Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM METODE INSTRUMEN DAN

ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TAHUN 2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tenaga kerja harus dapat dibina dan diarahkan menjadi sumber daya yang
penting. Pengembangan sumber daya manusia terutama dari aspek kualitas memerlukan

1
peningkatan perlindungan terhadap kemungkinan akibat teknologi atau proses produksi
sehingga keselamatan, kesehatan, kesejahteraan dan produktivitas kerja akan lebih
meningkat pula. Sehingga perlu diketahui dan dimasyarakatkan usaha-usaha
pengendalian dan pemantauan lingkungan kerja agar tidak membawa dampak atau
akibat buruk kepada tenaga kerja yang berupa penyakit/gangguan kesehatan ataupun
penurunan kemampuan atau produktivitas kerja (Depkes, 2008).
Faktor fisik merupakan komponen yang terdapat di lingkungan kerja seperti
kebisingan, penerangan, iklim kerja, getaran dan radiasi, yang biasanya mempengaruhi
tenaga kerja. Salah satu faktor yang mengganggu kenyamanan dalam bekerja adalah
kebisingan, yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat
dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat
kerja pada tingkat tertentu (Depkes, 2008).
Ukuran fisik kenyaringan dipengaruhi dengan adanya amplitudo dan tingkat
tekanan suara. Kecenderungan saat ini adalah menggabungkan semua hal yang
merupakan sifat dari suara, termasuk tingginya, nyaringnya dan distribusi spektral
sebagai nada. Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengukur kebisingan agar
sehingga dapat diketahui kelayakan atau nilai ambang batas yang sesuai pada daerah
percobaan (Sasongko dkk, 2000).
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan
lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia.
Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang
dikerjakannya secara jelas dan cepat (Depkes, 2008).
Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang kurang memenuhi
persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan, karena jika pencahayaan terlalu
besar atau pun lebih kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang
diterima oleh mata. Pupil akan mengecil jika menerima cahaya yang besar dan
sebaliknya, hal ini merupakan salah satu penyebab mata cepat lelah (Depkes, 2008).
Temperatur lingkungan kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi
untuk menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja bila berada pada kondisi yang
ekstrim. Kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim meliputi panas dan dingin
yang berada di luar batas kemampuan manusia untuk beradaptasi. Apabila tubuh

2
terpapar cuaca kerja panas, secara fisiologis tubuh akan berusaha menghadapinya
dengan maksimal, dan bila usaha tersebut tidak berhasil akan timbul efek yang
membahayakan.
Oleh karena itu, pengukuran kebisingan, pencahayaan, iklim kerja ini dilakukan untuk
mengetahui perbandingan baku mutu dengan kegiatan masyarakat kota Samarinda.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Maksud
a. Melakukan pengukuran kebisingan di lokasi kerja
b. Melakukan pengukuran penerangan/pencahayaan di lokasi kerja
c. Melakukan pengukuran iklim kerja di lokasi kerja
d. Melakukan pengukuran kecepatan arah angin di lingkungan kerja

1.2.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui kebisingan di lokasi kerja
b. Untuk mengetahui penerangan/pencahayaan di lokasi kerja
c. Untuk mengetahui iklim kerja di lokasi kerja
d. Untuk mengetahui kecepatan arah angin di lingkungan kerja

