Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN

GANGGUAN SISTERM PERKEMIHAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

Nama : Apriadi
Program Ners 2020-2021

1. Definisi

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit perbesaran atau


hipertrofi dari prostate. Kata-kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di
kalangan klinik karena sering rancu dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari
segi kualitas terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh  jumlah (kualitas). Namun,
hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh penambahan
jumlah sel (kuantitas). BPH sering menyebabkan gangguan dalam eliminasi urin karena
pembesaran prostat yang cenderung kearah depan atau menekan vesika urinaria.
(Prabowo & Pranata, 2014, hal. 130).
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pertumbuhan nodul-nodul fibriadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang
tersisa. (Wijaya A. S., 2013, hal. 97).

2. Etiologi

Menurut (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 131) penyebab pastinya belum diketahui
secara pasti dari hiperplasia prostat, namun faktor usia dan hormonal menjadi
predisposisi terjadinya  BPH. Beberapa hipotensi menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
sangat erat kaitannya dengan  :

 Peningkatan DTH (dehidrotestosteron)


Peningkatan liam alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mangalami hiperplasia.
 Ketidak seimbangan estrogen-testosteron
Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada
pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini
yang memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostate.

 Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat


Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH.

 Berkurangnya kematian sel (apoptosis)


Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.

 Teori sitem sel


Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu
terjadi benigna prostat hyperplasia.

3. Manifestasi klinis

BPH merupakan yang diderita oleh klien laki-laki dengan usia rata-rata lebih dari 50
tahun di karenakan peningkatan usia akan membuat ketidak seimbangan rasio antara
estrogen dan testosteron, dengan meningkatnya kadar estrogen diduga berkaitan dengan
terjadinya hiperplasia stroma, sehingga timbul dengan bahwa testosteron diperlukan
untuk inisiasi terjadinya ploriferasi sel tetapi kemudian estrogen lah yang berperan untuk
memperkembang stroma. Gambaran klinis dari BPH sebenarnya sekunder dari dampak
obstruksi saluran kencing, sehingga klien kesulitan untuk miksi. Berikut ini adalah
beberapa gambaran klinis pada klien BPH :
 Gejala prostatimus (nokturia,urgency,penurunan daya aliran urin). Kondisi ini
dikarenakan oleh kemampuan vesika urinaria yang gagal mengeluarkan urin secara
sepontan dan reguler, sehingga volume urin masih sebagaiAN besar tertinggal dalam
vesika.

 Retensi urin
Pada awal obstruksi,biasanya pancaran urin lemah, terjadi hesistansi,
intermitensi,urin menetes, dorongan mengejan yang kuat saat miksi dan retensi urin.
Retensi urin sering dialami oleh klaien yang mengalami BPH kronis.
Secarafisiologis,vesika urinariamemiliki kemampuan untuk mengeluarkan urin
melalui kontraksi otot detrusor. Namun obstruksi yang berkepanjangan akan
membuat beban kerja m.destrusor semakin berat dan pada akhirnya mengalami
dekompensasi
 Pembesaran prostat
Hal ini diketahui melalui pemeriksaan rektal toucher (RT) anterior. Biasanya
didapatkan gambaran pembesaran prostat dengan konsistensi jinak.
 Inkontinensia
Inkontinensia yang terjadi menunjukan bahwa m.detrusor gagal dalam  melakukan
kontraksi. Dekompensasi yang berlangsung lama akan mengiritabilitas serabut syaraf
urinarius, sehingga kontrol untuk miksi hilang (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 132).

Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalamdua kategori: obstruktif  (terjadi ketika
faktor dinamik dan atau faktor static mengurangi pengosongan kandung kemih) dan
iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih).
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 91).

Adapun tanda dan gejala yang tampak pada pasien  dengan BPH :

 Retensi urin.
 Kurang atau lemahnya pancaran urin dikarenakan pembesaran pada kelenjar prostat
sehingga saluran uretra terhimpit,dan membuat pancaran urin menjadi lemah.
 Miksi yang tidak puas, karena adanya pembesaran pada kelenjar prostat ini membuat
uretra menyempit dan maka dari itu dapat menghambat urine yang akan dimiksikan
sehinnga akan menimbulkan rasa miksi yang tidak puas,karena ada sebagaian urin
yang belum keluar dengan tuntas.
 Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari, karena hambatan dari korteks
berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
 Terasa panas, nyeri atau sekitar saat miksi (disuria), karena adanya ketidak stabilan
detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
(Wijaya A. S., 2013, hal. 100)
4. Patofisiologi

Prostat sebagai kelenjar ejakulat memiliki hubungan fisiologis yang sangat erat
dengan dihidrotestoteron (DHT). Hormon ini merupakan hormon yang memacu
pertumbuhan prostat sebagai kelenjar ejakulat yang nantinya akan mengoptimalkan
fungsinya. Hormon ini disintesis dalam kelenjar prostat dari hormon testosteron dalam
darah. Proses sintesis ini dibantu oleh enzim 5□-reduktase tipe 2. Selain DHT yang
sebagai prekursor, estrogen juga  memiliki pengaruh terhadap pembesaran kelenjar
prostat. Seiring dengan penambahan usia,maka prostat akan lebih sensitif  dengan
stimulasi androgen, sedangkan estrogen mampu memberikan proteksi terhadap BPH.
Dengan pembesaran yang melebihi dari normal, maka akan terjadi desakan pada traktus
urinarius. Pada tahap awal, obstruksi traktus urinarius jarang menimbulkan keluhan,
karena dengan dorongan mengejan dan kontraksi yang kuat dari m.detrusor mampu
mengeluarkan urin secara spontan. Namun obstruksi yang sudah kronis membuat
dekompensasi dari m.detrusor untuk berkontraksi yang ahirnya menimbulkan obstruksi
saluran kemih. (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 132)
Keluhan yang biasanya muncul dari obstruksi ini adalah dorongan mengejan saat
miksi yang kuat, pancaran urin lemah,disuria (saat kencing terasa terbakar), palpasi rektal
toucher menggambarkan hipertrofo prostat,distensi vesika n hipertrofi fibromuskuler
yang terjadi pada klien BPH menimbulkan iritasi pada  mukosa uretra. Iritabilitas ini lah
nantinya akan menyebabkan keluhan frekuensi, urgensi, inkontinensia urgensi dan
nukturia. Obstruksi yang berkelanjutan  akan menimbulkan komplikasi yang lebih besar ,
misalnya hidronefrosis, gagal ginjal dan lain sebagainya. Oleh karena itu kateterisasi
untuk tahap awal sangat efektif untuk mengurangi distensi  vesika urinaria. (Prabowo &
Pranata, 2014, hal. 133)

