Anda di halaman 1dari 23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada Bab ini berisikan metode dan langkah penelitian untuk menghasilkan

hasil kajian yang dapat mendukung temuan di lapangan. Metode penelitian adalah

suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil

penelitian bisa untuk dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Penelitian ini

menggunakan metode pembuatan, identifikasi penyebab masalah dan pengujian,

yaitu suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang

berpengaruh.

Analisa dilaksanakan di workshop dengan kondisi dan peralatan yang

digunakan dalam proses fabrikasi, Analisa penyebab cacat (defect) las FCAW

dilakukan dengan cara menemukan cacat (defect) yang ada dan dilakukan simulasi

dan verifikasi penyebab dengan metode RCA.

3.1 Diagram Alir Penelitian

Uraian langkah-langkah penelitian diatas dapat dijabarkan ke dalam

diagram alir penelitian sebagai berikut:

38
39

Mulai

Pemilihan Material

Marking & Cutting/Bevelling sesuai


ukuran pada gambar

Fit-Up / Tack weld

Inspection (Dimensional Check


Sebelum Welding)

Pemasangan alat bantu pengelasan

Jika ditemukan defect, maka


Pengelasan/Welding kembali ke proses gerinda dan
welding ulang untuk repair
produk

Inspection
(Dimensional
Check Setelah
Welding) &
MPI/NDT

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


40

3.2 Studi Literatur

Untuk mempermudah saat proses penelitian harus memperbanyak literatur

literatur yang sesuai topik penelitian seperti tugas akhir sebelumnya, jurnal-jurnal,

buku panduan dan codes yang akan dipakai dalam penelitian ini. Disamping itu

mencari sumber informasi dari orang yang sudah berpengalaman seperti teknisi

laboratorium sehingga proses yang dilakukan berjalan dengan semestinya.

3.3 Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah

Mild Steel dengan ukuran panjang 600 mm, lebar 100 mm, tebal 12 mm sebanyak

yang diperlukan projek planer

Gambar 3.2 Proses pengelasan FCAW Beam


41

A. Mesin FCAW (Flux Cored Arc welding)

Spesifikasi Mesin FCAW

Merek : EWM

Gas Pelindung : CO2

Gambar 3.3 Mesin FCAW dan Tabung Gas CO2

B. Spesifikasi Filler FCAW

Jenis : E71T-1C

Merek : ENKA
42

Tipe : FCW-71T

Diameter : 1,2 mm

Gambar 3.4 Filler Metal FCAW

C. FCAW (Flux Cored Arc Welding)

Spesifikasi Material : ASTM A – 36

Proses Pengelasan : FCAW

Tipe Sambungan : Single – V

Posisi Pengelasan : 1G

Filler Metal : A5.20 – E71T–1C

Arus Pengelasan : DC SP

Shielding Gas : CO2

Backing : Ceramic
43

Berikut langkah-langkah melakukan proses pengelasan FCAW:

1) Persiapan material yang sudah dibevel.

2) Persiapan mesin las FCAW, Gas Pelindung CO2, Backing ceramic dan

elektroda yang telah dipasang pada mesin FCAW (gun).

3) Persiapan pengelasan dengan mengatur arus dan voltase yang mengacu

pada WPS.

4) Karena mesin semi otomatis, pengelasan dilakukan oleh welder

menggunakan gun dimana filler metal diumpankan secara terus menerus.

5) Pengelasan dilakukan perlayer.

6) Ukur waktu yang ditempuh menggunakan stopwatch dan catat berapa arus,

voltase dan travel speed nya.

3.4 Prosedur MPI

Prosedur ini untuk menjadi petunjuk dan standar penerimaan pelaksanaan

pengujian dengan magnetic particle pada material ferromagnetic dengan

menggunakan Yoke metode kontinyu dan jika pengujian dilaksanakan pada

Structural Welding Code Steel, (AWS D 1.1) baik beban static maupun cyclic.

