Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

HUKUM DAN SEJARAH HUKUM


 

DOSEN PENGAMPU

Dr. Mukhammad Soleh, SH.,M.Hum.

DISUSUN OLEH

Andy Harrysta Rahman

NIM : 1974101028

UNIVERSITAS WISNUWARDHANA MALANG


PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
2019/2020
KATA PENGANTAR

Sesuai dengan tujuan perkuliahan bahwa dalam rangka meningkatkan mutu


serta mengembangkan sistim proses belajar mengajar perlu menerapkan
suatu metode yang lebih efektif dalam bentuk makalah, tanya jawab dan
dialog kepada para mahasiswa serta mempergunakan modul di dalam
tahapan studi yang dibimbing oleh dosen.

Kondisi tersebut mendorong untuk menyusun makalah yang sistematis


sebagai sarana- pembantu bagi para mahasiswa serta lebih mempercepat
proses belajar.

Disampaikan terimakasih kepada Bapak/ibu dosen maupun kawan-kawan


yang telah membantu atas terselesaikannya pembuatan makalah ini sebagai
tambahan tugas hukum dan sejarah hukum.

hormat saya,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL.........………………………….........……………………………………i
KATA PENGANTAR……………………………………………………….……ii
DAFTAR ISI…………………….………………………………………………..iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG…………………………...………………… ..........1
1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………………………….1
1.3 TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH…………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 SEJARAH HUKUM INDONESIA PERIODE PENJAJAHAN
BANGSA EROPA (TAHUN 1600-1942)...................................................2
2.1.1 Sejarah Hukum Indonesia Pada Jaman Penjajahan Belanda
Pertama.............................................................................................2
2.1.2 Sejarah Hukum Indonesia Pada Jaman Penjajahan
Inggris.................................................................................................2
2.1.3. Sejarah Hukum Indonesia Pada Jaman Penjajahan Belanda
Kedua.................................................................................................3
2.2 SEJARAH HUKUM INDONESIA PERIODE PENJAJAHAN
JEPANG (TAHUN 1942-1945)...................................................................6
2.3 SEJARAH HUKUM INDONESIA PERIODE JAMAN
KEMERDEKAAN.......................................................................................8
2.3.1. Sejarah Hukum Indonesia pada Masa Revolusi Fisik (1945-
1950)..........................................................................................................8
2.3.2. Sejarah Hukum Indonesia pada Jaman Orde Lama (1950-
1966).........................................................................................................8
2.3.3. Sejarah Hukum Indonesia pada Jaman Orde Baru (1966-
1998)........................................................................................................10
2.3.4. Sejarah Hukum Indonesia pada Jaman Orde Reformasi..................11

iii
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN………………………………………….………………..…15
3.2 SARAN……………...……………….....………….………………………..17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....18

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Salah satu kegunaan sejarah hukum adalah untuk mengungkapkan fakta-
fakta hukum tentang masa lampau dalam kaitannya dengan masa kini. Hal
ini merupakan suatu proses, suatu kesatuan, dan satu kenyataan uang
dihadapi, yang terpenting bagi ahli sejarah data dan bukti tersebut adalah
harus tepat, cenderung mengikuti pentahapan yang sistematis, logika,jujur,
kesadaran pada diri sendiri dan imajinasi yang kuat. Sejarah hukum
merupakan bagian dari sejarah umum. Sejarah menyajikan dalam bentuk synopsis
suatu keterpaduan seluruh aspek kemasyarakatan dari abad kea bad, yakni sejak
untuk pertama kali tersedia informasi sampa masa kini.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi prumusan masalah
pada makalah ini adalah, apa yang dimaksud dengan sejarah hukum?

1.3 TUJUAN MAKALAH


secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis salah satu
materi pembelajaran hukum, khususnya sejarah hukum di Indonesia dari
zaman belanda hingga saat ini.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH HUKUM INDONESIA PERIODE PENJAJAHAN


BANGSA EROPA (TAHUN 1600-1942)
2.1.1 Sejarah Hukum Indonesia Pada Jaman Penjajahan Belanda Pertama
Pada periode penjajahan Belanda yang pertama dapat dibagi dalam dua sub-
periode sesuai dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang penting pada masa itu,
yaitu :
1. Sub periode tahun 600-1800, yaitu masa penjajahan yang dilakukan oleh
V.O.Cyang dibentuk dengan tujuan melakukan perdagangan rempah-rempah dan
hasil-hasil kerajinan dari Asia ke benua Eropa .Sebenarnya V.O.C. sebagai suatu
organisasi dagang tidak dapat melakukan penjajahan, namun diberi kewenangan
oleh raja Belanda untuk mempunyai angkatan bersenjata dan memperluas daerah
perdagangan, maka lembaga dagang ini bertindak seperti negara yang menjajah
negara lain (dalam hal ini Indonesia).
2. Sub periode tahun 1800-1850, yaitu penjajahan yang dilakukan Kerajaan
Belanda samapai perundang-undangan baru, Penjajahan oleh negara/kerajaan
Belanda ini terjadi setelah V.O.C. dibubarkan karena mengalami kebangkrutan.
Selanjutnya kekuasaan V.O.C. atas tanah yang telah dikuasai diteruskan oleh
negara/kerajaan Belanda. Pada periode ini diakhiri dengan pendudukan Inggris
atas Indonesia sebagai konsekuensinya dikuasainya Belanda oleh Inggris pada
waktu perang di Eropa.

2.1.2 Sejarah Hukum Indonesia Pada Jaman Penjajahan Inggris


Masa pemerintahan Raffles merupakan tonggak penting dalam sejarah
ketatanegaraan pemerintahan kolonial di Indonesia. Sistem pemerintahan kolonila
yang berlangsung sejak masa V.O.C. oleh Raffles diubah secara total. Raffles
menerapkan tiga tindakan pokok selama memerintah di Indonesia, yaitu:

2
1. Menghapus sistem verplichte leveranties (penyerahan wajib) dan herendiensten
(sistem kerja wajib/paksa)
2. Pemerintahan mengawasi secara langsung pengelolaan tanah, dan memungut
hasilnya secara langsung dari rakyat, tanpa perantara para petugaspenguasa
pribumi/bupati.
3. Menyewakan tanah kepada rakyat (land-rent system).
Dalam usahanya menegakkan kebijaksanaan kolonial yang baru berdasarkan
sistem landrent tersebut Raffles berpatokan pada tiga asas:
1. Segala bentuk penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi harus dihapuskan dan
rakyat diberi kebebasan penuh untuk menetukan jenis tanaman yang hendak
ditanam
2. Peranan para Bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai gantinya
merka dijadikan bagian integral dari pemerintahan kolonial dengan fungsi
pemerintahan yang sesuia dengan asas-asas umum pemerintahan yang berlaku di
eropa.
3. Berdasarkan anggapan bahwa pemerintahan kolonial adalah pemilik tanah,
maka para petani yang menggrap tanah dianggap sebagai penyewa (tenant) tanah
milik pemerintah.
Karya ilmiah di bidang hukum yang muncul pada zaman ini :
1. The history of Sumatera (Maraden)
2. Memories (Muntinghe)
3. History of the Indian Archipelago (Crawford)
4. History of Java (Raffles)

2.1.3 Sejarah Hukum Indonesia Pada Jaman Penjajahan Belanda Kedua


Sejarah hukum Indonesia pada periode Penjajahan Belanda Kedua dapat
dibagi ke dalam dua sub periode, yaitu :
1. Sub periode 1850-1900, yakni masuknya modal swasta di indonesia. Masuknya
modal swasta tersebut semula diperuntukkan bagi usaha-usaha perkebunan,
namun kemudian juga untuk bidang industri, dan selanjutnya menjadikan
Indonesia sebagai daerah pasaran bagi hasil-hasil industri eropa.

3
Pada tahun 1845, UUD baru diberlakukan di kerajaan Belanda. UUD baru
tersebut anatara lain mentapkan bahwa pemrintahan tertinggi ada ditangan Raja
dan wakil-wakil rakyat yang terdiri dari Tweede kamer yaitu wakil-wakil rakyat
yang dipilih melalui pemilihan umum dan Eerste Kamer yaitu wakil-wakil rakyat
yang dipilih dan ditetapkan dari orang-orang yang memenuhi syarat-syarat
tertentu diukur dari kekayaan, keturunan, dan lain-lain.
Pada tahun 1848 berlaku peraturan perundang-undangan baru di Indonesia,
artinya di Hindia Belanda mulai berlaku :
1. Ketentuan-ketentuan umum tentang peraturan perundang-undangan di Hindia
Belanda (Algemene Bepalingen van Watgeving/A.B);
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek);
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Straafrecht);
4. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel);
Pada tahun 1850-1900 dilakukan penyelidakn dan penelitian tentang Hukum
Rakyat Indonesia, di mana hukum asli tersebut dilaksanakan secara intensif sering
dengan dilakukannya ekspedisi kedaerah-daerah untuk memperluas wilayah
Hindia Belanda. Penyelidikan dan penelitian oleh orang-orang Belanda terutama
ditujukan pada hukum tanah dengan motif membuka lahan bagi objek penanaman
modal swasta dari Nederland dalam usaha perkebunan teh, kopi, gula, karet, dan
sebagainya. Sebagai contoh misalnya, Rancangan undang-undang pad atahun
1866 yang disebut Ontwerp Wet op het Vaststellen der Grondslagen, Waar op
Ondernemingen van Landbouw in Nederlandsch Indie kunnen worden gevestigd
(Rancangan undang-undang untuk menetapkan dasar-dasar, sehingga perkebunan-
perkebunan dapat didirikan di Hindia Belanda)
Perhatian pemerintah Belanda yang tertuju pada hukum tanah dapat dilihat
pula dalam studi “Penelitian tentang hubungn-hubungan agraria di Cirebon”1851
yang kemudian dilanjutkan di daerah Banyumas (tahun 1853); “Komisi Gula”,
“Rancangan undang-undang kultur” penggunaan tanah untuk pertanian dan
perkebunan (tahun 1865), dan yang terakhir adalah Cultuurwet dari De Waal
(tahun 1869)

4
Sebagai puncak berakhirnya perdebatan-perdebatan mengenai hukum tanah
di Indonesia, maka kemudian diterbitkan Domien Verklaring yang menetukan
bahwa “semua tanah yang tidak terbukti memiliki hak eigendom, maka tanah itu
adalah milik negara” disusul terbitnya undang-undang tentang hak Erfpacht
(hampir sama dengan Hak Guna Usaha).
Tahun 1829 ditetapkan Poenale Sanctie diberlakukan di Surabaya dan
khususnya ditujukan kepada para pembantu rumah tangga (jongos dan babu).
Peraturan tersebut memuat larangan pembantu rumah tangga untuk memutuskan
ikatan kerja dengan majikannya, misalkan karena perlakuan yang tidak senonoh
dari majikannya atau upah yang dirasakan sangat rendah. Peraturan tersebut lalu
dihapuskan pada tahun 1940 dengan harapan agar rakyat Indonesia bersedia
membantu perjuangan Belanda dalam membebaskan tanah airnya dari
pendudukan Jerman.
Antara tahun 1859-1900, hukum di Hindia Belanda dapat dibedakan antara
hukum tertulis (yang concordant, bahkan ada yang merupakan tiruan dari hukum
di Nederland) dan hukum rakyat. Adanya peraturan yang dimuat dalam staatblaad
tahun1868 Nomor 47 dan Staatblaad tahun 1871 Nomor 129 yang menetapkan
bahwa ketua-ketua Landraad harus seorang ahli hukum, maka kemudian
penyelidikan dilakukan pula oleh para ahli hukum eropa. Tokoh-tokoh yang
terkenal dalam bidang penyelidikan terhadap hukum dan kehidupan rakyat
Indonesia termasuk juga hukum rakyat, antara lain adalah :
1. Wilken, seorang pamong praja yang kemudian menjadi ilmuwan. Dalam
karyanya Ossenbruggen, Wilken memperlihatkan adanya Eenheid ini
Verscheidenheid (kesatuan dalam keanekaragaman) dalam kehidupan bangsa
Indonesia.
2. F.A. Liefrinek, menjabat sebgai Resident di Bali-Lombok, Aceh, Jawa barat
dan Jawa Tengah dan kemudian menjadi Komisaris Pemerintah. Hasil karya
didasarkan pada hasil penelitian di lapangan ketika dia menjadi pamong praja
3. G. Snouck Hurgronje, seorang doktor dalam bahasa-bahasa Timur,Rektour
hukum Islam, penasehat mengenai bahasa-bahasa Timur dan Hukum Islam, dan
menjadi seorang guru besar di universitas Laiden. Tahun 1889 menuju Indonesia