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebisingan

3
Kebisingan adalah bunyi yang tidak di inginkan karena tidak sesuai dengan
konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan
dan kesehatan manusia. Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber
suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul-
molekul udara di sekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran
sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambat energi mekanis dalam medium
udara menurut pola rambat longitudinal. Rambatan gelombang di udara ini dikenal
sebagai suara atau bunyi (Sasongko dkk., 2000).
Laju rambat gelombang suara di udara sangat bergantung terhadap suhu
sekitarnya. Pada suhu 20°C laju rambat suara sekitar 344 m/s. Setiap kenaikan 10 oC
maka laju rambat suara di udara bertambah sekitar 0,61 m/s. Dalam pengendalian
kebisingan diasumsikan bahwa laju rambat suara di udara tidak bergantung pada
frekuensi dan kelembaban udara (Sasongko dkk., 2000).
Suara yang merambat melalui medium udara berlangsung melalui pola
mampatan-regangan molekul udara yang dilalui. Banyaknya mampatan renggangan
yang terjadi dalam suatu interval watku tertentu disebut frekuensi suara. Satuannya
dinyatakan dalam hertz (Hz) jika interval waktu kejadian dinyatakan dalam detik
(Sasongko dkk., 2000).
Satuan tekanan suara sebagai satuan tingkat kebisingan atau suara dinilai kurang
praktis karena daerah pendengaran manusia memiliki jangkauan yang sangat lebar
(2×10−5 Pa sampai 200 Pa) dan respon telinga manusia tidak linier tehadap tekanan
suara, tetapi bersifat logaritmis. Berdasarkan alasan ini maka ukuran tingkat kebisingan
biasanya dinyatakan dalam skala tingkat tekanan suara (sound pressure level = SPL)
dengan satuan desibel (dB).
Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik terhadap
kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan oleh suatu medium
yaitu umumnya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan antara lain oleh
intensitas (loudness), frekuensi, periodisitas (kontinyu atau terputus) dan durasinya.
Faktor-faktor tersebut juga ikut mempengaruhi dampak suatu kebisingan terhadap
kesehatan (Mansyur, 2003).
Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas:
1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas.

4
Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik
berturut-turut. Misalnya mesin, kipas angin, dan dapur pijar.
2. Bising yang kontinyu dengan spektrum fekuensi yang sempit.
Bising ini juga relatif tetap, namun hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada
frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji sirkuler dan katup gas.
3. Bising terputus-putus (Intermittent).
Bising ini tidak terjadi terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya
suara lalu lintas dan kebisingan di lapangan terbang.
4. Bising Impulsif.
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu yang
sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan, suara
ledakan, dan meriam.
5. Bising Impulsif berulang.
Bising ini identik dengan bising impulsif, hanya saja terjadi secara berulang-ulang.
Misalnya mesin tempa (Nainggolan, 2007).

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas:


1. Bising yang mengganggu (Irritating noise).
Bising ini memiliki intensitas yang tidak terlalu keras, misalnya suara dengkuran.
2. Bising yang menutupi (Masking noise)
Bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung, bunyi ini akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat
tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.
3. Bising yang merusak (Damaging noise)
Bunyi yang intensitasnya melampaui nilai ambang batas (NAB). Bunyi jenis ini akan
merusak atau menurunkan fungsi pendengaran (Nainggolan, 2007).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987,


tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan.

Tabel 1.2: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan

NO Zona Tingkat Kebisingan (dB A)

5
Maksimum   yang Maksimum yang
dianjurkan diperbolehkan

1 A 35 45

2 B 45 55

3 C 50 60
4 D 60 70

Zona A : Tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan


Zona B : Perumahan, tempat pendidikan, rekreasi
Zona C : Perkantoran, perdagangan, pasar
Zona D : Lingkungan Industri, pabrik, stasium Kerta Api, Terminal

Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan


fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi, dan ketulian. Namun ada yang
menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya gangguan terhadap
pendengaran dan gangguan non auditory seperti komunikasi terganggu, ancaman
bahaya keselamatan, menurunnya produktivitas kerja, kelelahan dan stres. Adapun
beberapa jenis gangguan akibat kebisingan dalam bekerja, yaitu:
1. Gangguan Fisiologis
Gangguan yang dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut
nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian
kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, emosi, dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan
penyakit, psikosomatik seperti gastritis, penyakit jantung koroner dan lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan
mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman.
Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya
terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan

6
atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan
produktivitas kerja.
4. Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran dapat berupa hilangnya kemampuan mendengar atau
ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi
bila bekerja terus-menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan
menghilang secara menetap atau tuli (Nainggolan, 2007).