Prosedur ini berlaku untuk pelaksanaan MT yang dilakukan pada

permukaan benda dengan temperature tidak lebih dari 600°F (316°C) untuk

Partikel Kering dan temperature tidak lebih dari 135°F (57°C) untuk Partikel

Basah. Untuk keduanya maka instruksi dari manufaktur pembuat harus


44

diperhatikan. Pengujian Lasan dengan Partikel Magnetik harus termasuk material

dasar setidaknya 1” (25.4 mm) tiap sisi lasan bila memungkinkan.

Selalu menggunakan APD atau PPE seperti; Safety shoes, hand glove,

safety glass and helmet. Waspada tempat yang licin dan benda Jatuh, Waspada

benda berbahaya sekitar tempat kerja, Berhenti kerja dan lapor ke client atau

supervisor apabila tempat kerja yang tidak aman, Pakai alat pengaman ketinggian

jika kerja diatas 2 m.

Spesifikasi

Spesifikasi yang digunakan yaitu Structural Welding Code Steel – 2010,

AWS D1.1. (SNI 13-6985-2004), ASTM E 709, Standard Guide for Magnetic

Particle Examination.

MT: Pengetesan dengan magnetic particle.

NDE : Pengujian tanpa merusak (Non Destructive Test).

Porosity : cacat yang disebabkan oleh gas terperangkap atau sejenisnya biasanya

bulat dan dalamnya berlubang.

Fusion-type defect : cacat yang disebabkan oleh slag yang terjebak, fusi atau

peleburan tidak sempurna, penetrasi tidak sempurna, dan sejenisnya biasanya

cacat yang memanjang. Manufaktur dan model dari peralatan MT Yoke, yang

boleh dipakai termasuk; Magnaflux, model Y-6. Tie de Model TWM 220 N (AC),

Contour probe, B310DC, Parker Research (DC) atau peralatan lain yang sudah

disetujui. Pie-Shaped Magnetic Particle Field Indicator. Black light harus bisa

menghasilkan intensity minimum 1000 W/cm² pada permukaan benda yang diuji.
45

Media Pengujian, Partikel kering atau basah , visible atau fluorescent dye

particles harus digunakan sebagai media pengujian, disesuaikan dengan

kebutuhan. Partikel kering yang digunakan untuk media pengujian harus memiliki

permiabilitas yang tinggi dan daya serap yang rendah dan harus bebas dari karat,

gemuk, cat, kotoran, atau material lain yang mengganggu fungsi dari alat tersebut.

Ukuran, bentuk, dan warna partikel harus memenuhi sensitifitas dan kontras yang

sesuai untuk penggunaannya. Partikel basah, warnanya harus memenuhi

kecukupan beda kontras dengan permukaan yang diuji. Partikel ini harus dcampur

dalam cairan medium yang sesuai dengan konsentrasi yang disyaratkan pabrik

pembuat.

Persiapan permukaan, sebelum dilaksanakan pengujian,permukaan yang akan

diuji dan area dengan jarak setidaknya satu inchi setiap sisinya area tersebut, harus

kering, bebas dari semua kotoran, grease, oli, pasir, loose, rust, scale, atau

material lainnya yang akan mengganggu pada saat pengujian. Jika menguji lasan,

minimum satu inch dari kedua sisi lasan harus diikutkan kedalam area yang

diamati, jika bisa Persiapan material dengan menggunakan gerinda atau mesin

disyaratkan apabila terdapat ketidakteraturan permukaan yang menutupi indikasi

dari kemungkinan cacat. Lasan tidak boleh diuji sampai 48 jam setelah pengelasan

selesai untuk high strength steel dan minimum 24 jam untuk low strength steel.

Kalibrasi

Yoke AC atau DC, AC Yoke harus ditentukan dengan kemampuan angkat

4.5 kg pelat ferromagnetik menggunakan maksimum spasi dari kaki MT Yoke

tersebut yang digunakan dalam pengujian. DC Yoke harus ditentukan dengan


46

kemampuan angkat 18.2 kg pelat ferromagnetik menggunakan maksimum spasi

dari kaki MT Yoke tersebut yang digunakan dalam pengujian. Kekuatan angkat

magnet dari DC Yoke yang menggunakan baterei sebagai sumber tenaga harus

diverifikasi setiap saat selama waktu pengujian, dengan kemampuan mengangkat

18.2 kg pelat ferromagnetik.