Pembesaran pada BPH terjadi secara bertahap mulai dari zona periuretral dan
transisional.Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat zona transsisional yang posisinya
proksimal dari spinter externus dikedua sisi dari verumontanum dan di
zona periuretral.kedua zona tersebut hanya merupakan hanya dua persen dari volume
prostat.sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat.Hiperplasia ini terjadi secara nodular
dan sering diiringi oleh proliferasi fibro muskular untuk lepas dari jaringan epitel. Oleh
karena itu, hiperplasia zona transisional ditandai oleh banyaknya jaringan kelenjr yang
tumbuh pada pucuk dan cabang dari pada duktus. Sebenarnya ploriferasi  zona
transisional dan zona  sentral pada prostat berasal dari turunan duktus Wolffi dan
proliferasi zona periferberasal dari sinus urogenital. Sehingga, berdasarkan latar belakang
embriologis inilah bisa diketahui mengapa BPH terjadi pada zona transisional dan sentral,
sedangkan Ca prostat terjadi pada zona perifer (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 133)

5. Klasifikasi
Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori : obstruktif (terjadi ketika
faktor dinamik dan faktor statik mengurangi pengosongan kandung kemih) dan iritatif
(hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih).

Kategori keparahan BPH Menurut R. Sjamsuhidayat dan Wim de Jong

 Derajat I : biasanya belum memerlukan tindakan tindakan bedah, diberi pengobatan


konservatif. Dengan menggunakan obat golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor
mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan lebih terbuka,
seperti alfuzosin dan tamsulosin dan biasanya dikombinasikan dengan finasteride.
 Derajat II : merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasannya dianjurkan
reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral resection/tur) .
 Derajat III : reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila di perkirakan prostate sudah
cukup besar, reseksi tidak cukup satu jam sebaiknya dengan pembedahan
terbuka,melalui trans vesikal retropublik atau perianal.
 Derajat IV : tindakan harus segera dilakukan membebaskan klient dari
retensi urine total dengan pemasangan kateter.
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 92
PATHWAY BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)

Perubahan keseimbangan
Testosterone bebas+enzim Mempengaruhi sel inti
hormone testosterone dan Dehidro testosterone
5α reduktase (RNA)
estrogen (DHT)

Proses menua sehingga


Peningkatan Interaksi sel epitel
hormone tidak seimbang Ploriferasi sel inflamasi
sel stem dan stroma

Hyperplasia pada epitel6.dan


stroma pada kelenjar prostat
7. Kontraksi otot
suprapubik Tekanan mekanis

Prosedur
Kurang terpapar informasi BPH
pembedahan
prosedur pembedahan Dihantar ke
serabut tipe A &C
Penyempitan lumen uretra & ke medulla spinalis
Ancaman terjadi Hambatan aliran urin
kematian
Peningkatan tekanan intra Aktivasi retrikular

RETENSI URIN vesikal


Hipotalamus
Hiperitibale blader &system limbik

Kontraksi tidak
Kontraksi otot detrusor Otak & persepsi
ANSIETAS adekuat
NYERI AKUT Nyeri
Uraian pathway
Proses menua akan mengakibatkan perubahan keseimbangan hormon testosteron dan estrogen
akan menyebabkan Hyperplasia padaepitel dan stroma pada kelenjar prostat. Pembersaran
prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat urin. Sehingga
menyebabkan peningkatan intra vesikal lalu menjadi obstruksi ketika prostat melampaui bagian
atas leher kandung kemih sehingga mengurangi kemampuannya untuk mengeluarkan urin
sebagai respons terhadap miksi dan saat pertumbuhan dari lobus median prostat ke dalam uretra
prostatika. Keadaan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
mengeluarkan urin, kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu,
sehingga menyebabkan kontraksi pada otot destrusor, jika kontraksi tidak adekuat maka akan
menyebabkan retensi urin. Peningkatan tekanan intra vesikal juga menyebabkan kontraksi otot
suprapubik yang menghantarkan tekanan mekanis ke serabut tipe A dan C pada medulla spinalis
sehingga hipotalamus dan sistem limbik menyampaikan ke otak lalu mempersepsikan sebagai
rasa nyeri. Karena kurangnya terpapar informasi dan prosedur pembedahan sehingga
menyebabkan kecemasan atau ansietas.
KONSEP ASUHAN KEPERAWANAN

Pengkajian
 Wawancara
1. Identitas pasien
Nama umur, jenis kelamin, alamat penddikan, pekerjaan,status perkawinan, agama,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian

2. Keluhan utama
 Resistensi urin
 Sering berkemih
 Sulit memulai berkemih
 Nokturia atau hematuria
 Inkontinensia
 Retensi urine
 Saluran kemih bagian bawah atas saluran kemih: Gejala LUTS ; Nyeri pinggang,
benjolan dipinggan gejala dari hidronefrosis, demam
 Diluar saluran kemih buli-buli terisi penuh
 Teraba masa pistus daerah suprasimfisis
 Urgency
 Gejala obstruktif (kencing mengedan, pancaran lemah, hesitansi, pancaran
kencing bercabang)
 Gejala iritatif (polyuria, nokturia, disuria)

3. Riwayat penyakit sebelumnya


 Riwayat operasi TURP
 Riwayat keluarga dengan BPH
 Infeksi saluran kemih
 Komplikasi dari BPH

4. Pemeriksaan fisik
Inpeksi :
 masa medial yang tampak di simfisis pubis dari kandung kemih yang terdistensi.
 Simfisis membesar
 Perut tampak membuncit
Auskultasi : -
Palpasi :
 Pemeriksaan rektal digital : pembesaran prostat.
 Konsistensi prostat kenyal atau lunak, halus, elastis.
 Teraba nodul jika sudah ganas atau ada komplikasi.
Perkusi : -

5. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
- PSA
Ringan : 4-10 ng/ml
Sedang : 10-20 ng/ml
Berat : 20-25 ng/ml
Prostat spesifik antigen (PSA) : meningkat
(Normalnya sesuai usia
Usia 40-49 tahun : <2,5 ng/ml
Usia 50-59 tahun : <3,5 ng/ml
Usia 60-69 tahun : <4,5 ng/ml
Usia 70-79 tahun : <6,5 ng/ml
*Note : seseorang yang memiliki kadar PSA ringan normal atau bukan
keganasan. Jika sedang dan berat biasanya keganasan prostat.
Jika ada komplikasi maka hasil lab yang akan terlihat yaitu :
- Peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum
- Sedimen urine
- Leukosit
- Eritrosit
- Protein urineria > +1
- pH normal
- sel epitel (+)
- Kultur urine (+)

 Pemeriksaan diagnostik
a. USG abdomen :
1. adanya batu atau kalkulosa prostat.
2. bayangan buli-buli yang penuh terisi urine.
b. USG Transrektal
1. Besar atau volume kelenjar prostat
2. Pembesaran prostat maligna
c. PIV
1. Kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidoureter atau hidronefrosis
2. Adanya identasi prostat jika ada komplikasi (pendesakan buli-buli oleh -
kelenjar prostat)
d. Sistrouretroskopi
Menentukan intervensi pembedahan terbaik dan menunjukkan pembesaran
prostat, perubahan dinding kandung kemih, kalkuli, dan pembesaran kandung
kemih

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Retensi urin
2. Nyeri akut
3. Ansietas
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Paraf
Retensi urin Stelah dilakukan Kateterisasi urin
keperawatn …x24 jam Edukasi
diharapkan eliminasi urin - Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan
pasien membaik dengan kateter
kriteria hasil : - Anjurkan menarik napas saat insersi selang
- Sensasi berkemih kateter
meningkat Irigasi kateter urin
- Distensi kandung Terapetik
kemih menurun - Monitor intake dan output cairan
- Berkemih tidak tuntas - Kosongkan kantung urin dan ukur jumlah urin
menurun Irigasi kantung kemih
- Urin menetes menurun Observasi
- Periksa aktivitas dan mobilitas ( posisi kateter)
Dukungan kepatuhan program pengobatan
Observasi
- Identifikasi kepatuhan menjalani program
pengobatan
Terapetik
- Libatkan keluarga untuk mendukung program
pengobatan yang dijalani

Nyeri akut Stelah dilakukan Manajemen nyeri


keperawatn …x24 jam Observasi
diharapkan tingkat nyeri - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pasien menurun dengan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
kriteria hasil : - Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri menurun Terapetik
- Gelisah menurun - Berikan teknik non farmakologis untuk
- Kesulitan tidur mengurangi rasa nyeri
menurun - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Fungsi berkemih Kolaborasi
membaik - Kolaborasi pemberian analgetik
Pemberian analgesic
Observasi
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
Terapi relaksasi
Observasi
- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
Edukasi
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
Ansietas Stelah dilakukan Reduksi ansietas
keperawatn …x24 jam Observasi
diharapkan tingkat ansietas - Monitor tanda-tanda ansietas
pasien menurun dengan Terapetik
kriteria hasil : - Ciptakan suasana terapetik untuk
- Perilaku gelisah menumbuhkan kepercayaan
menurun Kolaborasi
- Keluhan pusing - Pemberian obat antiansietas
menurun Terapi relaksasi
- Pola berkemih Edukasi
membaik - Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
- Latih teknik relaksasi ( napas dalam)
Daftar pustaka

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Yasmara,dkk. 2017. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Diagnosis NANDA-I


intervensi NIC hasil NOC.Jakarta:EGC

Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Wijaya, A. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Nuha Medika.


LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN (BATU SALURAN KEMIH)

Nama : Apriadi
Program Ners 2020-2021

1. Definisi

Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada saluran
kencing yang terbentuk karena factor presipitasi endapan dan senyawa tertentu. Batu
tersebut bisa terbentuk dari berbagai senyawa, misalnya kalsium oksalat (60%), fosfat
(30%), asam urat (5%) dan sistin (1%) (Prabowo & Pranata, 2014, p. 111).
Urolithiasis adalah suatu keadaan terbentuknya batu (calculus) pada ginjal dan
saluran kemih. Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu
seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu dapat ditemukan
di setiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih dan ukurannya bervariasi dari deposit
granuler kecil, yang disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih yang
berwarna oranye (Suharyanto & Majid, 2013, p. 150).

2. Etiologi
a. Peningkatan pH Urine
Peningkatan pH pada urine merangsang kristalisasi pada senyawa-senyawa tertentu,
misalnya kalsium. Pada waktu terjadinya peningkatan pH (basa), maka ion-ion
karbonat akan lebih mudah mengikat kalsium, sehingga lebih mudah terjadinya
ikatan antara kedua. Kondisi inilah yang memicu terbentuknya batu kalsium
bikarbonat
b. Penurun pH urine
Jika peningkatan urine bisa menyebabkan pembentukan batu, maka penurunan pH
pun menjadi precursor terbentuknya batu. pH yang rendah (asam) akan memudahkan
senyawa-senyawa yang bersifat asam untuk mengendap, misalnya senyawa asam
urat. Dengan pengendapan asam urat inilah terbentuk batu asam urat
c. Kandungan matriks batu tinggi
Ginjal yang berfungsi sebagai tempat filtrasi sangat berisiko untuk terjadi endapan.
Partikel-partikel dalam darah dan urine membersihkan beban kepada ginjal untuk
melakukan filtrasi. Dengan kondisi matriks pembentukan batu yang konsentrasinya
tinggi dalam darah maupun urine, maka proses sedimentasi pada ginjal akan semakin
cepat yang lambat laun akan membentuk.
d. Kebiasaan makan (lifestyle)
Secara tidak disadari, pola hidup utamanya konsumsi makanan memberikan
kontribusi terhadap batu. Sumber makanan yang mengandung tinggi purin,
kolesterol, dan kalsium berpengaruh pada proses terbentuknya batu. Hal ini
dikarenakan senyawa-senyawa tersebut nantinya akan dilakukan proses filtrasi pada
ginjal karena sehari-hari makanan yang telah diserap oleh villi pada mukosa
intestinal akan beredar dalam sirkulasi yang pastinya akan melewati ginjal. Dari
sinilah senyawa prekursor tersebut akan merangsang pembantuan batu.
e. Obat-obatan
Obat-obatan yang mempengaruhi filtrasi ginjal (glomerulus filtration ratel
GFR) maupun yang mempengaruhi keseimbangan asam basa bisa menjadi precursor
terbentuknya batu.
f. Stagnasi urine
Sesuai dengan prinsip cairan, bahwa mobilitas cairan yang rendah akan
mempengaruhi tingkat sedimentasi yang tinggi. Oleh karena itu, hambatan aliran
urine yang diakibatkan berbagai faktor (obstruksi, input inadekuat) bisa
meningkatkan resiko pembentukan batu.
g. Penyakit
Beberapa penyakit seringkali menjadi penyebab terbentuknya batu. Infeksi saluran
kemih sering menjadi pemicu terbentuknya batu yang disebut dengan struvit, hal ini
dibuktikan dengan temuan batu struvit yang merupakan kombinasi dari magnesium,
ammonium dan fosfat pada area-area yang terinfeksi pada saluran  kemih.
Hiperkalsemia juga menjadi pemicu terbentuknya batu, karenanya tingginya kadar
kalsium darah. Kondisi asam urat juga bisa menyebabkan terbentuknya batu asam
urat seperti yang dijelaskan di atas.
h. Obesitas
Kondisi berat berlebihan (obesity) meningkatkan resiko terbentuknya batu ginjal
sebagai dampak dari peningkatan ekskresi kalsium, oksalat dan asam urat, sehingga
menjadi bahan/matriks pembentukan batu (Prabowo & Pranata, 2014, p. 114).