2.2 Cahaya
Cahaya adalah gejala kelistrikkan dan kemagnetan sehingga dapat digolongkan
gelombang elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh cahaya mata dan dapat
memungkinkan untuk membeda-bedakan warna-warni (Padmanaba, 2006).
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan
lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia.
Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang
dikerjakannya secara jelas dan cepat. Menurut Suma’mur (1996), sumber pencahayaan
dapat dibagi menjadi :
1. Pencahayaan alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.
Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga
dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang
diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6
daripada luas lantai.
Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan
penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap,
sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan agar penggunaan sinar alami mendapat keuntungan, yaitu:
a. Variasi intensitas cahaya matahari
b. Distribusi dari terangnya cahaya
c. Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan
d. Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung
2. Pencahayaan buatan

7
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya
selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan
sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi.
Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun
yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut:
a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail
serta
b. terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat
c. Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman
d. Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja
e. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata,
tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang.
f. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi
Kesilauan adalah brightness yang berada dalam lapangan penglihatan yang
menyebabkan rasa ketidaknyamanan, gangguan (annoyance), kelelahan mata atau
gangguan penglihatan. Menurut jenis-jenisnya kesilauan yang dapat menyebabkan
gangguan pengelihatan dibedakan menjadi tiga yaitu:
1) Dissability
Penyebab kesilauan ini adalah terlalu banyaknya cahaya secara langsung masuk ke
dalam mata dari penglihatan. Dissability glare mempengaruhi seseorang untuk dapat
melihat dengan jelas. Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang yang mengendarai
mobil pada malam hari dimana lampu dari mobil yang berada dihadapannya terlalu
terang.
2) Discomfort
Kesilauan ini sering menimbulkan rasa ketidaknyamanan pada mata, terutama bila
keadaan ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Kesilauan ini sering dialami
oleh mereka yang bekerja pada siang hari dan menghadap ke jendela atau pada saat
seseorang menatap lampu secara langsung pada malam hari. Efek kesilauan ini pada
mata tergantung dari lamanya seseorang terpapar oleh kesilauan tersebut.
3) Reflected
Reflected glare adalah kesilauan yang disebabkan oleh pantulan cahaya yang
mengenai mata, dan pantulan cahaya ini berasal dari semua permukaan benda yang

8
mengkilap (langit-langit, kaca, dinding, meja kerja, mesin-mesin, dan lain-lain) yang
berada dalam lapangan penglihatan (visual field). Pantulan cahaya kadang-kadang
lebih menganggu daripada disability glare atau discomfort glare karena terlalu
dekatnya letak sumber kesilauan dan garis penglihatan (Suma’mur, 1996).
Untuk mendapatkan pencahayaan yang sesuai dalam suatu ruang, maka diperlukan
sistem pencahayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Sistem pencahayaan di
ruangan, termasuk di tempat kerja dapat dibedakan menjadi 5 macam yaitu:
1. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu
diterangi. Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan, tetapi ada
kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang mengganggu,
baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya. Untuk efek yang
optimal, disarankan langit-langit, dinding serta benda yang ada di dalam ruangan
perlu diberi warna cerah agar tampak terang maksimal.
2. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu diterangi,
sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan sistem ini
kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi. Diketahui bahwa langit-
langit dan dinding berwarna putih memiliki efiesiensi pemantulan 90%.
3. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)
Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari,
sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dalam pencahayaan
sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke
bawah dan sisanya ke atas. Masalah bayangan dan kesilauan masih ditemukan.
4. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas,
sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal disarankan
langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada sistem ini
masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi.
5. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas
kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit

9
dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik.
Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan
kerugiannya mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja
(Prabu, 2009).

2.3 Iklim Kerja


Dalam Keputusan Mentri Tenaga Kerja No. PER 13/MEN/X/2011tentang Iklim
kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan
panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat
pekerjaannya. Menurut Suma’mur PK, iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor
tersebut bila dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh dapat disebut dengan
tekanan panas. Indeks tekanan panas disuatu lingkungan kerja adalah perpaduan antara
suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan panas metabolisme
sebagai hasil aktivitas seseorang.
Suhu tubuh manusia dapat dipertahankan secara menetap oleh suatu sistem
pengatur suhu (system thermoregulator). Suhu menetap ini adalah akibat keseimbangan
diantara panas yang dihasilkan didalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan
pertukaran panas diantara tubuh dengan lingkungan sekitar.
Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan
mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24 derajat Celsius sampai
27 derajat Celsius.
2.3.1 Iklim Kerja Panas
Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat
disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi dan sinar
matahari. Panas sebenarnya merupakan energi kinetik gerak molekul yang secara terus
menerus dihasilkan dalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme dan panas tubuh
yang dikeluarkan kelingkungan sekitar. Agar tetap seimbang antara pengeluaran dan
pembentukan panas maka tubuh mengadakan usaha pertukaran panas dari tubuh ke
lingkungan sekitar melalui kulit dengan cara konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi.
a. Konduksi, merupakan pertukaran diantara tubuh dan benda-benda sekitar dengan
melalui sentuhan atau kontak. Konduksi akan menghilangkan panas dari tubuh