5
untukmelakukan studi mengenai lembaga-lembaga Islam dan pondok pesantren di
jawa, memperluas studinya sampai ke Aceh, Tanah Gajo dan Jambi. Hasil
karangan yang penting adalah De Atjehers (The Achenese) dan Het Gajoland
(Tanah Gajo), Snouck Hugronje adalah orang pertama kali menggunakan istilah
Adatrecht di Indonesia, yang kemudian dikembangkan oleh Van Vollenhoven
yang dikenal sebgai Bapak Hukum Adat Indonesia
4. Matthes, seorang pendeta dan penterjemah kitab Injil sekaligus ahli bahasa
Bugis, karangannya berkisar mengenai suku bugis dan Makassar.
5. Adriani dan Kruyt, keduanya misionaris melaksanakan studi mngenai suku
Toraja di Sulteng Sulsel, Hasil studi sangat berguna dalam merumuskan hukum
yang berlaku bagi masyarakat di Tanah Toraja dan Sulsel pada umumnya
6. Cornellis van Vollenhoven, adalah peneliti dan guru besar ilmu hukum, yang
berhasil memetakan berlakunya hukum adat di Indonesia dengan berhasil
menetapkan 19 lingkaran hukum adat (restkring) yang ada di Indonesia, mulai dr
aceh sampai papua, salah satu ucapan van vollenhoven yang terkenal adalah “kita
tidak dapat mengharapkan agar pemerintah menjadi pelopor di segala bidang,
karena pemerintah melihat bahwa yang akan datang benar-benar akan datang.
Kritik tidaklah pada tempatnya. Sikap yang lemah dan ragu-ragu dari pmerintah
mudah dimengerti karena kurangnya keyakinan. Keyakinan baru dapat diharapkan
setelah munculnya data mengenai hukum rakyat di Indonesia yang bersifat lebih
pasti dan meyakinkan”.
2. Sub periode tahun 1900-1942, di mana pada sub periode ini merupakan era
politik etis dari pmerintah Belanda selanjutnya disusul dengan lahirnya kesadran
bangsa Indonesia untuk mempersipakan kemerdekaan. Pada sub ini ditutup
dengan pengambilalihan kekuasaan pemerintah Belanda oleh Jepang, sebagai
akibat kekalahan Belanda atas perang terhadap balatentara jepang.

2.2 SEJARAH HUKUM INDONESIA PERIODE PENJAJAHAN


JEPANG (TAHUN 1942-1945)
Untuk memudahkan penguasaan atas wilayah Indonesia yang sangat luas,
Jepang membagi wilayah menjadi tiga bagian, yaitu: Jawa dan Madura, Sumatera

6
dan Indonesia bagian timur. Sedang untuk mengontrol pemberlakuan hukum,
maka kemudian diberlakukan undang-undang Balatentara Jepang (Osamu Sirei)
tahun 1942 nomor 1, yang berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura. Osamu Sirei
ini merupakan dasar bagi transisi atau pemberlakuan hukum sebelumnya kepada
hukum baru di bawah pemerintahan balatentara Jepang.
Di dalam Osamu Sirei tersebut terdapat suatu maklumat yang menyatakan
bahwa: “seluruh wewenang badan-badan pemerintahan dan semua hukum serta
semua peraturan yang selama ini berlaku tetap dinyatakan berlaku, kecuali apabila
bertentangan dengan peraturan-peraturan militer jepang”.
Pembangunan di bidang hukum, tidak terdapat program pembangunan
hukum yang sangat berarti, namun hanya menerbitkan kebijakan baru yang
isisnya sekedar meneruskan kebijakan sebelumnya, yaitu:
1. Kitab undang-undang dan peraturan perundangan-undangan di bidang hukum
perdata semula berlaku bagi golongan Eropa kemudian diberlakukan bagi orang
cina;
2. Hukum adat dinyatakan berlaku bagi orang-orang Pribumi;
3. peraturan perundang-undangan di bidang hukum pidana ditambahkan dengan
peraturan hukum militer Jepang dan hukum pidana tersebut diberlakukan bagiu
semua golongan penduduk tanpa kecuali.
Kontribusi lain bagi pembangunan hukum di Indonesia saat kependudukan
Jepang adalah:
1. Dihapuskannya dualisme di bidang peradilan, sehingga hanya terdapat satu
sistem dan lembaga peradilan yang berlaku bagi seluruh penduduk di Indonesia;
2. Dilakukan penyatuan lembaga kejaksaan (Officieren van Justitie) yang
sebelumnya berbeda anatara golongan eropa dan golongan bumiputera, kemudian
menjadi satu lembaga kejaksaan (Kensatsu Kyoku) yang diorganisir ke dalam
suatu sistem peradilan dalam tiga tingkat.

7
2.3 SEJARAH HUKUM INDONESIA PERIODE JAMAN
KEMERDEKAAN
2.3.1 Sejarah Hukum Indonesia pada Masa Revolusi Fisik (1945-1950)
Sehari setelah kemrdekaan diproklamasikan maka langkah pertama yang
dilakukan adalah mengesahkan berlakunya UUD 1945 pada tanggal
18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kmerdekaan Indonesia (PPKI).
Pengesahan UUD 1945 ini menandai berlakunya sistem hukum baru pasca era
kolonial. Agar dapat merangkum semua peraturan hukum dan badan atau lembaga
negara yang sudah ada sebelumnya maka dibuat suatu ketentuan peralihan dalam
pasal II Aturan peralihan UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala peraturan
yang ada sebelumnya dan abadan-badan negara tetap dinyatakan berlaku sebelum
diadakan yang baru menurut ketentuan UUD 1945 dan sepanjang tidak
bertentangan dengan jiwa bangsa Indonesia dan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara. Dengan adanya ketentuan peralihan tersebut maka tidak terjadi
kekosongan hukum di negara Republik Indonesia yang aru lahir tersebut. Untuk
menhindari kevakuman hukum kemudian disepakati untuk sementara tetap
menggunakan produk hukum kolonial melalui pasal II Aturan peralihan UUD
1945.
Namun hukum materiil, terutama hukum perdata, masih terdapat
perbedaan antara warga Indonesia asli (pribumi) dengan WNI keturunan.

2.3.2. Sejarah Hukum Indonesia pada Jaman Orde Lama (1950-1966).


Sejarah mencatat bahwa pada masa tersebut terjadi perubahan bentuk
negara dari negara kesatuan menjadi negara federal dan kemudian kembvali lagi
menjadi negara kesatuan. Demikian pula Undang-Undang Dasar yang berlau di
Indonesia mengalami pergantian sebanyak tiga kali, mulai dari UUD 1945 yang
kemudian diganti Konstitusi RIS 1949, lalu diganti dengan UUD Sementara 1950
dan akhirnya dengan dekrit presiden tanggal 5 juli 1959 kembali lagi ke UUD
1945 sampai sekarang.
Pernyataan Presiden Soekarno mengenai UUD 1945 sebagai
Revolutiegrondwet tersebut terkait dengan kondisi negara pada saat itu yang

8
berada dalam keadaan genting. Revolutiegrondwet tidak lagi dimaknai sebagai
UUD yang bersifat sementara, akan tetapi sudah berkembang menjadi makna
yang sesungguhnya yakni sebagai UUD yang berkarakter revolusi. Kemampuan
UUD 1945 dalam menggiring revolusi kemerdekaan Republik Indonesia tersebut
disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
1 UUD 1945 tidak dapat dipisahkan dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia 17 agustus 1945. Oleh karena itu UUD 1945 seringkali disebut sebagai
UUD Proklamsi yang menunjukkan kesatuan makna dengan proklamsi
Kemerdekaan Indonesia.
2. UUD 1945 mengandung materi muatan revolusi Indonesia, yaitu revolusi
nasional dan revolusi sosial.
Pembentukan konstitusi RIS tahun 1949 adalah untuk mengisi hukum dasar
bagi negara Indonesia baru yang berganti dari bentuk negara kesatuan (NKRI)
menjadi bentuk negara federalatau serikat (Republik Indonesia Serikat).
Konstitusi RIS hanya berlaku selama 8 bulan kemudian diganti dengan UUD
Sementara 1950 yang berlaku sampai tahun 1959. Pada masa berlakunya UUDS
1950 terdapat tarik ulur keinginan untuk menuju pada unifikasi hukum dengan
pemebrlakuan hukum asli bangsa Indonesia dengan tetap mem[ertahankan
pluralisme sebagai akibat dari pemberlakuan produk hukum kolonial.
Perkembangan hukum di bidang peradilan adalah telah dilakukan unifikasi
lemabaga peradilan yang berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia, meski
hukum materiilnya masih terdapat perbedaan antara WNI asli dan WNI keturunan.
Unifikasi pemberlakuan lembaga peradilan tersebut salah satunya terdapat dalam
Undang-undang nomor 90 tahun 1950 dan Undang-undang darurat nomor 1
tahunj 1951 yang mengatur tentang pemberlakuan asas unifikasi bagi lembaga
peradilan di seluruh Indonesia.
Badan-badan peradilan di luar Jawa dan Madura yang sebelumnya masih
dipertahankan kemudian dihapuskan sehingga hanya da satu lembaga peradilan
resmi yang dijalankan oleh negara, yaitu:
1. Pengadilan Negeri, yang mengadili perkara perdata dan pidana pada tingkat
pertama

9
2. Pengadilan Tinggi, yang mengadili perkara perdata dan pidana pada tingkat
banding
3. Mahkamah Agung, yang mengadili semua perkara pada tingkat kasasi
Pada tanggal 5 juli 1959 terjadi peristiwa sejarah yang sangat menetukan
bagi sistem ketatanegaraan Indonesia, yakni dikeluarkan suatu De krit oleh
Presiden Soekarno yang isisnya memberlakukan kembali UUD 1945, salah satu
peristiwa penting pasca pemberlakuan kembali UUD 1945 adalah
diundangkannya undang-undang pokok agraria nomor 5 tahun 1960 yang
mengakhiri terjadinya dualisme hukum di bidang pertanahan. Berikutnya adalah
diberlakukannya undnag-undnag pokok kekuasaan kehakiman padatahun 1961
yang dijadikan dasar dalam mengatur lembaga peradilan dan kekuasaan
kehakiman di Indonesia
Salah satu produk hukum yang penting adalah terbitnya surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 1963 yang sisinya menganulir beberapa pasal
tertentu dalam Burgerlijk Wetboek karena dinilai tidak sesuia dengan jiwa bangsa
Indonesia.