Pencahayaan

Sumber cahaya, teknik yang digunakan, dan level verifikasi dibutuhkan

untk didemonstrasikan satu kali, didokumenkan, dan disimpan sebagai file.

Particle Nonfluorescent; pengujian menggunakan particle nonfluorescent harus

dilaksanakan dengan cahaya visible. Minimum intensity cahaya 100 fc (1000 Lx)

dibutuhkan untuk meyakinkan sensitivitas selama pengujian dan evaluasi dari

indikasi mencukupi.

Pengujian menggunakan particle fluorescent harus dilaksanakan dengan

cahaya ultraviolet (black light) dan pengujian harus dilaksanakan seperti dibawah

ini;

a) Pengujian harus dilaksanakan di daerah yang gelap. Maximum cahaya

ruangan (background cahaya visible) harus tidak lebih dari 2 fc ( 20 lx ).

b) Penguji harus didalam daerah gelap minimum 5 menit sebelum

melaksanakan pengujian untuk bisa beradaptasi dengan pandangan gelap.

Jika penguji memakai kaca mata atau lensa mata, mereka tidak boleh

bersifat sensitif terhadap photo.


47

c) Black light harus dilakukan Pemanasan minimum 5 menit sebelum

digunakan atau diadakan pengukuran intensity dari sinar ultraviolet yang

dikeluarkan.

d) Intensitas dari Black light harus diukur dengan black light meter.

Minimum 1000 μ W/cm² pada permukaan dari part yang diuji dibutuhkan.

Black light intensitas harus diukur minimum sekali dalam 8 jam, dan jika

tempat pengujian berpindah.

e) Jarak antara black light dan permukaan yang diuji harus tidak boleh lebih

dari 381 mm (15 inches).

Teknik Pemagnetan

Yokes electromagnetic harus digunakan / dilakukan dengan metode kontinyu yang

sehingga arus magnet tetap ada saat pengujian diaplikasikan sampai saatnya

penghilangan partikel kering tersebut. Minimum 5 (lima) detik harus ditunggu

untuk menghasilkan medan magnet yang cukup sebelum pengaplikasian dari

partikel tersebut. Sebelum pengujian, Pie – Shaped Magnetic Particle Field

Indicator di posisikan pada permukaan yang akan diuji, dimana sisi yang ada

tembaganya jauh dari permukaan yang diinspeksi. Magnetic particle diaplikasikan

berbarengan dengan magnetisasi; kekuatan magnet cukup ditunjukkan jika bisa

terbentuk garis yang jelas dari kumpulam magnetic particle memotong

permukaan tembaga dari indikator.

Aplikasi Magnetic Particle


48

Partikel Kering : Tempatkan yoke di area yang akan diuji, nyalakan arusnya dan

semprotkan serbu partikel pada permukaan. Bentuk-bentuk dari indikasi harus

terus diamati selama pengaplikasian partikel magnetis.

Kelebihan partikel yang terbentuk akibat pemakaian partikel tersebut harus

dihilangkan dengan udara tekanan tertentu untuk menghilangkan kelebihan

partikel tanpa mengganggu indikasi / kemungkinan indikasi.

Partikel-partikel basah : Tempatkan yoke pada area yang diuji, nyalakan arus dan

semprotkan partikel basah secara merata. Bentuk dari indikasi harus diamati

selama aplikasi partikel magnetis.

Cakupan Pengujian

Setidaknya dua pengujian terpisah dilakukan pada setiap area. Pengujian

kedua dengan fluks magnetic harus dilakukan dengan arah tegak lurus terhadap

hasil dari arah pengujian yang pertama.

Semua pengujian harus dilakukan dengan overlap yang cukup untuk menjamin

cakupan 100% sensitifitas testnya.

Contact spacing harus dalam range mulai dari 75 mm (3 inches) sampai dengan

203 mm (8 inches). Untuk metode yoke , pengujian secara menyamping dibatasi,

sampai jarak maximum ¼ dari jarak kontaknya pada masing- masing sisi dari garis

terpendek dari jarak kontak untuk meyakinkan area dibawahnya teruji.

Untuk inspeksi las, lasan dan sekurangnya jarak 1” ( 25.4 mm ) dari base metal

setiap sisinya harus diperhatikan sebisa mungkin.


49

Penginterprestasian Indikasi : Interpretasi dari indikasi dalam pengujian

magnetic particle harus dilaksanakan dengan pecahayaan yang cukup.

Kemampuan operator untuk menginterprestasi pola indikasi dari serbuk terutama

pada permukaan dibawahnya dan pada akar las pada lasan parsial penetrasi.

Pengamatan terbaik yang bisa dilakukan operator adalah dengan menggali lebih

dalam untuk menampakkan indikasi. Gambar ditail dari sambungan parsial

penetrasi akan membantu operator untuk mengevalusi pola dari serbuk.

Area pada toe of fillet welds dapat juga menyebabkan indikasi yang non relevan

ketika terdapat bagian yang kasar. Uji ulang setelah penggerindaan dan

penghalusan pada fillet weld menghasilkan transisi yang lebih halus dari lasan ke

base metal akan menunjukan apakah indikasi tersebut non relevan. Kondisi ini

dapat diminimalkan dengan menggunakan cahaya, dan penyemprotan merata dari

partikel magnetis.

Pengevaluasian Indikasi

Indikasi akan ditampakan dengan tersimpannya partikel magnetik. Kekasaran

permukaan, kotoran, oli dan gemuk akan menyebabkan indikasi palsu. Indikasi

yang benar disebabkan oleh ketidaksempurnaan mekanik pada material las dan

area disekitarnya.

Standar Penerimaan
50

Sebelum aplikasi pengujian magnetic particle, semua lasan harus di uji dengan

visual dan diterima sesuai dengan AWS D 1.1, Criteria Penerimaan Visual

Inspeksi .

Perbaikan (repair)

Indikasi yang tidak diterima harus dibuang dan diuji kembali untuk meyakinkan

pembuangan secara lengkap dari cacat atau ukuran yang diterima sebelum di las

lagi. Hasil akhir perbaikan harus diuji kembali dengan metode yang sama dengan

metode aslinya.

Demagnetisasi

Jika sisa magnet di benda uji dapat mengganggu pada proses berikutnya atau

penggunaannya, maka benda uji harus didemagnetisasi sewaktu waktu setelah

selesai pengujian. Demagnetisasi bisa menggunakan mesin MT yang bisa

menghasilkan magnetic flux yang cukup dengan cara menggulung kabel di benda

uji dan secara bertahap amper diturunkan pada step berikutnya atau benda uji

dipanaskan dengan menggunakan metode yang sesuai.

Pembersihan Akhir

Pembersihan akhir harus dilaksanakan jika material test magnetic particle yang

diaplikasikan pada benda uji dapat mengganggu proses berikutnya dan dengan

menggunakan alat yang cocok.


51

Dokumentasi

Hasil dari pengujian harus dicatat (recorded) pada Magnetic Particle Examination

Report.

3.5 Analisis hasil penelitian

Hasil dari penelitian akan dianalisis untuk mencari dan menkonfirmasi

penyebab cacat (defect) las FCAW dari hasil test MPI. Sehingga bisa

mendapatkan perbandingan dari hasil test MPI dengan penyebab yang terjadi

dalam proses pengelasan. Data yang didapatkan dari hasil pengujian diolah yang

mengacu pada standar atau referensi yang berkaitan dalam penelitian ini sehingga

hasil dapat membahas permasalahan yang telah dirumuskan di awal proposal.