10
apabila benda-benda sekitar lebih dingin suhunya, dan akan menambah panas kepada
tubuh apabila benda-benda sekitar lebih panas dari tubuh manusia.
b. Konveksi, adalah petukaran panas dari badan dengan lingkungan melalui kontak
udara dengan tubuh. Pada proses ini pembuangan panas terbawa oleh udara sekitar
tubuh.
c. Radiasi, merupakan tenaga dari gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang lebih panjang dari sinar matahari.
d. Evaporasi, adalah keringat yang keluar melalui kulit akan cepat menguap bila udara
diluar badan kering dan terdapat aliran angin sehingga terjadi pelepasan panas
dipermukan kulit, maka cepat terjadi penguapan yang akhirnya suhu badan bisa
menurun.

Lingkungan kerja panas dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:


a. Lingkungan panas lembab ditandai dengan temperatur bola kering yang tinggi
disertai tekanan uap air yang tinggi.
b. Lingkungan panas kering ditandai dengan temperatur bola kering mencapai 400C
disertai beban panas radiasi tinggi.
Terdapat beberapa contoh tempat kerja dengan iklim kerja panas diantaranya :
a. Proses produksi yang menggunakan panas, misalnya peleburan, pengeringan,
pemanasan
b. Pekerjaan yang langsung terkena sinar matahari, misalnya pekerjaan jalan raya,
bongkar muat, nelayan, petani
c. Tempat kerja dengan ventilasi udara kurang

2.3.2 Iklim Kerja Dingin


Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi kerja dengan keluhan kaku atau
kurangnya koordinasi otot. Kondisi semacam ini dapat meningkatkan tingkat kelelahan
seseorang.
Terdapat beberapa contoh tempat kerja dengan iklim kerja dingin diantaranya di
pabrik es, kamar pendingin, laboratorium, ruang computer dan lain-lain.
Masalah kesehatan yang berhubungan dengan iklim dingin, yaitu:

11
 Chilblains : Bagian tubuh yang terkena membengkak, merah, panas dan sakit
diselingi gatal. Penyakit ini diderita akibat bekerja ditempat dingin dengan waktu
lama dan akibat defisiensi besi.
 Trench foot : Kerusakan anggota badan terutama kaki akibat kelembaban atau
dingin walau suhu diatas titik beku. Stadium ini diikuti tingkat hyperthermis yaitu
kaki membengkak, merah, dan sakit. Penyakit ini berakibat cacat semetara.
 Frosbite : Akibat suhu rendah dibawah titik beku, kondisi sama seperti trenchfoot
namun stadium akhir penyakit frosbite adalah gangrene dan bisa berakibat cacat
tetap.

2.3.3 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja


Di Indonesia, parameter yang digunakan untuk menilai tingkat iklim kerja
adalah Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Hal ini telah ditentukan dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor: No. PER 13/MEN/X/2011, Tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika Di Tempat Kerja, pasal 1 ayat 9 berbunyi :
“Indeks suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang disingkat
ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil
perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola”.
NAB Iklim Lingkungan Kerja Permenkes RI No.70 Tahun 2016

2.4 Kecepatan Angin


Angin adalah udara yang bergerak dari satu tempat ketempat lainnya. Angin
berhembus dikarenakan beberapa bagian bumi mendapat lebih banyak panas matahari
dibandingkan tempat lain. Permukaan tanah yang panas mambuat suhu udara diatasnya
naik. Akibatnya udara yang naik mengembang dan menjadi lebih ringan. Karena lebih
ringan dibandingkan udara sekitarnya, udara akan naik. Begitu udara panas tadi naik,

12
tempatnya akan segera digantikan oleh udara sekitar terutama udara dari atas yang lebih
dingin dan berat. Proses ini terjadi terus-menerus, akibatnya kita bisa merasakan adanya
pergerakan udara atau yang disebut angin (Nasir, 1990).
Arah angin biasa dinyatakan dengan arah dari mana angin tersebut datang,
sedangkan kecepatan angin biasanya dinyatakan dalam satuan meter/detik, km/jam dan
mil/jam. Alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan angin disebut Anemometer.
Ada beberapa jenis anemometer : Anemometer mangkuk (cup anemometer),
anemometer baling-baling (propeler anemometer) anemometer arus konstan (constan
current anemometer). Namun yang umum digunakan adalah anemometer mangkuk.
Kecepatan angin di alam biasanya dapat dikenali dengan tanda-tanda yang diakibatkan
oleh tiupan angin tersebut (Soemeinaboedhy, 2006).

BAB III
METODE KERJA

13
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum metode instrumen dan analisis kualitas lingkungan dilakukan pada
hari Kamis tanggal 12 Desember 2019 pada pukul 10.00-12.00 WIb di Balai Teknik
Kesehatan Lingkungan Medan

3.2 Alat dan Bahan


a. Sound Level Meter
b. Lux Meter
c. Heat Stress Monitor
d. Anemometer

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Kebisingan
a. Ditentukan lokasi pengukuran kebisingan
b. Dipersiapkan alat pengukuran Sound Level Meter
c. Ditentukan titik sampling yang baik dengan jarak yang sesuai
d. Dipegang Sound Level Meter pada ketinggian 1,00-1,20 meter
e. Diarahkan mikrofon ke sumber suara
f. Dihidupkan Sound Level Meter dengan menggeser switch On/Off
g. Pilih selektor pada posisi fast untuk kebisingan continue atau berkelanjutan
atau selektor pada posisi slow untuk jenis kebisingan impulsive atau yang
terputus-putus
h. Pilih selektor range intensitas kebisingan
i. Tentukan lokasi pengukuran
j. Setiap lokasi pengukuran dilakukan pengamatan selama 10 menit dengan
kurang lebih 120 kali pembacaan
k. Hasil pengukuran adalah angka yang ditunjukkan pada monitor
l. Tulis hasil pengukuran dan hitung rata-rata kebisingannya, maka akan
diketahui hasil pengukuran dari kebisingan tersebut

3.3.2 Cahaya
a. Ditentukan lokasi pengukuran pencahayaan

14
b. Dipersiapkan alat pengukuran Lux Meter
c. Ditentukan titik sampling yang baik dengan jarak yang sesuai
d. Dipegang Lux Meter di lokasi yang akan diukur
e. Diarahkan Lux Meter pada sumber cahaya
f. Dihidupkan Lux Meter dengan menggeser switch On/Off
g. Pilih kisaran range yang akan diukur
h. Arahkan sensor cahaya dengan menggunakan tangan pada permukaan
daerah yang akan diukur penerangannya
i. Lihat hasil pengukuran pada layar panel

3.3.3 Iklim Kerja


a. Ditentukan lokasi pengukuran
b. Dipersiapkan alat pengukuran Heat Stress Monitor
c. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan alat pada ketinggian 1,2 m bagi
tenaga kerja yang berdiri dan 0.6 m bila tenaga kerja duduk dalam melakukan
pekerjaan
d. Pada saat pengukuran reservoir (tandon) termometer suhu basah diisi dengan
aquadest
e. Nyalakan alat dan berikan waktu adaptasi alat ±10 menit

3.3.4 Kecepatan Angin


a. Ditentukan lokasi pengukuran
b. Aktifkan alat ukur Anemometer yang akan digunakan
c. Memegang anemometer secara vertikal
d. Tentukan lokasi pengukuran
e. Hasil pengukuran kecepatan angin akan muncul secara otomatis pada
spedometer yang terdapat pada layar LCD Anemometer.

BAB IV

15
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengukuran


4.1.1 Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan

Lokasi Pengukuran : Simpang Empat Lampu Merah Jl. Abdullah Lubis

4.1.2 Hasil Pengukuran Pencahayaan

Lokasi Pengukuran : Simpang Empat Lampu Merah Jl. Abdullah Lubis


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

82,8 98,8 102 168,5 294 574 199 188,2 164, 115, 132,6 129,8
6 2
∞ Rata-rata : 187,5 lux ∞ Faktor Koreksi : -16,8 lux ∞ Hasil : 170,7 lux

4.1.3 Hasil Pengukuran Iklim Kerja

Lokasi Pengukuran : Ruang Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan

16
Hasil Pengukuran didapatkan :
WGBTI : 23.4 °C
Globe : 26,6 °C
Suhu basah (Wet) : 22,3 °C
Suhu kering (Dry) : 25,4 °C
RH : 60%
HI : 27 °C

4.1.4 Hasil Pengukuran Kecepatan Angin

Lokasi Pengukuran : Ruang Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan

4.2 Pembahasan
1. Dari pengukuran dengan menggunakan sound Level Meter diketahui bahwa tingkat
kebisingan rata-rata yang dilakukan selama 10 menit dan 120 kali pembacaan adalah
72,78 dB. Nilai rata-rata tersebut melebihi nilai maksimum yang diperbolehkan
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
718/Men/Kes/Per/XI/1987, tentang kebisingan berhubungan dengan kesehatan pada
pada zona D (Lingkungan Industri, pabrik, stasium Kerta Api, Terminal) yaitu tingkat
kebisingan maksimum yang dianjurkan 60-70 dB.

2. Hasil pengukuran pencahayaan di ruangan masih dibawah dari NAB yang ditentukan
Permenkes RI No 48 tahun 2016 yaitu didapatkan hasil sebesar 170,7 lux. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 48 tahun 2016 tentang persyaratan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, Minimal pencahayaan di ruang kerja
(perkantoran) adalah 200 lux.

3. Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan heat stress monitor diketahui


bahwa ISBB masih dibawah dari NAB yang ditentukan Permenkes RI No.70 Tahun
2016 yaitu 23,4°C. Ini berarti bahwa ISBB pada lokasi aman dalam konteks iklim kerja

17
4. Dari pengukuran dengan menggunakan Anemometer diketahui bahwa kecepatan
pada mata angin barat lebih tinggi yaitu 0.98 dibandingkan dengan mata angin tenggara,
utara dan timur. Hal ini tergantung atau dipengaruhi oleh posisi pengukuran dengan
anemometer. Dan rata-rata kecepatan angin di lingkungan BTKLPP Medan adalah
0.795.

BAB III
PENUTUP
18
3.1 Kesimpulan

Faktor fisik merupakan komponen yang terdapat di lingkungan kerja seperti


kebisingan, penerangan, iklim kerja, getaran dan radiasi, yang biasanya mempengaruhi
tenaga kerja. Usaha-usaha pengendalian dan pemantauan lingkungan kerja diperlukan
agar tidak membawa dampak atau akibat buruk kepada tenaga kerja yang berupa
penyakit/gangguan kesehatan ataupun penurunan kemampuan atau produktivitas kerja.

3.2 Saran

1. Untuk meminimalkan suara bising beberapa yang dapat dilakukan adalah tutup celah
disekitar jendela, dan tanam beberapa jenis pohon sebagai penghalang seperti pohon
bambu
2. Menambah penerangan di dalam ruangan salah satunya dengan mengganti bola
lampu dengan lampu led yang hemat energi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2008. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Pusat Kesehatan
Kerja: Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang Persyaratan


Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta.

Nainggolan, Bilman. 2007. Kesehatan Kerja dan Lingkungan Kerja. Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Propinsi Sumatra Utara: Medan.

Padmanaba, Cok Gd Rai. 2006. Pengaruh Penerangan Dalam Ruang Terhadap


Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior. Program Studi Desain Interior
FSRD. Institut Seni Indonesia Denpasar, Dissertation: Bali

Prabu. 2009. Sistem dan Standar Pencahayaan Ruang. http://putraprabu.


wordpress.com/2009/01/06/sistem-dan-standar-pencahayaan-ruang diakses pada
tanggal 11 Mei 2012.

Sasongko, D.P., Hadiarto, A., Hadi, Sudharto., Nasio A.H., & A. Subagyo. 2000.
Kebisingan Lingkungan. Badan Penerbit Universitas Diponogoro: Semarang.

Suma’mur, P.K. 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV. Gunung
Agung: Jakarta.

SNI-03-6575-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan

Tarwaka, 1998. Penerangan Ditempat Kerja. Balai Hiperkes Dan Keselamatan Kerja:
Bali

Tarwaka, Solichul H.A., & Sudiajeng, Lilik. 2004. Ergonomi. Harapan Press: Surakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai