Anda di halaman 1dari 26

Revolusi Haiti

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Sejarah
diampu oleh
Prof. Dr. Nana Supriatna, M.Ed.
Yeni Kurniawati, S.Pd. M.Pd. Dan
Wildan Insan Fauzi, M.Pd.

Disusun oleh

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya penyusuan dapat menyelesaikan tugas membuat makalah ini yang berjudul
“Revolusi Haiti 1791-1804”. Makalah ini membahas mengenai revolusi yang terjadi di Amerika
Latin, khususnya di negara Haiti. Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari
pemenuhan tugas pada mata kuliah Sejarah Peradabann Barat II: Amerika dan Australia.
Penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses
pembuatan makalah ini. Terutama kepada dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradabann
Barat II: Amerika dan Australia yang telah membimbing penyusun.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kekurangan dari makalah ini baik dari
segi tata bahasa maupun keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penyusun untuk menulis
makalah. Penyusun juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Oleh karena itu kritik dan saran pembaca sangat penyusun harapkan untuk perbaikan pada
penyusunan makalah selanjutnya.

Bandung, Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

A. Latar Belakang...............................................................................................4

B. Rumusan Masalah...........................................................................................5

C. Tujuan.............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6

A. Latar Belakang Terjadinya Revolusi Haiti 1791-1804...................................6

B. Proses Berjalanya Revolusi Haiti 13


C. Bertempur Sesama Kulit Hitam 9
D. HASIL REVOLUSI HAITI. 16
E. Dampak Revolusi Haiti 17
BAB III PENUTUP..............................................................................................11

A. Simpulan.......................................................................................................23

B. Saran.............................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jika di bandingkan dengan keadaan sekarang, Hispaniola merupakan nama
sebuah pulau yang terletak di pulau Karibia. Pulau ini di tempati oleh dua negara
yaitu, Haiti di sebelah barat dan Republik Dominika di sebelah timur. Haiti adalah
negara tempat orang-orang Negero berdiri untuk pertama kalinya. Haiti saat ini
adalah negara terbesar ketiga di Karibia, setelah Republik Dominika dan Kuba.
Keturunan budak Afrika merupakan 95% pupulasi Haiti. Haiti dalam sejarahnya
memiliki alur yang menarik untuk dikaji. Salah satunya, terlihat dari meskipun Haiti
berada di Kawasan Benua Amerika, mayoritas penduduk negara ini justru berasal dari
golongan kulit hitam. Kemerdekaan Haiti pada tahun 1804, telah menjadikan negara
kulit hitam pertama yang berdiri di luar Benua Afrika.
Sebelum mendapatkan kemerdekaannya. Menurut History World, History of
Dominican Republic bahwa berbeda dengan bagian barat pulau Hispaniola, status
negara Haiti dijajah oleh bangsa Prancis. Dalam sejaranhnya, dikatakan bahwa
penjajah prancis banyak mendatangkan dan mempekerjakan budak Afrika, dan
sampai pada akhir abad ke-18 terdapat kurang lebih 500.000 budak Afrika yang
menetap dan bekerja kepada kolonial Prancis di bagian barat pulau Hispaniola
(Silver. A, 2010)
Setelah bertahun-tahun bekerja sebagai budak kolonial Perancis, muncul
keinginan dari para budak Afrika untuk mendirikan negara mereka sendiri. Alhasil,
ketika kekuatan kolonial melemah, disebabkan gejolak revolusi yang terjadi di
Perancis pada tahun 1790-an, momentum tersebut dimanfaatkan oleh para budak
Afrika untuk melakukan pemberontakan terhadap Prancis atas segala perbudakan
yang dialami, sampai Haiti’ berhasil mendeklarasikan kemerdekaan mereka pada
tahun 1804. Demikian peristiwa sejak meletusnya pemeberontakan hingga berdirinya
negara Haiti dikenal dengan sebutan “Revolusi Haiti”.
Peristiwa revolusi Haiti yang memiliki sejarah awal dari perbudakan sampai
merdekanya negara tersebut melatarbelakang kami untuk mengangkatnya, dalam
penulisannya makalah ini terfocus pada kajian sejarah negara Haiti mulai dari latar
belakang terjadinya Revolusi Haiti, tokoh-tokoh yang berperan didalamnya, jalannya
Revolusi sampai adanya dampak dari setelah revolusi Haiti yang mempengaruhi
kedalam berbagai bidang seperti social, politik, dan ekonomi.

A. RUMUSAN MASALAH

Setiap penelitian selalu bertitik tolak dari adanya masalah yang dihadapi dan
yang perlu dipecahkan. Rumusan masalah hakekatnya merupakan generalisasi
diskriptif ruang lingkup masalah. Adanya rumusan masalah akan memudahkan dalam
memecahkan masalah yang muncul. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :

1. Mengapa Revolusi Haiti bisa terjadi?

2. Siapa sajakah tokoh-tokoh yang berperan penting dalam terjadinya Revolusi Haiti?

3. Bagaimanakah proses terjadinya Revolusi Haiti?

4. Bagaimana hasil dari Revolusi Haiti?

5. Apa saja dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya Revolusi Haiti?

B. Tujuan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kulia Sejarah Peradaban Barat II;
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana latar belakang terjadinya revolusi
Haiti;
3. Untuk mengettahui tokoh-tokoh penting dalam revolusi Haiti;
4. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana proses dari revolusi Haiti;
5. Untuk mengetahui hasil dari Revolusi Haiti; dan
6. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana dampak yang ditimbulkan dari revolusi
Haiti.
BAB II

PEMBAHASAN

Latar Belakang Terjadinya Revolusi Haiti 1791-1804

Jauh sebelum terjadinya Revolusi Haiti, Spanyol mulai memperbudak penduduk


asli Taino dan Ciboney sekitar Desember 1492, ketika navigator Italia Christopher
Columbus melihat pulau yang dia sebut La Isla Española atau “Pulau Spanyol”
kemudian diinggriskan sebagai Hispaniola. Penduduk asli pulau itu, dipaksa untuk
tambang emas, dan menderita oleh penyakit yang dibawa dari Eropa dan kondisi kerja
yang brutal. Pada akhir abad ke-16 orang-orang hampir lenyap. Ribuan budak yang
diimpor dari pulau Karibia lainnya menemui nasib yang sama (Baur, 1970, hlm 394).

Setelah tambang emas utama habis, Spanyol digantikan oleh Prancis, yang
mendirikan pemukiman permanen mereka sendiri, termasuk Port-de-Paix (1665) di
barat laut, dan Perusahaan Hindia Barat Prancis mengambil alih daerah tersebut.
Pemilik tanah di Hispaniola barat mengimpor budak Afrika dalam jumlah yang
semakin meningkat, yang berjumlah sekitar 5.000 pada akhir abad ke-17. Pada 1789,
pada malam Revolusi Prancis, perkiraan populasi Saint-Domingue, demikian orang
Prancis menyebut koloni mereka, adalah 556.000 dan mencakup kira-kira 500.000
budak Afrika, 32.000 penjajah Eropa, dan 24.000 affranchis (orang-orang campuran
Afrika dan keturunan Eropaatau orang kulit hitam) (“Haitian Revolution,” 2020, para.
2).

Sedikit penjelasan tentang sifat kepemilikan tanah dan luasnya tentang


kemakmuran koloni tua Saint-Domingue. Di ketinggian perkembangan ekonominya
(1788-89) ada 8.000 perkebunan diadakan sebagai sewa yang diperoleh dari gubernur
kerajaan Prancis. Dari jumlah tersebut, 793 diberikan ke gula, 3.154 untuk nila, 3,117
untuk kopi, dan 789 untuk kapas. Sifat lain yang dihasilkan kakao, tanaman campuran,
dan makanan. Perdagangan kolonial dengan Prancis dibawa masuk rata-rata
280.000.000 franc, menduduki 750 kapal, dan dipekerjakan 80.000 pelaut. Pada tahun
1788 lebih dari 163.405.221 pon gula, 68.000.000 pon kopi, dan lebih sedikit kapas
dan nila yang diekspor dari Saint-Domingue. Total produksinya hampir satu setengah
kali dari Hindia Barat Inggris (Lacerte, 1978, hlm. 449). 

Sistem perkebunan, pada pertengahan abad kedelapan belas, telah menciptakan


beberapa komunitas produksi yang aneh di seluruh Karibia — sangat artifisial
konstruksi yang melibatkan input tenaga kerja dari Afrika dan arahan manajerial dari
Eropa memproduksi sebagian besar bahan pokok yang diimpor untuk pasar luar
negeri. Ini adalah masyarakat perkebunan yang memproduksi gula, kopi, kapas, dan
tembakau. Di tempat lain, sistem bertingkat dari kasta yang saling terkait dan kelas
semua ditentukan oleh kebutuhan, struktur, dan ritme perkebunan (Knight, 2000, hlm
107).

Sekitar 88% populasi adalah budak, populasi terpadat terletak di "Dataran Utara"
di mana tanaman gula utama ditanam, dan di tenggara tempat kakao dan nila ditanam.
Dimana-mana, ada populasi tinggi dengan konsentrasi besar yang akan menjadi daerah
paling eksplosif. Melihat Karibia secara keseluruhan, ada koloni lain seperti Jamaika
dan Barbados yang juga memiliki komposisi populasi yang eksplosif. Namun, pulau-
pulau ini tidak akan mengalami revolusi perbudakan.

Masyarakat budak adalah masyarakat yang sangat eksplosif, meskipun


ketegangan bisa terjadi, namun hal ini dengan hati-hati dan terus-menerus
dinegosiasikan antara berbagai kasta. Sementara fakta umum tentang memiliki budak
mungkin telah menghasilkan beberapa kepentingan bersama lintas kasta, Kejadian itu
tidak cukup sering atau cukup kuat untuk membangun solidaritas kelas yang nyata.
Orang berkulit putih dan bebas pemilik budak seringkali tidak peka terhadap
kemanusiaan dasar dan hak-hak sipil budak, tetapi mereka tetap dipaksa untuk terus
menerus bernegosiasi di mana mereka beroperasi dengan budak mereka untuk
mencegah keruntuhan dunia mereka. Maupun apakah ras dan warna serupa
memfasilitasi afinitas antara non-kulit putih bebas dan budak. Budak tidak pernah
menerima kutukan hukum mereka, tetapi perlawanan militer terus-menerus sistem
perbudakan perkebunan tidak melekat di Saint Domingue khususnya atau ke Karibia
pada umumnya (Knight, 2000, hlm 109).

Masyarakat Haiti sangat terpecah-pecah oleh warna kulit, kelas, dan jenis
kelamin. Para affranchis, kebanyakan dari mereka mulatto, kadang-kadang adalah
pemilik budak sendiri dan dicita-citakan pada tingkat ekonomi dan sosial orang Eropa.
Mereka takut dan menolak mayoritas budak, tetapi umumnya didiskriminasi oleh
penjajah kulit putih Eropa, yang merupakan pedagang, pemilik tanah, pengawas,
pengrajin, dan sejenisnya. Aspirasi kaum affranchis menjadi faktor utama dalam
perjuangan kemerdekaan koloni tersebut. Sebagian besar populasi budak lahir di
Afrika, dari sejumlah bangsa Afrika Barat. Sebagian besar bekerja di ladang; yang
lainnya adalah pembantu rumah tangga, tukang masak (di pabrik gula), dan bahkan
supir budak. Budak mengalami hari-hari kerja yang panjang dan melelahkan dan
sering meninggal karena cedera, infeksi, dan penyakit tropis. Malnutrisi dan kelaparan
juga sering terjadi. Beberapa budak berhasil melarikan diri ke pedalaman pegunungan,
di mana mereka dikenal sebagai Maroon dan melakukan pertempuran gerilya melawan
milisi kolonial (“Haitian Revolution,” 2020, para. 3).

Pada nantinya, karena terinspirasi oleh peristiwa di Prancis, sejumlah gerakan


revolusioner kelahiran Haiti muncul secara bersamaan. Mereka menggunakan
"Deklarasi Hak Asasi Manusia" Revolusi Prancis sebagai inspirasi mereka. Majelis
Umum di Paris menanggapi dengan memberlakukan undang-undang yang memberi
beberapa koloni otonomi di tingkat lokal. Undang-undang, yang menyerukan “semua
pemilik lokal… untuk menjadi warga negara yang aktif,” bersifat ambigu dan radikal.
Itu ditafsirkan di Saint Dominigue sebagai diterapkan hanya untuk kelas penanam dan
dengan demikian mengecualikan petit blanc dari pemerintah. Namun itu
memungkinkan warga bebas warna yang merupakan pemilik properti substansial
untuk berpartisipasi. Undang-undang ini, yang diundangkan di Paris untuk
mempertahankan Saint Dominigue di kekaisaran kolonial, malah menghasilkan perang
saudara tiga sisi antara penanam, orang kulit hitam bebas, dan petit blanc. Namun,
ketiga kelompok tersebut akan ditantang oleh mayoritas kulit hitam yang diperbudak
yang juga dipengaruhi dan terinspirasi oleh peristiwa di Prancis (Knight, 2000, hlm
113).

Toussaint L’ Ouverture Dan Jean-Jacques Dessalines

Toussaint L’ Ouverture

François-Dominique Toussaint Louverture atau


dikenal dengan sebutan Toussaint Louverture,
atau Toussaint L’Ouveture atau Toussaint Breda,
merupakan pemimpin Revolusi Haiti yang paling
terkenal. Menurut Fagg, John dalam Britannica
mengutarakan bahwa ketajaman militer yang
dimiliki Toussaint Louverture menyelamatkan
perolehan insureksi Hitam pertama pada November
1791. Toussaint yang kemudian tokoh yang pertama kali berjuang untuk Spanyol
melawan Prancis, Prancis melawan Spanyol dan Inggris Raya, yang pada
akhirnya perjuangannya untuk Saint-Domingue melawan Napoleon (Prancis
Fagg, John dalam Britannica New York University).
Dalam sejarahnya Toussaint L’Ouverture juga membantu mengubah
pemberontakan menjadi Gerakan revolusioner, yang pada tahun 1800 telah mengubah
Saint-Domingue (yang pada saat itu merupakan koloni budak paling Makmur)
kedalam masyarakat koloni pertama yang bebas telah secara eksplisit menolak ras
sebagai dasar peringkat social.
Demikian pernyataan penyair dan aktivis Martinican yang hebat Aimé Césaire
diwawancara tahun 1967 dengan penyair Haiti René Depestre, menekankan inspirasi
baginya dari Revolusi Haiti 1791–1804, satu set peristiwa yang menyebabkan
kelahiran orang kulit hitam independen pertama. Puisi klasik anti-kolonialis 1939
Césaire Notes of a Return to My Native Land adalah teks puisi pendiri dari Négritude -
sebuah gerakan yang mempengaruhi Depestre sendiri. Itu juga berisi penghormatan
yang kuat kepada Toussaint Louverture, dimana isinya adalah,
“Apa milikku juga: Sel kecil di jura,garis salju dengan jeruji putih:salju adalah penjaga
putih yang berjaga di depan penjara. Apa milikku seorang pria sendirian, terpenjara
oleh kulit putih seorang pria sendirian yang menentang jeritan putih kematian kulit
putih.” Toussaint, Toussaint Louverture, dalam bukunya Forsdick, C. & Høgsbjerg,
2017, hlm. 1).
Sejauh mana mengkaji Toussaint yang di perbudak, di Bréda perkebunan
melayani sebagai magang dalam revolusi sulit untuk dapat dipastikan, hal ini menurut
Forsdick, C. & Hogsbjerg, C. (2017), setidaknya karena Toussaint juga menghabiska
waktunya sebagai komandan, salah satu budak yang ditugaskan mengorganisir geng
kerja da memberikan hukuman, dalam hal ini terjadi peran ganda, terlibat dengan
institusi, praktik, dan harapan terhadap penjajahan Prancis. Dengan tanpa
menghilangkan kebencian yang membara terhadap system yang menindas dirinya saat
di perbudak.

Akhir hidup dari Louverture, Pada satu titik dalam biografinya tentang
Louverture, Philippe Girard (dalam Forsdick, C. & Hogsbjerg, 2017, hlm. 150)
menulis bahwa 'dia punya banyak musuh dan tidak punya teman sejati'. Louverture
sebagai pemimpin satu-satunya pemberontakan budak yang berhasil dalam sejarah
memiliki banyak musuh yang tidak diragukan lagi. Sebelumnya Pada tahun 1801, ia
mengumumkan konstitusi otonom untuk koloni itu, dengan dirinya sebagai Gubernur
Jenderal untuk Kehidupan. Pada tahun 1802 ia dipaksa mengundurkan diri oleh
pasukan yang dikirim oleh Napoleon Bonaparte untuk memulihkan otoritas Prancis di
bekas koloni. Dia dideportasi ke Perancis, di mana dia meninggal pada tahun 1803.

Seperti yang dikatakan oleh revolusioner Haiti sendiri,

“'Pria yang melayani negaranya dengan baik. . . memiliki musuh yang kuat. . . Saya
tahu saya akan binasa sebagai korban fitnah'” (Philippe Girard dalam Forsdick, C. &
Hogsbjerg, 2017, hlm. 150).
Ini mengatakan, mungkin sebagai tanggapan atas argumen bahwa dia tidak
memiliki teman sejati’ dan tampaknya ditakdirkan untuk binasa menjadi korban fitnah,
yang pasti tampak terbukti dengan sendirinya kepada banyak pengamat kontemporer
pada tahun 1802 ketika Louverture diangkut melintasi Atlantik ke sel penjaranya yang
sepi di Joux, dan hal ini dalam beberapa sumber menadai berakhirnya perjuangan dari
seorang François-Dominique Toussaint Louverture.

Jean-Jacques Dessalines

“Leave nothing white behind you.”


“We have dared to be free. Let us dare to be so by ourselves and for ourselves.”

Setelah berakhirnya perjuangan François-Dominique


Toussaint Louverture. Revolusi Haiti berlanjut di bawah
letnan, Jean-Jacques Dessalines, yang menyatakan
kemerdekaan pada 1 Januari 1804 setelah itu dengan
pemberontakan budak-budak hitam yang terjadi di bawah
pengaruh Revolusi Perancis dan
menunjukkan kepemimpinan dalam pengorganisasian. Pada
tahun 1801 Timur (Wilayah Perancis di bawah Konvensi
Basel 1795) untuk maju, mengambil alih seluruh pulau, mendirikan konstitusi sendiri
dan menjadi gubernur seumur hidup sendiri dan mendirikan sistem independen kulit
hitam tetapi pada akhir tahun yang sama, ditangkap oleh tantara
ekspedisi Napoleon yang memegang retensi kolonial dan rekonstruksi perbudakan,
dan meninggal di penjara di Perancis.

Jean Jacques Dessalines mungkin dilahirkan sebagai budak di perkebunan


Cormier di Grande ‐ Rivère du Nord di Provinsi Utara yang sekarang bernama Haiti.
Haiti, yang saat itu disebut Saint ‐ Domingue, adalah Arab Saudi pada zamannya;
tempat terkaya di dunia. Kekayaan gula, kopi, nila, dan kapas dihasilkan oleh setengah
juta budak yang bekerja di bawah arahan sekitar 50.000 orang merdeka, setengahnya
berkulit putih dan setengahnya keturunan Afrika. Jean ‐ Jacques bekerja sebagai
pekerja lapangan dan mandor di perkebunan besar milik kulit putih sebagai seorang
pemuda, dan kemudian pada usia 30 tahun dijual kepada seorang pria kulit hitam
gratis bernama Dessalines. Dessalines yang merupakan majikan rupanya seorang
penanam skala kecil dengan sekitar selusin budak, dan Jean ‐ Jacques, yang
mengambil nama belakangnya seperti yang biasa digunakan untuk budak, adalah
seorang komandan, atau budak terkemuka di pertaniannya. Pada 1791 Revolusi Haiti
pecah dan Jean ‐ Jacques meninggalkan tuannya untuk bergabung dengan
pemberontak.

Dua tahun setelah ia diproklamasikan sebagai Kaisar Haiti, Mompremier


Mondésir Jean Jacques Dessalines dibunuh secara pengecut dan brutal pada tanggal 17
Oktober 1806 di Jembatan Lanarge. Untuk membenarkan pembunuhan Kaisar Jean
Jacques Dessalines, sejarawan Haiti mempertahankan tirani pemerintahannya yang
buruk. Menurut beberapa sejarawan yang telah kami konsultasikan, Dessalines
dibunuh karena alasan berikut:

1) Kebijakan keadilan sosial yang ia anjurkan bertentangan dengan keinginan mantan


merdeka yang ingin merampas 2/3 dari tanah yang bisa diolah. Untuk Dessaline, orang
kulit hitam juga harus mendapatkan bagiannya. Dengan menggabungkan kata-kata
menjadi perbuatan, kaisar mengadopsi serangkaian tindakan yang membuatya menjadi
musuh bebuyutan.
2) Nasionalisasi tanah yang dia putuskan dan yang menjadikan negara satu-satunya
pemilik tanah yang sebenarnya memprovokasi ketidakpuasan semua lapisan sosial.
3) Verifikasi akta kepemilikan yang dia putuskan memungkinkan negara Haiti untuk
merampas beberapa bekas tanah bebas yang mereka klaim sebagai pemilik. Yang
terakhir menjadi pemicu utama plot melawan Dessaline.
4) Kontrol langsung dan ketat yang dilakukan para Dessaline atas perdagangan luar
negeri juga membuatnya menjadi musuh Haiti dan asing yang juga bergabung untuk
melawannya.
5) Penolakannya untuk menciptakan bangsawan menarik permusuhan dari sebagian besar
jenderal utamanya, yang, yang sangat menginginkan kekuasaan dan hak istimewa.
6) Kaporalisme agraria, yang dia perkenalkan dan yang membuat petani kulit hitam
tunduk pada peraturan budidaya yang sangat drastis, telah menimbulkan
ketidakpuasan umum.
7) Pilihan putra tertuanya, Jacques Dessalines, sebagai penggantinya yang ditunjuk
mendorong beberapa jenderal dari Utara termasuk Christophe ke kamp para tukang
sulap. Charles, Y. (2017)

Proses Berjalanya Revolusi Haiti

Revolusi Haiti di mulai pada tahun 1791 di bulan Agustus di tandai dengan
berkumpulnya pasukan budak di Morme Rogue, Saint -Domingue utara, dimana pada
saat itu para budak menyerang salah satu lahan yang dimiliki orang kulit putih, tidak
hanya menyerang akan tetapi para budak membakar ladang dan rumah para
majikannya, dan ketika itu orang kulit putih ada yang di tahan dan ada juga yang di
bantai, setelah para budak berjalan sepanjang rute yang meleka lewati para budak
lainya pun ikut bergabung dan mereka juga sempat menduduki kota Le Cap/ Cap
Francis pada tanggal 25 Aagustus. Akan tetapi para pasukan yang melindungi kota
tersebut memiliki senjata seperti Meriam dan senapan akhirnya kota tersebut berhasil
di pertahankan. Dan ketika bulan November 1971 para budak telah memiliki pasukan
sekitar 80.000 orang. Akan tetapi para budak menerima kejadian yang berat di
akibatkan pemimpin mereka yang bernama Dutty Boukman terbunuh, tidak hanya itu
para budak pun terbunuh ketika pasukan Francis yang dipimpin gubernur
Blanchelande menaklukan Platons pada bulan Januari 1971, dan korban tersebut di
dominasi oleh wanita dan anak anak. Namun disisi lain salah satu panglima dari para
budak yaitu Toussaint Louvertune berhasil menganggap dirinya sebagai salah satu
tokoh dari para budak.

Revolusi Haiti ini memiliki periode yang sama dengan Perang Revolusi
Perancis. Pada 1792 tepatnya bulan Juni seluruh orang kulit hitam yang berada di
Saint-Domingue selatan memberontak setelah mereka menerima menerima bantuan
berupa senjata dari Inggris. Sementara itu pada bagian utara para budak di bawah
pimpiman Louverture berserikat dengan Spanyol, setelah permintaan Louverture
meminta kepada Prancis untuk menghapuskan perbudakan dan pemberontak
mendapatkan pengampunan di tolak. Pada saat itu Prancis sada r bahwa militernya
tidak akan bisa mempertahankan Saint-Domingue yang pada saat itu Prancis
memerangi negara Eropa, dan pada bulan Juni 1793 Prancis menawarkan kepada para
budak agar di bebaskan dan diberi pengampunan sepenuhnya dan menggantikan
sistem perbudakan dengan sistem kuli kontrak. Namun pada nyatanya perbudakan itu
tetap ada dan perlakuan yang di berikan oleh para majikan sangat tidak manusiawi atas
budak-budaknya. Dan ketika memasuki pertengahan tahun 1794 Saint-Domingue
begitu sangat kacau, ketika 1794 tepatnya pada bulan Mei Louvertune membelot ke
Prancis dikarenakan permintaan beliau tentang penghapusan perbudakan di hapus di
wilayah yang dia kuasai di tolak mentah mentah oleh Spanyol. Setelah membelotnya
Louvertune pasukan para budak mengikuti Louvertune dan seketika peruntungan di
medan perang berubah drastis dan kota Poart-Au-Prince berhasil di rebut kembali oleh
Prancis.

taun 1795 tepatnya pada bulan Juni jumlah musuh dari Prancis berkurang
dikarenakan Prancis dan Spanyol memilih berdamai di Bansel (sekarang terletak di
Swiss). Pada Maret 1796 setelah pasukan menangkap Etiene Laveaux Louvertune di
angkat menjadi Letnan gubernur Saint-Domingue. Dan kedudukan Louverune
menguat dikarenakan komisi pemerintah Prancis mengangkat Louvertune sebagai
komandan militer. Namun setelah di angkat menjadi komandan militer Louvertune
memulangkan kembali komisi yang di kirim dari Prancis tersebut.

Bertempur Sesama Kulit Hitam


Inggris berhasil mengkibarkan bedera putih di Saint-Domingue setelah wilayah
wilayahnya berhasil di kuasai oleh Louvertune, Andre Rigaud pada tahu 1798. Akan
tetapi setelah mengkibarkan bendera putih tersebut Louvertune dan Rigaud terlibat
perang saudara. Dan wilayah kekuasaan Louvertune sebelah utara dan barat akan
tetapi wilayah kekuasaan Rigaud pada wilayah selatan dan berkat Louvertune memilih
beraliansi dengan AS dan memikat para budak dari Santo Domingo milik Spanyol
akhirnya Louvertune berhasil mengalahkan Rigaud pada tahun 1800. Dan setelah itu
pada tahun 1801 wilayah kekuasaan Louvertune menjadi meluas dikarenakan beliau
berhasil menjadikan koloni Santo Domingo di bawah kekuasaanya. Ketika itu orang
kulit hitam di haruskan berkerja di ladang akan tetapi dengan jam kerja yang minimun
yang mengakibatkan pemikiran orang kulit hitam kepada Louvertune ingin
melanjutkan perbudakan secara teselubung. Sehingga pada keputusan yang di ambil
Louvertune terjadinya pemberontakan pada bulan oktober akan tetapi Louvertune
berhasil mengatasi pemberontakan tersebut akan tetapi kurang lebih ada 1000 orang
kulit hitam mati.

Setelah tidak terkendalinya Louvertune pihak Prancis mengirimkan pasukan ke


Saint-Domingue di bawah pimpinan Charles Leclerc pada tahun 1802 mendarat di
Saint-Domingue dan kombinasi yang tepat dari pasukan Prancis dan menurun nya
Louvetune menjadikan bawahannya banyak yang membelot ke Prancis dan setelah itu
Lovertune menyerahkan diri kepada pihak Prancis dan Charles Leclerc berjanji tidak
akan menangkap Louvertune dan berjanji akan dihapuskannya perbudakan di Saint-
Domingue. Dan ternyata janji dari Charles Leclerc itu hanya sebuah umpan dengan
berkedok sebuah undangan perundingan. Dan ketika Lovertune datang langsunglah di
tangkap dan di asingkan ke negara Prancis. Dan setelah itu Charles memulai kembali
Perbudakan di Saint-Domingue namun usahanya berjalan dengan tidak sempurna
dikarenakan para kulit hitam menolak dilucuti senjatanya dan setelah hitu para kulit
hitam membelot dan setelah itu jendral bawahan Louvertune yang bernama Jean-
Jaques Dessalines menjadi tokoh perlawanan baru dari kulit hitam. Dan ketika
kemanana di Saint-Domingue tidak terkendali Charles meninggal dan posisinya itu di
gantikan oleh Vicomte de Rochambeu.
Pada tahun 1803 bulan Mei Dessalines merobek warna putih pada bendera
Prancis yang menyisakan warna merah dan biru yang melambangkan bersatunya orang
kulit hitam yang melawan orang kulit putih. Dan setelah itu lahirlah bendera nasional
Haiti. Tidak hanya itu pasukan pemberontak pun terbantu oleh Inggris yang saat itu
sendang melakukan blockade di pantai Saint-domingue yang mengakibatkan Prancis
tidak bisa mengirimpan perbelakan ke pasukan yang sedang tempur. Dikarenakan
keterbatasan logistik terpaksa membuat tantara Prancis melakukan barter amunisi
dengan makanan selain itu tantara Prancis harus berperang dengan pasukan
pemberontak dan tidak hanya itu mereka pun harus menghadapi cuaca tropis dan
wabah penyakit yang mematikan dan pada tahun 1803 Rochambeu melakukan
gencatan senta dan gencatan senjata itu di terima oleh Dessalines dan Dessalines
memberikan 10 hari untuk menarik mundur semua pasukan Prancis yang berada di
Saint-Domingue. Dan pada tanggal 1 Januari 1804 Dessalines memproklamasikan
kemerdekaan Haiti sebagai negara yang merdeka

HASIL REVOLUSI HAITI

Pada tanggal 18 Mei 1803, Dessalines merobek motif putih dari bendera
Perancis. Kemudian Robekan motif biru serta merah disatukan dan dikibarkan dalam
posisi horizontal yang diartikan sebagai bersatunya golongan kulit hitam dan mulatto
melawan orang-orang kulit putih Perancis. Peristiwa tersebut sekaligus menandai
lahirnya bendera nasional Haiti. Sementara di luar Saint-Domingue, Perang Napoleon
secara tidak langsung berikan kontribusi dimana mobilisasi pasukan Perancis ditahan
oleh pasukan Inggris sehingga perlawanan pemberontakan semakin lemah. Pada bulan
November 1803 Rochmebau pun mengajukan gencatan senjata.

Dessalines menerima tawaran gencatan senjata tersebut dan memberi waktu 10


hari kepada Rochembau untuk menarik mundur sisa-sisa pasukan Perancis di Saint-
Domingue. Tanggal 1 Januari 1804, Dessalines memproklamasikan berdirinya Haiti
sebagai negara merdeka yang baru di mana wilayahnya mencakup seluruh Pulau
Hispaniola.Haiti merdeka sebagai negara republik. Namun sejak bulan Oktober 1804,
Haiti berubah menjadi negara monarki setelah Dessalines mengangkat dirinya sendiri
sebagai kaisar.

Tahun 1806, kombinasi dari kebijakan diskriminatif Dessalines terhadap


golongan mulatto dan penolakan terhadap sistem monarki membuat wilayah selatan
memberontak dan kemudian memisahkan diri. Dessalines gugur di tahun yang sama
serta perang antara wilayah utara melawan selatan terus berlanjut hingga tahun 1820
dengan kembali bersatunya Haiti sebagai negara republik. Di tengah-tengah
berlangsungnya perang saudara, wilayah Santo Domingo kembali dikuasai oleh
Spanyol pada tahun 1809.

Tahun 1821, wilayah Santo Domingo memerdekakan diri dari tangan Spanyol
dengan nama "Haiti Spanyol" (Republik Dominika saat ini). Namun setahun
setelahnya kembali diinvasi dan diduduki oleh pasukan Haiti. Dan setelah 23 tahun,
Haiti Spanyol berhasil melepaskan diri pada tahun 1844 dan wilayah Haiti pun
kembali menciut seperti sekarang.

Dampak Revolusi Haiti


Ekonomi

Saint-Dominique menjadi penghasil gula terbesar di Amerika dan dikenal sebagai


'mutiara Antilles'. Koloni itu meraup keuntungan besar bagi para penanam yang diikat
melalui pernikahan dengan keluarga pedagang terkaya serta bangsawan istana Prancis.
Sistem kelas feodalisme di Prancis dan perbudakan di Haiti terkait erat. Tidak dapat
menerapkan kembali perbudakan dan sistem perkebunan di Haiti, elit kulit hitam baru
dipaksa untuk menyerahkan sebagian besar tanah kepada produsen kopi pedesaan
skala kecil, dengan sendirinya mengkonsolidasikan negara predator berdasarkan
kapitalisme pedagang yang berorientasi ekspor (Losurdo,2015.hlm.43-50).

Perbudakan di Haiti, meskipun terkait erat dengan Rezim Lama, juga terkait erat
dengan kebangkitan kapitalisme Prancis, yang tumbuh di celah-celah Rezim Lama
selama abad kedelapan belas. Feodalisme, kapitalisme, dan perbudakan terikat
bersama dalam formasi sosial yang sama sebelum revolusi. Keuntungan dari
perkebunan gula Haiti memberi makan pabrik tekstil yang berkembang, pengecoran
besi, pabrik gula dan lokasi konstruksi di Prancis abad kedelapan belas. Keberadaan
perbudakan sesuai dengan kedua cara produksi: ketiganya didasarkan pada eksploitasi
tenaga kerja oleh kelas seigneurs, tuan dan kapitalis. Revolusi Prancis dan Haiti
dengan demikian merupakan bagian dari momen sejarah dunia yang, pada tahun 1789,
menyaksikan transisi dramatis dari mode produksi feodal ke mode kapitalis.

Sebagai akibat dari krisis sosial dan ekonomi akhir Abad Pertengahan, sebagian
besar petani Prancis telah memperoleh kebebasan pribadi mereka di akhir Abad
Pertengahan. Dengan kata lain, mereka bukan lagi budak dan bisa meninggalkan tanah
jika mereka mau. Mereka juga bisa memberikan tanah mereka kepada ahli waris
mereka. Akan tetapi, hingga revolusi kehidupan kaum tani masih didominasi oleh
corak produksi feodal. Para petani terus membayar sewa kepada tuan mereka dan tetap
tunduk pada tuntutan hukum dan keadilan. Perampasan surplus oleh tuan tanah dalam
bentuk sewa tenaga kerja dan uang serta pelaksanaan layanan kasar lainnya
(Lemarchand,2008,hlm.223-225).

Terlepas dari absolutisme, keberlangsungan feodalisme juga dicirikan oleh sistem


perkebunan yang ditandai dengan hak istimewa dan ketidaksetaraan, serta terus adanya
kedaulatan kerajaan yang tidak lengkap dan bukannya penuh atas yurisdiksi lokal. Di
bawah tekanan Ketakutan Besar, dekrit 5–11 Agustus 1789 menghapuskan feodalisme.
Tetapi pembayaran penebusan tetap ada. Keputusan 18 Juni 1792 dan 17 Juli 1793
membatalkannya karena kerusuhan agraria yang sedang berlangsung.Yang terakhir ini
meningkat sebagai akibat dari krisis ekonomi setelah Revolusi Haiti
(Heller,2006,hlm.134).

Pada masa revolusi, kapitalisme telah membuat kemajuan besar di Prancis.


Dimulai pada abad keenam belas, para petani penyewa kapitalis yang menyewa lahan
pertanian yang lebih luas dan mempekerjakan tenaga kerja upahan memantapkan diri
mereka di utara. Sejak abad ketujuh belas dan seterusnya, para pengusaha pedesaan ini
mempertahankan keuntungan dengan mengatur kembali produksi dan
memperkenalkan perbaikan pertanian. Selama periode yang sama, terjadi perluasan
yang besar dari manufaktur kapitalis, termasuk pengembangan pabrik, terutama dalam
industri kapas dan kimia yang berkembang.

Perkembangan ini berlanjut selama periode revolusioner, seperti halnya


penyatuan pasar nasional dan perkembangan sistem moneter dan perbankan yang
rasional. Produksi komoditas kecil maju dan apa yang digambarkan oleh Len sebagai
jalan Amerika atau produsen kecil menuju kapitalisme dihalangi hanya oleh
meningkatnya beban sewa kapitalis setelah revolusi. Reforma agraria belum berjalan
cukup jauh. Properti besar yang dikuasai oleh bangsawan, borjuasi dan petani kaya
tetap menjadi salah satu pilar tatanan agraria pasca-revolusioner yang diperkuat oleh
negara. Selain itu, mengingat masih adanya petani tanpa tanah atau tanpa tanah yang
cukup, sewa tetap menjadi komponen penting dari produk sosial. Tetap ada properti
besar dan beban sewa menghambat perkembangan kapitalisme Prancis yang lebih
cepat (McPhee,1989).

Pentingnya upah buruh dalam ekonomi abad kedelapan belas adalah yang kedua
setelah pekerjaan petani. Ernest Labrousse, misalnya, ketika menyadari semakin
pentingnya kerja upahan, enggan mengakui keberadaan proletariat karena kurangnya
kesadaran kelas dan fakta bahwa banyak pekerja juga memiliki akses ke sarana
penghidupan tambahan. Meskipun demikian, dia menyimpulkan bahwa sekitar 60%
penduduk Prancis adalah pekerja harian atau petani. Demikian pula, Albert Soboul
mengakui pentingnya ekonomi upah tenaga kerja di pabrik sementara juga
menekankan subordinasi pekerja kriya kepada majikannya, sebagaimana tercermin
dalam gerakan sans-culottes. Orang-orang sezaman menyadari semakin pentingnya
pekerjaan berupah. Fisiokrat, sekolah ekonomi paling penting di abad kedelapan belas,
menganggap pekerjaan upahan pertanian sebagai sumber nilai ekonomi
(Heller,2020,hlm.10).

Sosial
Bagi Buck-Morss, orang Haiti menjadikan Revolusi Prancis universal dalam cakupan

geografisnya dan dalam komitmennya pada kesetaraan sosial dan politik. Memang,

Revolusi Prancis datang untuk mewujudkan perjuangan melawan banyak bentuk

ekspiolitasi dan penindasan yang sedang berlangsung-feodal budak, kapitalis dan itu

universal dalam arti menantang mode historis dari ekspiotasi dan penindasan dalam

masyarakat kelas serta dalam arti mempertuntas ruang-ruang yang tercangkup oleh

perubahan revolusioner. Itu adalah revolusi yang kepemimpinannya direbut oleh kelas

kapitalis dan borjuis meskipun basis massanya terdiri dari kaum tani dan revolusioner

atasan. Buck-Mors benar jika bersikeras bahwa Revolusi Prancis sebagai peristiwa

universal dan menekankan saling ketergantungan yang sedang berlangsung antara

peristiwa di Eropa dan Karibia. Kedua revolusi itu terjadi secara paralel satu sama lain.

peristiwa di Paris yang revolusioner secara langsung memengaruhi perkembangan

pemberontakan budak. Lebih jauh lagi, revolusi di Haiti didasarkan pada tradisi

perlawanan Afrika, yang memungkinkan kita untuk lebih memahami dimensi

universalnya. Sepanjang abad ke delapan belas, perbudakan dibenarkan oleh argumen

rasis dan etnosentris dan oleh keserakahan. Namun, sejak pertengahan abad mulai

mempertanyakan moralitas dan legalitas perbudakan dengan serius. Pada 1770-an,

semakin banyak penulis yang menolaknya secara prinsip. Pada saat perang banyak

yang menggunakan modal sosial mereka untuk memperoleh kekayaan, dan beberapa

lahan yang sudah dimiliki, beberapa orang diindentifikasi lebih dengan penjajahan

Prancis dibandingkan dengan budak, dan terkait dalam kalangan mereka sendiri.

Keberhasilan Haiti menentang segala peluang membuat revolusi sosial menjadi isu

sensitif di antara para pemimpin revolusi politik di negara lain Amerika selama tahun-
tahun terakhir abad kedelapan belas dan beberapa dekade pertama abad kesembilan

belas. Dimulai selama pemberontakan budak tahun 1791, pengungsi kulit putih dari

Saint-Domingue melariakn diri ke Amerika Serikat, khususnya ke Philadelphia,

Baltimore, New York dan Charleston. Imigrasi meningkat setelah journal (krisis) 20

Juni 1793, dan segera keluarga Amerika mulai mengumpulkan uang dan membuka

rumah mereka untuk membantu orang buangan dalam apa yang menjadi krisis

pengungsi pertama Amerika Serikat. Banyak oramg kulit putih dan orang kulit

berwarna bebas yang meninggalkan Saint-Domingue menuju Amerika Serikat

menetap di Lousiana selatan, menambahkan banyak anggota baru ke dalam populasi

orang kulit hitam, ras campuran, dan berbahasa Prancis. Sejarawan lain mengatakan

Revolusi Haiti memengaruhi pemberontakan budak di AS adalah Pemberontakan

Pantai Jerman tahun 1811 di Louisiana. Pemberontakan budak ini dihentikan dan

hukuman yang diterima para budak begitu parah sehingga tidak ada laporan berita

kontemporer tentang hal itu. Pada 1807 Haiti dibagi menjadi dua bagian, Republik

Haiti di selatan dan Kerajaan Haiti di utara. Tanah tidak bisa dimiliki secara pribadi, ia

dikemabalikan ke Negara melalui Biens Nationaux (obligasi nasional) dan tidak ada

orang kulit putih Prnacis yang memiliki tanah.

Politik

Sebuah Revolusi pasti akan berdampak pada bidang politik, begitu juga dengan
Revolusi Haiti. Revolusi Haiti ini tidak terlepas dari munculnya pemikiran terkemuka
yang memperkenalkan dan mempopulerkan gagasan baru tentang kebebasan individu
dan kelompok, hak-hak politik, dan kesetaraan golongan hingga pada taraf tertentu
yaitu demokrasi sosial yang mencakup pemikiran yang tidak mengenakkan yaitu
tentang perbudakkan (Knight, 2000, hlm. 106).
Dampak politik selama Revolusi Haiti yaitu:

1. Pada 1789 Perancis juga sedang mengalami revolusi menyusul diserangnya penjara
Bastille oleh rakyat Paris yang menentang kediktatoran raja. Setahun berselang, Saint-
Domingue (Haiti sekarang) mendapat izin dari pemerintah Pemerintah Perancis yang
baru untuk ikut mendirikan parlemennya sendiri. Dengan adanya parlemen tersebut,
golongan mulatto dan kulit hitam non budak berharap dapat memeperjuangkan hak-
hak mereka. Namun, harapan tersebut tak bisa terwujud karena mendapat penolakan
dari golongan pemilik lahan dan akhirnya parlemen tersebut dibubarkan pada 1790
secara paksa oleh pemerintah pusat Perancis. Sejak saat itu lah golongan mulatto dan
kulit hitam di Saint-Domingue menyimpulkan bahwa satu-satunya jalan untuk
memperbaiki nasib ialah dengan jalan kekerasan yaitu pemberontakkan.

2. Jika Revolusi Perancis tidak terjadi, kecil kemungkinan bahwa sistem kekaisaran di
Saint-Domingue akan runtuh pada 1789 (Knight, 2000, hlm. 109).

3. Revolusi Haiti berlangsung pada periode yang sama dengan Revolusi Perancis,
sehingga negara-negara yang menjadi musuh Perancis akan bersekutu dengan pihak
yang juga memusuhi Peranci, tidak terkecuali dengan golongan mulatto dan kulit
hitam di Saint-Domingue. Dikutip dari re-tawon.com Orang-orang mulatto dan kulit
hitam di Saint-Domingue memulai pemberontakannya setelah mendapat bantuan
persenjataan dari Inggris. Sementara di bagian utara pasukan pimpinan Louverture
bersekutu dengan Spanyol setelah Perancis menolak menghapuskan perbudakan dan
pengampunan hukum bagi para pemberontak.