3.6 Metode Root Cause Analysis (RCA)

Setelah selesai eksekusi improvement dilaksanakan, maka akan dilakukan

trial running di production. Dan akan tetap dilakukan monitoring dan evaluasi.

Root cause analysis (RCA) adalah proses pemecahan masalah untuk melakukan

investigasi ke dalam suatu masalah, kekhawatiran atau ketidaksesuaian masalah

yang ditemukan. RCA membutuhkan investigator untuk menemukan solusi atas

masalah mendesak dan memahami penyebab fundamental atau mendasar suatu

situasi dan memperlakukan masalah tersebut dengan tepat, sehingga mencegah

terjadinya kembali permasalahan yang sama. Oleh karena itu mungkin melibatkan

pengidentifikasian dan pengelolaan proses, prosedur, kegiatan, aktivitas, perilaku

atau kondisi (British Retail Consortium, 2012).


52

Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu metode analisis terstruktur yang

mengidentifikasi akar masalah dari suatu insiden, dan proses ini cukup adekuat

untuk mencegah terulangnya insiden yang sama. RCA berusaha menemukan

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut :

1. Apa yang telah terjadi?

2. Apa yang seharusnya terjadi?

3. Bagaimana terjadi dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah

kejadian yang sama terulang?

RCA wajib dilakukan pada :

1. Semua kematian yang tidak diharapkan

2. Semua insiden yang diduga mengakibatkan cidera permanent, kehilangan

fungsi atau kehilangan bagian tubuh.

Dalam menentukan penyebab insiden, harus dibedakan antara penyebab

langsung dan akar masalah. Penyebab langsung (immediate cause/proximate

cause) adalah suatu kejadian (termasuk setiap kondisi) yang terjadi sesaat sebelum

insiden, kesalahan ataupun kegagalan produk secara langsung menyebabkan suatu

insiden failure itu terjadi, dan jika dieliminasi atau dimodifikasi dapat mencegah

terjadinya insiden dan failure.

Akar masalah (underlying cause/root cause) adalah satu dari banyak faktor

(kejadian, kondisi) yang mengkontribusi atau menciptakan proximate cause, dan

jika dieliminasi atau dimodifikasi dapat mencegah terjadinya insiden. Biasanya

suatu insiden memiliki lebih dari satu akar masalah

Cara untuk mengidentifikasi akar masalah adalah :


53

1. Dimulai dengan mengumpulkan data penyebab langsung.

2. Mengapa penyebab langsung terjadi? Sistem dan proses mana yang

mendasari terjadinya penyebab langsung.

3. Lebih menitikberatkan pada sistem daripada human errors.

4. Tim sering kali menemui masalah pada tahap ini; sering berhenti

pada penyebab langsung dan tidak terus mencari akar masalahnya.

5. Penyelidikan harus terus berlanjut sampai masalah yang ditemukan

tidak dapat ditelusur lagi, inilah yang dimaksud dengan akar

masalah.

Cara membedakan root cause dan contributing cause :

1. Apakah insiden dapat terjadi jika “cause” tesebut tidak ada?

Tidak : root cause Ya : contributing

2. Apakah insiden akan terulang oleh karena hal yang sama jika “cause”

dikoreksi atau dieliminasi?

Tidak : root cause Ya : contributing

3. Apakah koreksi atau eliminasi “cause” dapat menyebabkan insiden

yang serupa?

Tidak : root cause Ya : contributing

Apabila ketiga jawaban adalah “tidak”, maka cause tersebut adalah “root cause”

Apabila salah satu jawaban adalah “ya”, maka cause tersebut adalah “contributing

cause”.

Metode yang sering dipakai


54

Tahap-tahap dalam Root Cause Analysis (RCA) adalah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan masalah (Define the non-conformity).

Dalam tahap ini yang harus diketahui dan terdefinisi secara jelas adalah

masalah apa yang sedang terjadi saat ini, kemudian menjelaskan simptom secara

spesifik yang menandakan terjadinya masalah. Simptom yang digunakan dan jelas

menjadi masalah dalam penelitian ini adalah temuan penyebab penyebab cacat

welding;

a. Melakukan investigasi akar penyebab masalah (investigate the root cause).

Tahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam RCA karena ketika

salah dalam menemukan akar penyebab masalah maka action plan yang

diambil tidak akan dapat menyelesaikan masalah secara tepat sehingga tidak

dapat menghindari permasalahan yang sama terulang kembali. Pada tahap ini

akan digunakan tools ataupun metode untuk menggali akar penyebab

permasalahan.

b. Mengajukan action plan (create proposed action plan).

Pada tahap ini akan dihasilkan solusi yang ditawarkan berupa action plan

untuk mencegah masalah muncul kembali.

c. Mengimplementasikan action plan (implement proposed action).

Pada tahap ini akan ditetapkan siapa yang bertanggung jawab untuk

implementasi atas action plan, bagaimana agar action plan agar dapat

dijalankan, kemudian yang paling penting juga adalah menetapkan time

scales, yaitu jadwal waktu dan target implementasi ini dilaksanakan.

d. Melakukan monitoring (verification & monitoring of effectivenenss).


55

Tindakan ini sangat diperlukan untuk memastikan bahwa perubahan ataupun

kegiatan baru yang dilaksanakan benar-benar telah berjalan sesuai dengan

action plan yang diusulkan. kemudian tahap ini juga membantu memberi

keyakinan apakah langkah perbaikan yang dilakukan sudah tepat untuk

mengelola akar penyebab masalah atau malah memunculkan masalah

tambahan. Penelitian dilakukan hanya sampai tahap mengajukan action plan

(tahap 1, 2 dan 3 saja), untuk tahap ke 4 dan ke 5 tidak menjadi fokus dari

penelitian karena keterbatasan waktu penelitian dan sangat bergantung dari

kebijakan pemerintah daerah masing masing apakah akan menggunakan saran

yang diberikan oleh penulis atau tidak.

2. Metode dari pencarian akar masalah / Root Cause Analysis (RCA)

a. The 5-whys.

5-whys adalah metode paling sederhana untuk analisis akar penyebab

terstruktur. Ini adalah metode mengajukan pertanyaan yang digunakan untuk

mengeksplorasi penyebab hubungan yang mendasari masalah. Investigator terus

bertanya pertanyaan 'Mengapa?’ Sampai kesimpulan yang berarti tercapai.

Gambar 3. 5 The 5-Whys

Sumber: British Retail Consortium (2012).


56

Hal yang umumnya disarankan minimal lima kali pertanyaan yang perlu

ditanyakan, meskipun kadang-kadang pertanyaan tambahan juga diperlukan atau

berguna, karena sangat penting untuk memastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan

terus diminta sampai penyebab sebenarnya diidentifikasi.

b. Fishbone diagrams atau The Cause-and-Effect Diagrams (CED).

Metode kedua adalah fishbone diagram. Tujuan menggambarkan masalah

dalam suatu diagram atau gambar adalah untuk lebih memudahkan kita

memahami gambaran permasalahan dan faktor-faktor penyebab munculnya

permasalahan dalam satu diagram atau gambar. Menurut Scarvada (2004) dalam

Asmoko (2012, 2), konsep dasar dari diagram fishbone adalah permasalahan

mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari

kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan

durinya.
57

Gambar 3.6 Fishbone Diagrams atau The Cause and Effect Diagrams

Sumber: Dogget, A. M. 2005

Langkah-langkah dalam penyusunan Diagram Fishbone atau CED menurut

Ishikawa (1982) dalam Dogget (2005) yaitu:

1. Tetapkan permasalahan yang akan dipecahkan atau dikendalikan.

2. Tuliskan permasalahan dibagian kanan dan gambar panah dari arah kiri ke

kanan.

3. Tuliskan faktor-faktor utama yang berpengaruh atau berakibat pada

permasalahan pada cabang utama.

Faktor-faktor utama permasalahan dapat ditentukan dengan menggunakan

4M (Material, Method, Mechanism, dan Manpower) atau menggunakan 4P (Parts

(raw material), Procedures, Plant (equipment) dan people). Namun, kategori juga

bisa ditentukan sendiri tergantung permasalahannya (Dogget, A Mark 2005, 36).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan faktor-faktor utama yang

terdiri dari sumber daya, struktur birokrasi dan disposisi/sikap pelaksana

sebagaimana dikemukakan oleh Edward III (1980) dalam Tangkilisan (2003)

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan yaitu

komunikasi. Dalam penelitian ini, faktor-faktor tersebut akan dijadikan sebagai

kelompok penyebab masalah.

4. Menemukan penyebab untuk masing-masing kelompok penyebab

masalah dan tuliskan pada ranting berdasarkan kelompok faktor-faktor

penyebab utama. Penyebab masalah ini dirinci lebih lanjut dengan

mencari sebab dari sebab yang telah diidentifikasi sebelumnya menjadi


58

lebih detail. Penyebab detail ini dapat diperoleh dengan menggunakan

metode “5-Whys” dalam wawancara dan FGD yang dilaksanan.

5. Pastikan bahwa setiap detail dari sebab permasalahan telah

digambarkan pada diagram.

Dengan demikian berikut langkah-langkah analisis hasil penelitian.

Langkah‐langkah untuk menyusun dan menganalisa diagram fishbone

sebagai berikut:

1. Identifikasi dan definisikan dengan jelas hasil atau akibat yang akan

dianalisis antara lain :

 Hasil atau akibat yang dimaksud permasalahan pada barang yang

rusak.

 Gunakan definisi operasional untuk hasil atau akibat agar mudah

dipahami.

 Hasil atau pun akibat dapat beruapa positif (suatu tujuan) dan

berupa negatif (suatu masalah).

 Menggunakan diagram pareto untuk membantu hasil atau akibat

yang akan kita analisi.

2. Identifikasi penyebab utama yang mempengaruhi hasil atau akibat

 Penyebab yang diketahui akan menjadi cabang dibagian diagram

dan menjadi katagori untuk penyebab-penyebab lainnya.

 Menentukan penyebab utama dari beberapa cabang yang telah kita

buat di diagram fishbone.

3. Identifikasi penyebab faktor kerusakan


59

 Mengidentifikasi sebanyak mungkin faktor penyebab dan tulis

pada sub cabang pada diagram.

 Jika penyebab-penyebab minor penyebab yang lebih dari satu

penyebab utama maka tuliskan pada penyebab utama tersebut.

4. Identifikasi masalah lebih detail dengan menggunakan pertanyaan

mengapa? Sehingga masalah tersebut tidak dapat dijawab lagi.

3.6 Matrik rencana penelitian

Matrik penelitian ini adalah panduan dalam melakukan proses penelitian

dan bertujuan untuk menemukan dan mencari penyelesaian masalah dalam

mencapai tujuan penelitian. Tujuan dan proses penelitian yang dilakukan serta

gambaran dari metode untuk mencapai target hasil yang di harapkan.

Tabel 3.1 Matriks rencana Penelitian (tahun 2020)

No Kegiatan/Proses Rujukan Sasarah/output


Observasi, survey,
Sampel welding, cacat catatan perusahaan dan Jenis defect lasan
1
welding dan proses FCAW Kajian Literatur FCAW
(Pustaka teoritis)
Koleksi hasil deteksi MPI Data primer laporan Identifikasi cacat
2
untuk hasil lasan FCAW QC dan inspektor lasan
Metode RCA, Literatur Penyebab dan akar
Analisa penyebab cacat
3 (Pustaka teoritis) dan masalah untuk bahan
(defect) lasan FCAW
hasil temuan terdahulu improvisasi

3.7 Kesimpulan
60

Dari hasil analisis dan pembahasan akan dibuat kesimpulan dari hasil

penelitian yang menyangkut perumasan masalah di awal serta memberikan saran

yang berguna dalam penelitian selanjutnya untuk menyempurnakan penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai