Anda di halaman 1dari 29

NARASI

MASALAH PERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN (HYPERMESIS,


ABORTUS, ANEMIA, HYPERMESIS GRAVIDARUM)

Disusun Oleh

Delvina Putri Bahrudin 19009

Fera Frans Yukulan 19012

PRODI D3 KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN JUSTITIA PALU

2020
Masalah Perawatan Pada Ibu Hamil Dengan Hypermesis Gravidarum, Abortus dan
Anemia

A. Tinjauan umum tentang Kehamilan


 Pengertian Kehamilan
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan sebagai
fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau
implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan
berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender
Internasional (Sarwono, 2014: 213).
Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan fisiologis. Setiap wanita yang
memiliki organ reproduksi sehat, yang telah mengalami menstruasi, dan melakukan
hubungan seksual dengan seorang pria yang organ reproduksinya sehat sangat besar
kemungkinannya akan mengalami kehamilan (Mandriwati, 2012:3). Masa kehamilan dimulai
dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau
9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi menjadi 3
triwulan, triwulan pertama dimulai sejak 0-3 bulan, triwulan kedua dari 4-6 bulan, triwulan
ketiga dari 7-9 bulan (Pudiastuti, 2012: iii).
 Perubahan yang terjadi pada Wanita Hamil
a. Perubahan Fisik
1) Rahim Rahim: perubahan yang amat jelas adalah pembesaran rahim untuk menyimpan
bayi yang ditumbuh. Peningkatan ukuran ini disebabkan uterus membesar dan meregang
yang disebabkan oleh rangsanagan estrogenserta progesterondan terjadi akibat tekanan
mekanik dari dalam yaitu janin, plasenta serta cairan ketuban akan memerlukan lebih banyak
ruangan.
2) Vagina Vagina sampai minggu ke-8, meningkatnya vaskularisasi dan pengaruh hormone
estrogen pada vagina menyebabkan tanda kehamilan yang khas disebut tanda chadwigck’s,
yang berwarna kebiru-biruan yang dapat terlihat oleh pemeriksa. Respon lain pengaruh
hormonal adalah sekresi sel-sel vagina meningkat, sekresi tersebut berwarna putih yang
bersifat sangat asam, dikenal dengan istila “putih” atau leucorrhea.
3) Ovarium, merupakan sumber hormone estrogen dan progesteron pada wanita tidak hamil.
Pada kehamilan ovulasi berhenti, corpuslutium terus tumbuh sampai terbentuk plasenta yang
mengambilalih pengeluaran hormone estrogen dan progesteron. Plasenta juga membenruk
hormon yang lain: human chorionic gonadotropin (HCG), human plasenta 15 lactogen
(HPL), juga disebut human chorionic somammotropin (hCS) dan human chorionic
thyrotropin (hCT).
4) Dinding perut Dinding perut dengan pembesaran rahim menimbulkan peregangan dan
menyebabkan robeknya serabut elastis di bawah kulit, maka timbullah strie grafidarum. Kulit
perut pada linia alba (garis putih) bertambah pigmentasinya disebut linia nigra.
5) Kulit, akibat membesarnya rahim dan pertumbuhan janin, perut menonjol keluar. Serabut-
serabut elastis dari lapisan kulit terdalam terpisah dan terputus karena regangan. Tanda
regangan yang disebut strie gravidarum terlihat pada abdomen dan bokong terjadi pada 50%
wanita hamil dan menghilang menjadi bayangan lebih terang setelah melahirkan. Perubahan
deposit pigmeng dan hiperpigmentasi karena pengaruh rangsangan hormone melanophore.
6) Payudara, terjadi perubahan secara bertahap mengalami pembesaran karena peningkatan
pertumbuhan jaringan alveoli dan suplay darah. Puting susu menjadi menonjol dan keras,
perubahan ini yang membawa fungsi laktasi, disebabkan oleh peningkatan kadar hormon
estrogen, progesteron, laktogen dan prolactin.
7) Sistem Sirkulasi darah, sebagaimana kehamilan berlanjut, volume darah meningkat
bertahap sampai mencapai 30% sampai 50% diatas tingkat pada keadaan tidak hamil.
8) Sistem pernapasan Wanita hamil kadang-kadang mengeluh sesak dan pendek nafas,
dikarenakan pada wanita hamil terjadi perubahan sistem respirasi untuk dapat memenuhi
kebutuhan oksigen. Disamping itu terjadi desakan diafragma karena dorongan rahim yang
membesar pada umur kehamilan 32 minggu.
9) Sistem Gastrointestinal, dapat terpengaruh oleh karena kehamilan, penyebabnya adalah
faktor hormonal dan mekanis. Tingginya kadar progesteron mengganggu keseimbangan
cairan tubuh, meningkatkan kolesterol darah dan melambatkan kontraksi otot-otot polos.
10) Sistem Urinaria, pada awal kehamilan suplai darah ke kandung kemih meningkat dan
pembesaran uterus menekan kandung kemih, menyebabkan sering kemih. Terjadinya
hemodilusi menyebabkan metabolisme air makin lancar sehingga pembentukan air senipun
bertambah.
11) Berat Badan Berat badan pada wanita hamil peningkatan berat badan normalnya sama
dengan 25% dari berat badan sebelumnya, peningkatan yang utama adalah pada trimester
kedua kehamilan.
12) Sistem Muskuloskletal, selamah masa kehamilan wanita membutuhkan kira-kira
membutuhkan lebih banyak kalsium dan fosfor, dengan makan makanan yang seimbang
kebutuhan tersebut akan terpenuhi.Postur tubuh pada wanita mengalami perubahan secara
bertahap karena janin membesar bertahap dalam rahim (Sunarti, 2013:43-49).
1. Masalah Perawatan Pada Ibu Hamil Dengan Hypermisis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang muncul secara berlebihan selama
hamil. Mual dan muntah (morning sickness) pada kehamilan trimester awal sebenarnya
normal. Namun pada hiperemesis gravidarum, mual dan muntah dapat terjadi sepanjang hari
dan berisiko menimbulkan dehidrasi, tidak hanya dehidrasi, hiperemesis gravidarum dapat
menyebabkan ibu hamil mengalami gangguan elektrolit dan berat badan turun. Hiperemesis
gravidarum perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada ibu
hamil dan janin yang dikandungnya.
a. Penyebab Hiperemesis Gravidarum
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, namun kondisi
ini sering kali dikaitkan dengan tingginya kadar hormon human chorionic gonadotropin
(HCG) dalam darah. Hormon ini dihasilkan oleh ari-ari (plasenta) sejak trimester pertama
kehamilan dan kadarnya terus meningkat sepanjang masa kehamilan.
Ada beberapa kondisi yang membuat ibu hamil lebih berisiko mengalami
hiperemesis gravidarum, yaitu:
- Baru pertama kali mengandung
- Mengandung anak kembar
- Memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami hiperemesis gravidarum
- Mengalami hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya
- Mengalami obesitas
- Mengalami hamil anggur
b. Gejala Hiperemesis Gravidarum
Gejala utama hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah saat hamil, yang
bisa terjadi hingga lebih dari 3-4 kali sehari. Kondisi ini bisa sampai mengakibatkan
hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan. Muntah yang berlebihan juga dapat
menyebabkan ibu hamil merasa pusing, lemas, dan mengalami dehidrasi.
Selain mual dan muntah secara berlebihan, penderita hiperemesis gravidarum juga
dapat mengalami gejala tambahan berupa:
- Sakit kepala
- Konstipasi
- Sangat sensitif terhadap bau
- Produksi air liur berlebihan
- Inkontinensia urine
- Jantung berdebar