2.3.3. Sejarah Hukum Indonesia pada Jaman Orde Baru (1966-1998).


Salah satu kebijakan yang penting yang dilakukan oleh Presiden Soeharto
adalah melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dan melaksankan
pembangunan di segala bidang. Pada masa ini diutamkan adalah jargon hukum
untuk pembangunan, bukan hukum untuk kekuasaan. Artinya segala produk
hukum yang dibuat harus dapat menunjang pembangunan nasional yang dicita-
citakan untuk menuju terciptanya masyarakat adil dan makmur. Hukum untuk
pembangunan tersebut dikembangkan oleh Mochtar Kusumahatmaja. Menurut
Mochtar Kusumahatmaja, hukum dapat berfungsi sebagai sarana pembangunan
(law as a tool of development). Artinya hukum (kaidah atau peraturan)
difungsikan sebagai alat atau sarana untuk mengatur pembangunan, yaitu sebagai
penyalur arah kegaitan manusia menuju ke arah yang dikehendaki oleh
pembangunan dan pembaharuan. Hukum untuk pembangunan tersebut dtrepakan
dengan mengacu pada pandangan Roccou Pound yang disempurnakan oleh

10
Mochtar Kusumahatmaja. Arah dan rencana pembanguna hukum di Indonesia
dimasukkan dalam materi pembangunan hukum pada Garis-garis Besar Haluan
Negara.
Untuk menguatkan tekad UUD 1945 yang diberlakukan kembali melalui
Dekrit 5 juli 1959 maka kemudian dibuat beberapa produk hukum melalui
ketetapan MPR dan Undang-undang bahwa UUD 1945 tidak dapat diganti, yaitu
ketetapan MPR tentang Referendum dan undang-undang Referendum. Semua
produk hukum diarahkan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan
menarik investor, oleh karena itu tahun 1967 dibentuk Undang-undang
penanaman modal asing nomor 1 Tahun 1967 guna menarik investasi asing ke
Indonesia, kemudian disusul dengan undang-undang penanaman modal dalam
negeri tahun 1968 yang dimaksudkan untuk menggairahkan investasi di dalam
negeri.
Pada masa orde baru terjadi dualisme pengaturan bagi pemegang kekuasaan
kehakiman, yakni para hakim diatur oleh dua lembaga (Departemen Kehakiman)
dan Mahkamah Agung, sehingga tidak bebas dan mandiri dalam menjalankan
kekuasaan kehakiman.

2.3.4. Sejarah Hukum Indonesia Pada Jaman Orde Reformasi


Agenda reformasi pertama yang dilakukan oleh Presiden B.J Habibie
adalah melakukan amandemen UUD 1945 melalui sidang Istimewa MPR tahun
1998 yang menghasilkan bebrapa agneda ketatanegaraan, yakni melakukan
pemilihan umum pada tahun 1999 untuk memilih para wikil rakyat, dari hasil
pemilihan tersebut dibentuk MPR. Pada tahun tersebut pemilihan Presiden masih
dilakukan MPR yang pada waktu itu masih menjadi lembaga tinggi negara.
Presiden terpilih Abdurrahman Wahid yang berduet dengan Megawati
Soekarnoputri sebagai Wapres. Presiden yang melakukan gebrakan dinilai terlalu
radikal sehingga menimbulkan resistensi di kalangan anggota DPR dan MPR.
Pada akhirnya Presiden diseret Istimewa MPR karena diduga terlibat dalam kasus
dana budget bulog dan hibah dari Brunei, yang akhirnya Presiden diberhentikan

11
dan diganti Megawati. Dari sidang tersebut diangkat Presiden Megawati dan
Wapres Hamzah Haz.
Pada masa pemerintahan Megawati amandemen Undang-Undang Dasar
1945 terus dilakukan oleh MPR sampai kali keempat. Penataan sistem
ketatanegaraan yang sangat penting adalah merombak pemilihan Presiden dari
pemilihan oleh MPR yang kemudian dilakukan pemilihan secara langsung oleh
rakyat. Maka tahun 2004 dilaksanakan pemilu langsung untuk memilih presiden
dan Wakil presiden, dari pemilihan tersebut terpilih Susilo Bambang Yudhoyono
dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2004-2009.
Model pemilu langsung juga diterapkan dalam pemilihan Kepala Daerah
(Gubernur dan Bupati/Walikota) yang menurut Undang-undang 32 tahun 2004
tentang pemerintahan daerah sebagaimana diubah untuk kedua kalinya dengan
Undang-undang nomor 12 tahun 2008. Reformasi kelembagaan negara dilakukan
dengan merombak dan membentuk beberapa lembaga negara. Di bidang
kekuasaan kehakiman dibentuk beberapa lembaga pemangku kekuasaan
kehakiman, yakni disamping Mahkamah Agung dibentuk pula Mahkamah
Konstitusi dan Komisi Yudisiil. Reformasi hukum di bidang kekuasaan
kehakiman juga dilakukan melalui unifikasi kekuasaan kehakiman yang berada
dis atu tangan, yaitu Mahkamah Agung keudian dilakukan perombakan terhadap
nama Departemen Kehakiman menjadi Departemen Hukum dan perundang-
undangan, yang kemudian diubah menjadi Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia, yang digunakan sampai sekarang. Selanjutnya dilakukan reformasi
terhadap pemegang kekuasaan membentuk undang-undang yang dilakukan
dengan memberikan kewenangan legislasi kepada DPR dan DPRD. Sedangkan
eksekutif (presiden dan Kepala Daerah) lebih konsentrasi pada penyelenggaraan
pemerintahan. Namun eksekutif masih diberi wewenang untuk mengajukan
rancangan undang-undang atau rancangan peraturan daerah.
Restrukturisasi kelembagaan legislatif dilakukan dengan menempatkan
MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara, akan tetapi sebagai lembaga
tinggi negara dan lembaga perwakilan yang kedudukannya sejajar dengan
lembaga negara yang lain. Keanggotaannya dilih langsung oleh rakyat melalui

12
pemilu. Majelis MPR terdiri dari atas DPR dan DPD. Dengan demikian sistem
yang dianut sekarang adalah bikameral (dua kamar) bukan sistem satu kamar
(monokameral) seperti pada masa sebelumnya.sistem bikameral yang dianut
Undang-Undang Dasar 1945 bersifat soft bikameral, terbatasnya wewenang DPD,
yang hanya berwenang mengajukan ususlan dan rancangan undang-undang
kepada DPR, tanpa hak dan wewenang untuk ikut membahas sendiri suatu
ranacangan undang-undnag bersama Presiden, namun berdasarkan Putusan MK,
DPD diberi kewenangan untuk mengajukan rancangan Undang-Undang. Reduksi
kelembagaan negara dilakukan dengan menghapus Dewan Pertimbangan Agung.
Disamping dilkakukan reduksi kekuasaan dan restrukturisasi kelembagaan negara
juyga dibentuk lembaga baru atau yang disebut state auxiliary organ.
Pada pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono salah satu sejarah
hukum yaitu penggantian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
yang isinya mengganti sistem pemilihan kepala daerah Gubernur, Bupati dan
Walikota dari pemilihan secara langsung oleh rakyat menjadi pemilihan tidak
langsung yang artinya dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ini
merupakan kemunduran demokrasi yang sudah dibangun sebelumnya. Kebijakan
ini merupakan implementasi dari dominansi kelompok politik koalisi Merah Putih
oleh pemerintah di DPR RI. Namun karena desakan yang kuat bahwa pemilihan
kepala daerah secara tidak langsung adalah mencederai demokrasi maka
kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganulir sistem tersebut
dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014.
Selanjutnya pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo adanya
perkembangan di bidang hukum yang signifikan baik dalam hal pemberantasan
korupsi maupun dalam tindak pidana lainnya yang menjadi atensi masyarakat.
Selain itu di bidang penegakan hukum lainnya yaitu tindakan tegas terhadap
tindak pidana pencurian ikan atau illegal fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal
asing di perairan Indonesia. Konsistensi pelaksanaan hukuman mati terhadap
warga negara asing telah dilakukan meskipun ada intervensi dari negara negara

13
asal utamanya terhadap pelaku kejahatan narkotika dan obat-obatan terlarang.
Terobosan dalam bidang hukum lainnya antara lain pemberlakuan hukum kebiri
kimia kepada pelaku pelaku residivis kejahatan seksual terutama dengan korban
anak-anak.

14
BAB III
KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN
Sistem Hukum Indonesia menggunakan sistem Eropa Kontinental. Seiring
berkembangnya tradisi dan kebiasaan masyarakat Indonesia, menyebabkan
Indonesia menjalankan sistem perpaduan hukum antara Sistem Hukum Eropa
Kontinental dan Anglo Saxon. Selain itu Indonesia juga menjalankan sistem
hukum yang sesuai dengan pemikiran para filsuf dengan aliran Positivisme.
Aliran Sociological Jurisprudence menekankan bahwasanya sistem hukum
positif akan berjalan efektif apabilai sesuai kaidah dan norma yang hidup di
masyarakat. Dari pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.       Dalam sejarah sistem hukum di Indonesia pada masa kerajaan sebelum
VOC datang adalah menggunakan hukum adat sebagai hukum positip di
tiap-tiap daerah nusantara Indonesia yang ditaati dan dilaksanakan sebagai
suatu adat kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati oleh masyarakat
sebagai tradisi bangsa indonesia.
2.      Bahwa seiring dengan penjajahan Belanda, lambat laun Pemerintahan
Hindia Belanda menggeser hukum adat sedikit demi sedikit digantikan
dengan sistem hukum kodifikasi hukum Barat yang secara efektif berlaku
sejak tahun 1848. Sejak tahun 1848, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Perdata dan Acara Pidana berdasarkan pada pola Belanda berlaku
bagi penduduk Belanda di Indonesia.
3.      Bahwa Pada masa penjajahan Jepangpun hukum kolonial Belanda masih
digunakan karena Jepang tidak sempat mengeluarkan berbagai peraturan
perundang-undangan karena  masa menjajah hanya 31/2  (tiga setengah)
tahun kecuali Undang-Undang Nomor 1 tahun 1942 yang berisi
pemberlakuan berbagai peraturan perundangan yang ada pada zaman Hindia
Belanda.

15
4.    Jadi pada era Orde Lama, Indonesia menggunakan hukum Tiban yaitu
hukum yang serta merta berlaku pada saat Indonesia merdeka. Oleh karena
pada saat itu Indonesia belum memiliki atau merumuskan hukum, sehingga
dipastikan bahwa produk hukumnya cenderung represif.Selanjutnya pada
masa orde baru, pemerintah memfokuskan perhatiannya pada aspek
pembangunan ekonomi.Pengurutan hukum juga menjadi agenda yang begitu
penting dalam hal ini UUD 1945, UU/Perpu, dan lain
sebagainya.Sedangkan pada era reformasi, wewenang presiden dikurangi
serta ditelanjangi. Dimana setiap kali mengangkat pejabat Negara dalam hal
ini Panglima, Kapolri, Jaksa Agung dan lain sebagainya mesti harus Fit and
proper Test oleh lembaga legislatif, dengan tujuan agar supaya gaya
kepemimpinan otoriter pada masa era orde baru tidak terulang kembali.
Sehingga wewenang Presiden disatu sisi tidak otonom.
5. Sedangkan pada masa Orde Baru hukum yang digunakan merupakan hukum
yang bertujuan untuk pembangunan di bidang ekonomi. Dengan kekuasaaan
pemerintah yang mutlak baik dalam legislatif, eksekutif dan yudikatif,
sehingga menimbulkan perilaku yang korup yang kuat pada pemerintahan,
sehingga perkembangan hukum dan kebebasan hukum terbelenggu.
6. Selanjutnya pada masa reformasi sejarah hukum di Indonesia berkembang
sangat baik sehingga rasa keadilan dan persaman hukum bagi masyarakat
dapat terwujud. Adanya kebebasan berpendapat diharapkan perkembangan
hukum pada periode berikutnya lebih baik sehingga rasa keadilan dapat
diwujudkan.

16
3.2 SARAN
Sistem Hukum Indonesia berkembang sesuai dengan kondisi dan
kehidupaan sosial di masyarakat berdasarkan norma dan kaidah yang hidup di
masyarakat. Hal ini dikarenakan hukum itu harus memandang keadaan dan
kondisi masyarakat agar dapat menciptakan keadilan, kepastian dan kemanfaatan
bagi masyarakat itu sendiri. Hukum positif akan berjalan efektif bila sesuai
dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat.

17
DAFTAR PUSTAKA

H. Suriansyah Murhaini, Hukum Dan Sejarah Hukum, (Laksbang, Yogyakarta,


2017), cet 1

CuplikanDariPidatoPejabatPresidenJendralSoehartoKepadaSidangKabinet
AMPERAtanggal 19 April 1967.

GhaliaIndonesia,Ketetapan-ketetapan MPR,1983-1988, 1978-1983, Jakarta: 1986

Djiwandono, J Soedjati dan T.A Legowo, Revitalisasi Sistem Politik Indonesia,


Jakarta:CSIS,1996

18

Anda mungkin juga menyukai