Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Sejarah
diampu oleh
Prof. Dr. Nana Supriatna, M.Ed.
Yeni Kurniawati, S.Pd. M.Pd. Dan
Wildan Insan Fauzi, M.Pd.
Disusun oleh
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya penyusuan dapat menyelesaikan tugas membuat makalah ini yang berjudul
“Revolusi Haiti 1791-1804”. Makalah ini membahas mengenai revolusi yang terjadi di Amerika
Latin, khususnya di negara Haiti. Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari
pemenuhan tugas pada mata kuliah Sejarah Peradabann Barat II: Amerika dan Australia.
Penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses
pembuatan makalah ini. Terutama kepada dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradabann
Barat II: Amerika dan Australia yang telah membimbing penyusun.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kekurangan dari makalah ini baik dari
segi tata bahasa maupun keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penyusun untuk menulis
makalah. Penyusun juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Oleh karena itu kritik dan saran pembaca sangat penyusun harapkan untuk perbaikan pada
penyusunan makalah selanjutnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................5
C. Tujuan.............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
A. Simpulan.......................................................................................................23
B. Saran.............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika di bandingkan dengan keadaan sekarang, Hispaniola merupakan nama
sebuah pulau yang terletak di pulau Karibia. Pulau ini di tempati oleh dua negara
yaitu, Haiti di sebelah barat dan Republik Dominika di sebelah timur. Haiti adalah
negara tempat orang-orang Negero berdiri untuk pertama kalinya. Haiti saat ini
adalah negara terbesar ketiga di Karibia, setelah Republik Dominika dan Kuba.
Keturunan budak Afrika merupakan 95% pupulasi Haiti. Haiti dalam sejarahnya
memiliki alur yang menarik untuk dikaji. Salah satunya, terlihat dari meskipun Haiti
berada di Kawasan Benua Amerika, mayoritas penduduk negara ini justru berasal dari
golongan kulit hitam. Kemerdekaan Haiti pada tahun 1804, telah menjadikan negara
kulit hitam pertama yang berdiri di luar Benua Afrika.
Sebelum mendapatkan kemerdekaannya. Menurut History World, History of
Dominican Republic bahwa berbeda dengan bagian barat pulau Hispaniola, status
negara Haiti dijajah oleh bangsa Prancis. Dalam sejaranhnya, dikatakan bahwa
penjajah prancis banyak mendatangkan dan mempekerjakan budak Afrika, dan
sampai pada akhir abad ke-18 terdapat kurang lebih 500.000 budak Afrika yang
menetap dan bekerja kepada kolonial Prancis di bagian barat pulau Hispaniola
(Silver. A, 2010)
Setelah bertahun-tahun bekerja sebagai budak kolonial Perancis, muncul
keinginan dari para budak Afrika untuk mendirikan negara mereka sendiri. Alhasil,
ketika kekuatan kolonial melemah, disebabkan gejolak revolusi yang terjadi di
Perancis pada tahun 1790-an, momentum tersebut dimanfaatkan oleh para budak
Afrika untuk melakukan pemberontakan terhadap Prancis atas segala perbudakan
yang dialami, sampai Haiti’ berhasil mendeklarasikan kemerdekaan mereka pada
tahun 1804. Demikian peristiwa sejak meletusnya pemeberontakan hingga berdirinya
negara Haiti dikenal dengan sebutan “Revolusi Haiti”.
Peristiwa revolusi Haiti yang memiliki sejarah awal dari perbudakan sampai
merdekanya negara tersebut melatarbelakang kami untuk mengangkatnya, dalam
penulisannya makalah ini terfocus pada kajian sejarah negara Haiti mulai dari latar
belakang terjadinya Revolusi Haiti, tokoh-tokoh yang berperan didalamnya, jalannya
Revolusi sampai adanya dampak dari setelah revolusi Haiti yang mempengaruhi
kedalam berbagai bidang seperti social, politik, dan ekonomi.
A. RUMUSAN MASALAH
Setiap penelitian selalu bertitik tolak dari adanya masalah yang dihadapi dan
yang perlu dipecahkan. Rumusan masalah hakekatnya merupakan generalisasi
diskriptif ruang lingkup masalah. Adanya rumusan masalah akan memudahkan dalam
memecahkan masalah yang muncul. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
2. Siapa sajakah tokoh-tokoh yang berperan penting dalam terjadinya Revolusi Haiti?
B. Tujuan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kulia Sejarah Peradaban Barat II;
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana latar belakang terjadinya revolusi
Haiti;
3. Untuk mengettahui tokoh-tokoh penting dalam revolusi Haiti;
4. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana proses dari revolusi Haiti;
5. Untuk mengetahui hasil dari Revolusi Haiti; dan
6. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana dampak yang ditimbulkan dari revolusi
Haiti.
BAB II
PEMBAHASAN
Setelah tambang emas utama habis, Spanyol digantikan oleh Prancis, yang
mendirikan pemukiman permanen mereka sendiri, termasuk Port-de-Paix (1665) di
barat laut, dan Perusahaan Hindia Barat Prancis mengambil alih daerah tersebut.
Pemilik tanah di Hispaniola barat mengimpor budak Afrika dalam jumlah yang
semakin meningkat, yang berjumlah sekitar 5.000 pada akhir abad ke-17. Pada 1789,
pada malam Revolusi Prancis, perkiraan populasi Saint-Domingue, demikian orang
Prancis menyebut koloni mereka, adalah 556.000 dan mencakup kira-kira 500.000
budak Afrika, 32.000 penjajah Eropa, dan 24.000 affranchis (orang-orang campuran
Afrika dan keturunan Eropaatau orang kulit hitam) (“Haitian Revolution,” 2020, para.
2).
Sekitar 88% populasi adalah budak, populasi terpadat terletak di "Dataran Utara"
di mana tanaman gula utama ditanam, dan di tenggara tempat kakao dan nila ditanam.
Dimana-mana, ada populasi tinggi dengan konsentrasi besar yang akan menjadi daerah
paling eksplosif. Melihat Karibia secara keseluruhan, ada koloni lain seperti Jamaika
dan Barbados yang juga memiliki komposisi populasi yang eksplosif. Namun, pulau-
pulau ini tidak akan mengalami revolusi perbudakan.
Masyarakat Haiti sangat terpecah-pecah oleh warna kulit, kelas, dan jenis
kelamin. Para affranchis, kebanyakan dari mereka mulatto, kadang-kadang adalah
pemilik budak sendiri dan dicita-citakan pada tingkat ekonomi dan sosial orang Eropa.
Mereka takut dan menolak mayoritas budak, tetapi umumnya didiskriminasi oleh
penjajah kulit putih Eropa, yang merupakan pedagang, pemilik tanah, pengawas,
pengrajin, dan sejenisnya. Aspirasi kaum affranchis menjadi faktor utama dalam
perjuangan kemerdekaan koloni tersebut. Sebagian besar populasi budak lahir di
Afrika, dari sejumlah bangsa Afrika Barat. Sebagian besar bekerja di ladang; yang
lainnya adalah pembantu rumah tangga, tukang masak (di pabrik gula), dan bahkan
supir budak. Budak mengalami hari-hari kerja yang panjang dan melelahkan dan
sering meninggal karena cedera, infeksi, dan penyakit tropis. Malnutrisi dan kelaparan
juga sering terjadi. Beberapa budak berhasil melarikan diri ke pedalaman pegunungan,
di mana mereka dikenal sebagai Maroon dan melakukan pertempuran gerilya melawan
milisi kolonial (“Haitian Revolution,” 2020, para. 3).
Toussaint L’ Ouverture
Akhir hidup dari Louverture, Pada satu titik dalam biografinya tentang
Louverture, Philippe Girard (dalam Forsdick, C. & Hogsbjerg, 2017, hlm. 150)
menulis bahwa 'dia punya banyak musuh dan tidak punya teman sejati'. Louverture
sebagai pemimpin satu-satunya pemberontakan budak yang berhasil dalam sejarah
memiliki banyak musuh yang tidak diragukan lagi. Sebelumnya Pada tahun 1801, ia
mengumumkan konstitusi otonom untuk koloni itu, dengan dirinya sebagai Gubernur
Jenderal untuk Kehidupan. Pada tahun 1802 ia dipaksa mengundurkan diri oleh
pasukan yang dikirim oleh Napoleon Bonaparte untuk memulihkan otoritas Prancis di
bekas koloni. Dia dideportasi ke Perancis, di mana dia meninggal pada tahun 1803.
“'Pria yang melayani negaranya dengan baik. . . memiliki musuh yang kuat. . . Saya
tahu saya akan binasa sebagai korban fitnah'” (Philippe Girard dalam Forsdick, C. &
Hogsbjerg, 2017, hlm. 150).
Ini mengatakan, mungkin sebagai tanggapan atas argumen bahwa dia tidak
memiliki teman sejati’ dan tampaknya ditakdirkan untuk binasa menjadi korban fitnah,
yang pasti tampak terbukti dengan sendirinya kepada banyak pengamat kontemporer
pada tahun 1802 ketika Louverture diangkut melintasi Atlantik ke sel penjaranya yang
sepi di Joux, dan hal ini dalam beberapa sumber menadai berakhirnya perjuangan dari
seorang François-Dominique Toussaint Louverture.
Jean-Jacques Dessalines
Revolusi Haiti di mulai pada tahun 1791 di bulan Agustus di tandai dengan
berkumpulnya pasukan budak di Morme Rogue, Saint -Domingue utara, dimana pada
saat itu para budak menyerang salah satu lahan yang dimiliki orang kulit putih, tidak
hanya menyerang akan tetapi para budak membakar ladang dan rumah para
majikannya, dan ketika itu orang kulit putih ada yang di tahan dan ada juga yang di
bantai, setelah para budak berjalan sepanjang rute yang meleka lewati para budak
lainya pun ikut bergabung dan mereka juga sempat menduduki kota Le Cap/ Cap
Francis pada tanggal 25 Aagustus. Akan tetapi para pasukan yang melindungi kota
tersebut memiliki senjata seperti Meriam dan senapan akhirnya kota tersebut berhasil
di pertahankan. Dan ketika bulan November 1971 para budak telah memiliki pasukan
sekitar 80.000 orang. Akan tetapi para budak menerima kejadian yang berat di
akibatkan pemimpin mereka yang bernama Dutty Boukman terbunuh, tidak hanya itu
para budak pun terbunuh ketika pasukan Francis yang dipimpin gubernur
Blanchelande menaklukan Platons pada bulan Januari 1971, dan korban tersebut di
dominasi oleh wanita dan anak anak. Namun disisi lain salah satu panglima dari para
budak yaitu Toussaint Louvertune berhasil menganggap dirinya sebagai salah satu
tokoh dari para budak.
Revolusi Haiti ini memiliki periode yang sama dengan Perang Revolusi
Perancis. Pada 1792 tepatnya bulan Juni seluruh orang kulit hitam yang berada di
Saint-Domingue selatan memberontak setelah mereka menerima menerima bantuan
berupa senjata dari Inggris. Sementara itu pada bagian utara para budak di bawah
pimpiman Louverture berserikat dengan Spanyol, setelah permintaan Louverture
meminta kepada Prancis untuk menghapuskan perbudakan dan pemberontak
mendapatkan pengampunan di tolak. Pada saat itu Prancis sada r bahwa militernya
tidak akan bisa mempertahankan Saint-Domingue yang pada saat itu Prancis
memerangi negara Eropa, dan pada bulan Juni 1793 Prancis menawarkan kepada para
budak agar di bebaskan dan diberi pengampunan sepenuhnya dan menggantikan
sistem perbudakan dengan sistem kuli kontrak. Namun pada nyatanya perbudakan itu
tetap ada dan perlakuan yang di berikan oleh para majikan sangat tidak manusiawi atas
budak-budaknya. Dan ketika memasuki pertengahan tahun 1794 Saint-Domingue
begitu sangat kacau, ketika 1794 tepatnya pada bulan Mei Louvertune membelot ke
Prancis dikarenakan permintaan beliau tentang penghapusan perbudakan di hapus di
wilayah yang dia kuasai di tolak mentah mentah oleh Spanyol. Setelah membelotnya
Louvertune pasukan para budak mengikuti Louvertune dan seketika peruntungan di
medan perang berubah drastis dan kota Poart-Au-Prince berhasil di rebut kembali oleh
Prancis.
taun 1795 tepatnya pada bulan Juni jumlah musuh dari Prancis berkurang
dikarenakan Prancis dan Spanyol memilih berdamai di Bansel (sekarang terletak di
Swiss). Pada Maret 1796 setelah pasukan menangkap Etiene Laveaux Louvertune di
angkat menjadi Letnan gubernur Saint-Domingue. Dan kedudukan Louverune
menguat dikarenakan komisi pemerintah Prancis mengangkat Louvertune sebagai
komandan militer. Namun setelah di angkat menjadi komandan militer Louvertune
memulangkan kembali komisi yang di kirim dari Prancis tersebut.
Pada tanggal 18 Mei 1803, Dessalines merobek motif putih dari bendera
Perancis. Kemudian Robekan motif biru serta merah disatukan dan dikibarkan dalam
posisi horizontal yang diartikan sebagai bersatunya golongan kulit hitam dan mulatto
melawan orang-orang kulit putih Perancis. Peristiwa tersebut sekaligus menandai
lahirnya bendera nasional Haiti. Sementara di luar Saint-Domingue, Perang Napoleon
secara tidak langsung berikan kontribusi dimana mobilisasi pasukan Perancis ditahan
oleh pasukan Inggris sehingga perlawanan pemberontakan semakin lemah. Pada bulan
November 1803 Rochmebau pun mengajukan gencatan senjata.
Tahun 1821, wilayah Santo Domingo memerdekakan diri dari tangan Spanyol
dengan nama "Haiti Spanyol" (Republik Dominika saat ini). Namun setahun
setelahnya kembali diinvasi dan diduduki oleh pasukan Haiti. Dan setelah 23 tahun,
Haiti Spanyol berhasil melepaskan diri pada tahun 1844 dan wilayah Haiti pun
kembali menciut seperti sekarang.
Perbudakan di Haiti, meskipun terkait erat dengan Rezim Lama, juga terkait erat
dengan kebangkitan kapitalisme Prancis, yang tumbuh di celah-celah Rezim Lama
selama abad kedelapan belas. Feodalisme, kapitalisme, dan perbudakan terikat
bersama dalam formasi sosial yang sama sebelum revolusi. Keuntungan dari
perkebunan gula Haiti memberi makan pabrik tekstil yang berkembang, pengecoran
besi, pabrik gula dan lokasi konstruksi di Prancis abad kedelapan belas. Keberadaan
perbudakan sesuai dengan kedua cara produksi: ketiganya didasarkan pada eksploitasi
tenaga kerja oleh kelas seigneurs, tuan dan kapitalis. Revolusi Prancis dan Haiti
dengan demikian merupakan bagian dari momen sejarah dunia yang, pada tahun 1789,
menyaksikan transisi dramatis dari mode produksi feodal ke mode kapitalis.
Sebagai akibat dari krisis sosial dan ekonomi akhir Abad Pertengahan, sebagian
besar petani Prancis telah memperoleh kebebasan pribadi mereka di akhir Abad
Pertengahan. Dengan kata lain, mereka bukan lagi budak dan bisa meninggalkan tanah
jika mereka mau. Mereka juga bisa memberikan tanah mereka kepada ahli waris
mereka. Akan tetapi, hingga revolusi kehidupan kaum tani masih didominasi oleh
corak produksi feodal. Para petani terus membayar sewa kepada tuan mereka dan tetap
tunduk pada tuntutan hukum dan keadilan. Perampasan surplus oleh tuan tanah dalam
bentuk sewa tenaga kerja dan uang serta pelaksanaan layanan kasar lainnya
(Lemarchand,2008,hlm.223-225).
Pentingnya upah buruh dalam ekonomi abad kedelapan belas adalah yang kedua
setelah pekerjaan petani. Ernest Labrousse, misalnya, ketika menyadari semakin
pentingnya kerja upahan, enggan mengakui keberadaan proletariat karena kurangnya
kesadaran kelas dan fakta bahwa banyak pekerja juga memiliki akses ke sarana
penghidupan tambahan. Meskipun demikian, dia menyimpulkan bahwa sekitar 60%
penduduk Prancis adalah pekerja harian atau petani. Demikian pula, Albert Soboul
mengakui pentingnya ekonomi upah tenaga kerja di pabrik sementara juga
menekankan subordinasi pekerja kriya kepada majikannya, sebagaimana tercermin
dalam gerakan sans-culottes. Orang-orang sezaman menyadari semakin pentingnya
pekerjaan berupah. Fisiokrat, sekolah ekonomi paling penting di abad kedelapan belas,
menganggap pekerjaan upahan pertanian sebagai sumber nilai ekonomi
(Heller,2020,hlm.10).
Sosial
Bagi Buck-Morss, orang Haiti menjadikan Revolusi Prancis universal dalam cakupan
geografisnya dan dalam komitmennya pada kesetaraan sosial dan politik. Memang,
ekspiolitasi dan penindasan yang sedang berlangsung-feodal budak, kapitalis dan itu
universal dalam arti menantang mode historis dari ekspiotasi dan penindasan dalam
masyarakat kelas serta dalam arti mempertuntas ruang-ruang yang tercangkup oleh
perubahan revolusioner. Itu adalah revolusi yang kepemimpinannya direbut oleh kelas
kapitalis dan borjuis meskipun basis massanya terdiri dari kaum tani dan revolusioner
atasan. Buck-Mors benar jika bersikeras bahwa Revolusi Prancis sebagai peristiwa
peristiwa di Eropa dan Karibia. Kedua revolusi itu terjadi secara paralel satu sama lain.
pemberontakan budak. Lebih jauh lagi, revolusi di Haiti didasarkan pada tradisi
rasis dan etnosentris dan oleh keserakahan. Namun, sejak pertengahan abad mulai
semakin banyak penulis yang menolaknya secara prinsip. Pada saat perang banyak
yang menggunakan modal sosial mereka untuk memperoleh kekayaan, dan beberapa
lahan yang sudah dimiliki, beberapa orang diindentifikasi lebih dengan penjajahan
Prancis dibandingkan dengan budak, dan terkait dalam kalangan mereka sendiri.
Keberhasilan Haiti menentang segala peluang membuat revolusi sosial menjadi isu
sensitif di antara para pemimpin revolusi politik di negara lain Amerika selama tahun-
tahun terakhir abad kedelapan belas dan beberapa dekade pertama abad kesembilan
belas. Dimulai selama pemberontakan budak tahun 1791, pengungsi kulit putih dari
Baltimore, New York dan Charleston. Imigrasi meningkat setelah journal (krisis) 20
Juni 1793, dan segera keluarga Amerika mulai mengumpulkan uang dan membuka
rumah mereka untuk membantu orang buangan dalam apa yang menjadi krisis
pengungsi pertama Amerika Serikat. Banyak oramg kulit putih dan orang kulit
orang kulit hitam, ras campuran, dan berbahasa Prancis. Sejarawan lain mengatakan
Pantai Jerman tahun 1811 di Louisiana. Pemberontakan budak ini dihentikan dan
hukuman yang diterima para budak begitu parah sehingga tidak ada laporan berita
kontemporer tentang hal itu. Pada 1807 Haiti dibagi menjadi dua bagian, Republik
Haiti di selatan dan Kerajaan Haiti di utara. Tanah tidak bisa dimiliki secara pribadi, ia
dikemabalikan ke Negara melalui Biens Nationaux (obligasi nasional) dan tidak ada
Politik
Sebuah Revolusi pasti akan berdampak pada bidang politik, begitu juga dengan
Revolusi Haiti. Revolusi Haiti ini tidak terlepas dari munculnya pemikiran terkemuka
yang memperkenalkan dan mempopulerkan gagasan baru tentang kebebasan individu
dan kelompok, hak-hak politik, dan kesetaraan golongan hingga pada taraf tertentu
yaitu demokrasi sosial yang mencakup pemikiran yang tidak mengenakkan yaitu
tentang perbudakkan (Knight, 2000, hlm. 106).
Dampak politik selama Revolusi Haiti yaitu:
1. Pada 1789 Perancis juga sedang mengalami revolusi menyusul diserangnya penjara
Bastille oleh rakyat Paris yang menentang kediktatoran raja. Setahun berselang, Saint-
Domingue (Haiti sekarang) mendapat izin dari pemerintah Pemerintah Perancis yang
baru untuk ikut mendirikan parlemennya sendiri. Dengan adanya parlemen tersebut,
golongan mulatto dan kulit hitam non budak berharap dapat memeperjuangkan hak-
hak mereka. Namun, harapan tersebut tak bisa terwujud karena mendapat penolakan
dari golongan pemilik lahan dan akhirnya parlemen tersebut dibubarkan pada 1790
secara paksa oleh pemerintah pusat Perancis. Sejak saat itu lah golongan mulatto dan
kulit hitam di Saint-Domingue menyimpulkan bahwa satu-satunya jalan untuk
memperbaiki nasib ialah dengan jalan kekerasan yaitu pemberontakkan.
2. Jika Revolusi Perancis tidak terjadi, kecil kemungkinan bahwa sistem kekaisaran di
Saint-Domingue akan runtuh pada 1789 (Knight, 2000, hlm. 109).
3. Revolusi Haiti berlangsung pada periode yang sama dengan Revolusi Perancis,
sehingga negara-negara yang menjadi musuh Perancis akan bersekutu dengan pihak
yang juga memusuhi Peranci, tidak terkecuali dengan golongan mulatto dan kulit
hitam di Saint-Domingue. Dikutip dari re-tawon.com Orang-orang mulatto dan kulit
hitam di Saint-Domingue memulai pemberontakannya setelah mendapat bantuan
persenjataan dari Inggris. Sementara di bagian utara pasukan pimpinan Louverture
bersekutu dengan Spanyol setelah Perancis menolak menghapuskan perbudakan dan
pengampunan hukum bagi para pemberontak.
6. Pada 18 Mei 1803 Dessalines merobek motif putih dari tiga warna bendera perancis
dan menyatukan sisanya dengan posisi horizontal yang menandai terciptanya bendera
nasional Haiti dan simbolisasi dari bersatunyaa orang-orang mullato dengan kulit
hitam dalam melawan orang kulit putih Perancis.
7. Akhir dari Revolusi Haiti menandai akhir dari perbudakan, dan berhasil
mendapatkan hak-haknya sebagai manusia untuk berdaulat dan menentukan nasibnya
sendiri yang ditandai dengan proklamasi kemerdekaan Haiti pada 1 Januari 1804 oleh
Dessalines (Hutton, 2011, hlm. 542). Sebagai negara merdeka , wilayah Haiti
mencakup seluruh wilayah pulau Hispaniola. Nama Saint-Domingue berganti menjadi
Haiti. Pasca kemerdekaan Dessalines memerintahkan seluruh orang kulit putih yang
masih mendiami Haiti untuk di bantai, 4000 orang kulit putih tewas akibat
pembantaian sepanjang tahun 1804. Akibat dari pembantaian ini, negara-negara barat
tetap enggan mengakui kemerdekaan Haiti. Hal itu dikarenakan bangsa barat
menganggap bahwa orang-orang Haiti bukan bangsa yang beradab yang berhak
mendapatkan hak-haknya, melainkan kaum barbar yang tidak memiliki hak (Hutton,
2011, hlm. 542). Hingga tahun 1825 Perancis baru bersedia mengakui kemerdekaan
negara bekas koloninya setelah pemerintah Haiti bersedia membayar cicilan sebsar
100 juta franc. Setelah itu, Inggris dan Amerika Serikat berturut-turut mengakui
kemerdekaan Haiti pada 1833 dan 1862.
8. Saran
umumnya dapat mengetik nilai dari peristiwa Haiti yang memiliki makna universal
Knight, F. W. (2000). The Haitian Revolution. The American Historical Review, 105(1), 103-
115. [Daring] Diakses dari https://academic.oup.com/ahr/article-
abstract/105/1/103/64473 Diakses pada 27 Oktober 2020
Tawon, E. (2016). Revolusi Haiti, lahirnya Negara Bentukan Para Budak. [Daring].
Diakses dari https://www.re-tawon.com/2016/10/revolusi-haiti-lahirnya-negara-
bentukan.h tml?m=1 Diakses pada 27 Oktober 2020
Losurdo, Domenico. War and Revolution: Rethinking the Twentieth Century. London: Verso,
2015. Louverture, Toussaint. “The Louverture Project, Teks Konstitusi Toussaint (Inggris)
1801.”diakses online pada 29 Oktober 2020 melalui :
http://thelouvertureproject.org/index.php?title=Haitian_Constitution_of_1801
Lemarchand, Guy. “Thierry Bressan, Serfs et Mainmortables en France au XVIII e Siècle, la Fin
D'un Archaïsme Seigneurial.”Annales Historiques de la Révolution Française 354, tidak. 4
(2008): 223–225.
McPhee, Peter. Revolusi Prancis, Petani dan Kapitalisme. The American Historical Review 94,
tidak. 5 (1989): 1265–1280. doi: 10.2307 / 1906350 .