3. Tanda dan gejala


Tanda gejala yang timbul berhubungan dengan :
1. Ukuran batu (ukuran batu yang lebih besar cenderung lebih banyak menimbulkan
gejala-gejala)
2. Lokasi batu
3. Obstruksi aliran urine
4. Pergerakan batu (misalnya dari pelvis ginjal ke kandung kemih)
5. Infeksi
Gejala dan tanda utama dari adanya batu ginjal atau uretra adalah serangan nyeri hebat
yang tiba-tiba dan tajam. Berdasarkan bagian organ yang terkena nyeri ini disebut kolik
ureter atau kolik renal. Kolik renal terasa di region lumbal menyebar ke samping dan ke
belakang menuju daerah testis pada laki-laki dan kandung kencing pada wanita. Kolik
uretra terasa nyeri di sekitar genetalia dan sekitarnya. Saat nyeri ditemukan mual,
muntah, pucat, berkeringat, dan cemas serta sering kencing. Nyeri dapat berakhir
beberapa menit hingga beberapa hari. Nyeri dapat terjadi intermitten yang menunjukkan
batu berpindah-pindah. Nyeri yang disebabkan oleh batu pada ginjal tidak selalu berat
dan menyebabkan kolik kadang-kadang terasa nyeri tumpul, atau terasa berat (Suharyanto
& Majid, 2013, p. 155).
4. Patofisiologi
Berbagai kondisi yang menjadi pemicu terjadinya batu saluran kemih menjadi
kompleksitas terjadinya urolithiasis. Komposisi batu yang beragam menjadi faktor utama
bekal identifikasi penyebab urolithiasis. Batu yang terbentuk dari ginjal (renal) dan
berjalan menuju ureter paling mungkin tersangkut pada satu dari tiga lokasi sebagai
berikut :
1. Sambungan pelvik
2. Titik ureter menyilang pembuluh darah illiaka
3. Sambungan ureterovesika
Perjalanan batu dari ginjal ke saluran kemih sampai dalam kondisi statis menjadikan
modal awal dari pengambilan keputusan untuk tindakan pengangkatan batu. Batu
yang masuk pada pelvis akan membentuk pola koligentes, yang disebut sebagai batu
staghorn.
Stagnansi batu pada saluran kemih menimbulkan gambaran klinis yang berbeda-
beda. Stagnansi batu yang lama akan menyebabkan berbagai komplikasi, misalnya
hidronephrosis, gagal ginjal, infeksi ginjal, ketidakseimbangan asam basa, bahkan
mempengaruhi beban kerja jantung dalam memompa darah ke sirkulasi (Prabowo &
Pranata, 2014, p. 116).

4. Klasifikasi
A. Batu kalsium
Batu kalsium merupakan jenis batu terbanyak, batu kalsium biasanya terdiri dari
fosat atau kalsium oksalat. Dari bentuk partikel yang terkecil disebut pasir atau
kerikil sampai ke ukuran yang sangat besar “staghorn” yang berada di pelvis dan
dapat masuk ke kaliks
Faktor penyebab batu kalsium adalah :
1. Hipercalsuria (peningkatan jumlah kalsium dalam urin) biasanya disebabkan
oleh komponen :
a. Peningkatan reopsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroid
primer atau pada tumor paratiroid
b. Peningkatan absorbs kalsium pada usus yang biasanya dinamakan susu-
alkali syndrome, sarcoidosis
c. Gangguan kemampuan renal mereabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal
d. Abnormalitas strukur biasanya pada daerah pelvikalises ginjal
2. Hiperoksaluri : ekresi oksalat urine melebihi 45 gram perhari. Keadaan ini
biasanya dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis
menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan
yang kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink, jeruk sintrun, sayuran
berdaun hijau banyak terutama bayam
3. Hipositraturi : di dalam urin sitrat akan bereaksi menghalangi ikatan kalsium
dengan oksalat atau fosfat. Karena sifat dapat bertindak sebagai penghambat
pembentukan batu kalsium. Hal ini dapat terjadi karena penyakit asidosis tubuli
ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretic golongan thiazid dalam
jangka waktu yang lama
4. Hipomagnesuri : magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu
kalsium, karena didalam urin magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi
magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium oksalat.
a. Batu struvit
Batu struvit dikenal juga dengan batu infeksi karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih.  Kuman penyebab infeksi ini
adalah kuman golongan pemecah urea atau urea spilitter yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi basa melalui
hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasna ini memudahkan garam-garam
magnesium, ammonium fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium
ammonium fosfat (MAP). Kuman-kuman pemecah urea adalah proteus spp,
klabsiella, serratia, enterobakter, pseudomonas, dan stapillokokus
1. Batu Asam Urat
Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah :
1) Urin yang terlalu asam yang dapat disebabkan oleh makanan yang
banyak mengandung purine, peminum alcohol
2) Volume urin yang jumlahnya sedikit (<2 liter perhari) atau
dehidrasi
3) Hiperurikosuri : kadar asam urat melebihi 850 mg/24 jam. Asam
urat yang berlebih dalam urin bertindak sebagai inti batu untuk
terbentuknya batu kalsium oksalat
2 Batu sistin
Cystunuria mengakibatkan kerusakan metabolic secara congetinal yang
mewarisi penghambat atosomonal. Batu sistin merupakan jenis yang
timbul biasanya pada anak kecil dan orang tua.
1. Batu xanthineBatu xanthine
terjadi karena kondisi hederiter hal ini terjadi karena defisiensi
oksidasi xanthine (Nuari & Widayati, 2017, p. 200).
PATHWAY BATU SALURAN KEMIH

Infeksi pada ginjal


Infeksi pada usus

Diet tinggi mineral Kerusakan pada nefron ginjal


secara berlebihan Gangguan absorbsi mineral
pada usus
Gangguan reabsorbsi dan
kebocoran ginjal
Mineral diangkut bersama
Obat-obatan (taktasif, darah menuju seluruh tubuh
antasida dan diuretis) Konsumsi Peningkatan mineral di ginjal
air rendah

Peningkatan konsentrasi mineral di urin

Penurunan cairan ke ginjal


Terjadi pengendapan mineral menjadi kristal
Urin menjadi pekat
Endapan kristal membentuk nucleus dan
menjadi batu

Gagal ginjal Tidak mendapat penanganan Urolitiasis


akut
Ginjal Ureter Bladder Uretra

Obstruksi Pemasangan kateter

Infeksi
Hambatan Reisko infeksi
aliran urin

Kencing bercampur
Peningkatan darah (hematuri)
penekanan
hidrostatik

Nyeri saat berkemih Nyeri pinggang


Hidronefrosis Terlihat cemas,
aktif bertanya dan
menyatakan
Distensi saluran ketidaktahuan
kemih dan Nyeri Akut tentang penyakit
abdomen

Gangguan Defisit
Eliminasi Urin Pengetahuan
Uraian pathway batu saluran kemih
Belum diketahui secara pasti tentang bagaimana mekanisme terbentuk nya batu.batu berbentuk
pada saluran kemih yang stasis pada urin. Adanya stenosis uretero-pelvis, divertikel, hyperplasia
prostat benigna, dan striktura dapat menyebabkan terjadinya pembentukan batu. Batu sendiri
terdiri atas Kristal-kristal dari bahan organik maupun anorganik yang larut dalam urin. Kristal
tersebut melakukan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan
agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi Kristal yang lebih besar. Agregat
Kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk latensi Kristal), kemudian bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih. Batu terbentuk jika zat pembentuk batu berkonsentrasi cukup tinggi untuk
membentuk Kristal pada suatu zat.

Factor-faktor penting lain yang mendorong timbulnya batu termasuk infeksi bakteri pada saluran
kemih (seperti proteus, klebsiella, pseudomonas, dan beberapa spesies stafilokokus). Dalam hal
ini bakteri bakteri dapat menyebabkan urin bersifat basa (alkalin) yang dapat mendukung
terbentuknya batu survit. Batu-batu tersebut akan terperangkap dalam ginjal dan jika batu tidak
terlalu besar akan terdorong oleh peristaltic otot-otot system pelvikalises dan turun ke ureter
menjadi batu ureter. Kemudian batu turun ke kandung kemih dengan bantuan peristaltic
ureter.Batu yg ukurannya (<5mm) dapat keluar dengan spontan dan jika melebihi akan
mengalami sumbatan dan terjadi peradangan dan obstruksi di ureter.

Selain itu, obat-obatan seperti taktasif, antasida dan diuretis menyebabkan penurunan cairan ke
ginjal sehingga urin menjadi pekat yang menyebabkan pengendapan mineral menjadi kristal.
Endapan kristal membentuk nukleus dan menjadi batu. Jika tidak mendapatkan penanganan
maka akan terjadi gagal ginjal akut.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN BATU SALURAN KEMIH

Pengkajia
 Wawancara
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, penddikan, pekerjaan,status perkawinan, agama, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian.
2. Keluhan utama
a. Batu Ginjal
 Volume urine yang rendah
 Ekskresi kalsium, asam urat atau aksalat dalam urine yang tinggi
 Nyeri tekan
 Menggigil
 Demam
 Disuria
 Mual dan muntah
 Hematuria akibat trauma
b. Batu Ureter
 Nyeri yang menyebar ke paha dan genetalia
 Rasa ingin berkemih namun sedikit urin yang keluar
 Hematuri akibat abrasi batu
 Batu keluar spontan dengan diameter 0,5-1 cm
c. Batu Vesika Urinaria
 Nyeri tekan di saluran osteovertebral, nyeri menyebar hingga ke kepala abdomen dan
genetalia
 Mual dan muntah
 Diare
 Demam
 Perasaan tidak nyaman di abdomen
 Berkemih yang biasanya mengeluarkan darah
d. Batu Uretra
 Sulit kencing atau tidak dapat kencing sama sekali
 Retensi urine karena BPH
3. Riwayat penyakit sebelumnya
 Riwayat penggunaan obat OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid)
 Kanker
 Sepsis
 Luka bakar
 Pembedahan
 Gagal pernafasan
 Gagal ginjal
 Kerusakan SSP (Sistem Saraf Pusat)
 Perubahan metabolik atau diet
 Imobilitas lama
 Masukan cairan tidak adekuat
 Riwayat batu atau infeksi saluran kemih sebelumnya dan riwayat keluarga.

4. Pemeriksaan fisik
a. Inpeksi :
a) Perilaku menjaga (area yang dirasa nyeri) dan distraksi, berfokus pada diri sendiri
b) Oliguria (retensi, urin berkurang), hematuria, piuria
c) Perubahan pola berkemih
d) Inspeksi warna urin : kuning, coklat gelap, berdarah
b. Auskultasi :
Distensi abdomen, penurunan atau tidak ada bising usus
c. Palpasi :
a) Kulit hangat, flushed, palor
b) Nyeri tekan pada area ginjal ketika di palpasi
c) Terdapat hidronefrosis membesar, massa dapat teraba di bagian panggul saat di
palpasi.
d. Perkusi :
Nyeri ketika dilakukan pemeriksaan perkusi ginjal

5. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan sedimen urine
a. Adanya leukosituria
b. Hematuria
c. Adanya kristal-kristal pembentuk batu
- Pemeriksaan kultur urine
a. Adanya pertumbuhan kuman pemecah urea
- Pemeriksaan fungsi ginjal
a. Penurunan fungsi ginjal
- Pemeriksaan elektrolit
a. Peningkatan kalsium dalam darah
 Pemeriksaan diagnostik
- Pemeriksaan foto polos abdomen
- IVP
- Urogram
- USG
*note : pemeriksaan diagnostic untuk menilai posisi, besar dan bentuk batu pada saluran
kemih