Gejala hiperemesis gravidarum biasanya muncul di usia kehamilan 4-6 minggu dan
mulai mereda pada usia kehamilan 14-20 minggu.

c. Diagnosis Hiperemesis Gravidarum


Dalam mendiagnosis hiperemesis gravidarum, dokter akan menanyakan gejala
dan memeriksa riwayat kesehatan ibu hamil dan keluarga. Pemeriksaan fisik juga
dilakukan untuk melihat dampak dari hiperemesis gravidarum, seperti tekanan darah
rendah dan denyut jantung cepat. Dari pemeriksaan fisik tersebut, dokter dapat
menentukan apakah muntah yang dialami ibu hamil masih normal atau sudah berlebihan
(hiperemesis gravidarum). Untuk melihat lebih detail akibat dari hiperemesis gravidarum,
dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan lanjutan tersebut dapat
dilakukan dengan Tes Darah dan Urine, tes ini dilakukan untuk memeriksa tanda-tanda
dehidrasi dan gangguan elektrolit yang dapat muncul akibat terjadi hiperemesis
gravidarum. USG kehamilan juga dilakukan untuk memantau kondisi janin dan
mendeteksi kelainan dalam kandungan. Selain itu, untuk memastikan gejala mual dan
muntah yang dialami ibu hamil bukan disebabkan oleh suatu penyakit, misalnya penyakit
liver, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan, misalnya uji fungsi hati.
d. Pengobatan Hiperemesis Gravidarum
Berbeda dengan morning sickness yang penanganannya dapat dilakukan di
rumah, penderita hiperemesis gravidarum perlu menjalani perawatan di rumah sakit.
Pengobatan yang diberikan ditentukan berdasarkan tingkat keparahan gejala dan kondisi
kesehatan ibu hamil secara keseluruhan.
Pengobatan dilakukan dengan tujuan untuk menghentikan mual dan muntah,
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah berlebihan, memenuhi
kebutuhan nutrisi, serta mengembalikan nafsu makan.
Beberapa obat yang dapat dokter diberikan adalah:
- Obat antimual, seperti promethazine.
- Vitamin B1 atau tiamin.
- Pyridoxine atau vitamin B6.
- Suplemen vitamin dan nutrisi.
Jika hiperemesis gravidarum menyebabkan ibu hamil tidak mampu menelan cairan
atau makanan sama sekali, obat dan nutrisi akan diberikan melalui infus. Selain melalui
infus, ibu hamil juga dapat menerima asupan makanan melalui selang makan.
e. Komplikasi Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum dapat membahayakan kondisi ibu hamil dan janin yang
dikandungnya. Mual dan muntah yang berlebihan akan menyebabkan ibu hamil
kehilangan banyak cairan, sehingga berisiko mengalami dehidrasi dan gangguan
elektrolit. Jika dibiarkan tanpa penanganan, kedua kondisi ini dapat menimbulkan deep
vein thrombosis (trombosis vena dalam) pada ibu hamil. Beberapa komplikasi lain yang
dapat terjadi adalah:
- Malnutrisi.
- Gangguan fungsi hati dan ginjal
- Perdarahan di kerongkongan (esofagus), akibat muntah yang terjadi terus-
menerus.
- Cemas dan depresi.
Jika penanganan tidak segera dilakukan, hiperemesis gravidarum dapat
menyebabkan organ-organ tubuh ibu hamil gagal berfungsi dan bayi terlahir prematur.
f. Pencegahan Hiperemesis Gravidarum
Langkah pencegahan hiperemesis gravidarum belum diketahui. Meski begitu, ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meredakan morning sickness sehingga tidak
berkembang menjadi hiperemesis gravidarum, yaitu:
- Memperbanyak istirahat untuk meredakan stres dan menghilangkan rasa lelah.
- Mengonsumsi makanan tinggi protein, rendah lemak, dan bertekstur halus agar
mudah ditelan dan dicerna.
- Mengonsumsi makanan dalam porsi kecil, namun sering. Hindari makanan
berminyak, pedas, atau berbau tajam yang dapat memicu rasa mual.
- Memperbanyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi, dan mengonsumsi
minuman yang mengandung jahe untuk meredakan mual dan menghangatkan
tubuh.
- Mengonsumsi suplemen kehamilan untuk mencukupi kebutuhan vitamin dan zat
besi selama hamil.
- Menggunakan aromaterapi untuk mengurangi mual di pagi hari.
- Menjaga kesehatan kehamilan selama trimester pertama juga penting dilakukan
untuk mencegah hiperemesis gravidarum. Salah satunya adalah dengan
melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin.

Pemeriksaan kehamilan umumnya dilakukan sejak usia kehamilan 4 minggu,


untuk memantau perkembangan janin dan mendeteksi secara dini kelainan yang mungkin
dialami oleh janin.

2. Masalah Perawatan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia


Anemia adalah kondisi yang terjadi ketika tubuh kekurangan sel darah merah, lebih
rendah daripada batas normalnya.
Dilansir dari Mayo Clinic, kondisi ini juga bisa terjadi jika sel darah merah tidak
mengandung cukup hemoglobin yang bertugas menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh.
Kekurangan darah merah dapat menyebabkan cepat merasa lelah atau lemah karena organ
dalam tubuh tidak menerima cukup oksigen dan nutrisi. Anda juga mungkin mengalami
gejala lain, seperti sesak napas, pusing, atau sakit kepala. Kondisi ini umumnya diakibatkan
oleh masalah kekurangan gizi pada ibu hamil dan dipengaruhi perubahan hormon tubuh yang
mengubah proses produksi sel-sel darah. Beberapa kondisi kesehatan selain anemia seperti
perdarahan, penyakit ginjal, dan gangguan sistem imun tubuh juga dapat menyebabkan tubuh
kekurangan sel darah merah.
a. Jenis anemia pada ibu hamil
1. Anemia defisiensi zat besi
Seperti yang telah diuraikan di atas, anemia pada ibu hamil paling sering
disebabkan oleh masalah kekurangan zat besi. Anemia ini disebut dengan anemia
defisiensi zat besi. Zat besi diperlukan untuk membantu tubuh memproduksi sel darah
merah segar yang kaya oksigen dan nutrisi. Aliran darah, oksigen, serta nutrisi sangat
penting untuk mendukung proses tumbuh kembang janin dan memelihara kondisi
plasenta tetap optimal.
Penyebab utama dari defisiensi zat besi adalah kurang makan makanan kaya zat
besi, seperti protein hewani sejak dari sebelum dan semasa hamil. Namun,
mendapatkan asupan zat besi dari makanan saja tidak akan cukup untuk memenuhi
kebutuhan Anda sepanjang kehamilan. Kenyataannya, ketika hamil volume darah
akan bertambah hingga 50 persen untuk bisa mencukupi keperluan diri sendiri dan
janin yang sedang tumbuh. itu kenapa kebutuhan zat besi harian tubuh juga harus
dipenuhi lewat suplemen zat besi, agar terhindari dari kondisi kekurangan sel darah
merah
2. Anemia defisiensi folat
Anemia defisiensi folat terjadi ketika tubuh kekurangan asupan asam folat
(vitamin B9) dari makanan. Anemia jenis ini juga bisa terjadi akibat malabsorpsi.
Malabsorpsi artinya tubuh tidak dapat menyerap asam folat secara efektif
sebagaimana mestinya. Hal ini biasanya disebabkan oleh gangguan pencernaan,
seperti penyakit celiac. Asam folat adalah vitamin yang penting untuk menjaga
kesehatan agar menghindari kondisi ini. Fungsi asam folat adalah untuk membentuk
protein baru di dalam tubuh yang menghasilkan sel darah merah dan membentuk
DNA pada janin. Mencukupi kebutuhan asam folat dapat mencegah risiko bayi
terlahir mengalami cacat tabung saraf seperti spina bifida dan anencephaly hingga 72
persen.
3. Anemia defisiensi vitamin B12
Vitamin B12 diperlukan tubuh untuk membantu produksi sel darah merah. Jika
ibu hamil kurang mengonsumsi makanan tinggi vitamin B12, gejala anemia pada ibu
hamil bisa muncul sebagai akibatnya. Gangguan pencernaan seperti penyakit celiac
dan Crohn juga dapat mengganggu kerja tubuh menyerap vitamin B12 dengan baik.
Selain itu, kebiasaan minum alkohol saat hamil juga dapat menyebabkan anemia pada
ibu hamil jenis defisiensi vitamin B12.
Bahaya anemia pada ibu hamil dan janin yaitu hamil dengan endometriosis Ini
adalah salah satu masalah kesehatan yang umum terjadi pada ibu hamil, tapi tidak
boleh disepelekan. Penyakit yang sering disebut dengan istilah kurang darah ini
bukanlah kondisi yang bisa sembuh dengan sendirinya. Apabila jumlah sel darah
merah dalam tubuh terlalu sedikit, ibu dan janin dapat kekurangan gizi dan oksigen
yang akan membahayakan keselamatan mereka.
Anemia yang parah di trimester pertama dilaporkan dapat meningkatkan berbagai
masalah seperti:
- Risiko janin lambat atau janin tidak berkembang dalam kandungan
- Bayi lahir prematur
- Memiliki berat badan rendah saat lahir (BBLR)
- Nilai APGAR score yang rendah
Anemia pada ibu hamil yang parah juga bisa menyebabkan kerusakan organ vital
seperti otak dan jantung hingga kematian. Selain itu, anemia juga dikaitkan dengan
risiko keguguran meski belum benar-benar ada penelitian valid yang bisa
memastikannya. Kondisi anemia yang dibiarkan terus berlanjut tanpa pengobatan
akan memperbesar risiko ibu kehilangan banyak darah selama melahirkan.
Kondisi yang membuat ibu hamil perlu transfusi darah, kapan saat yang tepat untuk ibu
hamil menerima transfusi darah? Anemia dikatakan masuk stadium berat dan perlu
dibawa ke UGD ketika kadar Hb kurang dari 7 g/dL. Ibu hamil dengan kadar Hb sekitar
6-10 g/dL juga direkomendasikan mendapatkan transfusi darah segera apabila memiliki
riwayat perdarahan postpartum atau gangguan hematologis sebelumnya. Transfusi
dibutuhkan apabila anemia menyebabkan kadar Hb ibu hamil turun drastis hingga di
bawah 6 g/dL dan Anda akan melahirkan kurang dari 4 minggu.
Target transfusi pada ibu hamil secara umum adalah:
- Hb > 8 g/dL
- Trombosit > 75.000 /uL
- Prothrombin time (PT) < 1,5x kontrol
- Activated Prothrombin Time (APTT) < 1,5x kontrol
- Fibrinogen > 1,0 g/l
Namun yang harus diingat, keputusan dokter untuk melakukan transfusi darah
tidak semata-mata hanya dengan melihat kadar Hb Anda saja.
b. Penyebab Anemia
Menurut Pratami (2016) penyebab anemia yaitu:
1. Peningkatan volume plasma sementara jumlah eritrosit tidak sebanding dengan
peningkatan volume plasma
2. Defesiensi zat besi mengakibatkan kekurangan hemoglobin (Hb), dimana zat besi
adalah salah satu pembentuk hemoglobin.
3. Ekonomi: tidak mampu memenuhi asupan gizi dan nutrisi dan ketidak tahuan tentang
pola makan yang benar .
4. Kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi yang banyak dan
perdarahan akibat luka.
5. Mengalami dua kehamilan yang berdekatan
6. Mengalami menstruasi berat sebelum kehamilan.
7. Hamil saat masih remaja .
c. Tanda dan gejala anemia pada ibu hamil
Gejala anemia pada ibu hamil bisa tidak terlihat sehingga tak jarang diabaikan
begitu saja. Namun seiring bertambahnya usia kehamilan, gejalanya bisa semakin
memburuk. Maka, kenali dan waspadai gejala anemia pada ibu hamil seperti:
- Tubuh terasa lemah, letih, dan lesu terus menerus
- Pusing
- Sesak napas
- Detak jantung cepat atau tidak teratur
- Sakit atau nyeri dada
- Warna kulit, bibir, dan kuku memucat
- Tangan dan kaki dingin
- Sulit berkonsentrasi
Di atas adalah ciri-ciri anemia pada ibu hamil yang perlu diwaspadai.
d. Patofisiologi Anemia
Dalam kehamilan dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: kurang zat besi,
kehilangan darah yang berlebihan, proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum
waktunya, peningkatan kebutuhan zat besi (Pratami, 2016). Selama kehamilan,
kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropenin.
Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah meningkat. Namun,
peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan
dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi Hb (Prawirohardjo,
2010). Sedangkan volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit (Ht),
konsentrasi hemoglobin darah (Hb) dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah
Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Ada spekulasi bahwa anemia fisiologik dalam
kehamilan bertujuan untuk viskositas darah maternal sehingga meningkatkan perfusi
plasenta dan membantu penghantaran oksigen serta nutrisi ke janin (Prawirohardjo,
2010).
e. Faktor yang meningkatkan risiko anemia pada ibu hamil
Anemia dapat terjadi pada siapa pun, tapi ibu hamil termasuk orang yang paling
rentan mengalaminya. Semua wanita hamil berisiko mengalami anemia. Anemia
disebabkan oleh tubuh yang tidak mampu mencukupi kebutuhan pasokan darah, zat besi,
dan asam folat yang lebih banyak dari biasanya semasa kehamilan. Anemia juga paling
berisiko pada ibu yang memiliki kondisi berikut:
- Sedang hamil kembar. Semakin banyak bayi yang dikandung, semakin banyak
darah yang dibutuhkan.
- Dua kali hamil dalam waktu berdekatan.
- Muntah dan mual di pagi hari (morning sickness).
- Hamil di usia remaja.
- Kurang mengonsumsi makanan kaya zat besi dan asam folat.
- Sudah memiliki anemia sejak sebelum hamil.
f. Diagnosis anemia pada ibu hamil
Risiko anemia dalam kehamilan dapat dicari tahu lewat tes darah saat cek
kandungan di trimester pertama. ini juga sangat disarankan bagi setiap ibu hamil yang
berisiko atau tidak pernah menunjukkan gejala anemia pada awal kehamilannya. Tes
darah biasanya meliputi tes hemoglobin (mengukur jumlah Hb dalam darah) dan tes
hematokrit (mengukur persentase sel darah merah per sampel).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan CDC di Amerika Serikat mengatakan
ibu hamil dikatakan memiliki anemia jika kadar hemoglobinnya (Hb) pada trimester
pertama dan ketiga kurang dari 11 gr/dL atau hematokritnya (Hct) kurang dari 33 persen.
Sementara anemia di trimester kedua terjadi ketika kadar Hb kurang dari 10,5 g/dL atau
Hct kurang 32 persen setelah dites. Dokter Anda mungkin akan perlu menjalankan tes
darah lain untuk memastikan apakah anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi atau
karena penyebab lain. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menganjurkan setiap
ibu hamil menjalani tes darah, termasuk cek kadar Hb. Idealnya satu kali saat
pemeriksaan kandungan pertama di trimester kedua dan sekali lagi pada trimester ketiga.
Ini untuk mengetahui apakah Anda mengalami anemia yang kerap terjadi pada ibu hamil.
Dokter kandungan nantinya mungkin juga merujuk Anda ke ahli hematologi, dokter
spesialis masalah dan penyakit darah. Hematolog dapat membantu dan mengendalikan
anemia.
g. Cara Mengatasi Anemia Pada Ibu Hamil
Untuk mengatasi anemia dalam kehamilan, berikut beberapa hal yang perlu
dilakukan, yaitu:
1. Makan makanan bernutrisi khusus, dokter mungkin menyarankan agar Anda
mengonsumsi makanan bernutrisi dan bergizi tinggi, khususnya yang kaya zat besi
dan asam folat setiap hari. Mulanya Anda hanya akan membutuhkan tambahan 0,8
mg zat besi per hari di trimester pertama, hingga 7,5 mg per hari pada trimester
ketiga. Sementara itu, peningkatan asupan asam folat per trimeser biasanya berkisar
dari 400 – 600 mcg per hari, tergantung anjuran dokter. Melansir dari laman
American Pregnancy Association.
Makanan yang termasuk tinggi zat besi untuk mengatasi anemia pada ibu hamil,
yaitu:
- Daging (sapi atau unggas) rendah lemak yang dimasak matang
- Makanan laut seperti ikan, cumi, kerang, dan udang yang dimasak matang
- Telur yang dimasak matang
- Sayuran hijau, misalnya bayam dan kangkung
- Kacang polong
- Produk susu yang telah dipasteurisasi
- Kentang
- Gandum
Sementara makanan tinggi folat untuk anemia pada ibu hamil meliputi:
- Sayuran daun hijau, seperti bayam, brokoli, seledri, buncis, lobak hijau, atau
selada
- Keluarga jeruk
- Alpukat, pepaya, pisang
- Kacang-kacangan, seperti kacang polong, kacang merah, kacang kedelai, kacang
hijau
- Biji bunga matahari (kuaci)
- Gandum
- Kuning telur
2. Mengonsumsi vitamin C lebih banyak
Kondisi ini diatasi dengan mengonsumsi sayur dan buah tinggi vitamin C, seperti
jeruk, stroberi, kiwi, brokoli, kembang kol, tomat, dan paprika. Vitamin C membantu
tubuh menyerap zat besi dari makanan secara lebih efisien. Kebutuhan vitamin C
harian juga dapat dipenuhi dengan minum suplemen vitamin C, tapi sebaiknya
konsultasikan dulu ke dokter agar pengobatan terkontrol dengan baik. Namun,
mencukupi asupan gizi dari makanan saja mungkin tidak akan cukup buat ibu hamil.
Maka, Anda perlu melakukan langkah selanjutnya untuk mengurangi risiko.
3. Minum suplemen
Sebagai langkah awal pengobatan anemia pada ibu hamil, dokter akan
menyarankan Anda untuk mulai minum suplemen zat besi, vitamin B12, dan asam
folat sebagai tambahan vitamin prenatal. Minum dosis pertama suplemen sebaiknya
di pagi hari agar tidak memperparah sensasi mual muntah karena morning sickness,
ditambah akibat anemia pada ibu hamil. Jika harus diminum setelah makan, tunggu
satu jam dulu baru telan vitamin Anda agar tidak merasa mual.
Ibu hamil juga bisa minum suplemen sebelum tidur untuk mengurangi risiko mual
setelahnya. Jangan lupa minum banyak air setelah menelan vitamin untuk
mengurangi anemia pada wanita hamil. CDC merekomendasikan, ibu hamil yang
memiliki anemia untuk mengonsumsi suplemen besi sebanyak 30 mg per hari sejak
cek kandungan pertama kali untuk mencegah anemia defisiensi besi. Sementara untuk
suplemen folat anemia pada wanita hamil, WHO dan Kemenkes RI
merekomendasikan minum dosisnya sebanyak 400 mcg/hari. Sebaiknya hal ini
dilakukan sesegera mungkin begitu akan merencanakan kehamilan dan terus
dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan.
h. Cara Mencegah Anemia Pada Ibu Hamil
Dilansir dari Maternal and Child Health Integrated Program, salah satu cara efektif
mencegah anemia pada ibu hamil adalah mengonsumsi suplemen zat besi. Selain itu,
pencegahan anemia saat hamil dapat mulai dilakukan dengan mengatur pola makan
menjadi lebih baik, seperti:
- Mengonsumsi suplemen asam folat dan zat besi (60 mg zat besi dan 400 mcg
asam folat).
- Mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi tinggi (daging, ayam, ikan,
telur, dan gandum).
- Memakan makanan yang kaya akan asam folat (kacang kering, gandum, jus jeruk,
dan sayuran hijau).
- Mengonsumsi suplemen dan makanan yang mengandung vitamin C (buah dan
sayur yang segar).
Perhatikan juga bahwa zat besi dari sumber makanan hewani, seperti daging, dapat
terserap tubuh lebih baik dibanding zat besi dari sayuran atau buah.
3. Masalah Perawatan Pada Ibu Hamil Dengan Abortus
Abortus adalah terancamnya atau keluarnya buah kehamilan baik sebagian ataupun
keseluruhan pada umur kehamilan lewat dari 20 minggu. Kematian janin dalam rahim
disebut Intra Uterine Fetal Death (IUFD), yakni kematian yang terjadi saat usia kehamilan
lebih dari 20 minggu atau pada trimester kedua dan atau yang beratnya 500 gram. Jika terjadi
pada trimester pertama disebut keguguran atau abortus (Setiawati, 2013:189-190).
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan akibat faktor tertentu atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 20 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan (Yulaikha Lily, 2015: 72).
a. Macam-macam Abortus
Abortus dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
1. Abortus Spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran): merupakan±20 % dari semua
abortus. Abortus spontan adalah setiap kehamilan yang berakhir secara spontan
sebelum janin dapat bertahan. WHO mendefinisikan sebagai embrio atau janin
seberat 500 gram atau kurang, yang biasanya sesuai dengan usia janin (usia
kehamilan) dari 20 hingga 22 minggu atau kurang. Abortus spontan terjadi pada
sekitar 15%-20% dari seluruh kehamilan yang diakui, dan biasanya terjadi sebelum
usia kehamilan memasuki minggu ke-13 (Fauziyah, 2012: 37).
Gejala abortus spontan adalah kram dan pengeluaran darah dari jalan lahir adalah
gejala yang paling umum terjadi pada abortus spontan. Kram dan pendarahan vagina
yang mungkin tejadi sangat ringan, sedang, atau bahkan berat. Tidak ada pola tertentu
untuk berapa lama gejala akan berlangsung. Selain itu gejala lain yang menyertai
abortus spontan yaitu nyeri perut bagian bawah, nyeri pada punggung, pembukaan
leher rahim dan pengeluaran janin dari dalam rahim.
Berdasarkan gambaran klinisnya, abortus dibagi menjadi:
- Abortus Imminiens (keguguran mengancam). Abortus ini baru mengancam dan
masih ada harapan untuk mempertahankannya. Pada abortus ini terjadinya
pendarahan uterus pada kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu, janin
masih dalam uterus, tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya terjadi
pendarahan melalui ostium uteri eksternum disertai mual, uterus membesar
sebesar tuanya kehamilan. Serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif.
- Abortus incipiens (keguguran berlangsung). Abortus ini sudah berlangsung dan
tidak dapat dicegah lagi. Pada abortus ini peristiwa peradangan uterus pada
kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks.
Diagnosisnya rasa mulas menjadi lebih sering dan kuat, pendarahan bertambah
- Abortus incompletes (keguguran tidak lengkap). Sebagian dari buah kehamilan
telah dilahirkan tapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di
dalam rahim. Pada abortus ini pengeluaran sebagian janin pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada
pemeriksaan vaginal, servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavun
uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
Pendarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan, dapat
menyebabkan syok.
- Abortus komplit (keguguran lengkap). Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan
dengan lengkap. Pada abortus ini, ditemukan pendarahan sedikit, ostium uteri
telah menutup, uterus sudah mengecil dan tidak memerlukan pengobatan khusus,
apabila penderita anemia perlu diberi sulfat ferrosus atau transfusi (Fauziyah,
2012: 42-45).
- Missed Abortion (keguguran tertunda) ialah keadaan dimana janin telah mati
sebelum minggu ke-22. Pada abortus ini, apabila buah kehamilan yang tertahan
dalam rahim selama 8 minggu atau lebih. Sekitar kematian janin kadang-kadang
ada perdarahan sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus imminiens
(Sulistyawati, 2013:123).
- Abortus habitualis (keguguran berulang-ulang), ialah abortus yang telah berulang
dan berturut-turut terjadi: sekurang-kurangnya 3X berturut-turut.
2. Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genetalia. Dan dibagi
menjadi beberapa bagian:
- Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran
darah tubuh (Sarwono, 2014: 467-473).
- Abortus Provocatus (disengaja, digugurkan): 80 % dari semua abortus dibagi atas
2 yaitu:
1) Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus. Abortus provocatus
artificialis atau abortus therapeuticus ialah pengguguran kehamilan biasanya
dengan alat-alat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa maut
bagi ibu, misalnya karena ibu berpenyakit beratmisalnya: penyakit jantung,
hypertensi essentialis, carcinoma dari serviks.
2) Abortus Provocatus criminalis Abortus buatan kriminal (abortus propocatus
criminalis) adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh
orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum (Feryanto,2014: 41).
Abortus provocatus criminalis adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis
yang sah dan dilarang oleh hukum. Abortus provokatus dapat dilakukan dengan
pemberian prostaglanding atau curettage dengan penyedotan (Vacum) atau
dengan sendok kuret (Pudiastusi, 2012: 41-42)
b. Penyebab Abortus
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat
beberapa faktor sebagai berikut:
1. Faktor pertumbuhan hasil konsespi. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat
menyebabkan kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi
dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena :
- Faktor kromosom. Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom termasuk
kromosom seks.
- Faktor lingkungan endometrium
a) Endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi.
b) Gizi ibu kurang karena anemia atau jarak kehamilan terlalu pendek.
- Pengaruh luar.
a) Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi.
b) Hasil konsepsi berpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan
hasil konsepsi terganggu.
2. Kelainan pada plasenta
- Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat
berfungsi. Gangguan pembuluh dara plasenta diantaranya diabetes mellitus.
- Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran dara plasenta sehingga
menimbulkan keguguran.
3. Penyakit ibu. Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin
dalam kandungan melalui plasenta.
- Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria dan sifilis
- Anemia ibu melalui gangguan nutrisi dan gangguan peredaran O2 menuju
sirkulasi retroplasenter.
- Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal. Penyakit hati, dan
penyakit diabetes mellitus kelainan yang terdapat dalam rahim. Rahim merupakan
tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk
mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retroplefsia uteri, serviks inkompeten,
bekas operasi pada serviks 26 (kolisasi, amputasi, serviks), robekan serviks
postpartum (Manuaba, Ida Ayu Candranita dkk, 2013 :288-289).
c. Patofisiologi Pada Awal Abortus
Terjadi pendarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosi jaringan
sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya
sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil
konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vili korialis belum menembus
desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 dan 14 minggu, vili korinalis
menembus desidua lebih dalam dan umumnya plasenta tidak dilepaskan dengan
sempurna sehingga dapat menyebabkan banyak pendarahan. Pada kehamilan 14 minggu
ke atas, umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul setelah
beberapa waktu kemudian adalah plasenta. Pendarahan tidak banyak jika plasenta segera
terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk
miniatur (Yulaikha, 2015:75).
d. Diagnosis Abortus
Pada kasus perdarahan awal kehamilan yang harus dilakukan adalah memastikan
arah kemungkinan keabnormalan yang terjadi berdasarkan hasil tanda dan gejala yang
ditemukan, yaitu melalui:
1. Anamnesa
- Usia kehamilan ibu (kurang dari 20 minggu).
- Adanya kram perut atau mules daerah atas sympisis, nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus.
- Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
2. Pemeriksaan fisik Hasil pemeriksaan fisik di dapat:
- Biasanya keadaan umum (KU) tampak lemah.
- Tekanan darah normal atau menurun.
- Denyut nadi normal, cepat atau kecil dan lambat.
- Suhu badan normal atau meningkat.
- Pembesaran uterus sesuai atau lebih kecil dar]i usia kehamilan.
3. Pemeriksaan ginekologi Hasil pemeriksaan ginekologi didapat:
Inspeksi vulva untuk menilai perdarahan pervaginam dengan atau tanpa jaringan hasil
konsepsi.
- Pemeriksaan pembukaan serviks.
- Inspekulo menilai ada/tidaknya perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka
atau tertutu, ada atau tidaknya jaringan di ostium.
e. Penanganannya Abortus
Sebelum penanganan sesuai klasifikasinya, abortus memiliki penanganan secara
umum antara lain:
1. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda
vital (nadi, tekann darah, pernapasan, suhu).
2. Pemeriksaan tanda-tanda syok (akral dingin,pucat, takikardi, tekanan sistolikakral
dingin,pucat, takikardi, tekanan sistolik <90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan
tatalaksana awal syok. Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap fikirkan
kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu
karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat.
3. Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikut
kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
- Ampisilin 2 g lV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam.
- Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
- Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
- Segerah rujuk ibu ke rumah sakit
- Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
kongseling kontrasepsi pasca keguguran.
- Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus (WHO, 2013:84).
 Abortus imminiens adalah Penangananya:
- Berbaring, cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
sehingga rangsang mekanik berkurang.
- Pemberian hormon progesteron
- Pemeriksa ultrasonografi (USG).
 Abortus Insipiens adalah pengeluaran janin dengan kuret vakum atau cunan
ovum, disusul dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu bahaya
peforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat
dengan pemberian infus oksitosin. Sebaliknya secara digital dan kerokan bila sisa
plasenta tertinggal bahaya peforasinya kecil.
 Abortus inkomplit adalah begitu keadaan hemodinamik pasien sudah dinilai dan
pengobatan dimulai, jaringan yang tertahan harus diangkat atau perdarahan akan
terus berlangsung. Oksitosik (oksitosin 10 IU/500ml larutan dekstrosa 5% dalam
larutan RL IV dengan kecepatan kira-kira 125 ml/jam) akan membuat uterus
berkontraksi, membatasi perdarahan, membantu pengeluaran bekuan darah atau
jaringan dan mengurangi kemungkinan perforasi uterus selama dilatasi dan
kuretase.
 Abortus komplit dan abortus tertunda (missed Abortion) Penganan terbaru missed
abortion adalah induksi persalinan dengan supositoria prostaglandin E2, jika perlu
dengan oksitosin IV (C.Benson, 2013: 302).
f. Komplikasi Pada Abortus
Komplikasi yang terjadi pada abortus yang di sebabkan oleh abortus kriminalis
dan abortus spontan adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak di berikan pada waktunya.
2. Infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba dapat menimbulkan
kemandulan.
3. Faal ginjal rusak disebabkan karena infeksi dan syok. Pada pasien dengan abortus
diurese selalu harus diperhatikan. Pengobatan ialah dengan pembatasan cairan dengan
pengobatan infeksi.
4. Syok bakteril: terjadi syok yang berat rupa-rupanya oleh toksin-toksin.
Pengobatannya ialah dengan pemberian antibiotika, cairan, corticosteroid dan
heparin.
5. Perforasi: ini terjadi karena curratage atau karena abortus kriminalis (Pudiastuti,2012:
49-50).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil
1. Pengkajian
1. Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, sukubangsa, diagnosa medis.
2. Keluhan utama biasanya ditemukan keluhan cepat lelah, sering pusing,dan mata
berkunang-kunang
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu Pada pengkajian ini ditemukan riwayat kehamilan yang
berdekatan, dan riwayat penyakit-penyakit tertentu seperti infeksi yang dapat
memungkinkan terjadinya anemia.
b. Riwayat kehamilan dan persalinan Biasanya ditemukan kehamilan pada usia muda,
dan kehamilan yang berdekatan.
4. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola makan ditemukan ibu kurang mengkonsumsi makanan yang kaya nutrisi seperti
sayuran berdaun hijau, daging merah dan tidak mengkonsumsi tablet Fe.
b. Pola aktivitas/istirahat biasanya pada ibu hamil yang menderita anemia mudah
kelelahan, keletihan, malaise, sehingga kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: Ibu hamil terlihat lemah, lesu, tekanan darah menurun, nadi menurun,
pernapasan lambat.
b. Kepala. Rambut biasanya rontok dan terdapat bintik hitam diwajah.
c. Mata biasanya konjungtiva anemis dan skelera tidak ikterik.
d. Mulut biasanya bibirnya pucat dan membran mukosa kering.
e. Abdomen: Inspeksi: pembesaran perut tidak sesuai usia kehamilan Palpasi: tidak teraba
jelas bagian janinnya. Auskultrasi: denyut jantung janin antara 120-130 kali/menit
f. Ekstremitas CRT>2 detik, terdapat varises dikaki, tidak ada udema, dan akral biasanya
dingin. 6. Pemeriksaan Laboraturium Pemeriksaan labor dasar Hb
Biasanya Hb pada trimester pertama dan ke tiga kurang dari 11 g/dl dan pada timester
dua
2. Diagnosis Keperawatan
Yang mungkin muncul
1. Risiko perdarahan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kewaspadaan
perdarahan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubunga dengan kurang
asupan makana
4. Mual berhubungan dengan rasa makan/minum yang tidak enak
5. Keletihan berhubungan dengan kelesuan fisiologis (anemia dalam kehamilan).
6. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin 7. Ansietas berhubungan
dengan perubahan status kesehatan.
3. Perencanaan Keperawatan
1. Rencana keperawatan pada diagnosa keperawatan pertama. Risiko perdarahan
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kewaspadaan perdarahan.
Defenisi: Rentan mengalami penurunan volume darah, yang dapat mengganggu
kesehatan.
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu mengatasi resiko
kehilangan darah dengan kriteria hasil :
a. Tidak ada kehilangan darah yang terlihat.
b. Tidak ada distensi abdomen.
c. Tidak ada perdarahan pervagina.
d. Tidak ada penurunan tekanan darah sistolik.
e. Tidak ada penurunan tekanan darah diastolik .
f. Tidak ada kehilangan panas tubuh .
g. Tidak ada penurunan Hemoglobin (Hb)
h. Tidak ada penurunan Hematokrit (Ht)
NIC: Pencegahan perdarahan :
a. Monitor tanda dan gejalah perdarahan.
b. Lindungi pasiendari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan.
c. Hindari mengangkat benda berat.
d. Instruksikan pasien untuk meningkatkan makanan yang kaya vitamin K.
e. Cegah konstipasi (misalnya, memotivasi untuk meningkatkan asupan cairan dan
mengkonsums pelunan feses) jika diperlukan.
f. Instruksikan pasien dan keluarga untuk memonitor tanda-tanda pendarahan dan
mengambil tindakan yang tepat jika terjadi perdarahan (misalnya melapor kepada
perawat)
g. Instruksikan pasien dan keluarga untuk memonitor tanda perdarahan dan mengambil
tindakan yang tepat jika terjadi perdarahan (misalnya, lapor kepada perawat).