4. Sadar kekuatan militernya tidak akan kuat mempertahankan Saint-Domingue


bersamaan dengan memerangi negara-negara Eropa. Maka pada Juni 1793 pemerintah
Perancis menawarkan pembebasan dan pengampunan hukum kepada para budak jika
mereka mau bergabunng dengan militer Perancis dan juga menghapuskan sistem
perbudakan walaupun dalam kenyataannya hanya omong kosong.

5. Pada 1795 Louverture membelot ke pihak Perancis setelah Spanyol tidak


mengindahkan permintaannya untu menghapuskan perbudakan di wilayah yang
dikuasainya. Pada tahun yang sama Perancis dengan Spanyol sepakat untuk berdamai
dengan disepakatinya kesepakatan di Basel. Kemudian disusul dengan menyerahnya
Inggris setalah wilayah-wilayah yang dikuasainya di Saint-Domingue berhasil direbut
oleh pasukan Louverture.

6. Pada 18 Mei 1803 Dessalines merobek motif putih dari tiga warna bendera perancis
dan menyatukan sisanya dengan posisi horizontal yang menandai terciptanya bendera
nasional Haiti dan simbolisasi dari bersatunyaa orang-orang mullato dengan kulit
hitam dalam melawan orang kulit putih Perancis.

7. Akhir dari Revolusi Haiti menandai akhir dari perbudakan, dan berhasil
mendapatkan hak-haknya sebagai manusia untuk berdaulat dan menentukan nasibnya
sendiri yang ditandai dengan proklamasi kemerdekaan Haiti pada 1 Januari 1804 oleh
Dessalines (Hutton, 2011, hlm. 542). Sebagai negara merdeka , wilayah Haiti
mencakup seluruh wilayah pulau Hispaniola. Nama Saint-Domingue berganti menjadi
Haiti. Pasca kemerdekaan Dessalines memerintahkan seluruh orang kulit putih yang
masih mendiami Haiti untuk di bantai, 4000 orang kulit putih tewas akibat
pembantaian sepanjang tahun 1804. Akibat dari pembantaian ini, negara-negara barat
tetap enggan mengakui kemerdekaan Haiti. Hal itu dikarenakan bangsa barat
menganggap bahwa orang-orang Haiti bukan bangsa yang beradab yang berhak
mendapatkan hak-haknya, melainkan kaum barbar yang tidak memiliki hak (Hutton,
2011, hlm. 542). Hingga tahun 1825 Perancis baru bersedia mengakui kemerdekaan
negara bekas koloninya setelah pemerintah Haiti bersedia membayar cicilan sebsar
100 juta franc. Setelah itu, Inggris dan Amerika Serikat berturut-turut mengakui
kemerdekaan Haiti pada 1833 dan 1862.

8. Saran

Dengan adanya pembahasaan mengenai Revolusi Haiti pembaca diharapkan mampu

memahami materi terkait perjuangan orang kulit hitam dalam memperjuangkan

kemerdekaannya, diharapkan pembaca khususnya dan seluruh masyarakat Indonesia

umumnya dapat mengetik nilai dari peristiwa Haiti yang memiliki makna universal

terutama dalam membantu meradikalisasi para pekerja.


Daftar Pustaka

Charles, Y. (2017). les-7-causes-de-la-mort-de-lempereur-jean-jacques-dessalines.


[online] diakses dari http://www.historic-haiti.com/2017/10/14/les-7-causes-
de-la-mort-de-lempereur-jean-jacques-dessalines/. Diunggah tanggap 27
Oktober, 2020.Fagg, J. (1946). Toussaint Louverture Haitian leader. [online].
Diakses dari https://www.britannica.com/biography/Toussaint-Louverture
Forsdick, C. & Hogsbjerg, C. (2017). Toussaint Louverture A Black Jacobin in the Age
of Revolutions. London: Pluto Press.
History World, History Of Dominican Republic. (______). [Online]. Diakses dari
http://www.historyworld.net/wrldhis/PlainTextHistories.asp?historyid=ab43.
(diakses pada tanggal: 28 Oktober, 2020)
https://cdn.sindonews.net/dyn/620/atmaja/jean_jacques_dessalines_haiti.jpg
https://www.inspiringquotes.us/author/4904-jean-jacques-dessalines
Silver, A. (2010). Haiti And Dominican Republic: A Tale Of Two Countries. [online].
Diakses dari http://content.time.com/time/world/article/0,8599,1953959,00.html.
(diakses pada tanggal 28 Oktober, 2020)
Stewart, K. (2009). Online library. [online]. Diakses dari
https://doi.org/10.1002/9781405198073.wbierp0454
Hutton, C. (2011). The Haitian Revolution and TheArticulation of A Modernist
Epistemology. Critical Arts: South-North Cultural and Media Studies, 25(4), 529-
554.DOI: 10.1080/02560046.2011.639993. [Daring]. Diakses dari
http://www.tandfonline.com/Ioi/rcrc20 Diakses pada 27 Oktober 2020

Knight, F. W. (2000). The Haitian Revolution. The American Historical Review, 105(1), 103-
115. [Daring] Diakses dari https://academic.oup.com/ahr/article-
abstract/105/1/103/64473 Diakses pada 27 Oktober 2020

Tawon, E. (2016). Revolusi Haiti, lahirnya Negara Bentukan Para Budak. [Daring].
Diakses dari https://www.re-tawon.com/2016/10/revolusi-haiti-lahirnya-negara-
bentukan.h tml?m=1 Diakses pada 27 Oktober 2020

Heller, Henry. Revolusi Borjuis di Prancis1789–1815. Newyork: Berghahn Books, 2006.

Heller,Henry (2020) Hegel, Haiti and revolution: the post-colonial moment, Third World


Quarterly, 41:8, 1442-1461, DOI: 10.1080/01436597.2020.1763168

Losurdo, Domenico. War and Revolution: Rethinking the Twentieth Century. London: Verso,
2015. Louverture, Toussaint. “The Louverture Project, Teks Konstitusi Toussaint (Inggris)
1801.”diakses online pada 29 Oktober 2020 melalui :

http://thelouvertureproject.org/index.php?title=Haitian_Constitution_of_1801

Lemarchand, Guy. “Thierry Bressan, Serfs et Mainmortables en France au XVIII e Siècle, la Fin
D'un Archaïsme Seigneurial.”Annales Historiques de la Révolution Française 354, tidak. 4
(2008): 223–225.

McPhee, Peter. Revolusi Prancis, Petani dan Kapitalisme. The American Historical Review 94,
tidak. 5 (1989): 1265–1280. doi: 10.2307 / 1906350 .

Anda mungkin juga menyukai