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan eliminasi urin
2. Nyeri akut
3. Deficit pengetahuan
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnose
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Paraf
keperawatan
Ganguuan eliminasi Stelah dilakukan Dukungan perawatan diri: BAK
urin keperawatn …x24 jam Observasi
diharapkan eliminasi urin - Identifikasi BAK sesuai usia
pasien membaik dengan Terapetik
kriteria hasil : - Dukung penggunaan toilet/pispot secara konsisten
- Sensasi berkemih - Jaga privasi selama eliminasi
meningkat - Bersihkan alat bantu BAK setelah digunakan
- Distensi kandung - Latih BAK sesuai jadwal
kemih menurun Edukasi
- Berkemih tidak tuntas - Anjurkan BAK secara rutin
menurun Manajemen eliminasi urin
- Urin menetes menurun Observasi
- Monitor eliminasi urin
Terapetik
- Catat waktu-waktu haluaran berkemih
- Batasi asupan cairan
Edukasi
- Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
- Ajurkan minum yang cukup
Manajemenn nyeri
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
Terapetik
- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- Jelaskan penyebab, priode, dan pemicu nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
Nyeri akut Stelah dilakukan Manajemen nyeri
keperawatn …x24 jam Observasi
diharapkan tingkat nyeri - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
pasien menurun dengan kualitas, intensitas nyeri
kriteria hasil : - Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri menurun Terapetik
- Gelisah menurun - Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
- Kesulitan tidur nyeri
menurun - Fasilitasi istirahat dan tidur
Fungsi berkemih membaik Edukasi
- Jelaskan penyebab, priode, dan pemicu nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
Pemberian analgesic
Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri
- Identifikasi riwayat pemberian obat
- Memonitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
anlagesik
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik
Edukasi teknik napas dalam
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
Terapetik
- Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan manfaat teknik napas
- Jelaskan prosedur teknik napas
- Anjurkan posisi tubuh senyaman mungkin
- Demonstrasikan teknik napas selama 4 detik, menahan
napas selama 2 detitk dan mengehmbuskan naps
selama 6 detik
Deficit pengetahuan Stelah dilakukan Edukasi kesehatan
keperawatn …x24 jam Observasi
diharapkan tingkat - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
pengetahuan pasien informasi
meningkat dengan kriteria Terapetik
hasil : - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Pertanyaan tentang - Jadealkan sesuai kesepakatan
masalah yang dihadapi - Berikan kesempatan untuk bertanya
menurun Edukasi
- Persepsi yang keliru - Jelaskan factor resiko yang dapat mempengaruhi
terhadap masalah kesehatan
menurun - Jelaskan perilaku hidup bersih dan sehat
- Menjalani pemeriksaan Edukasi irigasi kandung kemih
yang tidak tepat Edukasi
menurun - Jelaskan definisi, indikasi, tujuan dan manfaat irigasi
- Perilaku membaik kandung kemih
- Jelaskan tentang pengendalian infeksi
- Anjurkan mendemontrasikan irigasi kandung kemih
- Anjurkan menghubungi perawat jika mengalami
komplikasi irigasi kandung kemih
DAFTAR PUSTAKA

Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan
Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish Publisher.

Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. yogyakarta:
Nuha Medika.

Suharyanto, T., & Majid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: CV. TRANS INFO MEDIA.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN
GANGGUAN SISTEM SENSORI (GLAUKOMA)

Nama : Apriadi
Program Ners 2020-2021

A. Definisi
Glaukoma adaah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatantekanan
intraokuler, penggaungan, dan degenerasi saraf oftik serta defak lapang pandang yang
khas. (Tamsuri A 2010)
Glaukoma merupakan kelompok gangguan yang ditandai oleh kenaikan tekanan
intraokuler yang menyebabkan kerusakan pada nervus optikus dan struktur intraokuler
lain (Kowalak, Welsh, Mayer. 2014)
Glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai dengan adanya neuropati optik
glaukomatosa dan hilangnya lapang pandang yang khas, dengan peningkatan TIO sebagai
salah satu faktor risiko utama (Artini, Widya. 2011)
Glaukoma adalah penyakit mata dimana terjadi kerusakan saraf optik yang diikuti
gangguan pada lapang pandang yang khas. Kondisi utamanya ini diakibatkan oleh
tekanan bola mata yang meninggi yang biasanya disebabkan oleh hambatan pengeluaran
cairan bola mata (humour aquous). (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan,
2015)

B. Klasifikasi glaucoma
1. Glaukoma primer
Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut yaitutimbul pada
mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang sempit pada kedua
mata. Pada glukoma kronik yaitu karena keturunan dalam keluarga, DM Arteri
osklerosis, pemakaian kartikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif dan
lain-lain dan berdasarkan anatomis dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-95%),
yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang
disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke
jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahandegeneratif jaringan
trabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik
juga dapat terjadi. Gejala awal biasanyatidak ada, kelainan diagnose dengan
peningkatan TIO dan sudut ruanganterior normal. Peningkatan tekanan dapat
dihubungkan dengan nyerimata yang timbul.
b. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karenaruang
anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong kedepan, menempel
ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueosmengalir ke saluran
schlemm. Pargerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus,
penambahan cairan diruang posterior ataulensa yang mengeras karena usia tua.
Gejalah yang timbul dari penutupanyang tiba-tiba dan meningkatnya TIO, dapat
nyeri mata yang berat, penglihatan kabur. Penempelan iris memyebabkan
dilatasi pupil, tidaksegera ditangni akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lainyang
menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalammata.
Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yangterlibat dalam
sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos humor. Gangguan ini terjadiakibat:
- Perubahan lensa, dislokasi lensa , terlepasnya kapsul lensa pada katarak
- Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan uvea
- Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris
3. Glaukoma kongenital
Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelahkelahiran,
biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan di dalammata tidak
berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola mata meningkat terusdan
menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair, berkabut dan peka
terhadap cahaya. Glaukoma Kongenital merupakan perkembangan abnormaldari
sudut filtrasi dapat terjadi sekunder terhadap kelainan mata sistemik jarang (0,05%)
manifestasi klinik biasanya adanya pembesaran mata, lakrimasi, fotofobia
blepharospme.

C. Etiologi
Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah perubahan anatomisebagai
bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan predisposisifaktor
genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi penyakit atau proses patologik dari
sistem tubuh lainnya. Adapun faktor resiko timbulnya glaukoma antaralain riwayat
glauakoma pada keluarga, diabetes melitus dan pada orang kulit hitam

D. Manifetasi klinis
1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).2.
2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.3.
3. Mual, muntah, berkeringat.4.
4. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.5.
5. Visus menurun.6.
6. Edema kornea.7.
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka).8.
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.9.
9. TIO meningkat.(Tamsuri A, 2010 : 74-75)

E. Patofisiologi
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humoraqueus oleh
badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humoraquelus melalui
sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemmdan keadaan
tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari20 mmHg pada
pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan
intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut.Secara fisiologis, tekanan
intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatannyaaliran darah menuju serabut
saraf optik dan ke retina. Iskemia ini akan menimbulkankerusakan fungsi secara
bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokular,akan timbul penggaungan dan
degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas serabutsaraf
pada papil saraf optik.
b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik
yangmerupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi
penggaungan pada papil saraf optik.
c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.
d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut
sarafoptik. (Tamsuri M, 2010 : 72-73).
F. Pathway
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
 Wawancara
6. Identitas pasien
Nama umur, jenis kelamin, alamat penddikan, pekerjaan,status perkawinan, agama,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian

2. Riwayat kesehatana.
a. Keluhan utama: Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang pandangdan
mata menjadi kabur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengatakan matanya kabur dansering
menabrak, gangguan saat membaca
c. Riwayat kesehatan dahulu: kaji adanya masalah mata sebelumnya atau pada
saat itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang
akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma),riwayat trauma
(terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedangdiderita (DM,
Arterioscierosis, Miopia tinggi).
d. Riwayat kesehatan keluarga: kaji apakah ada kelurga yang menglami penyakit
glaucoma sudut terbuka primer.

3. Psikososial: kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatu,


berkendaraan.

4. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop
untukmengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus
optikusmenjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer,
kameraanterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar
keluardari iris.
 Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandangcepat
menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
 Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasimata,
sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal bereaksi
terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksamata yang
mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding matayang lain.
 Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau openangle
didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle closure ≥ 30
mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapatsudut normal pada
glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbulgoniosinekia
(perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudutdapat tertutup.
Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COAakan tertutup, sedang
pada waktu TIO normal sudutnya sempit.

5. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan Tonometri
Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang
menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat
mempengaruhi biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea masing-
masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan intraokuler yang
di hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea
pasien tekanan intraokuler bola mata juga rendah. Penilaian tekanan intraokuler
normal berkisar 10-22 mmHg.
 Pemeriksaan Gonioskopi
Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan lensa
khusus untuk melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi
secara diagnostik dapat membantu mengidentifikasi sudut yang abnormal dan
menilai lebar sudut kamera okuli anterior.
 Pemeriksaan Lapang Pandang
Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30 derajat
lapangan pandang bagian central. Cara pemeriksaan lapangan pandang dapat
menggunakan automated perimeter.
 Pemeriksaan Oftalmoskopi
Untuk memperlihatkan pelekukan (cupping) pada glaukoma sudut terbuka
yang kronis. Diskus optikus tampak pucat menunjukan glaukoma sudut
tertutup yang akut
 Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada suatu keadaan yang meragukan. Pada glaukoma primer
sudut terbuka dapat dilakukan beberapa tes provakasi sebagai berikut :
 Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian
disuruh minum satu liter air dalam lima menit. Lalu diukur tiap 15 menit
selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih, dianggap mengidap
glaukoma.
 Pressure Congestion Test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg selama satu menit.
Kemudian ukur tensi intraokular nya. Kenaikan 9 mmHg atau lebih
mencurigakan, sedang bila lebih 11 mmHg berarti patologis.
 es steroid
Pada mata pasien diteteskan larutan dexamethason 3-4 dd gt, selama dua
minggu. Kenaikan tensi intraokular 8 mmHg menunjukan glaukoma.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Gangguan persepsi sensori : penglihatan
3. Ansietas
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Paraf
Nyeri akut Stelah dilakukan keperawatn Manajemen nyeri
…x24 jam diharapkan Observasi
tingkat nyeri pasien - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
hasil : - Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri menurun Terapetik
- Gelisah menurun - Berikan teknik non farmakologis untuk
- Ketegangan otot mengurangi rasa nyeri
menurun - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pupil dilatasi menurun Kolaborasi
- Pola nafas membaik - Kolaborasi pemberian analgetik
- Pola tidur membaik Pemberian analgesic
Observasi
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
Terapi relaksasi
Observasi
- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
Edukasi
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
Gangguan persepsi sensori : Stelah dilakukan keperawatn Minimalisasi rangsangan
penglihatan …x24 jam diharapkan Observasi
persepsi sensori pasien - Periksa status sensori, dan tingkat
membaik dengan kriteria kenyamanan pasien
hasil : Terapetik
- Verbalisasi melihat - Diskusikan tingkat toleransi terhadap
bayangan menurun beban sensori
- Menarik diri menurun - Batasi stimulus lingkungan
- Konsentrasi membaik - Jadwalkan aktivitas harian dan waktu
- Orientasi membaik istirahat
Manajemen prilaku
Observasi
- Identifikasi harapan untuk mengendalikan
perilaku
Terapetik
- Batasi jumlah pengunjung
- Tingkatkan aktivitas sesuai kebutuhan
- Cegah perilaku pasif dan agresif
Terapi aktivitas
Observasi
- Identifikasi deficit tingkat aktifitas
- Identifikasi sumber daya untuk aktivitas
yang di inginkan
- Libatkan keluarga dalam aktivitas
Edukasi
- Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
- Anjurkan kelyarga untuk memberi
penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
Terapi relaksasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan manfaat relakasi yang
tersedia
- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi
yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
- Anjurkan sering mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
Ansietas Stelah dilakukan keperawatn Reduksi ansietas
…x24 jam diharapkan Observasi
tingkat ansietas pasien - Monitor tanda-tanda ansietas
menurun dengan kriteria Terapetik
hasil : - Ciptakan suasana terapetik untuk
- Perilaku gelisah menumbuhkan kepercayaan
menurun Kolaborasi
- Perilaku tegang - Pemberian obat antiansietas
menurun Terapi relaksasi
- Keluahn pusing Edukasi
menurun - Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
- Kontak mata membaik relaksasi
- Latih teknik relaksasi ( napas dalam)
DAFTAR PUSTAKA

Anas Tamsuri. Klien gangguan mata dan pengelihatan: keperawatan medical-bedah .Jakarta:
EGC, 2010.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
LAPORAN PENDAHULAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN
GANGGUAN SISTEM SENSORI (OTITIS MEDIA)

Nama : Apriadi
Progeam Ners 2020-2021

A. Definisi
Otitis media adalah infeksi pada telinga tengah yang menyebabkan peradangan
(kemerahan dan pembengkakan) dan penumpukan cairan di belakang gendang
telinga.Otitis media akut biasanya merupakan komplikasi dari disfungsi tuba eustachian
yang terjadi selama infeksi
saluran pernafasan atas virus.Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis adalah organisasi yang paling umum diisolasi dari cairan telinga
bagian tengah (Rudi haryono,2019).
Otitis media akut merupakan penyakit yang umum terjadi pada anak, yang
disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus) cairan di telinga tengah.Peningkatan
kerentanan pada bayi dan anak yang masih kecil sebagian disebabkan oleh tuba
eustachius yang pendek dan terletak horizontal, keterbatasan respons terhadap antigen,
dan sebelumnya kurang terpajan patogen umum (Yoon et al., 2011).
B. Etiologi
Biasanya, OMA adalah komplikasi dari disfungsi tuba eustachian yang terjadi
selama infeksi saluran pernafasan atas virus akut. Bakteri dapat diisolasi dari kultur
cairan telinga tengah pada 50% hingga 90% kasus OMA dan OME. Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae (non typable), dan Moraxella catarrhalis adalah
organisasi yang paling umum ditemukan (Arrieta & singh, 2004).H. Influenzae telah
menjadi organisme yang paling umum ditemukan pada anak-anak dengan OMA berat
atau refraktori setelah pengenalan vaksin konjugat pneumokokus (PCV) (Maria Putri Sari
Utami, 2019)
C. Manifestasi klinis
Gejala otitis media bervariasi tergantung dari tingkat keparahan infeksi. Kondisi
tersebut biasanya unilateral pada orang dewasa dan dapat disertai oleh otalgia.Rasa nyeri
terjadi setelah perforasi spontan atau sayatan teraupetik dari membran timpani.Gejala
lainnya adalah drainase dari telotoskopik, saluran pendengaran eksternal tampak
normal.Membran timpani menyebabkan adanya eritema dan pembengkakan. Namur
demikian, pasien melaporkan tidak adanya rasa sakit dengan gerakan daun telinga
(Smeltzer dkk, 2010)

D. Klasifikasi
1. Stadium oklusi tuba eustachius
a. Terdapat gambaran retraksi membran timpani
b. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat
c. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus
2. Stadium hiperemis
a. Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani.
b. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sehingga sukar terlihat
3. Stadium supurasi
a. Membran timpani menonjol ke arah luar
b. Sel epitel superfisila hancur
c. Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani
d. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
tambah hebat
4. Stadium perforasi
a. Membran timpani ruptur
b. Keluar nanah dari telinga tengah
c. Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak
5. Stadium resolusi
a. Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali
b. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering
c. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya tahan
tubuh baik.
E. Patofisiologi
Otitis media awalnya dimulai sebagai proses peradangan setelah infeksi saluran
pernafasan atas virus yang melibatkan mukosa hidung, nasofaring, dan tuba eusthacia.
Ruang anatomi yang sempit membuat edema yang disebabkan oleh proses inflamasi
menghalangi bagian eustachia dan mengakibatkan penurunan ventilasi. Hal ini
menyebabkan kaskade kejadian seperti peningkatan tekanan negatif di telinga tengah dan
penumpukan sekresi mukosa yang meningkatkan kolonisasi organisme bakteri dan virus
di telinga tengah. Pertumbuhan mikroba di telinga tengah ini kemudian membentuk
nanah yang di tunjukan sebagai tanda-tanda klinis Otitis Media Akut (OMA) (Danishyar
& Ashurst, 2017)
F. Pathway
Konsep asuhan keperawatan
Pengkajian
 Wawancara
7. Identitas pasien
Nama umur, jenis kelamin, alamat penddikan, pekerjaan,status perkawinan, agama,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian

2. Keluhan utama
- Nyeri telinga
- Penurunan pendengaran
- Suhu meningkat
- Malaise
- Nausea vomiting
- Vertigo
- Ortore
- Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium

3. Riwayat penyakit sebelumnya


- Riwayat adanya kelainan nyeri
- Riwayat infeksi saluran napas atas yang berulang
- Riwayat alergi
- Oma berkurang

4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum klien
- Kepala
Lakukan Inspeksi,palpasi,perkusi dan  di daerah telinga,dengan
menggunakan senter ataupun alat-alat lain nya apakah ada cairan yang
keluar dari telinga,bagaimana warna, bau, dan jumlah.apakah ada tanda-
tanda radang.
 Kaji adanya nyeri pada telinga
 Leher, Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
 Lihat adanya luka
 Adanya cairan yang keluar pada telinga
 Inspeksi membrane timpani : ada atau tidaknya perforasi
Uji pendengaran :
 Tes rinne
 Tes bisik
 Uji 12 Saraf kranial : N VIII
 Dada / thorak
 Jantung
 Perut / abdomen
 Genitourinaria
 Ekstremitas
 Sistem integumen
 Sistem neurologi
 Data pola kebiasaan sehari-hari
b. Nutrisi
Bagaimana pola makan dan minum klien pada saat sehat dan sakit,apakah ada
perbedaan konsumsi diit nya.
c. Eliminasi
Kaji miksi,dan defekasi klien
d. Aktivitas sehari-hari dan perawatan diri
Biasanya klien dengan gangguan otitis media ini,agak susah untk
berkomunikasi dengan orang lain karena ada gangguan pada telinga nya
sehingga ia kurang mendengar/kurang nyambung tentang apa yang di
bicarakan orang lain.

5. Pemeriksaan diagnostic
 Otoscope untuk melakukan auskultasi pada telinga bagian luar
 Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membrane timpani
 Kultur dan uji sensitifitas : bila dilakukan timpanosesntesis (aspirasi jarum dari
telinga tengah melalui membrane timpani)

Diagnosa
1. Nyeri akut
2. Gangguan persepsi sensori: pendengaran
3. Resiko infeksi
Diagnosa Paraf
Tujuan dan kroteria hasil Intervensi
keperawatan
Nyeri akut Stelah dilakukan Manajemen nyeri Apriadi
keperawatn …x24 jam Observasi
diharapkan tingkat nyeri - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pasien menurun dengan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
kriteria hasil : - Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri Terapetik
menurun - Berikan teknik non farmakologis untuk
- Gelisah menurun mengurangi rasa nyeri
- Kesulitan tidur - Fasilitasi istirahat dan tidur
menurun Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
Pemberian analgesic
Observasi
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
Terapi relaksasi
Observasi
- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
digunakan
Edukasi
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
Gangguan persepsi Stelah dilakukan Minimalisasi rangsangan Apriadi
sensori: pendengaran keperawatn …x24 jam Observasi
diharapkan persepsi sensori - Periksa status sensori, dan tingkat kenyamanan
pasien membaik dengan pasien
kriteria hasil : Terapetik
- Verbalisasi mendengar - Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban
bisikan menurun sensori
- Distorsi sensori - Batasi stimulus lingkungan
menurun - Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
- Menarik diri menurun Manajemen prilaku
- Konsentrasi membaik Observasi
Orientasi membaik - Identifikasi harapan untuk mengendalikan
perilaku
Terapetik
- Batasi jumlah pengunjung
- Tingkatkan aktivitas sesuai kebutuhan
- Cegah perilaku pasif dan agresif
Terapi aktivitas
Observasi
- Identifikasi deficit tingkat aktifitas
- Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang di
inginkan
- Libatkan keluarga dalam aktivitas
Edukasi
- Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
- Anjurkan kelyarga untuk memberi penguatan
positif atas partisipasi dalam aktivitas
Terapi relaksasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan manfaat relakasi yang
tersedia
- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang
dipilih
- Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
- Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik
yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
Resiko infeksi Stelah dilakukan Pencegahan infeksi Apriadi
keperawatn …x24 jam Observasi
diharapkan tingkat infeksi - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
pasien menurun dengan sistemik
kriteria hasil : Terapetik
- Nyeri menurun - Batasi jumlah pengunjung
- Cairan berbau busuk Edukasi
menurun - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Sputum berwarna hijau - Ajarkan cara membersihkan kondisi luka
menurun
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce. M. 2015. Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk Hasil yang
diharapkan Edisi 8 Buku 3 diterjemahkan oleh Joko Mulyanto, Nurhuda Hendra
Setiawan dkk. Singapura : ELSEVIER.

LeMone, Priscilla. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan Endokrin.
Jakarta : EGC

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai