Anda di halaman 1dari 15

VOLUNTARY INSTRUMENT PADA KEBIJAKAN PENGELOLAAN

SAMPAH DI TPA BANTARGEBANG


Chrecencya Ekarishanti, Kismartini

Departemen Administrasi Publik


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro
Jalan Profesor Haji Soedarto, Sarjana Hukum Tembalang, Semarang Kotak Pos 1269
Telepon (024) 7465407 Faksimile (024) 7465405
Laman: www.fisip.undip.ac.id Email: fisip@undip.ac.id

ABSTRAK
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah
sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Kebijakan pengelolaan sampah di
TPA Bantargebang sebagai tempat pemrosesan akhir yang dikelola oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta membawa tanggung jawab pemerintah untuk memberikan pelayanan
publik dalam pengelolaan sampah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini menggunakan teori
instrumen kebijakan milik Howlett & Ramesh serta teori faktor pendukung dan
penghambat berjalannya peran oleh Horton & Hunt. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
peran dari voluntary instruments pada kebijakan pengelolaan sampah di TPA Bantargebang
dapat terlihat dari kegiatan berikut: 1) pengurangan sampah, 2) penanganan sampah, 3)
pendidikan dan pelatihan 4) penelitian dan pengembangan, 5) sosialisasi, 6) advokasi, 7)
kemitraan dan 8) pendanaan. Di dalam menjalankan perannya, voluntary instruments yang
terdiri dari family & community, voluntary organizations, dan private market menemui
faktor pendukung, yaitu kompetensi, sosialisasi serta perilaku peran dalam pengelolaan
sampah. Selain itu, terdapat faktor penghambat yaitu adanya konflik peran, masa peralihan
peran dan ketidakcocokan peran dalam menjalankan pengelolaan sampah. Saran yang dapat
diberikan adalah pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah, inisiasi dan aktivasi
beberapa peran yang dimiliki agar turut berkontribusi secara masif dalam pengelolaan
sampah, pemahaman terhadap urgensi pengelolaan sampah kepada seluruh pihak yang
terlibat.

Kata Kunci: Pengelolaan Sampah, TPA Bantargebang, Voluntary Instruments, Peran

1
ABSTRACT
Waste management is all activities carried out in handling waste from the time it is
generated until the final disposal. The waste management policy at the Bantargebang
landfill as the final processing site managed by the DKI Jakarta Provincial Government
carries the government's responsibility to provide public services in waste management.
The method used in this research is a qualitative method with a descriptive approach. This
study uses the theory of Howlett & Ramesh's policy instruments and the theory of
supporting and inhibiting factors in the role by Horton & Hunt. The results showed that the
role of voluntary instruments in waste management policies in Bantargebang landfill can
be seen from the following activities: 1) waste reduction, 2) waste management, 3)
education and training 4) research and development, 5) socialization, 6) advocacy, 7)
partnerships and 8) funding. In carrying out its role, voluntary instruments consisting of
family & community, voluntary organizations, and private markets meet supporting factors,
namely competence, outreach and role behavior in waste management. In addition, there
are inhibiting factors such as role conflict, role transition and role mismatch in carrying
out waste management. Suggestions that can be given are the procurement of facilities and
infrastructure for waste management, the initiation and activation of some of the roles that
are held in order to contribute massively to waste management, understanding the urgency
of waste management to all parties involved

Key Words: Waste Management, Bantargebang Landfill, Voluntary Instruments, Roles

2
PENDAHULUAN beragam, antara lain, sampah kemasan

Sebagian besar sampah di Indonesia yang berbahaya dan atau sulit diurai oleh
kurang begitu dimanfaatkan dan proses alam.
cenderung diangkut ke Tempat
Kondisi DKI Jakarta saat ini
Pembuangan Sementara (TPS) dan
memprihatinkan dilihat dari kepadatan
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
penduduk dengan pemukiman yang
sehingga hanya sebagian kecil dari
padat, di mana Jakarta menjadi titik pusat
sampah yang dikonversikan menjadi
arus urbanisasi. Paradigma baru
komoditas yang memiliki nilai ekonomi
memandang sampah sebagai sumber daya
lebih. Implikasinya kebanyakan sampah
yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat
yang dikirim ke TPA sekitar 60% dari
dimanfaatkan, misalnya untuk energi,
TPA di Indonesia akan mencapai batas
kompos, pupuk ataupun untuk bahan
maksimum pada tahun 2015
baku industri. Pengelolaan sampah
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2008).
dengan paradigma baru tersebut
Fenomena tersebut yang juga dilakukan dengan kegiatan pengurangan
dialami oleh Pemerintah Provinsi DKI sampah yang meliputi kegiatan
Jakarta. Dengan jumlah penduduknya pembatasan, penggunaan kembali dan
yang mencapai 10.177.924 orang di tahun pendauran ulang, serta kegiatan
2015 dan laju pertumbuhan penduduk penanganan sampah yang meliputi
1,02% tiap tahunnya membuat kota ini pemilahan, pengumpulan, pengolahan
tidak lepas dari timbunan sampah yang dan pemrosesan akhir.
semakin hari semakin menggunung.
Dalam rangka menyelenggarakan
Dengan bertambahnya jumlah penduduk
pengelolaan sampah secara terpadu dan
di DKI Jakarta, maka dengan demikian
komprehensif, pemenuhan hak dan
pula akan terjadi peningkatan volume
kewajiban masyarakat, serta tugas dan
sampah. Hal ini tentunya disebabkan oleh
wewenang pemerintah daerah untuk
pola konsumsi masyarakat yang
melaksanakan pelayanan publik,
memberikan kontribusi dalam
diperlukan payung hukum dalam bentuk
menimbulkan jenis sampah yang semakin
Peraturan Daerah. Sebelumnya, Indonesia

3
pun telah memiliki undang-undang yang
mengatur tentang pengelolaan sampah,
yaitu Undang-Undang Nomor 18 tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Pengaturan hukum pengelolaan sampah
di Provinsi DKI Jakarta juga dibentuk
dan ada dalam Peraturan Daerah No 3
Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah
yang dibentuk berdasarkan asas tanggung
Oleh karena itu, kondisi
jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat,
pengelolaan sampah di TPA
asas keadilan, asas kesadaran, asas
Bantargebang saat ini berdasarkan
kebersamaan, asas keselamatan, asas
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta
keamanan dan asas nilai ekonomi.
Nomor 3 Tahun 2013 tentang

Masyarakat dalam mengelola Pengelolaan Sampah dan adanya

sampah masih bertumpu pada pendekatan instrumen lain yang terlibat dalam

akhir yaitu sampah dikumpulkan, kebijakan pengelolaan sampah selain


diangkut dan dibuang ke TPA. Jumlah peraturan daerah yang dimiliki oleh DKI

sampah yang dihasilkan DKI Jakarta Jakarta, yaitu instrumen sukarela

sebanyak 6500 – 7000 ton per hari dan (voluntary instruments). Instrumen

apabila diakumulasikan dalam kurun sukarela ini dapat berasal dari keluarga,

waktu tiap tahunnya mencapai 2 juta ton. organisasi sosial dan perusahaan swasta.
Sampah yang tidak dapat ditangani hanya
METODE PENELITIAN
akan berakhir ke TPA Bantargebang.
Tipe penelitian yang digunakan
Jumlah sampah plastik ini masih dinilai
adalah penelitian deskriptif kualitatif
sangat banyak, mengingat plastik tidak
yang bertujuan untuk memperoleh
mudah terurai, jika tidak dikelola di TPA
gambaran secara rinci mengenai keadaan
maka akan merusak ekosistem.
obyek atau subyek amatan dan
menghasilkan data berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan

4
perilaku yang dapat diamati (Singarimbun instrumen kebijakan menurut Howlett &
& Effendi, 2006). Penelitian ini Ramesh, terdapat 3 spektrum yang dilihat
digunakan untuk mengidentifikasi berdasarkan tingkat keterlibatan negara
pengelolaan sampah di TPA pada kebijakan, yaitu voluntary
Bantargebang, mengetahui peran instruments, mixed instruments dan
voluntary instruments dalam kebijakan compulsory instruments. Pada penelitian
pengelolaan sampah serta faktor ini, instrumen yang digunakan adalah
pendukung dan penghambat terhadap voluntary instruments yang memiliki
berperannya voluntary instruments pada karakteristik kecilnya peran keterlibatan
kebijakan pengelolaan sampah di TPA pemerintah dalam suatu kebijakan.
Bantargebang. Dalam menentukan Terdiri dari family & community,
informan, teknik yang dilakukan adalah voluntary organizations, private markets.
dengan teknik purposive sampling dan
Dalam menjalankan peran, tentu
snowball sampling. Sumber dan jenis data
akan ada berbagai faktor yang
terdiri dari data primer yaitu wawancara,
mempengaruhi. Baik faktor pendukung
observasi dan dokumentasi. Data
keberhasilan atau justru faktor
sekunder berasal dari jurnal, peraturan,
penghambat dalam peran. Faktor
buku dan website resmi.
pendukung peran menurut Horton &
KAJIAN TEORI Hunt (B. Horton & L. Hunt, 1999) antara
Menurut Howlett dan Ramesh (Howlett lain:
& Ramesh, 1995), instrumen kebijakan 1. Kompetensi, diperlukan dalam
juga disebut dengan perangkat kebijakan, keberhasilan pelaksanaan peran pada
di mana pemerintah berusaha untuk sejumlah perilaku yang saling
menempatkan kebijakan yang berlaku. berkaitan
Instrumen kebijakan dapat dikatakan 2. Sosialisasi, merupakan proses
sebagai portofolio dari cara yang mempelajari kebiasaan dan tata
dianggap memiliki kemungkinan untuk kelakuan untuk menjadi suatu bagian
mencapai tujuan tertentu melalui tindakan dari suatu masyarakat, sebagian besar
politis (Pratiwinegara, 2015). Dalam

5
adalah proses mempelajari perilaku menimbulkan perasaan tertekan.
peran. Pengelolaan sampah adalah
3. Perilaku peran, diartikan sebagai semua kegiatan yang dilakukan dalam
perilaku yang diharapkan dari menangani sampah sejak ditimbulkan
seseorang dalam suatu status tertentu, sampai dengan pembuangan akhir.
maka untuk perilaku peran adalah Menurut Undang-Undang Nomor 18
perilaku yang sesungguhnya dari Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
orang yang melakukan peran tersebut. adalah kegiatan yang sistematis,

Sedangkan untuk faktor yang dapat menyeluruh dan berkesinambungan yang


meliputi pengurangan dan penanganan
menghambat peran (role strain) antara
sampah. Secara sederhana, tahapan-
lain: tahapan dari penyelenggaraan teknik
operasional pengelolaan sampah kota
1. Role conflict, konflik yang terjadi
terdiri dari pengurangan dan penanganan
pada peran setidaknya ada dua
sampah. Kegiatan dalam pengurangan
macam, yaitu konflik antara berbagai
sampah antara lain pembatasan timbulan
peran dan konflik dalam satu peran
sampah, pendauran ulang sampah dan
tunggal.
pemanfaatan kembali sampah. sedangkan
2. Role transition, merupakan masa kegiatan dalam penanganan sampah
perubahan dari satu peran ke peran meliputi pemilahan, pengumpulan,
yang lain dan perlu kesiapan peran
pengangkutan, pengolahan dan
karena pengalaman belajar dari satu pemrosesan akhir.
status tidak dapat memberikan sikap Sampah adalah sisa kegiatan
dan nilai-nilai yang diperlukan untuk sehari-hari manusia dan/atau proses alam
mengisi peran berikutnya yang yang berbentuk padat. Sumber sampah
diharapkan akan dipangku seseorang. adalah asal timbulan sampah yang
3. Role distance, yaitu kesenjangan dihasilkan, sedangkan penghasil sampah
peran yang terjadi apabila seseorang adalah setiap orang dan/atau akibat proses
merasakan ketidakcocokan dalam alam yang menghasilkan timbulan
menjalankan peran yang biasanya sampah. Sampah dipisah berdasarkan

6
klasifikasinya untuk memudahkan pendauran ulang sampah, dan/atau
pengelolaan dan pengolahan sampah di pemanfaatan kembali sampah yang
setiap tahapan, dan biasanya secara garis dikenal secara luas sebagai 3R (Reduce,
besar sampah dibedakan menjadi tiga saja Recycle, Reuse). Sosialisasi pengurangan
yaitu sampah organik, anorganik, dan penggunaan plastik sudah dilakukan tidak
sampah B3 (Sejati, 2009). hanya oleh pemerintah melainkan dari
kelompok sukarela dan juga masyarakat
PEMBAHASAN
yang peduli terhadap sampah. Metode
A. Pengelolaan Sampah di TPA
pengurangan sampah juga menggunakan
Bantargebang
komposting yang nantinya diperkuat
Pertumbuhan penduduk, perkembangan
dengan Bank Sampah. Pemerintah juga
wilayah kota, serta perubahan pola
berencana untuk melakukan landfill
konsumsi masyarakat akan meningkatkan
mining yang berkelanjutan dengan
jumlah, jenis dan karakteristik sampah di
menjadikan sampah sebagai energi
provinsi DKI Jakarta. Pengelolaan
mengingat daya tampung TPA
sampah di DKI Jakarta sampai saat ini
Bantargebang yang diprediksi mencapai
masih mengandalkan sistem yang bersifat
kapasitas maksimum di tahun 2021.
konvensional yaitu kumpul-angkut-buang
Sampah yang tidak mampu terdaur ulang
dan bergantung pada TPA, sedangkan
harus dapat dimanfaatkan kembali secara
lahan TPA yang tersedia sangat terbatas
sehat dan aman bagi lingkungan. Dengan
bila dibandingkan dengan umur pakai.
PLTSa, maka pemerintah bertindak untuk
Dengan rata-rata jumlah sampah yang
memastikan pengurangan sampah dengan
setiap harinya mencapai 7000 ton dan
pendekatan teknologi dan sebagai bentuk
hampir sebagian besar dikirim ke TPA
kelanjutan waste to energy yang
Bantargebang.
dijalankan.
Peraturan Daerah Provinsi DKI
Penanganan sampah yang
Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang
terintegrasi bertujuan untuk
Pengelolaan Sampah menyebutkan bahwa
meminimalkan atau mengurangi sampah
pengurangan sampah dilakukan melalui
yang terangkut menuju TPA
kegiatan pembatasan timbulan sampah,
Bantargebang. Untuk pemilahan, terdapat

7
gerakan memilah sampah (GERMILAH) menggunakan metode lahan urug saniter
yang disosialisasikan ke masyarakat dan atau sanitary landfill.
penyediaan tong sampah pilah di berbagai
titik strategis. Pengumpulan dilakukan B. Peran Voluntary Instrument pada
dengan memperhatikan TPS yang ada Kebijakan Pengelolaan Sampah di
untuk menampung sampah dan kemudian TPA Bantargebang
pengangkutannya dilakukan dengan
Sebagai instrumen yang bergerak secara
sarana dan prasarana yang disesuaikan
sukarela, Howlett & Ramesh (1995:83)
dengan akses pengangkutannya dengan
berpendapat bahwa karakteristik dari
memperhatikan kondisi jalan dan jenis
instrumen sukarela adalah kecilnya peran
alat angkut yang akan digunakan. Saat ini
keterlibatan pemerintah dalam suatu
kondisi sampah yang jumlahnya semakin
kebijakan. Sehingga yang diharapkan
banyak belum dapat terolah sejak dari
adalah peran dari unit terkecil masyarakat
sumbernya, sehingga residu berakhir ke
yaitu keluarga, organisasi sukarela dan
TPA Bantargebang, oleh karena itu
juga pasar. Pemerintah memiliki
teknologi insenerasi dengan insenerator
perspektif bahwa dengan instrumen ini
digunakan untuk mengubah sampah
maka kebijakan dapat dilakukan dengan
menjadi energi.
baik.
Pada TPA, pemrosesan akhir
sampah dilakukan dengan metode Berdasarkan hal tersebut, maka
pengurugan (landfill). Hal tersebut ditemui beberapa instrumen yang
membuat pemerintah menyadari bahwa termasuk dalam voluntary instrument
kebutuhan lahan untuk TPA sangat pada kebijakan pengelolaan sampah di
diperlukan, maka pemerintah berusaha TPA Bantargebang, yaitu: PKK
untuk mengoptimalkan TPA yang sudah (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga),
ada agar dapat digunakan sebaik mungkin IPI (Ikatan Pemulung Indonesia), InSWA
dan dalam jangka waktu yang panjang. (Indonesia Solid Waste Association),
TPA Bantargebang sebagai fasilitas Bank Sampah dan Waste4Change. Peran
pemrosesan akhir sampah milik setiap instrumen dalam pengelolaan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah sampah tersebut kemudian disajikan

8
dalam tabel berikut untuk mengetahui sampah. Pengelolaan sampah di
peran yang dimiliki oleh setiap voluntary tingkat keluarga yang dianggap dapat
instrument yang bergerak pada kebijakan dimaksimalkan adalah pada
pengelolaan sampah di TPA komposting dan bank sampah.
Bantargebang.
b. Voluntary Organizations
Organisasi sukarela dalam kebijakan
pengelolaan sampah menjadi
penggerak dalam proses pengelolaan
sampah di masyarakat karena dalam
mengelola sampah yang ada di TPA
Bantargebang, diperlukan dukungan
dan kerjasama dari banyak pihak tidak
terkecuali organisasi sukarela yang
sifatnya lebih non-formal dan dapat
membantu melayani tujuan-tujuan
a. Family & Community kebijakan publik. Perannya ada dalam
Peran dan tanggungjawab dari kegiatan pengurangan dan
masyarakat dalam pengelolaan penanganan sampah, memiliki peran
sampah sudah dimulai sejak untuk memberikan pendidikan dan
pemilahan sampah di sumber, pelatihan, melakukan penelitian dan
menghindari membuang sampah di pengembangan, menjalankan
jalanan, dan mengirimkan sampah sosialisasi kepada masyarakat dan
sesuai dengan sistem pembuangan turut mengadvokasikan berbagai isu
dan pengangkutan sampah yang ada. tentang pengelolaan sampah. Di sisi
Keluarga dan masyarakat secara lain, hanya bank sampah yang
keseluruhan juga memiliki peran memiliki peran pendanaan untuk
dalam memberikan pendidikan primer operasional bank sampah dan
dan keterampilan tambahan bagi tabungan kepada nasabah. Peran
keluarganya mengenai pengelolaan organisasi sukarela juga tak jarang

9
masuk dalam sebagai kemitraan bagi 1. Family & Community
pihak lainnya dalam pengelolaan Faktor pendukung yang ditemui
sampah/ dalam instrumen ini didominasi oleh
hal-hal yang bersumber dari internal
c. Private Market
atau motif pribadi dan lingkungan,
Instrumen yang sangat
seperti: pelatihan dan pembinaan, bina
direkomendasikan dalam keadaan
suasana, trend ramah lingkungan.
tertentu karena caranya yang efektif
Sedangkan untuk faktor penghambat
dan efisien. Waste4Change
peran dari instrumen ini adalah: tidak
merupakan perusahaan wirausaha
tertarik menjadi kader lingkungan,
sosial (social enterprise) yang
ketidakpedulian karena merasa bukan
menyediakan jasa pengelolaan
urusannya dan perbedaan kondisi
sampah pribadi, baik untuk individu
kawasan tempat tinggal yang
maupun perusahaan yang dilakukan
membuat kesulitan menyampaikan
secara profesional dan bertanggung
informasi.
jawab. Dari 15 program yang dibuat
dan dijalankan oleh Waste4Change, 2. Voluntary Organizations
semuanya memiliki ciri khasnya Dari ketiga organisasi sukarela yang
masing-masing dan berperan dalam diteliti yaitu Ikatan Pemulung
pengurangan dan penanganan Indonesia (IPI), Indonesia Solid
sampah, mengadakan pendidikan & Waste Association (InSWA) serta
pelatihan, melakukan penelitian & Bank Sampah, maka dapat
pengembangan, serta menjadi mitra disimpulkan faktor pendukung dan
dari kliennya dan memperoleh penghambat yang ada dalam
keuntungan dari pendanaan atas menjalankan peran pengelolaan
layanan pengelolaan sampah yang sampah. Faktor yang mendukung:
disediakan. pelatihan dan keterampilan yang
diberikan, aktif mengikuti berbagai
C. Faktor Pendukung & Penghambat
seminar, diskusi dan kegiatan lainnya
Berjalannya Peran Voluntary
yang kemudian dapat menunjukkan
Instrument

10
tujuan yang dibawa oleh organisasi PENUTUP
sukarela dalam berperan untuk A. Kesimpulan
pengelolaan sampah. Untuk faktor Pengelolaan sampah di TPA
yang menghambat berjalannya peran Bantargebang dapat diketahui secara
antara lain: konflik karena perbedaan menyeluruh mulai dari hulu ke hilir.
peran dan pandangan, ketidaksiapan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai
untuk menghadapi kemungkinan lain pengelola TPA Bantargebang masih
yang terjadi, adanya perasaan tertekan berupaya untuk memanfaatkan teknologi
dan ketidakcocokan dalam berperan dan berbagai pendekatan terhadap seluruh
mengelola sampah. elemen masyarakat dan industri agar
dapat berperan dalam kegiatan yang
3. Private Market
meliputi pengurangan dan penanganan
Dukungan yang dimiliki dan
sampah. Keterbatasan lahan TPA yang
diperoleh instrumen ini dalam
tersedia dan usia pakai TPA yang tidak
menyelenggarakan pengelolaan
lama lagi membuat pemerintah berencana
sampah adalah: penguasaan teknik
melakukan landfill mining. Sampah yang
operasional terkait tata cara
masih tersisa di TPA kemudian akan
pengelolaan sampah, regulasi yang
dibakar untuk dijadikan energi pada
disampaikan dan membuat kesadaran
pembangkit listrik tenaga sampah
berbagai pihak meningkat, serta
(PLTSa).
berperilaku secara efektif dan efisien
Penanganan sampah yang
dalam pengelolaan sampah yang
terintegrasi bertujuan untuk
dijalankan agar sesuai visi. Hambatan
meminimalkan atau mengurangi sampah
yang dimulai dari tidak berjalannya
yang terangkut menuju TPA
faktor pendukung berjalannya peran
Bantargebang. Untuk pemilahan, terdapat
adalah: tidak tercapainya integrasi,
gerakan memilah sampah (GERMILAH)
ketidakjelasan peran antar institusi,
yang disosialisasikan ke masyarakat dan
ketidakcocokan pendanaan yang tidak
penyediaan tong sampah pilah di berbagai
menyeluruh dan menjadi tekanan bagi
titik strategis. Pengumpulan sampah
instrumen ini.
dilakukan dengan memperhatikan TPS

11
yang ada untuk menampung sampah. dengan sosialisasi dan edukasi ke
Masih banyak jumlah sampah yang masyarakat, sekolah-sekolah, dunia usaha
belum dapat terolah sejak dari dan berbagai pihak secara masif dan
sumbernya. disertai contoh bentuk kegiatan yang
Pada TPA, pemrosesan akhir sudah mulai menerapkan kumpul-pilah-
sampah dilakukan dengan metode olah dalam pengelolaan sampah.
pengurugan (landfill). Hal tersebut Pada tingkatan keluarga dan
membuat pemerintah menyadari bahwa masyarakat, perlu mengambil tindakan
kebutuhan lahan untuk TPA sangat untuk menjadi inisiator dalam
diperlukan, maka pemerintah berusaha pembentukan kader lingkungan sampai ke
untuk mengoptimalkan TPA yang sudah unit terkecil yaitu tingkat Rukun
ada agar dapat digunakan sebaik mungkin Tetangga (RT). Dengan adanya kader
dan dalam jangka waktu yang panjang. lingkungan maka diharapkan dapat
TPA Bantargebang sebagai fasilitas semakin memberikan pengaruh positif
pemrosesan akhir sampah milik terhadap aktivitas masyarakat dan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menstimulasi kesadaran masyarakat
menggunakan metode lahan urug saniter terhadap pengelolaan sampah. Ketika
atau sanitary landfill. kesadaran sudah tumbuh maka perubahan
sikap dan perilaku dalam mengelola
B. Saran
sampah akan terjadi.
Untuk dapat memaksimalkan peran
Organisasi sukarela yang
voluntary instruments dalam pengelolaan
menemui lebih banyak kendala dalam hal
sampah di TPA Bantargebang milik
operasional dihadapkan pada kondisi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
keterbatasan sumber daya yang dimiliki.
diperlukan beberapa upaya antara lain:
Oleh karena itu, pemerintah perlu
Mulai mengubah paradigma atau cara
memberikan bentuk perhatiannya atas
pandang terhadap pengelolaan sampah
kontribusi organisasi sukarela dalam
yang biasa dikenal masyarakat dengan
mengelola sampah yaitu dengan adanya
kumpul-angkut-buang menjadi kumpul-
apresiasi, pemberian subsidi serta bantuan
pilah-olah. Hal tersebut dapat dilakukan
sumber daya (fisik & non fisik). Hal ini

12
diperlukan untuk menunjang kegiatan sistem yang dijalankan pada bank
yang dijalankan oleh organisasi sukarela sampah.
mengingat kerelawanan sifatnya tidak Diperlukan adanya suatu petunjuk
dapat bertahan lama apabila dukungan teknis untuk pengelolaan sampah hingga
yang didapatkan minim. ke tingkat kabupaten dan kota, serta dari
Reaktivasi bank sampah yang peraturan tentang kebijakan pengelolaan
pasif agar dapat kembali berfungsi dan sampah yang ada saat ini juga perlu untuk
menjalankan perannya dalam pengelolaan disosialisasikan kepada masyarakat agar
sampah. Apabila bank sampah mengalami terjadi penguatan institusi di tingkat
kondisi stagnan tidak ada perkembangan, masyarakat baik dari tingkat RT, RW dan
maka intervensi pemerintah diperlukan Kelurahan.
untuk menindak dan menangani bank Koordinasi antar stakeholder
sampah tersebut. Bank sampah sebagai sangat diperlukan untuk mewujudkan
instrumen yang saat ini paling dekat pengelolaan sampah yang terpadu dan
dengan masyarakat dan mulai disadari bertanggungjawab. Adanya pembagian
keberadaan serta manfaatnya diharapkan wewenang yang jelas antara regulator
mampu berkembang tidak hanya secara yaitu pemerintah dengan operator dalam
kuantitas namun kualitas. pengelolaan sampah dapat membantu
Peran Waste4Change sebagai menciptakan manajemen persampahan
penyedia layanan pengelolaan sampah yang lebih professional. Dari hal tersebut,
swasta dapat mempengaruhi masyarakat diharapkan mampu meningkatkan peran
untuk mulai memilah sampah dan dan keterlibatan masyarakat dalam setiap
kemudian mengolahnya melalui proses yang ada pada kebijakan
Waste4Change. Namun sejauh ini pengelolaan sampah.
masyarakat belum memperoleh feedback Sampah yang berakhir di TPA
yang sesuai, sehingga perlu adanya Bantargebang seharusnya bisa
alternatif lain yang dapat membantu diminimalisir dengan adanya
pendanaan pengelolaan sampah lebih pengurangan sampah dari sumbernya,
menyeluruh dan berlanjut serta sehingga upaya yang dilakukan adalah
memberikan manfaat ekonomi seperti dengan pendekatan dari hulu yaitu

13
sumber-sumber sampah di kota Jakarta. voluntary instrument diharapkan
Mendorong masyarakat untuk dapat menghasilkan suatu kemandirian dalam
mendukung pengurangan sampah pengelolaan sampah yaitu pemberdayaan
memang penting, namun hal ini juga masyarakat.
perlu diiringi dengan kesiapan Kebijakan pengelolaan sampah
infrastruktur persampahan di lingkungan yang ada sebenarnya sudah cukup banyak
masyarakat. dan perlahan mulai mampu
Berdasarkan arus pergerakan mengakomodir berbagai permasalahan
sampah sejak dari sumber hingga menuju yang terjadi. Namun dalam
ke pemrosesan akhir, penanganan sampah pelaksanaannya, masih ditemui
di kota Jakarta seharusnya dilakukan kelemahan karena kebijakan hadir seolah
berjenjang mulai dari penanganan sampah hanya “menambal lubang” bukan
tingkat sumber, kawasan dan kota melalui menyelesaikan persoalan. Oleh karena itu
3R. Berbagai peran yang diemban oleh seluruh instrumen dalam kebijakan perlu
instrumen sebaiknya dapat dipersiapkan memahami tahapan agar kebijakan dapat
sejak awal mulai dari proses perencanaan, dijalankan dengan baik dan tepat.
sehingga tidak hanya diminta untuk turut
RUJUKAN
memantau di akhir saja dan kemudian
tidak dapat melakukan perbaikan sejak B. Horton, P., & L. Hunt, C. (1999).
dini. Sosiologi. Jakarta: Erlangga.
Strategi untuk mendukung Howlett, M., & Ramesh, M. (1995).
partisipasi masyarakat: dalam mengurangi Studying Public Policy: Policy
sampah adalah membuat program Cycles and Policy Subsystem (3 ed.).
pelatihan untuk memilah sampah rumah New York: Oxford University Press.
tangga, membuat informasi melalui media Pratiwinegara, A. I. (2015). Studi
dan kampanye, meningkatkan kembali Instrumen Kebijakan Gerakan
nilai manfaat lingkungan dan Terpadu Kesehatan, Ekonomi,
mengoptimalkan keberadaan bank Pendidikan, Lingkungan,
sampah serta fungsinya. Partisipasi dari Infrastruktur (GERDU KEMPLING)
instrumen kebijakan dalam hal ini Kelurahan Bulusan Kota Semarang.

14
1–9. Diambil dari
ejournal.undip.ac.id
Sejati, K. (2009). Pengolahan Sampah
Terpadu. Yogyakarta: Kanisius.
Singarimbun, M., & Effendi, S. (2006).
Metode dan Proses Penelitian.
Jakarta: Pustaka LP3ES.

15

Anda mungkin juga menyukai