Bank devisa berasal dari kata bank dan devisa. bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan devisa
adalah semua benda yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran luar negeri dan dapat
diterima di dunia internasional.
Berdasakan penjabaran diatas kita dapat simpulkan bahwa Bank devisa adalah
bank yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan
kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. Bank devisa dapat menawarkan jasa-jasa
bank yang berkaitan dengan mata uang asing tersebut seperti transfer keluar negeri, jual
beli valuta asing, transaksi eksport import, dan jasa-jasa valuta asing lainnya. Baik dalam
hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan.
Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam
skala internasional.
Berikut Ini adalah beberapa contoh bank devisa :
Berikut ini adalah daftar bank non devisa yang ada di Indonesia
2. Koperasi;
Koperasi merupakan bentuk badan usaha yang memiliki status sebagai badan
hukum setelah akta pendirianya disahkan oleh pemerintah, sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam ketentuan pasal 9 Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Koperasi sebagai badan usaha berperan pula sebagai gerakan ekonomi rakyat.
Karenanya, koperasi mempunyai kekhususan tersendiri dalam menjalankan
kegiatan usahanya, yaitu berdasarkan prinsip koperasi yang disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Dengan
demikian anggota koperasi merupakan pemilik dan sekaligus pengguna jasa
koperasi tersebut. Usaha yang dilakukan koperasi selain dikaitkan langsung
dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraanya, juga
dapat menjalankan kegiatan usaha lain termasuk dalam kegiatan perbankan
sehingga koperasi mampu berperan disegala bidang kehidupan ekonomi. Dalam
hal kegiatan perbankan yang berbentuk hukum koperasi ini pun tujuan utamanya,
yaitu tetap menyejahterakan anggotanya sekaligus menyejahterakan masyarakat
secara keseluruhan.
3. Perusahaan daerah
Perusahaan daerah dapat mendirikan bank, baik yang berbentuk umum maupaun
Bank Perkreditan Rakyat. Sewaktu berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1967 tentang Ketentuan-ketentuan pokok perbankan, bank milik pemerintah
daerah provinsi yang berebentuk bank pembangunan daerah didirikan dengan
dasar peraturan daerah. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (4)
Undang-Undang Nomro 13 Tahun 1962 tentang ketentuan-ketentuan pokok bank
pembangunan daerah bahwa:
“bank pembangunan daerah adalah badan hukum berdasarkan undang-undang
ini kependudukanya sebagai badan hukum diperoleh dengan berlakunya peraturan
pendirianya”.
Mengingat ketentuan diatas, maka jelas sebagian besar mayoritas modal dari
bank-bank yang berbentuk hukum perusahaan daerah akan dimilki oleh
pemerintah daerah
Berikut ini ulasannya. Masalah Perbankan Terus Menghantui Kasus kejahatan dan
penyimpangan perbankan dari hari ke hari semakin menghantui perekonomian Indonesia.
Bila pihak terkait, dalam hal ini pemerintah dan BI, tidak mampu menyelesaikan masalah
ini dengan cara pengawasan yang ketat, tentu akan berdampak pada kinerja sektor riil.
Oleh sebab itu, para penegak hukum harus menghukum berat pihak-pihak yang
melanggar UU Perbankan.
Tapi sayang, penanganan kasus perbankan dianggap kurang transparan sehingga kasus-
kasus yang sama sering terulang di berbagai bank. Selama ini, pengaduan nasabah
perbankan ke BPSK (Badan Pengaduan Penyelesaian Sengketa) terkesan tertutup. Jika
pun kasusnya ditangani pengadilan, sangat jarang dipublikasikan dan tidak diketahui
bagaimana proses dan apa hasilnya. Masalah-masalah Perbankan yang Sering Diadukan
Nasabah Sejauh ini, terdapat lima masalah yang sering diadukan konsumen perbankan.
Apa saja lima masalah tersebut? Masalah pertama adalah seputar tingkat bunga yang
dianggap berlebihan, ketidakadilan penetapan biaya atau charge, dan penalti. Pengaduan
kedua dan ketiga adalah iklan perbankan yang dianggap menyesatkan serta sikap tidak
sopan sekaligus tidak etis penagih utang. Sementara itu, pengaduan berikutnya, yaitu
keempat dan kelima adalah surat klausula baku yang tak adil serta permasalahan ganti
rugi.
Selain mengadu langsung ke pihak bank bersangkutan, para konsumen ini mengadukan
masalahnya ke berbagai lembaga lainnya. Lembaga-lembaga yang dijadikan tempat
aduan konsumen yaitu lembaga konsumen seperti YLKI, pengadilan, biro mediasi
perbankan, media massa dengan mengisi surat pembaca, Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK), dan lain sebagainya. Pengaduan-pengaduan yang disampaikan oleh
para konsumen ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi konsumen lainnya yang
memakai layanan serupa.
Selain itu, pengaduan ini pun dapat dijadikan masukan bagi para pelaku usaha untuk
segera meningkatkan kualitas produk serta layanannya. Jika pelaku-pelaku usaha banyak
memperoleh keluhan, hal ini memperlihatkan usahanya memiliki masa depan cerah sebab
masih ada banyak orang yang peduli. Sementara itu, bagi pemerintah, pengaduan
konsumen ini dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki penetapan kebijakan-
kebijakan terkait.
Posisi Nasabah Dianggap Lemah dalam Masalah Perbankan Masih ingat kasus Bank
Century? Kasus Bank Century yang merugikan nasabahnya sekitar 6,7 triliun rupiah
sampai saat ini belum juga tuntas. Kasus yang sama pun terjadi di Provinsi Jawa Tengah,
yaitu di Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta. Seorang nasabah Bank Jateng Syariah
Cabang Surakarta mengalami kerugian sekitar 6 miliar rupiah. Nasabah ini mengatakan
bahwa rekening tabungannya raib dibobol pegawai bank sebab surat kuasa miliknya
dipalsukan. Terkait dengan kasus ini, Bank Jateng pusat tak mengakui secara hukum
Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta ada di bawah naungannya. Sebenarnya, nasabah
yang merasa dirinya dirugikan oleh pihak bank bisa membuat surat pengaduan lewat
media. Jika pihak bank tidak dengan segera menindaklanjuti pengaduan tersebut, akan
berpengaruh terhadap reputasi bank yang bersangkutan.
Jika jumlah tabungan nasabah nilainya di bawah 500 juta rupiah, Bank Indonesia
bersedia melakukan mediasi. Tapi, untuk permasalahan nasabah yang jumlah
tabungannya lebih dari itu, Bank Indonesia tak bisa memediasi dan harus ditangani oleh
lembaga lain seperti pengadilan. Pihak nasabah dan pihak bank sebaiknya menyelesaikan
sengketanya terlebih dahulu. Tapi, bila nasabah merasa kurang puas, pihak pengadilan
akan menentukan kebenaran surat kuasa palsu tersebut. Dalam dunia perbankan di
Indonesia, pihak nasabah masih ditempatkan dalam posisi yang lemah. Hal ini wajar
karena klausul-klausul dalam industri perbankan Indonesia belum memihak kepada
nasabah sebagai penabung. Masalah Perbankan Muncul karena Minimnya Edukasi
Masyarakat Benarkah minimnya edukasi masyarakat tentang dunia perbakan menjadi
penyebab munculnya masalah dunia perbankan?
Ya, minimnya tingkat pengetahuan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan atau
perbankan menjadi penyebab menjamurnya permasalahan yang terjadi di dunia
perbankan. Oleh sebab itu, pemberian edukasi seputar perbankan kepada masyarakat
diharapkan akan menekan tejadinya krisis di sektor keuangan. Jika edukasi didorong dan
dilakukan secara intens, dispute atau pengaduan di perbankan akan berkurang. Bahkan,
pemahaman persoalan seputar keuangan akan membuat kegiatan layanan keuangan
menjadi lebih terbuka. Permasalahan di perbankan yang dialami oleh masyarakat terjadi
karena kurangnya edukasi. Bila distatistikkan, kelemahan ini menjadi yang utama dan
pertama. Tapi, dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat seputar lembaga
jasa keuangan, maka semakin membaik pula dunia perbankan. Hal ini karena ruang
pengaduan masyarakat atau dispute akan semakin berkurang. Untuk meningkatkan
edukasi masyarakat tentang dunia perbankan, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) akan
membuat sejumlah program.
Bahkan, akan dibentuk pula dewan komisioner yang bertugas memimpin komite edukasi
dan perlindungan konsumen. Komiter perlindungan konsumen ini melibatkan banyak
pihak. Pada intinya, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) akan membangun postur edukasi serta
perlindungan konsumen sebaik-baiknya. Masalah Perbankan - Perbankan Harus Miliki
Divisi Khusus
Pengaduan Nasabah Masalah dunia perbankan kini semakin menjadi perhatian khusus
pemerintah. Walaupun di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
1999 tidak disebutkan spesifikasi jasa atau produk tertentu, selama ini masalah dunia
perbankan terus diproses BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional).
Meskipun tak ada spesifikasi tertentu, permasalahan perbankan yang diadukan oleh
konsumen selalu direspons dengan memberi rekomendasi kepada pemerintah sebagai
pemegang kewenangan. Berdasarkan penjelasan para konsumen, mereka sangat
mengeluhkan pelayanan perbankan yang berkaitan dengan pengaduan nasabah. Para
konsumen perbankan atau nasabah merasa kesulitan mendapat solusi yang sesuai dengan
harapan. Para nasabah sering sekali mengeluhkan kurangnya perhatian dari lembaga
penyedia jasa perbankan tentang pengaduan masalah yang tengah dialami. Tak
tersedianya loket khusus pelayanan pengaduan nasabah telah membuat para konsumen
merasa kecewa. Itulah masalah-masalah perbankan yang sering muncul di Indonesia.
Tentunya permasalahan ini bisa diatasi jika pihak bank mau lebih menyeleksi dan
memberikan layanan terbaiknya kepada para nasabah. Konsumen atau nasabah adalah
aspek utama dalam keberhasilan sebuah bank. Oleh karena itu, berikan fasilitas pada
konsumen, serta selesaikan segala masalah nasabah dengan cepat agar mereka tidak
komplain (permasalahan perbankan paling banyak). Tak jarang para nasabah sulit
menyampaikan masalah dan sulit mendapat solusi dari masalah yang dialami. Untuk itu,
perbankan juga seharusnya memiliki divisi khusus pengaduan nasabah sehingga masalah
ini dapat teratasi.
Dengan melihat pentingnya perbakan dalam perekonomian maka upaya memperbaiki dan
memperkuat sektor keuangan khususnya perbankan menjadisangat penting. Sektor
perbankan memiliki peranan yang penting dalam proses recovery perekonomian secara
keseluruhan. Dengan kerangka yang demikian, sangatlah sulit dibayangkan format pemulihan
perekonomian nasional lewat program stabilisasi ekonomi makro apabila sektor perbankan
tetap berada dalam kesulitan yang parah. Untuk mengatasi dampak krisis, apa yang dapat
dilakukan segera adalah melakukan retrukturisasi perbankan. Rangkaian kebijakan tersebut
diharapkan dapat kembali membangun kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri
terhadap system keuangan dan perekonomian kita, mengupayakan agar perbankan kita
menjadi lebih solvable sehingga dapat kembali berfungsi sebagai lembaga perantara yang
mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sekaligus meningkatkan efektifitas pelaksanaan
kebijakanmoneter.
Dengan luasnya cakupan sasaran yang akan dicapai tersebut,strategi umum yang banyak
diterapkan di Asia, khususnyaprogram-program ekonomi,bertumpu pada 4 (empat) bidang
kebijakan:
1.Di bidang moneter, ditempuh kebijakan moneter untuk mengurangi penurunan atau
depresiasi nilai mata uang lokalyang berlebihan yang akan memiliki implikasi sangat luas,
tidak hanya terhadap tingkat inflasi tetapi juga terhadap kondisi keuangan bank-bank.
2.Di bidang fiskal, ditempuh kebijakan fiskal yang lebih terfokus kepada upaya realokasi
pengeluarankegiatan-kegiatan yang tidak produktif kepada kegiatan yang diharapkan
dapatmengurangi ‘social cost’yang ditimbulkan akibat krisis ekonomi yang terjadi.