2. Rencana tindakan keperawatan diagnosa keperawatan


Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
Defenisi: Ketidakcakupan energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan
batasan karakteristik:
a. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
b. Keletihan
c. Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas.
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu menunjukkan toleransi
terhadap aktivitas dengan kriteria hasil:
a. Frekuennsi nadi saat beraktivitas tidak terganggu (80-100 kali/menit).
b. Tekanan darah sistolik dalam beraktivitas tidak terganggu (110-140 mmHg).
c. Tekanan darah diastolik dalam beraktivitas tidak terganggu (75-85 mmHg).
d. Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas tidak terganggu (12-20 kali/menit)
NIC: Peningkatan Latihan:
a. Gali hambatan individu terkait latihan fisik (seperti, senam hamil, dll).
b. Dukung ungkapan perasaan mengenai latihan atau kebutuhan untuk melakukan latihan.
c. Dukung individu untuk memulai atau melanjutkan latihan
d. Lakukan latihan bersama individu, jika diperlukan.
e. Libatkan keluarga/orang yang memberikan perawatan dalam merencanakan dan
meningkatkan program latihan.
f. Instruksikan individu terkait frekuensi, durasi, dan intensitas program latihan yang
diinginkan.

3. Rencana tindakan pada diagnosa keperawatan


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang
asupan makanan
Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik dengan
batasan karakteristik:
a. Bising usus hiperaktif.
b. Cepat kenyang setelah makan.
c. Kurang informasi.
d. Kurang minat pada makanan.
e. Membran mukosa pucat .
f. Nyeri andomen.
g. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu menunjukkan
keseimbangan nutrisi tidak terganggu dengan kriteria hasil :
- Nafsu Makan: Indikator :
a.Keinginan untuk makan tidak terganggu.
b. Rangsangan untuk makan tidak terganggu.
- Status Nutrisi: Asupan makanan & cairan Indikator:
a.Asupan makanan secara oral tidak terganggu.
b. Asupan cairan secara oral tidak terganggu.
NIC: -Manajemen Nutrisi :
a.Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan
gizi
b. Monitor kalori dan asupan makanan . Monitor kecendrungan terjadinya penurunan dan
kenaikan berat badan.
c.Berikan arahan bila diperlukan.
- Monitor Nutrisi:
a.Timbang berat badan pasien.
b. Monitor kecendrungan turun dan naiknya berat badan,
c.Identifikasi pertumbuhan berat badan terakhir.
d. Monitor tugor kulit dan mobilitas.
- Monitor adanya mual muntah:
a.Monitor adanya (warna) pucat, kemerahan dan jaringan konjungtiva yang kering.
b. Lakukan pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht )

4. Rencana keperawatan pada diagnosa keperawatan Mual berhubungan dengan rasa


makan/minuman yang tidak enak . Defenisi: Suatu fenomena subjektif tentang rasa tidak
nyaman pada bagian belakang tenggorok atau lambung, yang dapat atau tidak dapat
mengakibatkan muntah dengan batasan karakteristik :
a.Keengganan terhadap makanan. b. Mual.
c.Rasa asam didalam mulut
d. Sensasi muntah
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu mengontrol mual &
muntah, dibuktikan kriteria hasil :
a.Mampu mengenali onset muntah.
b. Mampu mengenali pencetus stimulus (muntah
c.Mampu menghindari bau yang tidak menyenangkan.
d. Melaporkan mual, muntah-muntah, dan muntah yang terkontrol.
NIC: -Manajemen mual :
a.Dorong pasien untuk memantau pengalaman diri terhadap mual.
b. Dorong pasien untuk belajar strategi mengatasi mual sendiri.c.
c.Kurangi atau hilangkan faktor-faktor yang bersifat personal yang memicu atau
meningkatkan mual (kecemasan, takut, kelelahan, dan kurangnya pengetahuan).
d. Lakukan penilaian lengkap terhadap mual, termasuk frekuensi, durasi, tingkat
keparahan, dan faktor-faktor pencetus.
e.Dorong penggunaan teknik nonfarmakologis sebelum mual.
f. Monitor asupan makanan terhadap kandungan gizi dan kalori .
g. Timbang berat badan secara teratur.
h. Monitor efek dari manajemen mual secara keseluruhan.
i. Tingkatkan istirahat dan tidur yang cukup untuk pengurangan mual.

5. Rencana Keperawatan pada diagnosa keperawatan Keletihan berhubungan dengan


kelesuan fisiologis (anemia dalam kehamilan). Defenisi: keletihan terus-menerus dan
penurunan kapasitas untuk kerja fisik dan mental pada tingkat yang lazim batasan
karakteristik :
a.Gangguan konsentrasi .
b. Kelelahan.
c.Kurang energy.
d. Mengantuk.
e.Peningkatan kebutuhan istirahat.
f. Peningkatan keluhan fisik .
g. Tidak mampu mempertahankan aktivitas fisik pada tingkat dan kebiasannya.
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu mengurangi tingkat
kelelahan dengan kriteria hasil:
a.Tidak terjadi kelelahan.
b. Tidak ada kelesuan.
c.Tidak ada kehilangan selera makan.
d. Tidak ada penurunan motivasi.
e.Tidak ada sakit kepala.
f. Tidak terjadi nyeri otot.
g. Kualiatas tidur tidak terganggu.
h. Kualitas istirahat tidak terganggu.
NIC : - Manajemen Energi :
a.Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan untuk menjaga ketahanan.
b. Bantu pasien untuk memilih aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.
c.Anjurkan tidur siang bila diperlukan.
d. Bantu pasien untuk menjadwalkan priode istirahat
e. Instruksikan pasien/orang yang terdekat dengan pasien mengenai kelelahan (gejala
yang mungkin muncul dan kekambuhan yang mungkin nanti akan muncul kembali).
f. Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang Adekuat.
-Manajemen Nutrisi:
a.Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan
gizi.
b. Monitor kalori dan asupan makanan.
c.Monitor kecendrungan terjadinya penurunan dan kenaikan berat badan.
d. Rencana Keperawatan pada Diagnosa Keperawatan Risiko infeksi berhubungan
dengan penurunan hemoglobin.
Definisi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat
mengganggu kesehatan.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu mengontrol infeksi ,
dengan kriteria hasil :
a.Mampu mengidentifikasi faktor risiko infeksi .
b. Mengetahui konsekuensi terkait infeksi.
c. Mampu mengidentifikasi tanda dan gejalah infeksi.
d. Mempu menunjukan mencuci tangan untuk pencegahan infeksi.
e. Tidak ada kemerahan.
f. Tidak ada demam.
g. Tidak ada hipotermia.
h. Tidak ada kestabilan suhu.
i. Tidak ada kehilangan nafsu makan .
j. Tidak ada malaise
NIC: a. Kontrol infeksi :
a.Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
b.Tingkatkan intake nutrisi .
c.Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
d.Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
e.Monitor adanya luka.
f. Dorong masukan cairan.
g. Dorong istirahat.
h. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
6. Rencana Keperawatan pada diagnosa keperawatan Ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan.
Definisi: Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon
autonom (sumber sering kai tidak spesifik) perasaan takut yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya. Perasaan ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan tandatanda vital
dalam rentang normal dengan kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal.
b. Tingkat pernapasan dalam rentang normal.
c. Tekanan darah sistolik dalam rentang normal.
d. Tekanan darah diastolik dalam rentang normal.
e. Kedalaman inspirasi dalam rentang normal
NIC: Terapi Relaksasi :
a.Tentukan apakah ada intervensi relaksasi dimasa lalu yang sudah memberikan
manfaat.
b. Berikan deskripsi detail terkait intervensi relaksasi yang dipilih.
c.Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa distraksi dengan lampu yang redup dan
suhu lingkungan yang nyaman, jika memungkinkan.
d. Dapatkan perilaku yang menungjukan terjadinya relaksasi, misalnya bernapas
dalam, menguap, pernapasan perut, atau banyangan yang menyenang.
e.Minta klien untuk rileks dan merasakan sensasi yang terjadi.
f. Tunjukan dan praktekan teknik relaksasi pada pasien.
g. Evaluasi dan dokumentasikan respon terhadap terapi.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses yang kontinyu karena setiap intervensi dikaji efektifitasnya
dan intervensi alternative digunakan sesuai kebutuhan setiap ada perubahan pada kondisi
atau kelihan pasien, rencana asuhan keperawatan perlu disesuaikan kembali, hasil akhir
yang diharapkan untuk ibu, pasangan atau janin dievaliasi atau janin dievaluasi secara
kontinyu menurut kriteria yang dapat diukur.

Anda mungkin juga menyukai