1. Apa saja factor pelindung Kesehatan reproduksi remaja ?
Jawab : faktor pelindung reproduksi remaja adalah sebagai berikut : 1) Pengetahuan, yaitu hasil dari penginderaan ataupun hasil tahu seseorang terhadap obbjek melalui indera yang dimiliki (mata, hidung, telinga). Dalam hal ini hasil penginderaan sampai ke pengetahuan dipengaruhi oleh intensitas perhatiaan dan persepsi seseorang terhadap suatu objek. 2) Persepsi, yaitu proses pemahaman seseorang dalam memahami informasi lingkungnya proses pemahaman seseorang dapat dilakukan melalui proses pengelihatan, pendengaran, perasaan dan penciuman. 3) Kepercayaan, yaitu suatu hal yang penting untuk mengatur kompleksitas, membantu mengembangkan kapasitas aksi serta meningkatkan kolaborasi dan meningkatkan kemampuan pembelajaran. 4) Pengawasan orang tua, yaitu peran pengawasan orang tua akan berdampak positif untuk mencegah meningkatnya masalah remaja. 5) Teman sebaya, yaitu wadah bagi remaja untuk kecakapan sosial karena dalam kelompok teman sebaya dapat memberikan dapat memberikan bantuan dalam pengambilan keputusan. 6) Lingkungan sekolah, yaitu memiliki pengaruh yang cukup kuat bagi perkembangan remaja. Lingkugan sekolah meliputi segala benda hidup dan mati serta seluruh kondisi yang terdapat dalam lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program pendidikan dan membantu siswa yang ada didalamnya untuk mengembangkan potensi. 7) Pelayanan Kesehatan, yaitu pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu predisposing factors (faktor predisposisi), enabling factors (faktor peluang), dan faktor kebutuhan remaja. 8) Peraturan Perundangan atau Kebijakan Pemerintah, yaitu program dan kebijakan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia merupakan penjabaran dari visi program keluarga berencana nasional, yaitu mempersiapkan keluarga yang berkualitas dimulai sejak pranikah, pembuahan dalam kandungan hingga usia lanjut. 2. Bagaimana cara orang tua dalam memberikan Pendidikan reproduksi remaja ? Jawab : Cara orang tua dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi remaja dapat berupa : 1) Memulai sejak dini, yaitu pemberian pendidikan seksual diberikan sejak usia dini secara tidak langsung bukan merupakan reaksi dari pertanyaan yang diberikan oleh anak-anak. 2) Memberikan pendidikan kesehatan reproduksi sesuai dengan usia anak, yaitu saat anak beranjak usia 12-13 tahun, orang tua dapat memperkenalkan tentang menstruasi karena pada usia tersebut remaja perempuan akan mengalami proses tersebut sehingga orang tua dapat memberikan edukasi terkait hal-hal yang dapat harus dilakukan ketika menstruasi datang yangg ditinjau dari sisi kesehatan. 3) Orang tua sebaiknya menciptakan hubungan yang baik dengan anak, yaitu pendidikan kesehatan reproduksi yang disampaikan oleh orang tua secara terbuka dan menyampaikannya dengan cinta. 4) Menjadikan orang tua sebagai contoh suri teladan. 5) Tahu batas pendidikan kesehatan reproduksi. 6) Orang tua sebagai sumber utama pendidikan reproduksi remaja, yaitu orang tua dapat menempatkan diri sebagai pemberi pendidikan kesehatan reproduksi kepada anaknya. Selain itu, juga harus terbuka dan siap terhadap berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi (Handayani, 2009, p. 47-50). 3. Apa tujuan umum Pendidikan Kesehatan reproduksi remaja melalui metode teman sebaya ? Jawab : Tujuan umum pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui teman sebaya adalah untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran remaja tentang kesehatan reproduksi yang berperspektif gender secara benar dan proposional melalui pemberdayaan remaja itu sendiri, sehingga memiliki sikap, perilaku seksual, dan sosial yang sehat serta bertanggung jawab. 4. Apa saja factor risiko Kesehatan reproduksi remaja ? Jawab : Faktor Risiko Kesehatan Reproduksi Remaja : Keturunan, yaitu akan menrujuk pada faktor genetik seseorang. Karakteristik yang pada umumnya diturunkan dari orang tua, yaitu tinggi badan, bentuk wajah, tempramen, komposisi otot dan tingkat energ. Dan secara substansial perilaku seks yang menyimpang pada orang tua berkemungkinan besar untuk sama dengan anaknya. Lingkungan Sosial Ekonomi, yaitu di Indonesia, penilaian status sosial ekonomi dilakukan menggunakan data pengeluaran yang dipandang lebih tepat karena berdasarkan survey bahwa data pengeluaran lebh tepat dilapotkan dibandingkan penghasilan. Penerimaan lingkungan, yaitu Penerimaan didefinisikan sebagai sikap menerima orang lain digambarkan dengan sikap seseorang yang tidak memberi cup tertentu pada orang lain tersebut (Caroline, 1991). Lingkungan adalah dimana seseorang tumbuh dan dibesarkan, norma dalam keluarga, teman, kelompok sosial, dan pengaruh- pengaruh lainnya yang dialami seorang individu. Kepribadian, yaitu adalah sesuatu yang dapat diubah. Sigmund Freud menjelaskn bahwa kepribadian terdiri dati 3 sistem utama yang diantarannya id, ego, dan superego. Setiap tindakah yang kita lakukan beraal dari ketiga sistem tersebut. Perilaku, yaitu faktor kedua terbesar setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum, 1974 dalam Notoadmojo, 2003). Asupan seks dari media merupakan suatu kondisi remaja mendapatkan sesuatu secara terus menerus berupa sajian seksual berbentuk gambar dan tulisan. Jenis kelamin, yaitu data yang didapatkan dari penelitian di AS, menunjukkan bahwa faktanya remaja pria cenderung lebih awal melakukan perilaku seksual daripada remaja perempuan diberbagai kebudayaan termasuk Indonesia sendiri, sikap pria memang pada umunya lebih permisif dari wanita (Sarwono, 2002). 5. Apa saja perbedaan nilai seksual antara remaja laki-laki dan perempuan ? Jawab : Perilaku seks pria maupun wanita berbeda termasuk hormone-hormon yang terkandung dalam tubuh masing-masing dan fungsi organ seksnya juga berbeda. Perbedaan nilai seksual antara laki-laki dan wanita adalah : 1) Laki-laki lebih cenderung daripada wanita untuk menyatakan bahwa mereka sudah berhubungan sseks dan sudah aktif berperilaku seksual. 2) Remaja putri menghubungkan seks dengan cinta, alasan mereka untuk melakukan seks adlaah cinta. Sementara remaja pria cenderung ini jauh lebih kecil. 3) Sebagian besar dari hubungan seks remaja diawali dengan agresifitas pada remaja pria, selanjutnya remaja putrilah yang menentukan sampai batas mana agresifitas pria itu dapat dipenuhi. 4) Remaja pria cenderung menekan dan memaksa remaja putri mitranya untuk berhubungan seks, tetapi ia sendiri tidak memaksa.