Anda di halaman 1dari 133

SKRIPSI

HUBUNGAN GENDER, PEKERJAAN DENGAN KEPATUHAN DIET


PADA LANSIA GOUT ARTHRITIS DI DESA JABON

KABUPATEN MOJOKERTO

Studi Cross Sectional Di Desa Jabon

Kabupaten Mojokerto

Oleh

LUTFY IKA AYU MIFTAKHUL MA’RIFAH

NIM: 201807006

PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA SEHAT PPNI

MOJOKERTO

2020
SKRIPSI

HUBUNGAN GENDER, PEKERJAAN DENGAN KEPATUHAN DIET


PADA LANSIA GOUT ARTHRITIS DI DESA JABON

KABUPATEN MOJOKERTO

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Sekolah


Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat Ppni Kabupaten Mojokerto

Oleh

LUTFY IKA AYU MIFTAKHUL MA’RIFAH

NIM: 201807006

PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA SEHAT PPNI

MOJOKERTO

2020
SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum

pernah dikumpulkan orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang

pendidikan di Perguruan Tinggi manapun, dan apabila terbukti ada unsur

Plagiatisme saya siap untuk dibatalkan kelulusannya.

Mojokerto, Juli 2020

Yang menyatakan

LUTFY IKA AYU MIFTAKHUL MA’RIFAH

NIM. 201807006
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk diajukan dalam ujian akhir program S1 Keperawatan.

Judul : Hubungan Gender, Pekerjaan Dengan Kepatuhan Diet pada lansia gout

arthritis di Desa Jabon Kabupaten Mojokerto tahun 2020

Nama : Lutfy Ika Ayu Miftakhul Ma’rifah

NIM : 201807006

Pada Tanggal : Juli 2020

Oleh:

Pembimbing I

Dr.Imam Zainuri, S.Kep,Ns.,M.Kes

NIK. 162 601 002

Pembimbing II

Faisal Ibnu. S.Kep,Ns.,M.Kes

NIK. 162 601 026


LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Ujian Skripsi Pada Program Studi S1

Keperawatan Sekolah TinggiI lmu Kesehatan Bina Sehat PPNI

Kabupaten Mojokerto

Nama : LUTFY IKA AYU MIFTAKHUL MA’RIFAH

Nim : 201807006

Judul : Hubungan Gender, Pekerjaan Dengan Kepatuhan Diet pada lansia

gout arthritis di Desa Jabon Kabupaten Mojokerto tahun 2020

Pada Tanggal : Juli 2020

Mengesahkan,

Tim Penguji TandaTangan

Ketua : Dr. Tri Ratnaningsih. S.Kep,Ns.,M.Kes

(.....................)

Anggota : Dr.Imam Zainuri, S.Kep,Ns.,M.Kes (.....................)

Anggota : Faisal Ibnu. S.Kep,Ns.,M.Kes (.....................)

Mengetahui,

Ka. Prodi S1 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI

Kabupaten Mojokerto

Ana Zakiyah, M.Kep.


NIK 162 601 036

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan

Gender, Pekerjaan Dengan Kepatuhan Diet pada lansia gout arthritis di Desa Jabon

Kabupaten Mojokerto” tepat pada waktunya. Selesainya penulisan skripsi ini adalah

berkat bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Khairur Rozikin Kepala Desa Jabon Kabupaten Mojokerto atas kesediaannya

memberi ijin pengambilan data dan memberi ijin penelitian

2. Dr. M. Sajidin, S.Kp,. M.Kes selaku Ketua STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto

yang telah memberikan kesempatan, fasilitas untuk mengikuti pendidikan di

Program Studi S1 Keperawatan di STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto dan

selaku dosen penguji utama yang telah menguji dan memberi masukan kepada

penulis.

3. Ana Zakiyah, M.Kep selaku Kaprodi S1 Keperawatan di STIKes Bina Sehat

PPNI Mojokerto yang telah memberikan dorongan untuk menyelesaikan

pendidikan di STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto.

4. Dr.Imam Zainuri, S.Kep,Ns.,M.Kes selaku Pembimbing I Skripsi yang telah

meluangkan waktu dalam bimbingan kepada Penulis.

5. Faisal Ibnu. S.Kep,Ns.,M.Kes selaku Pembimbing II Skripsi yang telah


meluangkan waktu dalam bimbingan kepada Penulis.
6. Seluruh civitas akademik STIKes Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto.

7. Responden yang telah bersedia bekerja sama dan meluangkan waktu untuk

memberikan data yang dibutuhkan oleh peneliti.


8. Teman – teman S1 Keperawatan angkatan 2020 dan semua pihak yang telah

membantu selama penyusunan proposal skiripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari sempurna sehingga

memerlukan kritik dan saran untuk menyempurnakan penyusunan Skripsi ini.

Mojokerto, Juli 2020

Penulis

LUTFY IKA AYU MIFTAKHUL MA’RIFAH

NIM. 201807006
LEMBAR PERSEMBAHAN

Syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT karena atas kemudahan dan
kelancaran yang telah diberikan sehingga skripsi yang saya susun ini telah selesai tepat
pada waktunya. Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Ayah dan ibu tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moral maupun
material, doa, semangat, dan kasih sayang yang tiada hentinya. Terimakasih,
penelitian ini adalah sebagian kecil yang ingin dipersembahkan untuk
membahagiakan beliau.
2. Kepada kedua pembimbing skripsi ini yaitu bapak Dr.Imam Zainuri ,bapak
Faisal Ibnu. terimakasih atas bimbingan dan arahannya selama ini. Semoga ilmu
yang sudah diberikan berkah dan menjadi bekal dimasa depan kelak.
3. Seluruh dosen di Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto terimakasih banyak atas
semua ilmu dan pengetahuan yang sudah diberikan.
4. Terimaksih kepada teman-teman semua yang sudah memberikan semangat
kepada saya.
5. Seluruh mahasiswa S1 keperawatan angkatan 2018, semoga kita semua sukses
dan selalu menjunjung tinggi almamater kita.
ABSTRACT

GENDER RELATIONS, WORKING WITH COMPLIANCE DIET ON


THE LANUT ARTHRITIS GOUT IN JABON VILLAGEDISTRICT,
MOJOKERTO

BY: LUTFY IKA AYU M.M

Gouty arthritis patients can carry out adherence to the


recommended diet. Gouty arthritis sufferers have the lowest level of
adherence to diet compared to other rheumatic diseases and many other
chronic diseases such as hypertension, hypothyroidism, type 2 diabetes,
gout arthritis is a disease with the highest adherence to treatment, besides
that it is not adhering to a low purine diet. The purpose of this study was to
determine gender relations, work with diet adherence to lance gout
arthritis in Jabon Village, Mojokerto Regency. Correlation analytic
research design with Cross Sectional approach. The population is mostly
elderly gout arthritis aged 60-74 years who seek treatment in the Jabon
Village, Mojokerto Regency. The sample used was 64 respondents.
Sampling with Consecutive Sampling, measuring instruments using
questionnaires. The results showed that almost half stated that there were
36 female respondents less gender (56.8%) and 21 respondents (32.8%)
work and almost half stated dietary compliance was sufficient as 44
respondents (68.8%). Based on the results of a cross tabulation analysis
that 20 respondents (31.2%) lack of compliant respondents, meaning that
gender, work is sufficient compliance in carrying out the diet. Expected
gender, work can provide a form of praise and attention, still love and
provide the tools and equipment needed by the elderly and always remind
for control is expected to improve adherence to a low purine diet in elderly
gout arthritis.

Keywords: Gender, Work, Diet Compliance, Elderly.


ABSTRAK

HUBUNGAN GENDER, PEKERJAAN DENGAN KEPATUHAN

DIET PADA LANSI GOUT ARTHRITIS DI DESA JABON

KABUPATENMOJOKERTO

OLEH : LUTFY IKA AYU M.M

Penderita gout arthritis dapat melaksanakan kepatuhan terhadap diet yang


dianjurkan. Penderita gout arhritis memiliki tingat kepatuhan diet terendah
dibandingkan dengan penyakit rematik lainya dan banyak penyakit kronis lainya
seperti hipertensi, hipotiroidisme, diabetes tipe 2, gout arthritis merupakan
penyakit dengan ketidak patuhan tertinggi terhadap pengobatan, selain itu ketidak
patuhan terhadap diet rendah purin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan gender, pekerjaan dengan kepatuhan diet pada lansi gout
arthritis di Desa Jabon Kabupaten Mojokerto. Desain penelitian analitik korelasi
dengan pendekatan Cross Sectional. Populasinya sebagian lansia gout arthritis
berumur 60-74 tahun yang berobat di Desa Jabon Kabupaten Mojokerto. Sampel
yang digunakan sebanyak 64 responden. Pengambilan sampel dengan
Consecutive Sampling, alat ukur menggunakan kuisioner. Hasil penelitian
didapatkan bahwa hampir setengah menyatakan gender kurang perempuan
sebanyak 36 responden (56,8%) dan pekerjaan sebanyak 21 responden (32,8%)
dan hampir setengah menyatakan kepatuhan diet cukup sebamyak 44 responden
(68,8%). Berdasarkan hasil analisa cross tabulation bahwa responden yang
kurang patuh sebanyak 20 responden (31,2%) artinya gender, pekerjaan cukup
kepatuhan dalam melaksanakan diet. Di harapkan gender, pekerjaan dapat
memberikan bentuk pujian dan perhatian, tetap mencintai serta menyediakan
sarana dan peralatan perawatan yang di perlukan oleh lansia dan selalu
mengingatkan untuk kontrol diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan diet
rendah purin pada lansia gout arthritis.

Kata Kunci : Hubungan Gender, Pekerjaan, Kepatuhan Diet, Lansia.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................

HALAMAN JUDUL DALAM..................................................................................

SURAT PERNYATAAN...........................................................................................

LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................................

LEMBAR PERSEMBAHAN.....................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

DAFTAR TABEL......................................................................................................

DAFTAR GAMBAR.................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................
1.3.1 Tujuan Khusus............................................................................................

1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................................


1.4.1 Bagi Keluarga.............................................................................................

1.4.2 Bagi Tenaga Kesehatan...............................................................................

1.4.3 Bagi Peneliti...............................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................

2.1 Konsep Lansia.....................................................................................................

2.1.1 Pengertian Lansia......................................................................................


2.1.2 Batasan Umur Lanjut Lansia.....................................................................

2.1.3 Teori Proses Menua...................................................................................

2.1.4 Perubahan Sistem Tubuh Lansia...............................................................

2.2 Konsep Gender.....................................................................................................

2.2.1 Pengertian .................................................................................................

2.2.2 Karakteristik Gender .................................................................................

2.3 Konsep Pekerjaan.................................................................................................

2.3.1 Pengertian Pekerjaan.................................................................................

2.4 Konsep Gout Arthritis........................................................................................

2.4.1 Pengertian Gout Arthritis...........................................................................

2.4.2 Etiologi......................................................................................................

2.4.3 Patofisiologi...............................................................................................

2.4.4 Manifestasi Klinis......................................................................................

2.4.5 Pemeriksaan Diagnostik............................................................................

2.4.6 Faktor Pemicu Gout Arthritis.....................................................................

2.4.7 Faktor Resiko Gout Arthritis.....................................................................

2.4.8 Kadar Gout Arthritis Normal.....................................................................

2.4.9 Pengobatan Gout Arthritis.........................................................................

2.4.10 Komplikasi Gout Arthritis.......................................................................

2.4.11 Penatalaksanaan ......................................................................................

2.5 Konsep Kepatuhan...............................................................................................

2.5.1 Pengertian Kepatuhan................................................................................


2.5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan.......................................

2.5.3 Diet Rendah Purin.....................................................................................

2.5.5 Pengukuran Kepatuhan..............................................................................

2.6 Kerangka Teori....................................................................................................

2.7 Kerangka Konsep.................................................................................................

2.8 Hipotesis Penelitian.............................................................................................

BAB 3 METODE PENELITIAN............................................................................

3.1 Desain penelitian..................................................................................................

3.2 Populasi, sampling, dan sampel............................................................................

3.2.1 Populasi.....................................................................................................

3.2.2 Sampling....................................................................................................

3.2.3 Sampel.......................................................................................................

3.2.1 Kriteria Inklusi.....................................................................................

3.2.1 Kriteria Ekslusif....................................................................................

3.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional....................................................

3.3.1 Variabel Independen..................................................................................

3.3.2 Variabel Dependen....................................................................................

3.3.3 Definisi Operasional .................................................................................

3.4 Pengumpulan Data...............................................................................................

3.5 Prosedur Penelitian...............................................................................................

3.6 Pengumpulan Data...............................................................................................

3.6.1 Metode Pengumpulan Data........................................................................


3.6.2 Instrumen Penelitian..................................................................................

3.6.3 Validitas....................................................................................................

3.6.4 Rehabilitas.................................................................................................

3.6.5 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian....................................................

3.7 Pengelolaan Data..................................................................................................

3.7.1 Editing.......................................................................................................

3.7.2 Coding.......................................................................................................

3.7.3 Scoring......................................................................................................

3.7.4 Tabulating..................................................................................................

3.7.5 Analisa Data..............................................................................................

3.8 Etika Penelitian....................................................................................................


keterbatasan...............................................................................................................

BAB 4 PEMBAHASAN .......................................................................................

4.1 Hasil Penelitian...................................................................................

4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian.....................................................

4.1.2 Data Umum...............................................................................

4.1.3 Data Khusus..............................................................................

4.2 Pembahasan.........................................................................................

4.2.1 Kepatuhan Diet ........................................................................

4.2.2 Hubungan Gener, Pekerjaan Dengan Lansia Gout Arthritis......

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................

5.1 Kesimpulan.........................................................................................

5.2 Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

LAMPIRAN..............................................................................................................
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Pengelompokan Bahan Makanan Menurut Kadar Purin Dan
Anjuran Makan...........................................................................................

Tabel 2.2 Tabel Kuisioner Kepatuhan Diet..................................................................

Tabel 3.1 Definisi Operasional Gender, Pekerjaan Dengan Kepatuhan Diet Pada
Lansia Gout Arthritis................................................................................

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur


...............................................................................................................
...............................................................................................................

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gender


...............................................................................................................
...............................................................................................................

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan


...............................................................................................................
...............................................................................................................

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan


...............................................................................................................
...............................................................................................................

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Informasi


...............................................................................................................
...............................................................................................................

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Diet


...............................................................................................................
...............................................................................................................

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Hubungan Antara Gender, Pekerjaan dengan


Kepatuhan Diet
...............................................................................................................
...............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Hubungan Gender, Pekerjaan Dengan Kepatuhan


Diet Pada Lansia Gout Arthriti............................................................

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Hubungan Gender, Pekerjaan Dengan


Kepatuhan Diet Pada Lansia Gout Arthritis........................................

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Gender, Pekerjaan Dengan Kepatuhan Diet
pada lansia Gout Athritis....................................................
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat ijin Studi Pendahuluan....................................................................

Lampiran 2 Surat ijin Balasan Bangkes bangpol.........................................................

Lampiran 3 Surat Ijin Studi Pendahuluan dan Penelitian Di Desa Jabon ................…

Lampiran 4 Lembar Permohonan Menjadi Responden................................................

Lampiran 5 Lembar Persetujuan Persyaratan Menjadi Responden..............................

Lampiran 6 Kisi-Kisi Kuisioner Kepatuhan Diet.........................................................

Lampiran 7 Kuisioner Kepatuhan Diet........................................................................

Lampiran 8 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuisioner Kepatuhan Diet..................

Lampiran 9 Distribusi Tabulasi Data Umum ..............................................................

Lampiran 10 Tabel Distribusi Frekuensi Data Umum...................................................

Lampiran 11 Hasil Tabulasi Data Khusus ....................................................................

Lampiran 12 Tabel Distribusi Frekuensi Data Khusus..................................................

Lampiran 13 Dokumentasi ...........................................................................................


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia merupakan seseorang yang usianya mengalami perubahan

biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan

pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatanya. Oleh

karena itu kesehatan lansia perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap

dipelihara dan ditingkatakan agar selama mungkin bisa hidup secar

produktif sesuai dengan kemampuanya sehingga ikut serta berperan aktif

dalam pembangunan [ CITATION Mub094 \l 1057 ].


Kepatuhan didefinisikan sebagai perilaku positif penderita gout

arhritis dalam bentuk terapi, baik diet, latihan, pengobatan (Stanley,

2007). Kepatuhan dibedakan menjadi dua yaitu kepatuhan penuh (total

compliance) dan penderita yang tidak patuh (non compliance). Diet asam

urat merupakan suatu metode pengendalian gout arthritis secara alami,

jika dibandingkan dengan obat penurun asam urat yang dapat

menimbulkan beberapa efek samping yang terjadi, diet asam urat

bertujuan untuk mengurangi makanan yang kaya akan kandungan purin

seperti jeroan, daun melinjo, bayam, sarden, kangkung [ CITATION Nov15 \l

1057 ]

Data WHO 2017 menunjukkan prevalensi gout arthritis didunia

sebanyak 34,2%. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS, 2018)

menunjukkan prevalensi penyakit sendi di indonesia sebanyak 7,3% dan

prevalensi di jawa timur sebanyak 7,3%. Prevalensi penyakit sendi

meningkat seiring bertambahnya umur. Prevalensi tertinggi pada umur >

55 tahun sebesar (53%), perempuan memiliki angka lebih tinggi yaitu

(8,5%) dibanding laki-laki (6,1%). Berdasarkan hasil penelitian di wilayah

kerja puskesmas situraja menunjukan bahwa lansia yang gout sebagian

responden sebanyak 22 responden (59,5%) berjenis kelamin perempuan

sedangkan yang tidak gout sebagian besar responden sebanyak 24

responden (64.9%) berjenis kelamin perempuan. Data diatas menujukan

bahawa responden lansia yang gout dan tidak gout sebagian besar berjenis

kelamin perempuan. Menurut (Soeroso, 2011) faktor yang dapat


menyebabkan gout salah satu adalah Gender. Menurut (Purwanto, 2017)

menunjukkan bahwa responden tidak patuh sebanyak 66,6% sedangkan

yang patuh menunjukan bahwa responden sebanyak 87,7%. Hasil Studi

Pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 03 januari 2020 di

Desa Jabon Kabupaten Mojokerto dengan teknik wawancara didapatkan 5

lansia yang menderita gout arthritis. Sebanyak 3 orang lansia perempuan

(60%) yang sering mengkonsumsi makanan mengandung tinggi purin.

Sedangkan 2 orang lansia laki-laki (40%) jarang mengkonsumsi makanan

mengandung bayam. Kangkung, jeroan. Hasil pemeriksaan kadar asam

urat sebanyak 3 orang lansia perempuan (60%) yaitu 8,1-11,3 mg/dl

mengalami nyeri sedang dengan rata-rata skala nyeri 5-6. Hasil

pemeriksaan kadar asam urat 2 lansia laki-laki (40%) yaitu 7,8-9,2 mg/dl

mengalami nyeri ringan dengan rata-rata skala nyeri 2-3.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah

pendidikan, akomodasi, modifikasi faktor lingkungandan sosial,

perubahan model terapi, interaksi profesional antara perawat dan klien,

pengetahuan, usia (Niven, 2008). Masalah yang biasanya terjadi pada

lansia yaitu gout arhritis/ radang sendi karena timbunan kristal asam urat

dipersendian. Gout arhtrithis merupakan penyakit yang menyerang

anggota tubuh yang bergerak, yaitu bagian tubuh yang berhubungan antara

satu dengan yang lain dengan perantaraan persendian, sehingga

menimbulkan rasa nyeri.Gout artrithis penyakit yang tidak hanya

menyerang sendi, tetapi juga menyerang organ atau bagian tubuh lainnya.
Secara umum, penyakit rematik adalah penyakit yang menyerang sendi

dan struktur atau jaringan penunjang di sekitar sendi. Penyakit rematik

yang paling umum adalah osteoarthritis akibat degenerasi atau proses

penuaan, arthritis rematoid (penyakit autoimun), dan goat arhritis karena

asam urat tinggi (Iskandar Junaidi, 2012).

Salah satu penatalaksanaan bagi penderita gout adalah minum obat

asam urat akan tetapi hal tersebut tidak lepas darikepatuhan diet asam urat

dari penderita itusendiri. Diet asam urat bertujuan untukmengurangi

makanan yang kaya akan kandungan purin seperti jeroan, daunmelinjo,

bayam, sarden, kangkung. Dietasam urat merupakan salah satu

metodepengendalian gout secara alami, jika dibandingkan dengan obat

penurun asam urat yang dapat menimbulkan beberapa efek samping yang

terjadi (Noviyanti, 2015).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan karakteristik Gender, Pekerjaan dengan

Kepatuhan Diet Pada Lansia Gout Arthritis di Desa Jabon Kabupaten

Mojokerto

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan karakteristik Gender, Pekerjaan dengan

Kepatuhan Diet Pada Lansia Gout Arthritis di Desa Jabon Kabupaten

Mojokerto.

1.3.1 Tujuan khusus


1) Mengidentifikasi karakteristik Gender, Pekerjaan dengan

Kepatuhan Diet Pada Lansia Gout Arthritis di Desa Jabon

Kabupaten Mojokerto.

2) Mengidentifikasi Kepatuhan Diet Pada Lansia Gout Arthritis di

Desa Jabon Kabupaten Mojokerto.

3) Menganalisa karakteristik Gender, Pekerjaan dengan

Kepatuhan Diet Pada Lansia Gout Arthritis di Desa Jabon

Kabupaten Mojokerto.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi masyarakat

Masyarakat khususnya penderita asam urat hendaknya lebih

patuh dalam mengkonsumsi diet rendah purin dengan membatasi atau

menghindari makanan yang kaya kandungan purin seperti jeroan,

tempe, tahu, bayem, kangkung untuk mencegah peningkatan kadar

asam urat

1.4.2 Bagi Tenaga Kesehatan

Merupakan sebagai masukan yang bisa digunakan dalam upaya

peningkatan kesehatan, terutama pemberian bimbingan konseling pada

lansia Gout Arthritis serta keluarga lansia Gout Arthritis.

1.4.3 Bagi Peneliti

Untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan dan pengalaman

untuk bekal pembelajaran saat bekerja. Selain bisa mendalami tentang


penyakit Gout Arthritis yang pernah didapatkan selama pendidikan di

Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Lansia adalah seseorang yang usianya mengalami perubahan

biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. perubahn ini akan memberikan

pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatnya. Oleh

karena itu kesehatan lansia perlu mendapat perhatian khusu dengan

tetap dipelihara dan ditingkatakan agar selama mungkin bisa hidup


secar produktif sesuai dengan kemampuanya sehingga ikut serta

berperan aktif dalam pembangunan [ CITATION Mub094 \l 1057 ]

2.1,2 Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut pendapat beberapa ahli dalam [ CITATION Efe092 \l

1057 ] batasan-batasan umur yang mencakup batasan umuur lansia

sebagai berikut :

1) Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1

ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai

usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

2) Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi

menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age)

ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) antara 60-74 tahun, lanjut

usia tua (old) antara 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) diatas

90 tahun.

3) Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase,

yaitu : pertama (fase infestus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase

virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65

tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.

4) Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia

(geriatric age) : >65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric

age) itu sendiri dibagi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75

tahun), old (75-80 tahun), dan very old (>80 tahun). Usia lanjut

dikatan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan


manusia. Sedangakan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) no 13 tahun

1998 tentang kesehatan diaktakan bahwa usia lanjut adalah

seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun [ CITATION

Efe091 \l 1057 ]

2.1.3 Teori Proses Menua

Ada beberapa teori tentang penuaan, sebagaimana

dikemukakan oleh [ CITATION Mar08 \l 1057 ] yaitu teori biologis,

teori psikologi, teori kultural, teori sosial, teori genetika, teori

rusaknya sitem imun tubuh, teori menua akibat sitem metabolisme,

dan teori kejiwaan sosial. Berdasarkan pengetahuan yang

berkembang dalam pembahasan tentang teori proses menjadi tua

(menua) yang hingga saat ini dianut oleh gorontologis maka dalam

tinkatan kompetensinya, perawat perlu mengembangkan konsep

dan teori keperawatan sekaligus teori keperawatan sekaligus

praktik keperawatan yang didasarkan atas teori proses menjadi tau

(menua) tersebut. Postulat yang selama ini diyakini oleh para

ilmuan perlu di implikasikan dalam tataran nyata praktik

keperawatan, sehingga praktik keperawatan benar-benar mampu

memberi manfaat abgi kehidupan masyarakat.

Perkembangan ilmu keperawatan perlu diikuti dengan

perkembangan praktik keperawatan, yang pada akhirnya mampu

memberikan konstribusi terhadap masalah-masalah kesehatan yang

dihadapi oleh masyarakat. Secara umum implikasi/ praktik


keperawatan yang dapat dikembangkan oleh proses menua dapat

didasarkan pada teori menua menurut/ secara bilogis, psikologis,

dan sosilal. Berikut adalah bentuk-bentuk implikasi asuhan

keperawatan yang diberikan pada individu yang mengalami proses

penuaan, dengan didasarkan teori proses menua itu sendiri.

1) Teori Biologis

Teori ini berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan

seseorang dari lahir sampai meninggal. Perubahan pada tubuh

dapat secara independen atau dapat dipengaruhi oleh faktor luar

yang bersifat patologis. Teori biologis dalam proses menua

mengacu pada asumsi bahwa proses menua merupakan perubahan

yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama masa hidup.

Teori ini lebih menekankan pada perubahan pada kondisi tingkat

struktural sel/ organ tubuh, termasuk didalamnya adalah agen

patogis.

2) Teori Psikologis (phychologic Theories Aging)

Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang merespons pada

tugas perkembanganya. Pada dasarnya perkembangan seseorang

akan terus berjalan meskipun orang tersebut telah menua.

3) Teori Kultural

Menjelaskan bahawa tempat kelahiran seseorang berpengaruh

pada budaya yang dianut oleh seseorang. Dipercayai bahwa kaum

tua tidak dapat mengabaikan sosial budaya mereka. Jika hal ini
benar maka status tua dalam perbedaan sosial dapat dibedakan oleh

sejarah kepercayaan dan tradisi. Budaya adalah sikap, perasaan,

nilai, dan kepercayaaa yang terdapat pada suatu daerah atau yang

dianut sekelompok kaum tua, yang merupakan kelompok minoritas

yang memiliki kekuatan atau pengaruh pada nilai budaya.dengan

demikian dapat diambil bahwa budaya yang dimiliki seseorang

sejak lahir akan tetap dipertahankan sampai tua. Bahkan

memengaruhi oarang-orang disekitarnya untuk mengikuti budaya

tersebut sehingga tercipta kelestarian budaya.

4) Teori Sosial

Teori sosial meliputi teori aktifitas, teori pembebasan, teori

kesinambungan. Teori aktifitas menyatakan lanjut usia yang sukses

adalah mereka yang aktif dan mengikuti banyak kegiatan sosial.

Sedangkan teori pembebasan (Disengogement Teori) menerangkan

bahwa berubahnya usia seseorang, secara berangsur-angsur orang

tersebut mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadan

ini mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun, baik secara

kualitatif maupun kuantitasnya sehingga sering terjadi kehilangan

ganda, yaitu kehilangan peran, hambatan kontrol sosial, dan

berkurangnya komitmen.

5) Teori Genetika

Dalam teori ini, proses penuaan kelihatanya mempunyai

komponen genetik. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan bahwa


anggota keluarga yang cenderung hidup pada umur yang sama dan

mereka mempunyai umur yang rata-rata sama, tanpa

mengikutsertakan meninggal akibat kecelakaan dan penyakit.

Mekanisme penuaan yang jelas secara genetik berjumlah jelas,

tetapi hal penting yang harus menjadi catatan bahwa lamanya

hidup kelihatanya diturunkan melalui garis wanita dan seluruh

mitokondria mamalia berasal dari teur dan tidak ada satupun

dipindahkan memalui spermatozoa. Pengalaman kultur sel sugestif

bahwa beberapa gen yang mempengaruhi penuaan terdapat pada

kroosom 1, tetapi bagaimna cara mereka mempengaruhi penuaan

masih belum jelas.

6) Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh

Bahwa mutasi yang secara berulang mengakibatkan

kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya berkurang (self

recognition) menurun mengakibatkan kelainan pada sel asing

sehingga dihancurkan. Perubahn inilah yang terjadi peristiwa

autoimun.

7) Teori Menua Akibat Metabolisme

Teori ini dikemukakan oleh [ CITATION Mar06 \l 1057 ] pada

zaman dulu pendapat tentang lanjut usia adalah botak, mudah

bingung, pendengaran sangat menurun atau disebut “budeg”,

menjadi bungkuk dan sering dijumpai kesulitan dalam menahan

buang air kecil (beser atau inkontinensia urin)


8) Teori Kejiwaan Sosial

Teori ini dikembangkan oleh [ CITATION Boe11 \l 1057 ] meliputi

Activity Theory. Continuity Theory, Dan Disengagement Theory.

Activity Theory menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah

mereka yang aktif dan mengikuti banyak kegiatan sosial. Ukuran

optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lansia dan

mempertahankan hubungan antarsistem sosial dan individu agar

tetap stabil dari usia pertengahan ke lansia.

Continuiti Theory menyatakan bahwa perubahan yang terjadi

pada lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang

dimilikinya. Sedangkan Disengagement Theory menyatakan bahwa

dengan bertambahnya usia seseorang secara berangsur-angsur

mulai melepaskan diri dari pergaulan sosialnya atau menarik diri

dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi

sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas,

sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss), yaitu

kehilangan peran (loss of role), hambatan kontak sosial (restraction

of contacts and relationships), dn berkurangnya komitmen (recude

commitment of social mores and values).

2.1.4 Perubahan Sistem Tubuh Lansia

Menurut [ CITATION Nug08 \l 1057 ] perubahan-perubahan

yang terjadi pada lansia diantaranya adalah :

1) Perubahan Fisik
a) Sel

Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukuranya

akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan

berkurang, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati

juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan menurun, mekanisme

perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.

b) Sistem persarafan

Rata-rata berkurangnya saraf neocortikal sebesar 1

perdetik, hubungan persyarafan cepat menurun, lambat dan

merespons baik dari gerakan maupun jarak waktu. Khususnya

dengan stress, mengecilnya syaraf panca indra, serta menjadi

kurang sensitif kedapa sentuhan.

c) Sistem pendengaran

Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membran

timpani mengalami atrofi, terjadi penggumpalan dan pengerasan

serumen karena peningkatan keratin, pendengaran menurun

pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.

d) Sistem penglihatan

Timbul skerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon

terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa

lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak, meningkatnya

ambang pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan

menjadi lebih lambat dan suit untuk melihatdalam keadaan


gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunya lapang pandang,

dan menurunya daya untuk membedakan antara warna biru

dengan hijau pada skala pemeriksaan.

e) Sistem kardiovaskuler

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jamtung menebal

dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa menurun 1%

setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan

penurunan kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas

pembuluh darah, kurangnya elastisitas pembuluh darah perifer

untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipertensi, tekanan

darah meningkat di akibatkan oleh meningkatnya resistensi dari

pembuluh darah perifer

f) Sistem pengaturan suhu tubuh

Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis kurang

lebih 35 C hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun,

keterbatasan reflek menggigil, dan tidak dapat memproduksi

panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.

g) Sistem pernafasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi

kaku, menurunya aktifitas dari silia, paru-paru kehilangan

elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat, menarik nafas

lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun. Ukuran

alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen


pada paru menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk

berkurang, dan menurunya kekuatan otot pernafasan.

h) Sistem gastrointestinal

Kehilangan gigi, indra pengepacan mengalami penurunan,

esofagus melebar, sensitivitaslapae menurun, produksi asam

lambung dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik

lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun,

hati (liver) semakin mengecil dan menurunya tempat

penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.

i) Sistem genitourinaria

Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke

ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat

pada penurunan kemampuan ginjal untuk mengontrasikan urine,

berat jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1), blood urea

nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal

terhadap glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica

urinaria) melemah, kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan

menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung

kemih sulit di kosongkan sehingga peningkatan retensi urine.

Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar megalami

pembesaran prostat hingga kurang lebih 75% dari besar

normalnya.
j) Sistem endokrin

Menurunya produksi ACTH, TSH, FSH, DAN LH,

aktifitas tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas,

produksi aldosteron, serta sekresi hormon kelamin seperti

progesteron, esterogen dan testosteron.

k) Sitem integumen

Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,

permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunya respon terhadap

trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan

rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dan hidung dan

telingga menebal, berkurangnya elastisitas akibat meurunya

cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku

jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara

berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang

jumlahnya dan fungsinya. Kuku menjadi pudar dan kurang

bercahaya.

l) Sistem muskuloskeletal

Tulang kehilangan kepadatanya (density) dan semakin

rapuh, kifosis dan persendian membesar dan menjadi kaku,

tendon mengerut dan mengalami sklerosis, artofi serabut otot

sehingga gerak menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi

tremor.

2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah

perubahan fisik, kesehatn umum, tingkat pendidikan, keturunan

(hereditas), lingkungan tingkat kecerdasan (intellegence

quotient- IQ), dan kenangan (memory), kenangan dibagi

menjadi dua, yairtu kenangan jangka panjang (berjam-jam

sampai berhari-hari yang lalu) mencakup beberapa perubahan

dan kenangan jangka pendek atau sekitar (0-10 menit) biasanya

dapat berupa kenangan buruk.

3) Perubahan psikososial

a. Kesepian

Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat

meninggal terutama jikalansia mengalami penurunan

kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan

mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.

b. Duka cita (Bereavement)

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan

hewan kesayangandapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang

telah rapuh pada lansia. Hal tersebut

dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.

c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan

kosong, lalu diikuti dengankeinginan untuk menangis yang

berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresijuga dapat

disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya

kemampuanadaptasi.

d. Gangguan cemas

Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan

cemas umum,gangguan stress setelah trauma dan gangguan

obsesif kompulsif, gangguangangguantersebut merupakan

kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungandengan

sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat,

atau gejalapenghentian mendadak dari suatu obat.

e. Parafrenia

Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan

waham (curiga), lansiasering merasa tetangganya mencuri

barang-barangnya atau berniatmembunuhnya. Biasanya

terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi ataumenarik diri

dari kegiatan sosial.

f. Sindroma diogenes

Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan

perilaku sangatmengganggu. Rumah atau kamar kotor dan

bau karena lansia bermain-maindengan feses dan urin nya,


sering menumpuk barang dengan tidak teratur.Walaupun

telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.

2.2 Konsep Gender

2.2.1 Pengertian Gender

Secara etimologi, kata gender berasal dari bahasa inggris gender

yang berarti “ jenis kelamin” (Echol dalam Ulfatun, 2012). Pengertian

secara etimologi ini lebih menekankan hubungan antara laki-laki dan

perempuan secara anatomis. Dalam Webster’s New Wold Dictionary,

kata kata gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-

laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Neufeltd

dalam Ulfatun,2012). Di dalam Women’s Studies Encyclopedia

dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya

membuat perbedaan (distinction) dalam peran, perilaku mentalitas dan

karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang

berkembang dalam masyarakat (Tlerney dalam Ulfatun, 2012).

Gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan

perempuan selain struktur biologis sebagian besar justru berbentuk

melalui proses sosial dan kultural (Caplan dalam Dyah,2012).

Gender sebagai budaya terhadap laki-laki dan perempuan

cultural expectation for women and men ( Lips dalam Dyah,2012).

Sedangkan (Wilson dalam Dyah,2012) mengartikan gender sebagai

suatu dasar untuk menentukan perbedaan laki-laki dan perempuan pada


kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka

menjadi laki- laki dan perempuan.

Menurut Vitalaya (2012), Gender suatu konsep yang merunjuk

pada sistem peranan dan hubungan antara perempuan dan dan laki-laki

yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi ditentukan

oleh lingkungan sosial, politik dan ekonomi. Gender adalah suatu

kontruksi sosial yang mengkategorikan perempuan dan laki-laki

berdasarkan peresepsi dan perasaan. Gender bervariasi berdasarkan

waktu, tempat, budaya serta pengalaman hidup (Bradley, 2007).

Menurut Putra (2000), menegaskan bahwa istilah gender dapat

dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut:

1) Gender sebagai suatu istilah dengan makna tertentu.

2) Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya.

3) Gender sebagai suatu kesadaran sosial.

4) Sebagai suatu persoalan sosial budaya.

5) Gender sebagai konsep untuk analisis.

6) Gender sebagai suatu perspektif untuk memandang kenyataan.

2.2.2 Karakteristik Gender dalam Berfikir

Suatu masalah matematika yang sama diberikan pada individu

maka akan mendapatkan responden atau tanggapan yang berbeda dalam


menyelesaikanya. Perbedaan cara menyelesaikan tersebut dapat terjadi

karena setiap individu memiliki keunikan dalam dirinya. Hal lain yang

dapat memunculkan perbedaan setiap individu dalam merespon suatu

masalah adalah adanya perbedaa gender.

Berikut ini merupakan 2 pendapat ahli tentang berpikir

berdasarkan gender:

1. Menurut Dagun (1991)

a) Perempuan memperoleh skor lebih tinggi dibidang tertentu.

Seperti kemampuan verbal, sedangkan kemampuan visual

spasialnya lebih rendah.

b) Pada usia 11 tahun ke atas kemampuan matematika laki-laki

jauh lebih baik dari pada perempuan. Cara berfikir laki-laki dan

perempuan itu berbeda, pria lebih analitis dan lebih fleksibel

dari pada wanita.

c) Pada anak sekolah campuran (putra- putri) teryata anak putri

kurang berminat dan prestasinya rendah dalam bidang

matematikadan ipa

2. Menurut Kruteski dalam Hatip, (2008)

a) Laki- laki lebih unggul dalam penalaran logis perempuan lebih

unggul dalam ketepatan, ketelitian, kecermatan dan

keseksamaan berfikir.

b) Laki-laki mempunyai kemampuan matematika dan mekanik

lebih baik dari pada mekanika lebih baik dari pada perempuan.
Perbedaan ini tidak nyata pada tingkat sekolah dasar, namun

pada tingkat lebih tinggi mulai terlihat.

2.3 Konsep Pekerjaan

2.3.1 Pengertian Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang dikerjakan untuk mendapatkan

nafkah atau pencaharian masyarakat yang sibuk dengan kegiatan atau

pekerjaan sehari-hari akan memiliki waktu yang lebih untuk

memperoleh informasi (Depkes RI, 2001).

Faktor pekerjaan juga mempengaruhi pengetahuan. Seseorang

yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas dari dari pada seseorang

yang tidak bekerja, karena dengan bekerja seseorang akan banyak

mempunyai informasi (khusniyah, 2011).

Menurut sakernas (Notoatmodjo, 2012), jenis pekerjaan yaitu:

1. Pedagang

2. Buruh/ Tani

3. PNS

4. TNI

5. Pensiunan

6. Wiraswasta

7. IRT

2.4 Konsep Gout Arthritis

2.4.1 Pengertian Gout Arthritis


Gout arthiritis adalah suatu peradangan sendi manifestasi dari

akumulasi endapan kristal monosodium urat, yang terkumpul

didalam sendi sebagai akibat dari tingginya asam urat di dalam darah

(hiperurisemia). Gout adalah penyakit yang diakibatkan gangguan

metabolisme purin yang ditandai dengan hiperurikemia dan serangan

sinovitis akut berulang-ulang.[ CITATION Noo132 \l 1057 ] Tidak

semua orang dengan hiperurisemia adalah penderita arthritis pirai

atau sedang menderita arthritis pirai. Akan tetapi, risiko terjadi

arthritis pirai lebih besar dengan meningkatnya konsentrasi asam

urat darah.

2.4.2 Etiologi

Penyakit ini dikaitkan dengan adanya abnormalitas kadar asam

urat dalam serum darah dengan akumulasi endapan kristal

monosodium urat, yang terkumpul didalam sendi. Keterkaitan antara

gout dengan hiperurisemia adalah adanya produksi asam urat yang

berlebihan, menurunya ekskresi asam urat melalui ginjal, atau

mungkin karena keduanya [ CITATION Noo16 \l 1057 ].

Gangguan metabolic bagi meningkatnya konsentrasi asam urat ini

ditimbulkan dari penimbunan kristal di sendi oleh monosodium urat

(MSU, gout) dan kalsium pirofosfat dihidrat (CPPD, pseudogout) dan


pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan sendi.

[ CITATION Mut08 \l 1057 ].

Ada 3 faktor penyebab terjadinya gout arthritis, menurut

(Misnadiarly, 2007).

1) Produksi asam urat dalam tubuh meningkat

Ini terjadi karena tubuh memproduksi asam urat secara berlebihan.

Sebagai penyebabnya adalah :

a) Produksi asam urat di dalam tubuh atau endogen sangat

berlebihan karena adanya gangguan metabolism purin bawaan

dan dimana perempuan tertentu pembawa gen ini biasanya tanpa

gejala (asimptomatik).

b) Produksi asam urat berlebihan karena ada kelainan

herediter/bawaan yang sifat atau gen/keturunan, lainnya yaitu

karena sering aktivitas yang berlebihan enzim fosforbosil

pirofosfat sintetase (PRPP-sintetase) meningkat, dan juga

asimptomatik seperti diatas.

c) Kadar asam urat tinggi karena kelebihan mengkonsumsi

makanan yang berkadar purin tinggi seperti daging, jeroan,

kepiting, kerang, keju, kacang tanah, bayam, buncis, kembang

kol. Jika tidak bisa menjaga pola makan atau tidak bisa

menghindari pola makan seperti di atas akan mengakibatkan

metabolisme makanan-makanan tersebut menjadi meningkat dan

akan mengalami asam urat.


d) Penyakit seperti leukemia (kanker, sel darah putih), penyakit

seperti sel mudah pecahnya sel darah merah (hemolysis), serta

pengobatan kanker (kemoterapi, radioterapi).

2) Pembuangan asam urat sangat berkurang

Hal ini terjadi jika ketidakmampuan ginjal untuk mengeluarkan

asam urat yang berlebihan dari dalam tubuh. Sementara

pengeluarannya melalui usus mungkin juga akan berkurang.

Keadaan ini juga dapat timbul sebagai akibat dari :

a) Minum obat tertentu seeprti pirazinamid (obat anti TBC), obat

diuretic/HCT, dan salisilat.

b) Sedang dalam keadaan yang kelaparan seperti (puasa, diet yang

terlalu ketat dan ketosis). Pada kondisi seperti itu akan

mengalami kekurangan kalori tubuh yang dipenuhi akan

membakar lemak dalam tubuh. Zat keton yang terbentuk dari

pembakaran lemak akan mengalami penghambatan keluarnya

asam urat yang melalui ginjal.

c) Melakukan olahraga yang berat ataupun melalukan aktivitas

yang terlalu berat.

d) Kadar kalsium dalam darah meningkat akibat penyakit

hiperparatiroid, mungkin juga hipertiroid, dan sarkoidisis.

e) Hipertensi

f) Gagal ginjal

g) Keracunan timah
3) Produksi asam urat berlebihan, pembuanganya terganggu

Terjadinya produksi asam urat berlebihan ini di sebabkan oleh :

a) Gabungan produksi purin endogen akan mengalami

peningkatan.

b) Asupan ata makanan purin yang tinggi dan disertai asam urat

melalui ginjal yang berkurang.

2.4.3 Patofisiologi

Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh

pembemtukan berlebihan atau penurunan ekskresi asam urat,

ataupun keduanya. Asam urat adalah produk akhir metabolisme

purin.

Secara normal, metabolisme purin menjadi gout arthritis dapat

diterangakan sebagai berikut :

1) Jalur de novo mengakibatkan fotosintesis purin dan kemudian asam

urat melalui perkursor non purin. Subtrat awalnya adalah ribosa-5-

fosfat, yang dirubah melalui serangkaian zat antara menjadi

nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat).

Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang komplek,

dan beberapa terdapat enzim yang mempercepat reaksi yaitu : 5-

fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan

amidofosforibosiltranferase (amino-PRT). Terdapat mekanisme

inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang

fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.


2) Jalur penghematan adalahjalur pembentukan nukleotida purin

melalui basa purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan

makanan. Jalur ini tidak melalui zat perantara seperti pada jalur de

novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipozantin) berkondensasi

dengan PRPP untuk membentuk prekursor nukleotida purin dari

asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim : hipoxantin guanin

fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase

(APRT).

Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan

difiltrasi secara bebas oleh glomelurus dan diresorpsi di tubulus

proksimal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi

kemudian diekskresikan di nefron distal dan di keluarkan melalui

urine.

Pada penyakit gout arthritis, terdapat gangguan keseimbangan

metabolisme (pembentukan dan ekskresi) dari asam urat tersebut,

meliputi hal-hal berikut :

a) Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik.

b) Penurunan ekskresi asam urat sekunder

3) Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor

(yang meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sintetis

purin (karena efek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik atau

inhibisi yang berperan).

4) Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin.


Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan

meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat ini

merupakan suatu zat yang kelarutanya sangat rendah sehingga

cenderung membentuk kristal. Penimbunan asam urat paling

banyak terdapat disendi dalam bentuk kristal mononatrium urat.

Mekanisme hingga saat ini belum di ketahui.

Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan

inflamasi melalui beberapa cara yaitu sebagai berikut :

a) Kristal bersifat mengaktifkan sitem komplemen terutama C3a

dan C5a. Komplomen ini bersifat komotaktik dan akan merekrut

neutrofil ke jaringan (sendi dan membran senovium).

Fagositosis terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas

toksik dan leukotrien, terutama leukotrien B. Kematian neutrofil

menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif.

b) Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan krital urat

dalam sendi akan melakukan aktifitas fagositosis, dan juga

mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi seperti 11,-1,11,-

6,11,-8, dan TNE mediator-mediator ini akan memperkuat

respon peradangan disamping itu mengaktifakan sel sinovium

dan sel tulang rawan untuk menghasilkan protase. Protase ini

akan menyebabkan cedera jaringan.

Penimbunan krital urat dan serangan yang berulang akan

menyebabkan terbentuknya endapan seperti kapur putih yang


disebut tofi/tofus di tulang rawan dan kapsul sendi. Pada tempat

tersebut endapan akan memicu reaksi peradangan

glanulomatosa, yang ditandai dengan masa urat amorf (kristal)

dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa

benda asing. Peradangan kronis yang persisten dapat

menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat

diikuti oleh fusi sendi (akilosis). Tofus yang terbentuk di tempat

lain (misalnya : tendon, bursa, jaringan lunak). Pengendapan

asam uarat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan

penyumbatan dan nefropati gout.

2.4.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis di bagi menjadi dua jenis yaitu gout athritis

tipikal dan gout arthritis atipikal.

1) Gout Arthritis Tipikal

Gambaran klinik sangat khas dengan sifat-sifat sebagai berikut.

a) Beratnya serangan arthritis mempunyai sifat tidak bisa berjalan,

tidak dapat memakai sepatu dan mengganggu tidur. Rasa nyeri

digambarkan sebagai excruciating pain dan dan mencapai

puncak dalam 24 jam. Tanpa pengobatan pada serangan

permulan dapat sembuh dalam 3-4 hari.

b) Serangan biasanya bersifat monoartikuler dengan tanda

inflamasi yang jelas seperti merah, bengkak, nyeri, terasa panas,


dan sakit jika digerakan. Prediksi pada metatarsophalangeal

pertama (MTP-1).

c) Remisi sempurna antara serangan akut.

d) Hiperurisemia. Biasanya berhubungan dengan serngan gout

arthritis akut, tetapi diagnosi arthritis tidak harus disertai

hiperurisemia. Fluktuasi asam urat serum dapat memprediksi

serangan gout.

e) Faktor pencetus. Faktor pencetus adalah trauma sendi, alkohol,

obat-obatan dan tindakan pembedahan. Biasanya faktor-faktor

ini sudah diketahui penderita.

2) Gout arthritis Atipikal

Gambaran klinik yang khas seperti arthritis berat,

monoartikuler, dan remisi sempurna tidak ditemukan. Tofi yang

biasanya timbul beberapa tahun sesudah serangan pertama ternyata

ditemukan bersama serangan akut. Jenis atipikal ini jarang

ditemukan. Dalam menghadapi khasus gout yang atipikal,

diagnosis harus dilakukan secara cermat. Untuk hal ini diagnosis

dapat dipastikan dengan melakukan pungsi cairan sendi dan

selanjutnyasecara mikroskopis dilihat kristal urat.

Dalam evolusi gout arthritis di dapatkan empat fase sebagai

berikut.

a) Gout arthtitis akut


Manifestasi serangan akut memberikan gambaran khas dan

dapat langsung menegakan diagnosis. Sendi yang paling sering

terkena adalah sendi metatarsophalangeal pertama (75%). Pada

sendi yang terkena jelas terlihat gejala inflamsi yang lengkap.

b) Gout arthritis interkritikal

Fase ini adalah fase antara dua serangan akut tanpa gejala

klinik. Walaupun tanpa gejala, kristal monosodium dapat

ditemukan pada cairan yang di aspirasi dari sendi. Kristal ini

dapat ditemukan pada sel sinovia, pada vaskula sel sinovia, dan

pada vakuola sel mononuklear leukosit.

c) Hiperurikemia asimtomatis.

Fase ini tidak identik dengan gout arthritis. Pada penderita

dengan keadaan ini sebaiknya diperiksa juga dengan kadar

kolesterol darah karena peninggian asam urat darah hampir

selalu disertai peninggian kolesterol.

d) Gout arthritis menahun dengan tofi

Tofi adalah penimbunan kristal urat subkutan sendi dan

terjadi pada gout arthritis menahun, yang biasanya suadah

berlangsung lama kurang lebih antara 5-10 tahun.

2.4.5 Pemeriksaan Diagnostik

1) Laboratorium :
a) Pemeriksaan cairan sinovia di dapatkan adanya kristal

monosodium urat intracelular.

b) Pemeriksaan serum asam urat meningkat >7 mg/dl.

c) Urinalisis 24 jam didapatkan ekskresi >800 mg asam urat.

d) Urinalisis untuk mendeteksi resiko batu asam urat.

e) Pemeriksaan kimia darah untuk mendeteksi fungsi ginjal, hati,

hipertrigliseridemia, tingginya LDL, dan adanya diabetes

melitus.

f) Leukositosis didapatkan pada fase akut.

2) Radiodiagnostik

a) Radiografi untuk mendeteksi adanya kalsifikasi sendi.

b) Radiografi didapatkan adanya erosi pada permukaan sendi dan

kapsul sendi.

2.4.6 Faktor Pemicu Gout Arthritis

Menurut [ CITATION sma10 \l 1057 ], faktor pemicu yang akan

menyebabkan gout arthritis yaitu, seperti :

1) Meminum-minuman yang beralkohol adalah salah satu factor

pemicu yang akan terjadi peradangan pada sendi asam urat atau

gout arthritis. Jika terlalu banyak untuk minum-minuman yang

beralkohol akan mengakibatkan hiperusemia. Karena alcohol akan

mempengaruhi proses pembuangan asam urat dari tubuh. Terutama

alcohol yang banyak mengandung guanosin yang akan dipecah

menjadi asam urat meningkat.


2) Stres dan kelelahan fisik juga menjadi pemicu dalam serangan

asam urat. Kelelahan fisik dapat disebabkan oleh olahraga yang

berlebihan. oleh karena itu, tubuh banyak mengeluarkan cairan

dalam tubuh yang berbentuk keringat. Hal itu akan mengakibatkan

terjadinya dehidrasi dalam tubuh (tubuh akan mengalami

kekurangan cairan) yang akan menyebabkan banyak kerusakan

jaringan dapat menyebabkan terjadinyan peningkatan produksi

asam urat.

3) Diet yang secara berlebihan, misalnya menurunkan berat badan

secara ekstrem dalam waktu yang singkat juga mampu memicu

seseorang terkena serangan gout. Pada saat seseorang menahan

lapar, lemak dan sel-sel lain dibakar menjadi sumber energy.

Lemak dipecah menjadi asam organic yang mengurangi

pengeluaran (ekskresi) asam urat dari tubuh sehingga kadar asam

urat dalam darah akan mengalami peningkatan.

Menurut (Mumpuni, 2016), ada faktor pemicu yang lain pada

terjadinya asam urat. Selain karena kondisi metabolisme yang

didalam tubuh tidak normal akan menyebabkan asam urat naik.

Penyakit ini juga dapat dipicu oleh berbagai factor, sebagai berikut:

a) Makanan yang mengandung purin tinggi, seperti daging, durian,

seafood, jeroan, dan lain sebagainya.

b) Obat-obatan kanker.

c) Penyakit batu ginjal dan gagal ginjal.


d) Penyakit liver.

e) Penyakit diabetes mellitus atau kencing manis.

f) Kegemukan.

g) Kelainan genetik.

h) Keracunan.

i) Penyakit kulit.

j) Kadar trigliserida yang tinggi.

Jadi, kalau penderita memiliki masalah-masalah tersebut

ada baiknya mulai menjaga dirinya dengan mengikuti pola makan

yang sehat dan pola hidup sehat. Karena dengan bisa menjaga pola

makan dan pola hidupnya jika mengalami masalah kesehatan akan

bisa mengatasi sendiri dengan baik dan hidup sehat.

2.4.7 Faktor Resiko Gout Arthritis

Ada dua faktor resiko terjadinya asam urat yaitu, menurut [ CITATION

Mum16 \l 1057 ].

1) Asam urat yang tinggi dalam darah akan mempercepat rusaknya

organ-organ yang di dalam tubuh, terutama pada organ ginjal.

Adanya asam urat yang tinggi akan menyebabkan saringan yang

ada pada ginjal tersumbat. Inilah yang menyebabkan terjadinya

penyakit batu ginjal sampai pada masalah gagal ginjal. Pada saat

awal sebelum mengalami terjadinya permasalahan, sebenarnya

mengkonsumsi makanan dengan purin yang tinggi dapat dikurangi

bahayanya dengan yang mengkonsumsi pula dalam air putih dalam


jumlah yang banyak, sehingga membantu kerja ginjal untuk

mengeluarkan purin yang ada di dalam tubuh.

2) Gout arthritis juga merupakan faktor resiko untuk penyakit jantung

koroner. Hal ini di sebabkan oleh gout arthritis yang merusak

endotel (bagian dalam pembuluh darah). Oleh karena itu, mereka

yang akan mengalami asam urat yang tinggi harus berusaha keras

untuk menurunkanya agar semua organ dalam tubuh bekerja

dengan baik dan menghindari resiko penyakit lain yang lebih berat

pada dampak kematian yang secara mendadak. Jadi, meskipun

kelihatan sepeleh penyakit gout arthritis ini bisa menjadi penyakit

yang membawa kematian. Penyebab dasarnya adalah dengan tidak

menjaga pola makan yang sehat. Karena makanan yang dihindari

oleh seorang penderita asam urat ini cenderung makanan yang enak

dan banyak hal yang di sukai oleh semua orang. Jadi seorang yang

menderita gout arthritis akan makan enak yang tidak terkontrol dan

menjadikan penyakit ini membawa kematian.

2.4.8 Kadar Gout Arthritis Normal

Rata-rata kadar asam uarat dalam darh dan serum

tergantung dengan usia dan kelamin. Kadar asam urat tergolong

nilai yang normal bila : pria dibawah 7 mg/dl dan pada wanita

dibawah 6 mg/dl. Sebelum pubertas sekitar 3,5 mg/dl. Pada

perempuan kadar asam urat biasanya tetap dengan niali rendah

[ CITATION Mis07 \l 1057 ]. Kadar urat dapat diukur dengan dua


cara, enzimatik dan teknik biasa. Kadar asam urat normal

menurut tes tes enzimatik maksimum 7 mg/dl. Sementara pada

teknik biasa, nilai normalnya maksimum 8 mg/dl. Kadar asam

urat diatas normal disebut hiperurisemia. Kadar asam urat

normal pada pria dan perempuan berbeda. Kadar asam urat pada

pria berkisar 3,5-7 mg/dl dan pada perempuan 2,6-6 mg/dl.

[ CITATION sma10 \l 1057 ].

2.4.9 Pengobatan Gout Arthritis

1) Non Steroid Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs). Terdapat

beberapa jenis NSAID, namun tidak semua memiliki

efektifitas dan keamanan yang baik untuk terapi gout akut.

Beberpa NSAID yang diindikasikan untuk mengatasi gout

arthritis akut dengan kejadian efek samping yang jarang

terjadi yaitu : naproxen dan natrium diklofenak.

2) Colchicine. Colchicine tidak di rekomendasikan untuk terapi

jangka panjang gout akut. Colchicine hanya digunakan

selama saat kritis untuk mencegah serangan gout.

3) Corticosteroid. kortikosteroid sering digunakan untuk

menghilangkan gejala gout akut dan akan mengkontrol

serangan. Kortikosteroid ini sangat berguna bagi pasien yang

diintraindikasiakan kepada golongan NSAID. Jika goutnya

monokartikular, pemberian intra-antikular yng paling efektif.


4) Probenecid. Digunakan terutama pada kondisi insufiensi

ginjal (GFR <50 Ml/min).

5) Allopurinol. Sebagai penghambat xantin oksidase, allopurinol

segera menurunkan plasma urat dan konsentrasi asam urat

disaluran urine, serta memfasilitasi mobilisasi benjolan. Obat

ini sangat bermanfaat bagi pasien dengan gagal ginjal atau

batu urat yang tidak dapat diberi urocisuric. Biasanya obat ini

diberikan sekali sehari sebab metabolit aktif allopurinol

waktu paruhnya panjang. Dosi awalnya 100 mg diberikan

selama satu minggu ; kemudian dinaikan jika kadar asam

uarat masih tinggi. Kadar asam urat serum akan dicapai

dengan dosis harian 200-300 mg. Sering kali kombinasi

allopurinol dengan uricosuricakan sangat membantu.

Allopurinol tidak dianjurkan untuk pengobatan hiperurisemia

asimtomatik dan gout yang aktif.

6) Uricosuric.obat ini memblok reabsorpsi tubular sehingga urat

disaring sehingga mengurangi jumlah urat metabolik,

mencegah pembentukan benjolan baru, dan memperkecil

ukuran benjolan yang ada. Uricosuris seperti probenesid dan

sulfinpirazon dapat diberikan sebagi pengganti allopurinol,

namun probenesid tidak diindikasikan untuk gout yang akut.

Pembentukan kristal urat dalam urine bisa terjadi dengan

urocisuric dan penting untuk memastikan jumah urine cukup


yaitu 2.000 ml atau lebih untuk mencegah pengendapan

kristal urat disaluran urine. Saat diberikan secara kombinasi

dengan colchicine, akan mengurangi frekuensi kekambuhan

gout akut. Uricosuric tidak efektif dengan pasien gangguan

ginjal dengan serum kreatinin lebih dari 2 mg/dl.

2.4.10 Komplikasi Gout Arthritis

Menurut [ CITATION sma10 \l 1057 ] . Komplikasi yang akibat

di derita penyakit gout arthritis muncul berbagai

permasalahan yaitu :

1) Nefropati Asam Urat

Peningkatan asam urat di dalam urin menyebabkan

nefropati asam urat. Komplikasi gout arthritis ini terbagi

kedalam dua bentuk, yaitu batu asam urat dan nefropati asam

urat akut. Batu asam urat biasanya terjadi pada penderita

yang memiliki asam urat tinggi dari 13 mg/dl. Pada kondisi

ini pembuangan asam urat lebih dari 1.100 mg/dl. Faktor

yang memicu timbulnya asam urat keasaman dan konsentrasi

urin.

Nefropati asam urat akut terjadi pada individu yang

mengalami gagal ginjal akut. Ini dapat disebabkan oleh

adanya timbunan kristal asam urat di bagian tubulus ginjal

dan saluran ureter. Kelainan ini bisa disebabkan karena

leukemia, kanker di kelenjar limfa atau limfomayang di kenal


kemoterapi. Ini juga di sebabkan oleh kurangnya ensim

HGPRT. Penyakit tersebut biasanya terjadi pada penderita

yang memiliki kadar asam urat di atas 20 mg/dl. Selain itu,

penderita juga memiliki jumlah air seni sedikit dan memiliki

kelainan lain seperti tidak adanya air seni yang dapat di

keluarkan (anuria).

2) Nefropati Urat

Pada komplikasi ini, di temukan kristal urat di dalam

jaringan interstitial dalam ginjal. Biasanya penderita

komplikasi ini juga menderita tekanan darah tingi. Selain itu,

juga menderita kelainan seperti proteinuria disertai

penurunan fungsi ginjal. Kadar asam urat penderita biasanya

lebih dari 13 mg/dl pada laki-laki atau lebih dari 10 mg/dl

pada wanita.

3) Kondisi Rawan Asam Urat

Yang perlu diketahui adalah tidak semua orang dengan

peningkatan asam urat akan menderita gout arthritis. Selama

ini penyakit rematik juga diindentikan dengan gout arthritis.

Namun dalam kenyataanya tidak semua semua penyakit

rematik berkaitan dengan peningkatan asam urat. Hanya saja

pada kondisi tertentu memang dapat memicu gout arthritis.

2.4.11 Penatalaksanaan
Penanganan gout biasanya dibagi menjai

penanganan serangan akut dan penanganan hiperurisemia

pada pasien atritis kronik. Ada 3 tahap dalam terapi

penyakit ini sendi (Nurarif & Kusuma, 2015).

1. Mengatasi serangan akut

2. Diet Rendah Purin

3. Menurunkan Berat Badan

4. Kompres Air Hangat

5. Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan

kristal urat pada jaringan,terutama persendian

6. Terapi mencegah menggunakan terapi hipourisemik

Terapi non farmakologi

Terapi non farmakologi merupakan strategi esensial dalam

penanganan gout. Intervensi seperti istirahat yang cukup,

penggunaan kompres dingin, modifikasi diet, mengurangi asupan

alkohol dan menurunkan berat badan pada pasien yang kelebihan

berat badan berbukti efektif.

1. Terapi farmakologi

a) Serangan akut

Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID, misalnya

indometasin 200mg/hari atau diklofenak 150mg/hari., merupakan

terapi ini pertama dalam menangapi. Serangan akut gout, asalkan

tidak ada kontraindikasi terhadap NSAID. Aspirin harus dihindari


karena ekskresi aspirin berkompetisi dengan asam urat dan dapat

memperparah serangan akut gout. Keputusan memiliki NSAID

atau kolkisin tergantung pada keadaan pasien, misalnya adanya

penyakit penyerta lain/komorbit, obat lain yang juga diberikan

pada pasien pada saat yang sama, dan fungsi ginjal.

Kolkisin merupakan obat pilihan jika pasien juga menderita

penyakit kardiovaskuler, termasuk hipertensi, pasien yang

mendapat diuretik untuk gagal ginjal jantung dan pasien yang

mengalami toksisitas gastrointestinal, kecenderungan perdarahan

atau gangguan fungsi ginjal. Obat yang menurunkan kasdar asam

urat serum (allopurinol dan obat urikosurik seperti probenesid dan

sulfinpirazon)tidak boleh digunakan pada serangan akut sendi

(Nurarif & Kusuma, 2015).

Penggunaan NSAID cyclooxingenase-2 (COX-2) kolkisin dan

kortikosteroid untuk serangan akut dibicarkan berikut ini.

1) NSAID merupakan terapi ini pertama yang efektif untuk

pasien yang mengalami serangan gout. Hal yang

terpenting menentukan keberhasilan teraoi bukanlah

pada NSAID yang dipilih melainkan pada sebeberapa

cepat terapi NSAID mulai diberikan. NSAID harus

diberikan dengan dosis sepenuhnya (full dosis) pada 24-

48 jam pertama atau sampai rasa nyeri

hilang.indometasin banyak diresepkan untuk serangan


akut atritis gout dengan dosis awal 75-100 mg/hari.

Dosis ini kemudian diturunkan setelah 5 hari bersama

dengan merendahnya gejala serangan akut. Efek

samping indometasin antara lain pusing dan gangguan

saluran cerna, efek ini akan sembuh pada saat dosis obat

diturunkan. NSAID lain yang umum digunakan untuk

mengatasi episode gout akut adalah:

1. Nomproxen-awal 750 mg, kemudian 250 mg 3

kali/hari

2. Piroxicam-awal 40 mg, kemudian 10-20 mg/hari

3. Diclofenac- awal 100 mg, kemudian 50 mg 3

kali/hari selama 48 jam kemudian 50 mg dua

kali/hari selama 8 hari

2) COX-2 inhibitor; etricoxib merupakan satu-satunya

COX-2 inhibitor yang dilisensikan untuk mengatasi

serangan akut gout. Obat ini efektif tapi cukup

mahal,dan bermanfaat terutama untuk pasien yang tidak

tahan terhadap efek gastrointestinal NSAID non-selektif.

COX-2 inhibitor mempunyai resiko efek samping

gastrointestinal bagian atas yang lebih rendah dibanding

NSAID non-selektif.

3) Colchicine merupakan terapi spesifik dan efektif untuk

serangan gout akut. Namaun dibanding NSAID kurang


populer karena mula kerjanya (onset) lebih lambat dan

efek samping lebih sering dijumpai.

4) Stroid adalah strategi alternatif selain NSAID dan

kolkisin adalah pemberian streroid intra-artikular. Cara

ini dapat meredakan serangan dengancermat diferensial

diagnosis antara arthritis sepsis dan gout akut karena

pemberian stroid intra-artikular akan memperburuk

infeksi

b) Serangan kronis

Kontrol jangka panjang hiperuriesemia merupakan penting untuk

mencegah terjadinya serangan gout akut, gout kronik, keterlibatan

ginjal dan pembentukan batu asam urat. Kapan dimulai pemberian

obat penurun kadar asam urat masih kontroversi.

Penggunaan obat allopurinol, urikourik dan feboxostat (sedang dalam

pengembangan) untuk terapi gout kronik dijelaskan sebagai berikut:

1) Allopurinol, obat hipourisemik pilihan untuk gout kronik adalah

allopurinol. Selain mengontrol gejala, obat ini juga melindungi

fungsi ginjal. Allopurinol merupakan produksi asam urat dengan

cara menghambat enzim xantin oksidase. Dosis pada pasien dengan

fungsi ginjal normal dosis awal allopurinol tidak boleh melebihi

300mg/24 jam. Respon terhadap allopurinol dapat dilihat sebagai


penurunan kadar asam urat dalam serum pada 2 hari setelah terapi

dimulai dan maksimum setelah 7-10 hari. Kadar asam urat dalam

serum harus dicetak setelah 2-3 minggu penggunaan allopurinol

untuk meyakinkan turunnya kadar asam urat.

2) Obat urikosurik, kebanyakan pasien dengan hiperurisemia yang

sedikit mengekeskresikan asam urat dapat diterapi dengan obat

urikosurik. Urikosurik probenesid (500 mg- 1g 2 kali/hari) dan

sulfinpirazon (100 mg 3-4 kali/hari) merupakan alternatif

allopurinol, terutama untuk pasien yang tidak tahan dengan

allopurinol. Urikosurik harus dihindari pada pasien dengan nefropati

urat dan memproduksi asam urat berlebih. Obat ini tidak efektif pada

pasien dengan fungsi ginjal yang buruk (klirens kreatinin <20-30

mL/menit). Sekitar 5% pasien yang menggunakan probenesid jangka

lama mengalami mual,nyeri ulu hati kembung atau konstipasi.

(Nurafif & Kusuma, 2015)

2.5 Konsep Kepatuhan

2.5.1 Pengertian kepatuhan

Kepatuhan merupakan tingkat perilaku penderita asam urat yang

tertuju terhadap instruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk

terapi, baik diet, latihan, pengobatan [ CITATION Sta07 \l 1057 ].

Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah,

sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan berdisiplin, hal

ini sesuai dengan hasil penelitian yang di dapat, bahwa responden


menjalankan diet rendah purin dengan menjauhi makanan-makanan

mengandung tinggi purin seperti jeroan, kacang-kacangan dan

daging, mereka berdisipilin dalam menjalankan dietnya (Pranoto,

2007).

Kepatuhan terhadap diet rendah purin, terkadang masyarakat

memiliki pola makan yang normal, namun terkadang masih ada yang

memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung

tinggi purin secara berlebihan. Adanya unsur pengalaman yang

semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan

disusun. Di tata kembali atau di ubah sedemikian rupa, sehingga

tercapai suatu konsisitensi (Notoatmodjo 2012).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia [ CITATION Pra07 \l 1057

], patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan

kepatyhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan

juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif penderita dalam

mencapai tujuan terapi. Kepatuhan ini dibedakan menjadi dua yaitu

patuh penuh (total complience) dan tidah patuh (non complience).

2.5.2 Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan

[ CITATION Niv08 \l 1057 ] megemukakakan bahwa faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah :

1) Usia

Tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berpikir dan bekerja seiring dengan bertambahnya umur.


Dari segi kepercayaan, masyarakat lebih mempercayai orang yang

lebih dewasa daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat

kedewasaanya. Hal ini berkaitan dengan pengalaman dan

kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara

berpikir semakin matang.

2) Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan seseorang

dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan

tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

3) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan tindakan yang dilakukan oleh setiap

orang sebagai suatu rutinitas dan kebiasaan setiap hari dimana

setiap tindakan tersebut mendapat penghargaan atau imbalan baik

berupa uang ataupun barang. Pekerjaan seseorang dapat

mempengaruhi tingkat kepatuhan orang tersebut.

4) Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian

seseorang yang dapat mempengaruhi kepatuhan adalah jarak dan

waktu. Hal ii bisa jadi sangat mempengaruhi kepatuhan seseorang.

5) Dukungan keluarga

Keluarga adalah unit terkecil masyarakat terdiri atas 2 orang

atau lebih, adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah. Hidup

dalam suatu rumah tangga berinteraksi satu sama lain, dan

mempertahankan kebudayaan. Dukungan positif dari keluarga

dapat meningkatkan kepatuhan orang tersebut.

6) Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien

(kualitas pelayanan)

Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien

adalah suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada

klien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Suatu

penjelasan penyebab penyakit dan bagaimana pengobatan dapat

meningkatkan kepatuhan.

7) Jenis kelamin

Jenis kelamin terbentuk dari dimensi biologis, hal tersebut

dapat digunakan untuk menggolongkan kedalam dua kelompok

biologis yaitu laki-laki dan perempuan. Pada umumnya dalam

kepatuhan menjalankan diet perempuan lebih patuh dari pada laik-

laki karena perempuan lebih patuh dan peduli.

2.5.3 Diet Rendah Purin


Tujuan dari diet penderita asam urat yaitu untuk mencapai

dan mempertahankan status gizi optimal serta menurunkan kadar

asam urat dalam darah dan urin. Hal-hal yang perlu diperhatikan

adalah sebagai berikut :

1) Energi diberikan sesuai kebutuhan tubuh pasien. Apabila pasien

mengalami kegemukan diberikan diet rendah energi, yaitu asupan

energi sehari dikurangi secara bertahap sebanyak 500-1000 kkal

dari kebutuhan energi normal.

2) Protein diberikan sekitar 1 g/kgBB/hari atau 10-15% dari

kebutuhan energi total dan menghindari bahan makanan sumber

protein yang mempunyai kandungan purin >150mg/100 gram

Tabel 2.1 pengelompokan bahan makanan menurut kadar purin dan anjuran
makan

Kelompok Contoh bahan makanan


Kelompok 1 Otak, hati, jantung, ginjal, usus, babat,
Kandungan purin tinggi jeroan, ekstrak daging atau kaldu,
(150-800 mg purin/100 g bahan bebek, ikan sarden, makarel, remis,
makanan) boullion.
Sebaiknya dihindari
Kelompok 2 Sumber protein hewani
Kandungan purin sedang (900-1000 Maksimal 50-75 gram/hari daging,
mg purin/100 g bahan makanan) ayam, ikan tongkol, tenggiri, bandeng,
Dibatasi kerang, udang.

Sumber protein nabati


Tempe, tahu maksimum 50 gram/hari.
Kacang-kacangan (kacang hijau,
kacang tanah, kedelai maksimum 100
gram/hari.
Sayuran
Bayam, buncis, daun/biji melinjo,
kapri, kacang polong, kembang kol,
asparagus, kangkung, dan jamur
maksimum 100 gram/hari

Kelompok 3 Nasi, ubi, singkong, roti, mie, bihun,


Kandungan purin rendah (dapat tepung beras, cake, kue kering,
diabaikan, dapat dimakan setiap hari) puding, susu, keju, telur, lemak,
minyak, gula, sayuran dan buah
(kecuali sayuran dalam kelompok 2)
3) Lemak diberikan 10-20% dari kebutuhan energi total. Lemak

berlebihan dapat menghambat pengeluaran asam urat melalui urin.

4) Karbohidrat diberikan 65-75% kebutuhan energi total. Dianjurkan

untuk menggunakan sumber karbohidrat kompleks.

5) Vitamin dan mineral diberikan cukup sesuai kebutuhan.

6) Cairan dianjurkan 2-2½ liter perhari, dengan tujuan untuk

mencegah pembentukan batu ginjal (Wahyuningsih, 2013;

Kemenkes RI, 2011).

2.5.4 Pengukuran Kepatuhan

Metode yang tersedia untuk mengukur kepatuhan terbagi

menjadi dua, yaitu model langsung dan tidak langsung. Setiap

metode mempunyai kelebihan dan kekurangan, sehingga tidak ada

metode yang dianggap gold standart.

Menurut [ CITATION Azw07 \l 1057 ] , data variabel kepatuhan

diberikan skor dengan menggunakan skala Likert, yaitu :

Pernyataan positif (Favorable)

1) Selalu (SL) : Nilai 4


2) Sering (SR) : Nilai 3

3) Jarang (JR) : Nilai 2

4) Tidak pernah (TP) : Nilai 1

Pernyataan negatif (Unfavorable)

1) Selalu (SL) : Nilai 1

2) Sering (SR) : Nilai 2

3) Jarang (JR) : Nilai 3

4) Tidak pernah (TP) : Nilai 4

Jumlah jawaban responden dari masing-masing pernyataan

dijumlahkan, dikonversi dan disimpulkan.

f
P = n x 100%

Keterangan

P : Nilai akhir (konversi)

F : Nilai didapat

N : Nilai maksimal

Kriteria penilaian kepatuhan

1) Dikatakan patuh, jika 76-100%

2) Dikatakan cukup patuh, jika 56-75%

3) Dikatakan kurang patuh, jika ≤55%, [ CITATION Ari13 \l 1057 ]

Kuisioner Kepatuhan Diet Menurut (Purwanto, 2017).

Tabel 2.2 Berikan tanda () pada daftar tabel dibawah ini yang bapak/ibu
konsumsi dalam 7 hari yang lalu.

SL SR JR TP
No Pertanyaan (Selalu) (Sering) (Jarang) (Tidak
Nilai 4 Nilai 3 Nilai 2 Pernah)
Nilai 1
1 Sayatidak mau menaati aturan makanan yang
sesuai anjuran dokter atau petugas kesehatan
yang lain
2 Saya makan tepat waktu sesuai jadwal yang
sudah di konsultasikan oleh dokter atau petugas
kesehatan
3 Saya setiap hari mengkonsumsi kacang-
kacangan dan biji-bijian dalam jumlah banyak
4 Saya setiap hari mengkonsumsi makan yang
mengandung minyak/ tinggi lemak seperti
jeroan, usus,daging sapi
5 Saya memasak makanan dengan merebus,
mengkukus, dan menumis supaya membatasi
memasak dengan minyak
6 saya setiap membatasi makanan tinggi lemak
seperti jeroan, bebek, sarden

7 Saya mengkonsumsi tempe dengan porsi sedikit


2.6 Kerangka Teori
Lansia

Proses Menua
Gender

1. laki-laki Fisik Psikologis Sosial


2. perempuan
Gout Athtritis Faktor Mempengaruhi
Pekerjaan terjadinya gout arthritis
[ CITATION sma10 \l
Menurut sakernas Kepatuhan diet rendah
purin 1057 ]
(Notoatmodjo, 2012), 1. Makanan
jenis pekerjaan yaitu: 2. Kegemukan
1. Pedagang Faktor yang mempengaruhi
tingkat kepatuhan: 3. Stes
2. Buruh/ Tani
[ CITATION Niv08 \l 1057 ] 4. Kelelahan fisik
3. PNS
1. Usia 5. Minum-minuman yang
4. TNI 2. Pendidikan beralkohol
5. Pensiunan 3. Pekerjaan 6. Diet berlebihan
6. Wiraswasta 4. Gender
7. IRT 5. Akomodasi
6. Dukungan keluarga
7. Kualitas pelayanan

Gambar 2.1 Kerangka Teori Gender. Pekerjaan dengan kepatuhan diet pada lansia gout arthriti.

51
2.7 Kerangka Konsep

Lansia

Gout Arthritis

Gender Pekerjaan

Kepatuhan Diet

Patuh Cukup Patuh Kurang Patuh

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Gender. Pekerjaan dengan kepatuhan


diet pada lansia gout arthriti.

52
2.8 Hipotesis Penelitian
hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian yang

dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel dan merupakan

pertanyaan yang harus dibuktikan (Notoatmodjo, 2010). Adapun hipotesa

penelitian ini yaitu :

H0 : tidak ada hubungan Gender, pekerjaan dengan kepatuhan diet pada

lansia gout arthritis

H1: ada hubungan Gender, pekerjaan dengan kepatuhan diet pada lansia

gout arthritis.

53
54

BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sebagai suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu

pengetahuan atau pemecahan suatu masalah (Notoatmodjo, 2010). Pada bab ini

akan disajikan konsep dasar yang melandasi penelitian yaitu : 1) Desain

penelitian, 2) Populasi, sampling dan sampel, 3) Identifikasi variabel penelitian

dan definisi operasional, 4) Prosedur penelitian, 5) Pengumpulan data, 6)

Analisa data dan 7) Etika penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Desain atau rancangan penelitian merupakan hasil akhir dari suatu

tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti yang berhubungan dengan

bagaimana suatu penelitian diterapkan (Nursalam, 2013). Desain penelitian

yang digunakan adalah analitik korelasi yang bertujuan untuk

mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel. Analitik corelation

mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh

variasi variabel lainnya (Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini peneliti

menganalisis hubungan Gender , Pekerjaan dengan Kepatuhan Diet pada

lansia Gout Arthritis di Desa Jabon Kabupaten Mojokerto. Pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan Cross-Sectional. Penelitian

Cross-Sectional adalah jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran

54
55

atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada

satu saat. Jadi tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2016).

3.2 Populasi, Sampling, Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh lansia yang mengalami Gout Arthritis di Desa Jabon Kab.

Mojokerto.

3.2.2 Sampling

Sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk

menentukan sempel yang akan digunakan. Teknik pengambilan

sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur

(anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Penelitian

ini menggunakan teknik Nonprobability Sampling dengan teknik

Purposive Sampling adalah pengambilan sample secara purposive

didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti,

berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).

3.2.3 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karasteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2016). Sampel dalam penelitian ini

55
56

adalah seluruh lansia yang mengalami Gout Arthritis dan memenuhi

kriteria inklusi di Desa Jabon Kabupaten Mojokerto

3.2.3.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek

penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan

diteliti (Nursalam, 2016). Pertimbangan ilmiah harus menjadi

pedoman saat menentukan kriteria inklusi.Kriteria iklusi dalam

penelitian adalah :

1. Lansia Gout Arthritis yang berusia 45-59 tahun.

2. Bersedia untuk diteliti.

3. Berada ditempat saat penelitian.

3.2.3.2 Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena

berbagai sebab, antara lain terdapat keadaan atau penyakit

yang mengganggu pengukuran maupun interpretasi hasil,

hambatan etis dan subjek menolak berpartisipasi. (Nursalam,

2016). Kriteria eklusi dalam penelitian adalah :

1. Lansia penderita Gout Arthritis yang tidak kooperatif.

3.3 Identifikasi Variabel Dan Definisi Operasional

Variabel didefinisikan sebagai karakteristik subyek penelitian yang

berubah dari satu subyek ke subyek lain (Sastroasmoro, 2010). Variabel

dalam penelitian ini di bagi menjadi dua, yaitu :

56
57

3.3.1 Variabel Independen

Variabel Independen (bebas) adalah variabel bila ia berubah akan

mengakibatkan perubahan variabel lain (Sastroasmoro, 2010).

Variabel Independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

gender, Pekerjaan Pada Lansia Gout Arthritis.

3.3.2 Variabel Dependen

Variabel Dependen (Tergantung) adalah variabel yang berubah

akibat perubahan variabel bebas (Sastroasmoro, 2010). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah Kepatuhan Diet Lansia Gout

Arthritis.

3.3.3 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karasteristik yang diamati, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran

secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena.

Definisi operasional membantu membatasi ruang lingkup atau

pengertian variabel-variabel, juga bermanfaat untuk mengarahkan

kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang

bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur)

(Notoatmodjo, 2010).

57
58

Tabel 3.1 Definisi Operasional Gender, Pekerjaan Dengan Kepatuhan Diet

Pada Lansia Gout Arthritis

No Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Kriteria


operasional
1 1 Variabel suatu kontruksi Laki- laki Check-list Nominal  Laki- laki
independen sosial yang Perempuan  Perempuan
Gender mengkategorik
an perempuan
dan laki-laki

Variabel sesuatu yang  Pedagang Check-list Ordinal  Pedagang


Riwayat dikerjakan  Buruh/ Tani  Buruh/ Tani
Pekerjaan untuk  PNS  PNS
mendapatkan  TNI  TNI
nafkah dan  Pensiunan  Pensiunan
kegiatan atau  Wiraswasta  Wiraswasta
pekerjaan
 IRT  IRT
sehari-hari
2 Variabel Kepatuan Jenis-jenis Kuisioner Ordinal 1, Selalu: 4
dependen: merupakan makanan 2. Sering: 3
kepatuhan ketaatan dalam 3. Jarang: 2
diet melaksanakan 4. Tidak pernah: 1
diet rendah
purin kriteria:
- patuh jika
76-100%
- cukup patuh jika
56-75%
- kurang patuh
jika ≤ 55%
(Arikunto,2013)

58
59

3.4 Prosedur Penelitian

1. Pemgajun judul.

2. Setelah judul disetujui peneliti minta surat izin studi pendahuluan dan

izin penelitian pada bagian administrasi akademis kampus STIKes Bina

Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto yang telah dilegalisir oleh ketua

program S1 Keperawatan.

3. Pada tanggal 20 Desember 2019 mengajukan permohonan perizinan.

Penelitian di Desa Jabon Kabupaten Mojokerto

4. Setelah mendapatkan izin untuk studi pendahuluan di Desa Jabon

Kabupaten Mojokerto maka studi pendahuluan untuk mendapatkan data

awal bisa dilaksanakan.

5. Pada tanggal 3 januari 2020 dilaksanakan studi pendahuluan untuk

mendapatkan data

59
60

3.4.1 kerangka kerja


Langkah-langkah pengumpulan data dapat dijelaskan dalam bentuk

kerangka kerja (frame work) sebagai berikut:

Populasi : Seluruh lansia penderita Gout Arthritis di Desa Jabon


Kabupaten Mojokerto

Sampling : Teknik Nonprobability Sampling tipe purposive


Sampling

Sampel : Seluruh Lansia Penderita Gout Arthritis berumur 45-59tahun di Desa Jabon
Kabupaten Mojokerto yang memenuhi kriteria inklusi

Pengumpulan data :
Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuisioner

Pengolahan data : Editing, Coding, Scoring, Tabulasi

Penyajian hasil : Penyajian dalam bentuk tabel

Analisis data : Analisis data dengan uji statistik Spearman’s


rho

Penyajian Hasil Penelitian

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Gender, Pekerjaan


dengan Kepatuhan Diet Pada Lansia Gout Arthritis di Desa
Jabon Kabupaten Mojokerto.
60
61

3.5 Pengumpulan Data

3.5.1 Metode pengumpulan data

Merupakan langkah yang paling utama dalam peneletian, karena

tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data [ CITATION Sug16

\l 1057 ]. Pada penelitian ini metode pengumpulan data menggunakan

kuisoner atau angket, merupakan metode dalam pengumpulan data

dengan memberikan kuisoner atau angket secara langsung kepada

responden yang akan diteliti.

3.5.2 Instrumen

Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data [ CITATION Ama16 \l 1057 ]. Macam-macam

instrumen antara lain tes atau soal tes yang digunakan untuk metode

tes, angket atau kuisioner digunakan untuk metode angket atau

kuisioner, check-list digunakan untuk metode observasi, dan pedoman

dokumentasi atau dapat juga menggunakan check-list yang digunakan

untuk metode dokumentasi.

Peneliti juga menggunakan instrumen kepatuhan diet yang

berjumlah 7 soal.

3.5.3 Validitas

Validitas atau kesahihan adalah pengukuran dan observasi yang

berarti prinsip keandalan instrument dalam pengumpulan data.

61
62

Instrument harus dapat mengukur apa yang seharusnya di ukur

(Nursalam, 2016).

Hasil uji validitas kepatuhan diet yang dilakukan terhadap 10

responden didapatkan dari 7 soal tidak terdapat soal yang tidak valid

karena seluruh soal memiliki nilai validitas diatas r tabel. Untuk

menentukan r tabel menggunak rumus degree of freedom yaitu

df =N−2 dengan signifikansi 5%. N merupakan jumlah responden

sehingga didapatkan hasil df =10−2=8. Lalu kita lihat tabel pearson

product moment. Berdasarkan kriteria dengan ketentuan df yang sudah

didapat (df= 8 dengan signifikasi 5%) dan dengan melihat tabel r,

dapat disimpulkan bahwa r tabel adalah 0,631 dan berdasarkan r

hitung. Jika r hitung > 0,631 berarti pertanyaan valid.

No r r Keterangan
tabel hitun
g
1 0,631 0,803 Valid
2 0,631 0,673 Valid
3 0,631 0,803 Valid
4 0,631 0,831 Valid
5 0,631 0,672 Valid
6 0,631 0,669 Valid
7 0,631 0,664 Valid
Berdasarkan dari perhitungan validasi maka diperoleh corelasi pertanyaan

no 1-7 valid.

3.6.4 Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa


suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai

62
63

alat pengumpul data, karena instrument tersebut sudah baik.


Instrument yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan
responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu (Arikunto,
2006). Untuk mencapai reliabilitas, dilakukan dengan menggunakan
uji reliabilitas dengan metode alpha cronbach diukur berdasarkan
skala alpha cronbach 0 sampai 1 dengan bantuan SPSS versi 16.
Untuk mengetahui kategori koefisien reliabelitas (Guilford, 1987).
sebagai berikut :

1. 0,80 - 1 = Reliabilitas sangat tinggi

2. 0,60 – 0,80 = Reliabilitas tinggi

3. 0,40 - 0,60 = Reliabilitas sedang

4. 0,20 - 0,40 = Reliabilitas rendah

5. -1,00 - 0,20 = Reliabilitas sangat rendah (tidak reliable)

Hasil uji reliabilitas kepatuhan diet menunjukkan nilai

reliabilitas 0,818 yang menunjukkan reliabel sangat tinggi artinya

memiliki kehandalan dan dapat digunakan.

3.6.5 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Jabon Kabupaten Mojokerto.

Penelitian ini dimulai pada minggu pertama tanggal 02 Maret 2020.

3.6 Pengolahan Data

Pengolahan data adalah tahap inti kesekuruhan proses pengolahan data

dan informasi penelitian kuantitatif [ CITATION Mul141 \l 1057 ].

3.6.1 Editing

63
64

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul [ CITATION Ali101 \l 1057

]. Editing pada penelitian ini meliputi melakukan pengecekan kembali

jawaban responden apakah masih ada pertanyaan yang belum terjawab

oleh responden untuk diberikan kembali keresponden pada saat

pengumpulan kuisoner.

3.6.2 Coding

Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk kalimat

atau huruf menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2010).

1. Umur

a. Usia pertengahan 45-59 tahun kode 1

b. Lanju usia 60-74 tahun kode 2

c. Lanjut usia tua 75-90 tahun kode 3

d. Usia sangat tua 90 tahun ke atas kode 4

2. Jenis kelamin

a. Laki- laki kode 1

b. Perempuan kode 2

3. Pendidikan

a. Tidak tamat SD kode 1

b. SD kode 2

c. SMP kode 3

d. SMA kode 4

64
65

e. Perguruan tinggi kode 5

4. Riwayat Pekerjaan

a. Wiraswasta kode 1

b. TNI kode 2

c. IRT kode 3

d. Buruh/Tani kode 4

e. PNS kode 5

f. Pedagang kode 6

5. Memperoleh informasi dari petugas kesehatan

a. Pernah kode 1

b. Tidak pernah kode 2

3.6.3 Scoring

Scoring merupakan kegiatan memberikan penilaian pada masing-

masing variabel dan intreprestasi hasil (Notoatmodjo, 2010).

1. Pengukuran kepatuhan diet

Untuk scoring kuisioner kepatuhan diet sebagai berikut :

Selalu :4

Sering :3

Jarang :2

Tidak pernah : 1

Cara pengukuran dukungan keluarga menggunakan rumus :

f
P = n x 100%

65
66

Keterangan

P : Nilai akhir (konversi)

F : Nilai didapat

N : Nilai maksimal

Pada setiap soal yang berjumlah 6 soal, kemudian peneliti

menjumlahkan skor jawaban untuk mengetahui kepatuhan diet dan

akan di ukur dengan menggunakan cara penilaian sebagai berikut:

1. patuh, jika : 76-100%

2. cukup patuh, jika : 56-75%

3. kurang patuh, jika : ≤55%

3.6.4 Tabulating

Tabulating adalah membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan

penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti. Setelah seluruh data

dikumpulkan, diperiksa kelengkapannya, dimasukkan dalam distribusi

frekuensi, yaitu melalui pengelompok data menjadi kelompok dalam

suatu format yang disebut tabel frekuensi. Hasil penelitian ini

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, kemudian diberi

interpretasi atas data tersebut berdasarkan variabel yang diteliti sesuai

dengan kriteria [ CITATION SNo12 \l 1057 ]. Interpretasi presentase

adalah sebagai berikut :

100% : Seluruhnya

76-99% : Hampir seluruhnya

51-75% : Sebagian besar

66
24

67

50% : Setengah

26-49% : Hampir setengah

1-25% : Sebagian kecil


0% : Tidak satupun [ CITATION SAr12 \l 1057 ]

3.6.5 Analisa Data

Uji statistik menggunakan Korelasi Sperman dengan bantuan

komputerisasi SPSS Versi 16.0 (Sugiyono, 2019). Adapun

kesimpulan dari uji tersebut adalah :

a) Jika ρ value < α maka Ho ditolak dan Hi diterima yakni ada

Hubungan Gender, Pekerjaan dengan Kepatuhan diet pada lansia

Gout Athritis di Desa Jabon kabupaten Mojokerto

b) Jika ρ value > α maka Ho diterima dan Hi ditolak yakni tidak ada

Hubungan Hubungan Gender, Pekerjaan dengan Kepatuhan diet

pada lansia Gout Athritis di Desa Jabon kabupaten Mojokerto

c) Hasil uji Spearman Rho menunjukkan bahwa pvalue =0,000 atau

kurang dari α (0,05), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima yang

artinya ada hubungan antara Gender, Pekerjaan dengan Kepatuhan

diet di Desa Jabon Kabupaten Mojokerto.

3.7 Etika Penelitian

Saat akan melaksanakan kegiatan penelitian untuk pengambilan

data,peneliti mengajukan permohonan ijin tertulis berupa surat ijin

penelitian berkop STIKES Bina Sehat PPNI yang membawahi peneliti.

67
68

Etika penelitian yang merupakan standar etika dalam melakukan penelitian

sebagaimana dikemukakan oleh Polit dan Beck [ CITATION Sar08 \l 1057 ]

antara lain:

1) Prinsip manfaat

Prinsip ini mengharuskan peneliti untuk memperkecil resiko dan

memaksimalkan manfaat.Penelitian terhadap manusia diharapkan dapat

memberikan manfaat untuk kepentingan manusia secara individu atau

masyarakat secara keseluruhan. Prinsip ini meliputi hak untuk

mendapatkan perlindungan dari kejahatan dan kegelisahan dan hak untuk

mendapatkan perlindungan dari eksploitasi.

2) Prinsip menghormati martabat manusia

Prinsip ini meliputi:

a) Hak untuk menentukan pilihan

Hak untuk memutuskan dengan sukarela apakah ikut ambil bagian

dalam suatu peneltian tanpa resiko yang merugikan. Hak ini meliputi

hak untuk mendapat pertanyaan, mengungkapkan keberatan, dan

menarik diri.

b) Hak mendapatkan data lengkap

Menghormati martabat manusia meliputi hal-hak masyarakat

untuk memberi informasi, keputusan sukarela tentang keikutsertaan

penelitian yang memerlukan ungkapan data lengkap.

3) Prinsip keadilan

68
69

Prinsip ini bertujuan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia

dengan menghargai hak-hak memberikan perawatan secara adil, dan hak

untuk menjaga privasi manusia. Masalah etika penelitian yang harus

diperhatikan dalam melakukan penelitian menurut [ CITATION Hid07 \l

1057 ] antara lain :

1) Mengaplikasikan informed consent

Lembar persetujuan diberikan kepada lansia Gout arthritis yang akan

diteliti untuk bersedia menjadi responden. Peneliti menjelaskan

maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan.

2) Tidak mencantumkan nama (anonymity)

Dalam penelitian ini peneliti tidak memberikan atau mencantumkan

nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode

pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan

disajikan.

3) Kerahasiaan (confidentiallity).

Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian,naik informasi

maupun masalah-masalah lainnya. Informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

69
70

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian

dibagi menjadi data umum dan data khusus. Data umum menampilkan

karakteristik responden, yaitu umur, gender, pekerjaan, pendidikan dan informasi.

Data khusus adalah data tentang kepatuhan diet. Data – data tersebut di sajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 02-03 Maret 2020 di

Desa Jabon Kabupaten Mojokerto. Alamat Jalan Jendral Ach Yani no 95.

Kepala Desa Khairur Rozikin, Perawat Desa Merry. Di Desa Jabon di bagi

menjadi 6 Dusun.

4.1.2 Data Umum

4.1.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tanggal 02-03 Maret

2020 Umur Responden di Desa Jabon Kabupaten

Mojokerto

No Umur Frekuensi Prosentase (%)


1 45-58 Tahun 21 32,8

2 60-74 Tahun 43 67,2

Total 64 100

Sumber: Data Primer Tahun 2020

70
71

Berdasarkan Tabel 4.1 Menunjukkan karakteristik responden

berdasarkan umur di dapatkan responden berusia 60-74 Tahun sebanyak

43 responden (67,2%).

4.1.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Gender

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tanggal 02-03 Maret

2020 Gender Responden di Desa Jabon Kabupaten

Mojokerto.

No. Gender Frekuensi Prosentase


(%)
1 Laki-laki 28 43,8
2 Perempuan 36 56,8
Total 64 100
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas didapatkan data bahwa sebagaian

besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 36 responden

(56,8%).

4.1.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tanggal 02-03 Maret

2020 Pekerjaan Responden di Desa Jabon Kabupaten

Mojokerto.

No Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%)


1 Wiraswasta 7 10,9
2 TNI 9 14,1
3 IRT 21 32,8
4 Tani 8 12,5
5 PNS 8 12,5
6 Pedagang 11 17,2
Total 64 100
Sumber: Data Primer Tahun 2020

71
72

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas didapatkan data bahwa sebagian

besar responden bekerja sebagai IRT yaitu sebanyak 21 responden

(32,8%).

4.1.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tanggal 02-03 Maret

2020 pendidikan Responden di Desa Jabon Kabupaten

Mojokerto.

No Pendidikan Frekuensi Prosentase(%)


1 Tidak tamat
SD 2 3,1
2 SD 12 18,8
3 SMP 30 46,9
4 SMA 12 18,8
5 Perguruan
tinggi 8 12,5
Total 64 100
Sumber: Data primer Tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas didapatkan data bahwa

sebagian besar responden pendidikan SMP yaitu sebanyak 30

responden (46,9%).

4.1.2 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tanggal 02-03 Maret

2020 informasi Responden di Desa Jabon Kabupaten

Mojokerto.

No Informasi Frekuensi Prosentase


(%)
1 Pernah 56 87,5
2 Tidak pernah 8 12,5
Total 64 100
Sumber: Data primer Tahun 2020

72
73

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas didapatkan data bahwa

sebagian besar responden informasi pernah yaitu sebanyak 56

responden (87,5%).

4.1.3 Data Khusus

4.1.3.1 Kepatuhan Diet

Tabel 4.6 Distribusi Respondn Berdasarkan Tanggal 02-03 Maret


2020 Kepatuhan Diet Di Desa Jabon Kabupaten
Mojokerto.

73
74

No Kepatuhan Frekuensi Prosentase


diet (%)
1 Kurang patuh 20 31.2
2 Cukup patuh 44 68.8
Total 64 100.0
Sumber: Data Primer Tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas di dapatkan data bahwa hampir

setengah responden menyatakan kepatuhan cukup yaitu sebanyak 44

responden (68,8%).

4.1.3.2 Hubungan Gender, Pekerjaan Dengan Kepatuhan Diet

Rendah Purin Pada Lansia Gout Atritis

` Tabel 4.7 Tabulasi Silang Hubunga Gender, Pekerjaan

Dengan Kepatuhan Diet di Desa Jabon Kabupaten

Mojokerto

N Gender Kepatuhan diet Total


o
Patuh Cukup Kurang
F % F % F % F %
1 Laki-laki 0 0 17 60,7 11 39,2 28 100
2 Perempuan 0 0 27 75 9 25 36 100
Total 0 0 44 68,75 20 31,25 64 100
Berdasarkan Tabel 4.7 di atas, diketahui bahwa dari 64

responden yang mengalami pada laki-laki cukup patuh sebanyak 17

responden (60,7%), kurang patuh sebanyak 11 responden (39,2%).

Perempuan yang cukup patuh sebanyak 27 responden (75%), dan yang

kurang patuh sebanyak 9 responden (25)

74
75

Hasil uji Spearman Rho menunjukkan bahwa pvalue =0,000

atau kurang dari α (0,05), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima yang

artinya ada hubungan antara Gender, Pekerjaan dengan Kepatuhan diet

di Desa Jabon Kabupaten Mojokerto. Hasil uji statistik menunjukkan

besarnya coefficient correlation yaitu sebesar 0,189 nilai ini

menunjukkan hubungan kedua variabel kuat artinya responden

pekerjaan dalam melaksanakan diet cenderung patuh dalam

melaksanakan diet.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Kepatuhan Diet

Hasil penelitian yang dilakukan di Di Desa Jabon Kabupaten

Mojokerto tentang kepatuhan diet menunjukan bahwa yang memiliki

kepatuhan cukup 64 responden (60%). Terutama tidak patuh dalam

mengkonsumsi makanan tinggi lemak sebanyak (59,37%).

Kepatuhan merupakan tingkat perilaku penderita gout arthritis

yang tertuju terhadap instruksi atau petunjuk yang diberikan dalam

bentuk terapi, baik diet, latihan, pengobatan [ CITATION Sta07 \l 1057 ].

Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan

kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan berdisiplin, hal ini sesuai

dengan hasil penelitian yang di dapat, bahwa responden menjalankan

diet rendah purin dengan menjauhi makanan-makanan mengandung

tinggi purin seperti jeroan, kacang-kacangan dan daging, mereka

berdisipilin dalam menjalankan dietnya (Pranoto, 2007). Penelitian

75
76

mengenai factor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dapat berasal

dari berbagai hal di antaranya adalah usia, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan,dan dukungan keluarga.

Factor pertama adalah usia. Berdasarkan Tabel 4.1 di dapatkan

bahwa seluruhnya responden berusia 45-58 tahun dan 60-74 tahun,

yaitu sebanyak 64 responden (100%). Secara global telah diprediksi

bahwa populasi lansia akan terus mengalami peningkatan dan masalah

umum yang dialami oleh lansia yaitu rentannya terhadap berbagai

penyakit degeneratif yang menyebabkan terjadinya penurunan daya

tahan tubuh salah satunya yang dialami lansia yaitu penyakit gout

arthritis (Sutiono & Hatmanti, 2016). Menurut teori (Nugroho, 2008)

bahwa proses penuaan, seseorang dapat mengalami berbagai perubahan.

Masa ini biasanya dihadapkan pada penurunan fungsi tubuh dan

meningkatnya sensitifitas emosional, seperti sedih, kecewa, rasa putus

asa dan harga diri rendah. Selanjutnya dengan adanya penurunan fungsi

tersebut biasanya merasa dirinya sudah tidak berguna lagi. Menurut

peneliti pada usia menua tidak dapat dipungkiri akan terjadi beberapa

penurunan fungsi, baik fisik, psikologis, maupun sosial sehingga dapat

mempengaruhi kesehatan. Penurunan fungsi tubuh menjadikan

terhambatnya proses pengobatan yang dilakukan pihak keluarga.

Sehingga segala sesuatu yang diberikan dan di informasikan kepada

lansia kurang dapat diterima dengan baik. Hal tersebut dapat

mempengaruhi tingkat kepatuhan diet pada lansia gout arthritis.

76
77

Factor kedua adalah jenis kelamin. Berdasarkan tabel 4.2 di

atas di dapatkan data bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 36 responden (56,8%). Hasil penelitian ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Setyoningsih, 2009) yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan

kejadian hiperurisemia pada pasien rawat jalan RSUP Dr. Kariadi

Semarang hal tersebut dikarenakan responden mengkonsumsi bahan

makanan yang mengandung purin dalam jumlah yang banyak.

Berdasarkan penelitian, masih terdapat responden yang sudah

menoupause memiliki tingkat asupan purin tinggi. pada usia lanjut

perempuan telah mengalami menopause sehingga hormon estrogen

menurun dan dapat mempengaruhi meningkatnya kadar asam urat.

Hormon estrogen ini berfungsi sebagai uricosuric agent, yaitu suatu zat

kimia yang berfungsi membantu eksresi asam urat melalui ginjal.

mereka saat dilakukan pemeriksaan (Maulidia Fitri, 2014). Pada

penelitian ini didapatkan bahwa Penyakit gout arhritis lebih banyak

terjadi pada lansia perempuan, jenis kelamin dapat mempengaruhi

dalam kepatuhan diet rendah purin.

Factor ketiga adalah pekerjaan. Berdasarkan tabel 4.3 di atas di

dapatkan data bahwa sebagian besar responden bekerja yaitu sebanyak

21 responden (32,8%). Pekerjaan merupakan tindakan yang dilakukan

oleh setiap orang sebagai suatu rutinitas dan kebiasaan setiap hari

dimana setiap tindakan tersebut mendapat penghargaan atau imbalan

77
78

baik berupa uang ataupun barang. Pekerjaan seseorang dapat

mempengaruhi tingkat kepatuhan orang tersebut [ CITATION Niv08 \l 1057

]. Saat bekerja akan kurang memperhatikan makanan yang di konsumsi

dan cenderung akan memakan makanan yang enak/mengandung tinggi

purin. hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan dapat mempengaruhi

tingkat kepatuhan seseorang.

Factor keempat adalah pendidikan. Berdasarkan tabel 4.4

diatas di dapatkan data bahwa sebagian besar responden berpendidikan

SMP yaitu sebanyak 30 responden (46,9%). Responden yang memiliki

tingkat pengetahuan yang tinggi sebagian besar memiliki kepatuhan

yang tinggi. Pendidikan menuntut manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi

sehingga meningkatkan pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan

seseorang maka akan memudahkan seseorang menerima informasi

sehingga meningkatkan kepatuhan (Niven, 2013). Hasil penelitian di

dapatkan sebagian responden yang memiliki kepatuhan diet kurang di

sebabkan oleh pendidikan responden yang rendah sebanyak 12

responden berpendidikan SD dan 30 responden berpendidikan SMP.

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi

cara berfikir responden dalam mengubah perilaku yang bertujuan

menjaga kesehatan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang kepatuhan

kurang lebih dominan dari pada kepatuhan cukup atau patuh. Bentuk

78
79

ketidak patuhan responden seperti lupa bahwa makanan yang di

konsumsi tersebut mengandung tinggi purin, tidak bisa menahan

keinginan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang enak atau yang

mengandung tinggi purin, lupa minum air yang cukup atau 2 liter/hari.

4.2.2 Hubungan Gender, Pekerjaan Dengan Kepatuhan Diet Rendah

Purin

Dari hasil didapatkan bahwa laki-laki cukup patuh sebanyak

17 responden (60,7%), kurang patuh sebanyak 11 responden (39,2%).

Perempuan yang cukup patuh sebanyak 27 responden (75%), dan yang

kurang patuh sebanyak 9 responden (25%).Gender merupakan salah

satu factor yang mempengaruhi kepatuha. Lansia dengan gout arhritis

di Desa Jabon Kabupaten Mojokerto cenderung dengan Gender tapi

ada juga sebagian Gender baik dan cenderung dengan kepatuhan diet

cukup dan sebagian ada yang kepatuhan diet kurang. Pada setiap

responden lansia dengan Gender kurang atau pun baik dan kepatuhan

cukup ataupun kurang, di dapatkan skor yang berbeda-beda. Pada masa

tua lansia akan berada dalam tahap penurunan fungsional organ biologis

maupun fisiologis tubuh, sehingga rentan terhadap berbagai penyakit

degeneratif yang menyebabkan terjadi penurunan daya tahan tubuh

salah satunya yaitu penyakit gout arthritis.

79
80

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada Tanggal 02

Maret 2020 di Desa Jabon Kabupaten Mojokerto dapat disimpulkan bahwa

Ada HubunganGender, Pekerjaan Dengan Kepatuhan Diet Rendah Purin Pada

80
81

Lansia gout arthritis . Hasil data yang di peroleh penelitian dari 64

responden dan diketahui bahwa sebagian besar lansia penderita gout arthritis

mendapatkan Gender Pekerjaan cukup dengan kepatuhan Diet yaitu laki-laki

17 responden (60,7%). Sedangkan perempuan cukup dengan kepatuhan diet

27 responden (75%) , pekerjaan IRT 14 responden(66,7%) cukup dengan

kepatuhan diet. Terutama pada kuisoner kepatuhan diet tidak patuh dalam

mengkonsums makanan tinggi lemak (59,37%).

Maka dalam penelitian ini ada hubungan antara Gende, Pekerjaan

dengan kepatuhan diet pada lansia gout arthritis. Menunjukan hubungan kuat

dan berkolerasi positif. semakin baik Gender, Pekerjaan maka semakin patuh

dalam kepatuhan dietnya dan sebaliknya semakin kurang Gender, Pekerjaan

maka semakin kurang patuh dalam menjalani kepatuhan dietnya, karena

dengan Gender, Pekerjaan yang kurang akan membuat individu merasa

kurang diperhatikan.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan (Perawat)

Perawat dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan

sehingga perawat dapat mengoptimalkan dalam memberikan pelayanan

berupa tindakan keperawatan yang komprehensif.

5.2.2 Bagi Lansia

81
82

Penderita gout arthritis yang diperlukan untuk dapat

meningkatkan informasi: seperti membaca buku kesehatan dan

menigkatkan wawasan/pengetahuan tentang pentingnya diet rendah

purin sehingga mereka akan termotivasi dan mematuhi makanan apa

saja yang dilarang sesuai petunjuk dari petugas kesehatan atau dokter.

5.2.3 Bagi Peneliti

Diharapkan peneliti dapat mempergunakan hasil penelitian ini

sebagai data awal dan selain masalah dukungan keluarga, peneliti

selanjutnya dapat mengidentifikasi faktor sosio demografi seperti usia,

pendidikan, pekerjaan, dll yang mempunyai kemungkinan berpengaruh

pada kepatuhan diet pada lansia gout arthritis

DAFTAR PUSTAKA

A. S. (2007). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta::


Rineka Cipta.

Boedhi, D. R. (2011). Buku Ajar Geriatic (IlmuKesehatanLanjutUsia) edisike – 4.


Jakarta: BalaiPenerbit FKUI.

82
83

Efendi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam


Keperawatan. Jakarta:: Salemba Medika.

Efendi, F. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam


Keperawatan. jakarta: Salemba Medika.

Iskandar junaidi. (2012). Pengenalan Pencegahan Dan Pengobatan. Jakarta PT Bhuana


Ilmu.

Martono, H. (2006). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) : Olah Raga Dan
Kebugaran Pada Lanjut Usia. Jakarta: FKUI.

Maryam, R. S. (2008). Mengenal Usia lanjut dan Perawatannya. Jakarta:


Salemba Medika.

Miller TA Dimatteo MR. (2013). Treatment adherence in adolescence.In:


O'Donohue WT, Benuto LT, Tolle LW, editors. Handbook of Adolescent
Health Psychology. New York: NY:Springer.

Misnadiarly. (2007). Rematik: Asam Urat-Hiperurisemia, Arthiritis Gout. Jakarta:


Pustaka Obor Popular.

Mubarak. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar dan Teori. Jakarta::


Salemba Medika.

Mumpuni, d. Y. (2016). Cara Jitu Mengatasi Asam Urat. Yogyakarta: Andi


offset.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem.


Jakarta: EGC.

Niven. (2008). Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat Dan Profesional,.


Jakarta: EGC,.

Noor Helmi, Z. (2013). Buku Ajar Gangguan Muskuluskeletal. Jakarta: Medika


salemba.

Noviyanti. (2015). Hidup Sehat Tanpa Asam Urat. Yogyakarta:: Notebook.

Nugroho, W. (2008). Keperawatan gerontik dan geriatri. Jakarta: EGC.

Pranoto. (2007). Yogjakarta.: Ilmu Kebidanan: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo,.

Riset Kesehatan Dasar. (2018). Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan


Kementrian RI

83
84

Setyowati, S. &. (2008). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta:: Mitra


Cendikia.

Smart, a. (2010). Rematik dan Asam Urat. Yogyakarta: A+Plus Books.

Stanley. (2007). Buku Ajar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Soeroso. (2011). Asam Urat . Jakarta

Zairin. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal/Zairin Noor. Jakarta:


Salemba Medika.

84
85

Lampiran 1

85
86

Lampiran 2

86
87

Lampiran 3

87
88

Lampiran 4

88
89

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Dengan hormat,

Yang bertandatangan di bawah ini, mahasiswa Program Studi S1

Keperawatan STIKES BinaSehat PPNI KabupatenMojokerto:

Nama : Lutfy Ika Ayu M.M

NIM : 201807006

Akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Gender, Pekerjaan

Dengan Kepatuhan Diet Pada Lansia Gout Arthritis”.

Untuk kepentingan di atas, maka saya mohon kesediaan saudara untuk

menjadi responden dalam penelitian ini.

Demikian permohonan saya, atas kesediaan dan kerjasamanya, saya

sampaikan terimakasih.

Mojokerto, januari 2020

Hormat saya

Peneliti

Lampiran 5

89
90

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONCENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini

Kode responden :

Alamat :

Setelah mendapat penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian yang

diselenggarakan oleh mahasiswa STIKES Bina Sehat PPNI Kabupaten

Mojokerto, maka saya

( Bersedia / Tidak Bersedia* )

Untuk berperan serta sebagai responden.

Apabila sesuatu hal yang merugikan diri saya akibat penelitian ini, maka

saya akan bertanggung jawab atas pilihan saya sendiri dan tidak akan menuntut di

kemudian hari.

*) Coret yang tidak dipilih

Mojokerto, Januari 2020

Yang bersangkutan

Lampiran 6

90
91

Kisi-Kisi Kuisioner

No Variabel Indikator Jumlah Kunci Jawaban


soal
1 Kepatuhan 1. Protein hewani 1 Tidak pernah
diet 2. Makanan yang 1 Tidak pernah
harus dibatasi 1 Tidak pernah
3. Sayuran 1 Tidak pernah
4. Makanan 1 Tidak pernah
berlemak
5. Cara mengatur diet 1 Tidak pernah
rendah purin

Lampiran 7

91
92

Kuisoner Responden:

Petunjuk pengisian

Kuisoner ini terdiri dari berbagai pertanyaan yang mungkin sesuai dengan

pengalaman dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari. Terdapat 4 pilihan

jawaban yang disediakan untuk setiap pertanyaan yaitu:

1: Tidak pernah (TP)

2: Jarang (JR)

3: Sering (SR)

4: Selalu (SL)

Selanjutnya diminta untuk menjawab dengan cara memberi tanda () pada salah

satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman dalam menghadapi situasi

hidup sehari-hari.

Data umum

Data responden

Usia/umur :

45-59 tahun 75-90 tahun

60-74 tahun 90 tahun ke atas

Jenis kelamin :

Laki-laki Perempuan

Pendidikan :

Tidak tamat SD SMA

SD Perguruan tinggi

SMP

92
93

Riwayat Pekerjaan :

Wiraswasta Buruh/Tani

TNI PNS

IRT Pedagang

Apakah anda pernah memperoleh informasi tentang penyakit yang di derita saat

ini ?

Pernah Tidak pernh

Kuisioner Kepatuhan Diet Menurut (Purwanto, 20117).


Berikan tanda () pada daftar tabel dibawah ini yang bapak/ibu konsumsi dalam 7 hari yang
lalu.

SL SR JR TP
No Pertanyaan (Selalu) (Sering) (Jarang) (Tidak
Nilai 4 Nilai 3 Nilai 2 Pernah)
Nilai 1
1 Sayatidak mau menaati aturan makanan yang
sesuai anjuran dokter atau petugas kesehatan
yang lain
2 Saya makan tepat waktu sesuai jadwal yang
sudah di konsultasikan oleh dokter atau petugas
kesehatan
3 Saya setiap hari mengkonsumsi kacang-
kacangan dan biji-bijian dalam jumlah banyak
4 Saya setiap hari mengkonsumsi makan yang
mengandung minyak/ tinggi lemak seperti
jeroan, usus,daging sapi
5 Saya memasak makanan dengan merebus,
mengkukus, dan menumis supaya membatasi
memasak dengan minyak
6 saya setiap membatasi makanan tinggi lemak
seperti jeroan, bebek, sarden

7 Saya mengkonsumsi tempe dengan porsi sedikit

93
94

Total skor kepatuhan jika semua jawaban benar adalah 100%.

Berdasarkan sekor kepatuhan, kriteria penilaian kepatuhan:

5) Selalu (SL) : Nilai 4

6) Sering (SR) : Nilai 3

7) Jarang (JR) : Nilai 2

8) Tidak pernah (TP) : Nilai 1

Kriiteria:

4) Dikatakan patuh, jika 76-100%

5) Dikatakan cukup patuh, jika 56-75%

6) Dikatakan kurang patuh, jika ≤55%, [ CITATION Ari13 \l 1057 ]

94
Lampiran 8

HASIL UJI VALIDITAS DAN REHABILITAS

1. Uji validitas

a. Kuisoner Kepatuhan Diet

Correlations

x1.1 x1.2 x1.3 x1.4 x1.5 x1.6 x1.7 total_x1


x1.1 Pearson Correlation 1 .000 .047 .099 .136 .232 .127 .803
Sig. (2-tailed) 1.000 .897 .786 .707 .520 .726 .654
N 10 10 10 10 10 10 10 10
x1.2 Pearson Correlation .000 1 .349 .325 .000 .095 .000 .673
Sig. (2-tailed) 1.000 .323 .359 1.000 .793 1.000 .213
N 10 10 10 10 10 10 10 10
x1.3 Pearson Correlation .047 .349 1 .034 .188 .180 .132 .803
Sig. (2-tailed) .897 .323 .926 .602 .619 .716 .494
N 10 10 10 10 10 10 10 10
x1.4 Pearson Correlation .099 .325 .034 1 .066 .447 .645 .831
Sig. (2-tailed) .786 .359 .926 .857 .195 .044 .003

1
4

Perguruan
18 60 2 Laki-laki 1 PNS 5 Tinggi 5 Pernah 1
19 65 2 Laki-laki 1 TNI 2 SMA 4 Pernah 1
WIRASWAST
20 64 2 Perempuan 2 A 1 SMP 3 Tidak pernah 2
21 57 1 Perempuan 2 TANI 4 SMP 3 Pernah 1
Perguruan
22 61 2 Laki-laki 1 PNS 5 Tinggi 5 Pernah 1
23 63 2 Perempuan 2 PEDAGANG 6 SMP 3 Pernah 1
24 60 2 Laki-laki 1 TANI 4 SMP 3 Pernah 1
25 59 1 Perempuan 2 IRT 3 SD 2 Pernah 1
26 65 2 Laki-laki 1 PEDAGANG 6 SMP 3 Pernah 1
27 64 2 Perempuan 2 PEDAGANG 6 SMP 3 Pernah 1
28 60 2 Laki-laki 1 TNI 2 SMP 3 Pernah 1
29 61 2 Perempuan 2 IRT 3 SMA 4 Pernah 1
30 59 1 Laki-laki 1 TANI 4 SMP 3 Pernah 1
31 57 1 Perempuan 2 IRT 3 SMP 3 Pernah 1
32 58 1 Perempuan 2 IRT 3 SMA 4 Pernah 1
33 60 2 Perempuan 2 PEDAGANG 6 SMA 4 Pernah 1
34 63 2 Perempuan 2 PEDAGANG 6 SMP 3 Pernah 1
35 58 1 Laki-laki 1 PEDAGANG 6 SMP 3 Pernah 1
WIRASWAST
36 65 2 Laki-laki 1 A 1 SMP 3 Pernah 1
WIRASWAST
37 62 2 Laki-laki 1 A 1 SMA 4 Pernah 1
38 59 1 Perempuan 2 TANI 4 SMP 3 Pernah 1
5

Perguruan
38 60 2 Laki-laki 1 PNS 5 Tinggi 5 Pernah 1
Perguruan
40 60 2 Laki-laki 1 PNS 5 Tinggi 5 Pernah 1
41 62 2 Perempuan 2 IRT 3 SMP 3 Pernah 1
42 63 2 Laki-laki 1 TNI 2 SMA 4 Pernah 1
43 57 1 Perempuan 2 IRT 3 SD 2 Tidak pernah 2
44 62 2 Laki-laki 1 TANI 2 SMP 3 Pernah 1
45 58 1 Perempuan 2 PEDAGANG 6 SMP 3 Pernah 1
46 57 1 Perempuan 2 IRT 3 SD 2 Pernah 1
47 60 2 Perempuan 2 IRT 3 SMP 3 Pernah 1
Perguruan
48 60 2 Perempuan 2 PNS 5 Tinggi 5 Pernah 1
49 64 2 Laki-laki 1 TNI 2 SMA 4 Pernah 1
50 62 2 Laki-laki 1 TANI 4 SD 2 Pernah 1
51 63 2 Perempuan 2 IRT 3 SD 2 Pernah 1
52 64 2 Perempuan 2 IRT 3 SMP 3 Pernah 1
53 60 2 Laki-laki 1 TNI 2 SMA 4 Pernah 1
54 60 2 Laki-laki 1 TNI 2 SMA 4 Pernah 1
55 60 2 Perempuan 2 IRT 3 SMP 3 Pernah 1
WIRASWAST
56 64 2 Perempuan 2 A 1 SMP 3 Pernah 1
57 59 1 Perempuan 2 PEDAGANG 6 SMP 3 Pernah 1
58 57 1 Perempuan 2 PEDAGANG 6 SMP 3 Pernah 1
WIRASWAST
59 63 2 Laki-laki 1 A 1 SMP 3 Pernah 1
6

60 59 1 Laki-laki 1 PEDAGANG 6 SMP 3 Pernah 1


61 60 2 Laki-laki 1 PEDAGANG 6 SMP 3 Pernah 1
62 59 1 Perempuan 2 IRT 3 SMA 4 Pernah 1
63 57 1 Perempuan 2 IRT 3 SD 2 Pernah 1
Perguruan
64 60 2 Perempuan 2 PNS 5 Tinggi 5 Pernah 1

Coding

1. Umur:
a. 45-59 Thun =1
b. 60-74 Tahun =2
2. Gender :
a. Laki-laki =1
b. Perempuan =2
3. Pendidikan :
a. Tidak tamat SD = 1
b. SD =2
c. SMP =3
d. SMA =4
e. Perguruan Tinggi = 5
7

4. Riwayat Pekerjaan :
a. Wiraswasta =1
b. TNI =2
c. IRT =3
d. Buruh/ Tani =4
e. PNS =5
f. Pedagang =6
5. Infornasi tentang penyakit :
a. Pernah =1
b. Tidak Pernah =2
Lampiran 10

Tabel Distribusi Frekuensi Data Umum

Statistics
Umur Gender Pekerjaan Pendidikan Informasi
N Valid 64 64 64 64 64
Missing 0 0 0 0 0

Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 45-58 tahun 21 32.8 32.8 32.8
60-74 tahun 43 67.2 67.2 100.0
Total 64 100.0 100.0

Gender
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 28 43.8 43.8 43.8
Perempuan 36 56.2 56.2 100.0
Total 64 100.0 100.0

Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Wiraswasta 7 10.9 10.9 10.9
TNI 9 14.1 14.1 25.0
IRT 21 32.8 32.8 57.8
Tani 8 12.5 12.5 70.3
PNS 8 12.5 12.5 82.8
Pedagang 11 17.2 17.2 100.0
Total 64 100.0 100.0

1
3

Kepatuhan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang Patuh 20 31.2 31.2 31.2
Cukup patuh 44 68.8 68.8 100.0
Total 64 100.0 100.0
Lampiran 11

Hasil tabulasi data khusus

1. Kuisoner Kepatuhan Diet

NO.RE X X.TOTA XTOTA PROSENTAS


S X1 X2 X3 4 X5 X6 X7 L L E

KURANG
1 2 3 2 1 2 2 3 15 28 100 54 PATUH 1

CUKUP
2 2 3 2 2 3 1 3 16 28 100 57 PATUH 2

CUKUP
3 2 2 3 3 2 2 3 17 28 100 61 PATUH 2

KURANG
4 1 3 1 1 2 2 4 14 28 100 50 PATUH 1

KURANG
5 1 3 2 1 2 1 3 13 28 100 46 PATUH 1

KURANG
6 2 2 1 2 2 1 3 13 28 100 46 PATUH 1

7 1 3 3 2 2 1 4 16 28 100 57 CUKUP 2

1
3

PATUH

CUKUP
18 2 4 1 2 4 2 2 17 28 100 61 PATUH 2

CUKUP
19 2 4 2 2 1 1 4 16 28 100 57 PATUH 2

CUKUP
20 4 3 1 2 2 1 4 17 28 100 61 PATUH 2

CUKUP
21 4 2 1 2 3 2 2 16 28 100 57 PATUH 2

CUKUP
22 3 4 1 2 4 1 1 16 28 100 57 PATUH 2

CUKUP
23 3 3 2 1 3 1 4 17 28 100 61 PATUH 2

CUKUP
24 3 2 1 2 3 1 4 16 28 100 57 PATUH 2

KURANG
25 2 3 2 1 2 2 3 15 28 100 54 PATUH 1

CUKUP
26 2 3 2 2 3 1 3 16 28 100 57 PATUH 2

27 2 2 3 3 2 2 3 17 28 100 61 CUKUP 2
4

PATUH

KURANG
28 1 3 1 1 2 2 4 14 28 100 50 PATUH 1

KURANG
29 1 3 2 1 2 1 3 13 28 100 46 PATUH 1

KURANG
30 2 2 1 2 2 1 3 13 28 100 46 PATUH 1

CUKUP
31 1 3 3 2 2 1 4 16 28 100 57 PATUH 2

CUKUP
32 2 4 1 2 4 2 4 19 28 100 68 PATUH 2

CUKUP
33 4 4 1 1 1 2 4 17 28 100 61 PATUH 2

KURANG
34 2 2 2 1 1 1 3 12 28 100 43 PATUH 1

CUKUP
35 2 3 2 1 2 2 3 17 28 100 61 PATUH 2

CUKUP
36 4 3 1 2 3 1 3 17 28 100 61 PATUH 2

37 3 3 1 2 3 1 4 17 28 100 61 CUKUP 2
5

PATUH

CUKUP
38 3 4 2 1 2 1 3 16 28 100 57 PATUH 2

KURANG
39 4 3 1 1 1 1 3 14 28 100 50 PATUH 1

CUKUP
40 3 2 2 3 3 2 4 19 28 100 68 PATUH 2

CUKUP
41 3 4 4 1 2 1 4 19 28 100 68 PATUH 2

CUKUP
42 2 4 1 2 4 2 2 17 28 100 61 PATUH 2

CUKUP
43 2 4 2 2 1 1 4 16 28 100 57 PATUH 2

CUKUP
44 4 3 1 2 2 1 4 17 28 100 61 PATUH 2

CUKUP
45 4 2 1 2 3 2 2 16 28 100 57 PATUH 2

CUKUP
46 3 4 1 2 4 1 1 16 28 100 57 PATUH 2

47 3 3 2 1 3 1 4 16 28 100 57 CUKUP 2
6

PATUH

CUKUP
48 3 2 1 2 3 1 4 16 28 100 57 PATUH 2

KURANG
49 2 3 2 1 2 2 3 15 28 100 54 PATUH 1

CUKUP
50 2 3 2 2 3 1 3 16 28 100 57 PATUH 2

CUKUP
51 2 2 3 3 2 2 3 17 28 100 61 PATUH 2

KURANG
52 1 3 1 1 2 2 4 14 28 100 50 PATUH 1

KURANG
53 1 3 2 1 2 1 3 13 28 100 46 PATUH 1

KURANG
54 2 2 1 2 2 1 3 12 28 100 43 PATUH 1

CUKUP
55 1 3 3 2 2 1 4 16 28 100 57 PATUH 2

CUKUP
56 2 4 1 2 4 2 4 19 28 100 68 PATUH 2

57 4 4 1 1 1 2 4 17 28 100 61 CUKUP 2
7

PATUH

KURANG
58 2 2 2 1 1 1 3 12 28 100 43 PATUH 1

KURANG
59 2 3 2 1 2 2 3 15 28 100 54 PATUH 1

CUKUP
60 4 3 1 2 3 1 3 17 28 100 61 PATUH 2

CUKUP
61 3 3 1 2 3 1 4 16 28 100 57 PATUH 2

CUKUP
62 3 4 2 1 2 1 3 16 28 100 57 PATUH 2

KURANG
63 4 3 1 1 1 1 3 14 28 100 50 PATUH 1

CUKUP
64 3 2 2 3 3 2 4 19 28 100 68 PATUH 2

Coding Kuisoner Kepatuhan Diet :


8

a. Tidak Pernah =1
b. Jarang =2
c. Sering =3
d. Selalu =4

a. Kurang Patuh =1
b. Cukup Patuh =2
c. Patuh =3
Lampiran 12

Tabel Distribusi Frekuensi Data Khusus

Gender Pekerjaan Kepatuhan_diet


Spearman's rho Gender Correlation
1.000 .080 .153
Coefficient
Sig. (2-tailed) . .532 .228
N 64 64 64
Pekerjaan Correlation
.080 1.000 .189
Coefficient
Sig. (2-tailed) .532 . .135
N 64 64 64
Kepatuhan_diet Correlation
.153 .189 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .228 .135 .
N 64 64 64

Lampiran 13

1
2

Dokumentasi Penelitian
3

Anda mungkin juga menyukai