatakan
bahwa rekening tabungannya raib dibobol pegawai bank sebab surat kuasa miliknya
dipalsukan. Terkait dengan kasus ini, Bank Jateng pusat tak mengakui secara hukum
Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta ada di bawah naungannya. Sebenarnya, nasabah
yang merasa dirinya dirugikan oleh pihak bank bisa membuat surat pengaduan lewat
media. Jika pihak bank tidak dengan segera menindaklanjuti pengaduan tersebut, akan
berpengaruh terhadap reputasi bank yang bersangkutan.

Jika jumlah tabungan nasabah nilainya di bawah 500 juta rupiah, Bank Indonesia
bersedia melakukan mediasi. Tapi, untuk permasalahan nasabah yang jumlah
tabungannya lebih dari itu, Bank Indonesia tak bisa memediasi dan harus ditangani oleh
lembaga lain seperti pengadilan. Pihak nasabah dan pihak bank sebaiknya menyelesaikan
sengketanya terlebih dahulu. Tapi, bila nasabah merasa kurang puas, pihak pengadilan
akan menentukan kebenaran surat kuasa palsu tersebut. Dalam dunia perbankan di
Indonesia, pihak nasabah masih ditempatkan dalam posisi yang lemah. Hal ini wajar
karena klausul-klausul dalam industri perbankan Indonesia belum memihak kepada
nasabah sebagai penabung. Masalah Perbankan Muncul karena Minimnya Edukasi
Masyarakat Benarkah minimnya edukasi masyarakat tentang dunia perbakan menjadi
penyebab munculnya masalah dunia perbankan?

Ya, minimnya tingkat pengetahuan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan atau
perbankan menjadi penyebab menjamurnya permasalahan yang terjadi di dunia
perbankan. Oleh sebab itu, pemberian edukasi seputar perbankan kepada masyarakat
diharapkan akan menekan tejadinya krisis di sektor keuangan. Jika edukasi didorong dan
dilakukan secara intens, dispute atau pengaduan di perbankan akan berkurang. Bahkan,
pemahaman persoalan seputar keuangan akan membuat kegiatan layanan keuangan
menjadi lebih terbuka. Permasalahan di perbankan yang dialami oleh masyarakat terjadi
karena kurangnya edukasi. Bila distatistikkan, kelemahan ini menjadi yang utama dan
pertama. Tapi, dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat seputar lembaga
jasa keuangan, maka semakin membaik pula dunia perbankan. Hal ini karena ruang
pengaduan masyarakat atau dispute akan semakin berkurang. Untuk meningkatkan
edukasi masyarakat tentang dunia perbankan, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) akan
membuat sejumlah program.

Bahkan, akan dibentuk pula dewan komisioner yang bertugas memimpin komite edukasi
dan perlindungan konsumen. Komiter perlindungan konsumen ini melibatkan banyak
pihak. Pada intinya, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) akan membangun postur edukasi serta
perlindungan konsumen sebaik-baiknya. Masalah Perbankan - Perbankan Harus Miliki
Divisi Khusus
Pengaduan Nasabah Masalah dunia perbankan kini semakin menjadi perhatian khusus
pemerintah. Walaupun di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
1999 tidak disebutkan spesifikasi jasa atau produk tertentu, selama ini masalah dunia
perbankan terus diproses BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional).

Meskipun tak ada spesifikasi tertentu, permasalahan perbankan yang diadukan oleh
konsumen selalu direspons dengan memberi rekomendasi kepada pemerintah sebagai
pemegang kewenangan. Berdasarkan penjelasan para konsumen, mereka sangat
mengeluhkan pelayanan perbankan yang berkaitan dengan pengaduan nasabah. Para
konsumen perbankan atau nasabah merasa kesulitan mendapat solusi yang sesuai dengan
harapan. Para nasabah sering sekali mengeluhkan kurangnya perhatian dari lembaga
penyedia jasa perbankan tentang pengaduan masalah yang tengah dialami. Tak
tersedianya loket khusus pelayanan pengaduan nasabah telah membuat para konsumen
merasa kecewa. Itulah masalah-masalah perbankan yang sering muncul di Indonesia.

Tentunya permasalahan ini bisa diatasi jika pihak bank mau lebih menyeleksi dan
memberikan layanan terbaiknya kepada para nasabah. Konsumen atau nasabah adalah
aspek utama dalam keberhasilan sebuah bank. Oleh karena itu, berikan fasilitas pada
konsumen, serta selesaikan segala masalah nasabah dengan cepat agar mereka tidak
komplain (permasalahan perbankan paling banyak). Tak jarang para nasabah sulit
menyampaikan masalah dan sulit mendapat solusi dari masalah yang dialami. Untuk itu,
perbankan juga seharusnya memiliki divisi khusus pengaduan nasabah sehingga masalah
ini dapat teratasi.

3. Krisis dari Krismon Hingga Kristal Masa Pemulihan


Krisis yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 yang lalu telah berakibat sangat
berat bagi perekonomian nasional, pengangguran yang bertambah, ataupun
dampak-dampak yang lainnya. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk
meredam dampak negative dari krisis agar tidak merusak sendi-sendi pembangunan
yang telah kita bangun selama ini sekaligus juga memperbaiki berbagai
kelemahan yang ada dalam melangkah ke depan. Berbagai upaya ini perlu
dipandang sebagai upaya bersama dari seluruh rakyat Indonesia, termasuk didalamnya
profesi yang ada, agar upaya yang dijalankan dapat berhasil, dalam hubungan ini
kita dapat sedikit berbesar hati bahwa telah mulai terdapat tanda-tanda pulihnya
kembali perekonomian yang tercermin dari mulai menurunnya tekanan laju inflasi,
tingkat nilai tukar rupiah yang stabil, perkembangan suku bunga yang
2menurun yang memungkinkan dunia usaha untuk berangsur-angsur
melanjutkan kegiatan usahanya. Sementara itu berbagai langkah
perekonomian sesuai dengan agenda penyehatan perekonomian yang telah ditetapkan
dengan bantuan dengan berbagai lembaga internasional, terus pula secara konsisten kita
jalankan. Yang terakhir adalah upaya rekapitalisasi dan restrukturisasi perbankan
nasional yang merupakan salah satu tunggak yang sangat penting dalam agenda
pemulihan perekonomian. Uraian saya pada kesempatan ini menyangkut perbankan
dalam mengatasi krisis di Indonesia saat ini.
Dampak Krisis Perekonomian Terhadap Perbankan
Walaupun kita belum sepenuhnya dapat keluar dari krisis, namun sudah banyak
pelajaran yang dapat kita peroleh baik itu dari perihal pengalaman kita sendiri
maupun pengalaman negara lain. Seperti juga yang kita saksikan terjadi di Negara-
negara Asia lainnya, khususnya di Korea dan Thailand, pengalaman kita juga
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi relative tingga dan kebijakan makro
ekonomi yang berhati-hati pada 2 (dua) decade belakangan ini ternyata tidak dapat
menjamin kinerja perekonomian yang baik jika masih terdapat kelemahan-
kelemahan dalam system perbankan. Dalam dua tahun yang lalu ketika krisis
ekonomi terjadi, kita melihat bahwa ekonomi Indonesia telah mengalami perubahan
beberapa hal :
 Pertama adalah pertumbuhan perekonomian yang tinggi yang melebihi
kemampuan yang ada. Hal ini dapat diindikasikan antara lain oleh adanya gejala
pemanasan ekonomi yang pernah terjadi dan meningkatnya
3exposure perusahaan-perusahaan Indonesia terhadap dana luar negeri.
Sebagai akibatnya, ketika nilai tukar rupiah terus melorottajam, terjadi
kepanikan dikalangan pengusaha yang memiliki hutang luar negeri yang
berupaya melunasi hutangnya dengan membeli dolar yang berakibat semakin
terpuruknya nilai rupiah.
 Menurunnya kepercayaan dari para pemodal asing maupun pemodal dalam
negeri yang kemudian beramai-ramai memindahkan dananya keluar negeri.
Hal ini mengakibatkan pasokan devisa menjadi manipis sementara eksportir
enggan menjual dolar hasil ekspornya dan bank-bank asing juga enggan
bertransaksi dengan bank domestic.
 Lemahnya struktur ketahanan perekonomian yang ditandai dengan
besarnya ketergantungan barang kebutuhan pokok terhadap impor dan
lemahnya system perbankan.
 Kelemahan fundamental mikroekonomi juga muncul sebagai dampak dari
lemahnya pengelolaan dunia usaha (poor corporategovernance). Belum
kuatnya kesadaran akan pentingnya transparansi dan keterbukaan dalam
berusaha mengakibatkan kegiatan usaha swasta cenderung kurang efisien dan
kurang memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang sehat.

Selanjutnya, secara individual sumber pembiayaan bank dalam valuta asing


ternyata memiliki eksposur yang besar dan hal ini rentan terhadap resiko nilai tukar
rupiah yang secara signifikan telah menyebabkan perbankan nasional mengalami
kesulitan likuiditas. Berbagai hal di atas telah semakin
4memperburuk kondisi perbankan yang selama ini telah memiliki beberapa
kelemahan yakni :
 Pertama, adanya jaminan terselubung (implicit guarantee) dari bank sentral
atas kelangsungan hidup suatu bank untuk mencegah kegagalan sistemik
dalam industryperbankan telah menimbulkan moral hazard dikalangan
pengelola dan pemilik bank.
 Kedua, system pengawasan oleh bank sentral kurang efektif karena
belumsepenuhnya dapatmengimbangi pesat dankompleksnya
kegiatanoperasional perbankan. Hal initelah mendorong perbankan untuk
mengambil utang yang berkelebihan dan memberikan kredit ke sektor-sektor
yang berisiko tinggi.
 Ketiga, besarnya pemberian kredit dan jaminan baik secara langsung maupun
tidak langsung kepada individu/kelompok usahan yang terkait dengan bank
(connected lending) telah mendorong tingginya risiko kemacetan kredit
yang dihadapi bank.
 Keempat, relative lemahnya kemampuan manajerial bank telah
mengakibatkan penurunan kualitas asset produktif dan peningkatan risiko yang
dihadapi bank.
 Kelima, kurang transparannya informasi mengenai kondisi perbankan selain
telah mengakibatkan kesulitan dalam melakukan analisis secara akurat
tentang kondisi keuangan suatu bank juga telah melemahkan upaya untuk
melakukan kontrol sosial dan menciptakan disiplin pasar (market discipline).

Pemulihan Perekonomian melalui Pemberdayaan Perbankan

Dengan melihat pentingnya perbakan dalam perekonomian maka upaya memperbaiki dan
memperkuat sektor keuangan khususnya perbankan menjadisangat penting. Sektor
perbankan memiliki peranan yang penting dalam proses recovery perekonomian secara
keseluruhan. Dengan kerangka yang demikian, sangatlah sulit dibayangkan format pemulihan
perekonomian nasional lewat program stabilisasi ekonomi makro apabila sektor perbankan
tetap berada dalam kesulitan yang parah. Untuk mengatasi dampak krisis, apa yang dapat
dilakukan segera adalah melakukan retrukturisasi perbankan. Rangkaian kebijakan tersebut
diharapkan dapat kembali membangun kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri
terhadap system keuangan dan perekonomian kita, mengupayakan agar perbankan kita
menjadi lebih solvable sehingga dapat kembali berfungsi sebagai lembaga perantara yang
mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sekaligus meningkatkan efektifitas pelaksanaan
kebijakanmoneter.

Dengan luasnya cakupan sasaran yang akan dicapai tersebut,strategi umum yang banyak
diterapkan di Asia, khususnyaprogram-program ekonomi,bertumpu pada 4 (empat) bidang
kebijakan:

1.Di bidang moneter, ditempuh kebijakan moneter untuk mengurangi penurunan atau
depresiasi nilai mata uang lokalyang berlebihan yang akan memiliki implikasi sangat luas,
tidak hanya terhadap tingkat inflasi tetapi juga terhadap kondisi keuangan bank-bank.

2.Di bidang fiskal, ditempuh kebijakan fiskal yang lebih terfokus kepada upaya realokasi
pengeluarankegiatan-kegiatan yang tidak produktif kepada kegiatan yang diharapkan
dapatmengurangi ‘social cost’yang ditimbulkan akibat krisis ekonomi yang terjadi.

3.Di bidang pengelolaan(governance), ditempuhkebijakan yang akanmemperbaiki


kemampuanpengelolaan baik di sektor publikatau swasta.Termasuk didalamnya upaya untuk
menguragi intervensi pemerintah, monopoli dan kegiatan-kegiatan yang kurang produktif
lainnya.

4.Di bidang perbankan,ditempuh kebijakan yangakan memperbaikikelemahan-


kelemahansystem perbankan berupa retrukturisasi perbankan yang bertujuan untuk mencapai2
hal yaitu mengatasi dampak krisis, dan menghindari terjadinya krisis di masa yang akan datang.

Program pemulihanperekonomian yang kita lakukan pada dasarnya juga bertumpu


pada hal yang sama. Namun demikian upaya penyehatan dan pemberdaysan sektor
perbankan telah menyita perhatian yang jauh lebih besar khususnya dalam dua tahun terakhir
ini, tidak hanya darisegi waktu dan tenaga yang dicurahkan tetapi juga darisegi biaya yang
dikeluarkan. Hal inikarena krisis yang dialami oleh sektor perbankan bagitu mendalam,
tidak hanya terjadi tingkat individualbank tetapi telah merupakan krisis system perbankan
secara umum. Krisis inidalam perkembangannya seperti yang kita saksikan bersama telah
memperburuk kinerja perekonomian.

Pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa diperlakukan strategi


restrukturisasiyang komprehensif yang tidak hanya menekan pada 7upaya penyehatan
aspek keuangan perbankan semata, tetapi juga memperhatikan konsistensinya dengan
program pemulihanekonomi makro. Melalui pendekatan yang komprehensif, telah
dibuktikan bahwa restrukturisasi perbankan telah memberikan dampak positif bagi upaya
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penurunan laju inflasi. Hal inidapat terjadi
karena pemulihan fungsi intermediasi perbankan secara efektif meningkatkan kembali
mobilisasi dana, merealokasi sumber keuangan secara lebih efisien dan mendorong
penurunan tingkat bunga. Dengan kondisi makroekonomi yang semakin terkendalitersebut,
kepercayaan masyarakat dan investor secara bengangsur-angsur diharapkan dapat pulih
sehingga pada akhirnya memacu pertumbuhan ekonomi kita.

Anda mungkin juga menyukai