Anda di halaman 1dari 157

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

KEPEMIMPINAN TINGKAT III

Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia


2011

Hak Cipta © Pada : Lembaga Administrasi Negara


Edisi Tahun 2011
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia
Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110
Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800188

Manajemen Keuangan Negara

Jakarta – LAN – 2011


VIII hlm: 15 x 21 cm

ISBN: xxx – xxxx – xx – x


LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN

Untuk mewujudkan pejabat strukltural eselon III yang


berkemampuan melaksanakan tugas jabatannya secara
profesional, sesuai amanah Undang-undang Nomor 43 Tahun
1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Lembaga
Administrasi Negara telah memperbaharui keseluruhan sistem
penyelenggaraan Diklat aparatur. Pembaharuan ini merupakan
antisipasi terhadap perkembangan lingkungan strategis Sistem
Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kian
hari kian dinamis.
Agar pembaharuan sistem Diklat aparatur ini dapat
diterapkan secara konsisten di seluruh Indonesia, maka LAN
menerapkan kebijakan standarisasi program Diklatpim Tingkat
III. Proses standarisasi meliputi keseluruhan aspek
penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang
meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya,
metode dan skenario pembelajaran, persyaratan peserta, tenaga
pengajar, kualifikasi pengelola dan penyelenggara sampai pada
pengadministrasian penyelenggaranya. Dengan proses
standarisasi ini, maka implementasi pembaharuan sistem Diklat
aparatur termasuk kualitas alumninya dapat lebih terjamin.
Salah satu unsur penyelenggaraan Diklatpim Tingkat III
yang mengalami proses standarisasi adalah modul untuk para
peserta (participants’ book). Dengan modul yang standar ini,
ivKoordinasi dan Hubungan Kerja

diharapkan peserta Diklatpim Tingkat IIIdi seluruh Indonesia


dapat mengikuti proses pembelajaran dengan efektif sehingga
kompetensi kepemimpinan taktikal yang menjadi sasaran
penyelenggaraan Diklatpim Tk. III ini dapat dicapai tanpa
menemui kendala yang berarti.
Oleh karena itu, saya menyambut baik penerbitan
modul-modul dalam sistem pembaharuan Diklat aparatur ini,
dan mengharapkan agar peserta Diklatpim Tingkat III dapat
memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali
kedalaman substansinya di antara sesama peserta dan para
Widyaiswara dalam berbagai kegiatan pembelajaran selama
Diklat berlangsung. Semoga modul ini dapat dipergunakan
sebaik-baiknya.
Kepada Gering Supriyadi, Septiana Dwiputrianti
danBaban Sobandiselaku penulis modul ini, seluruh anggota
tim penulis modul dalam sistem pembaharuan Diklat aparatur
ini termasuk tim pembaharuan sistem Diklat aparatur, kami
ucapkan terima kasih atas kesungguhan dan dedikasinya.

Jakarta, Desember 2011

KEPALA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ASMAWI REWANSYAH
KATA PENGANTAR

Sebagai sebuah Diklat berbasis kompetensi, penyelenggaraan


Diklatpim Tk. III dalam sistem pembaharuan Diklat aparatur
ini membutuhkan sejumlah sarana pembelajaran yang yang
efektif membantu SDM kediklatan dalam mewujudkan
kompetensi kepemimpinan taktikal pada masing-masing peserta
Diklat. Di antara berbagai sarana yang ada, modul memainkan
peranan yang sangat signifikan, karena dalam modul itulah
konsep, teori termasuk praktek yang dibutuhkan untuk
membangun kompetensi tersebut tertuang dan dapat dibaca
oleh peserta, widyaiswara, pengelola dan penyelenggara Diklat.
Oleh karena itu, kami berharap modul ini dapat memainkan
peranan tersebut.
Mengacu pada modul ini, maka: (1) widyaiswara atau
fasilitator Diklatpim Tk. III dapat merancang proses
pembelajaran; (2) peserta Diklat dapat mempersiapkan dirinya
untuk menerima kompetensi yang akan diperolehnya; (3)
pengelola dan penyelenggara dapat merencanakan dalam
memberikan dukungan agar proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan efektif.
Yang spesifik dari modul dalam sistem pembaharuan
Diklat aparatur ini adalah adanya lembar kerja atau worksheet.
Setiap peserta Diklatpim Tk. III wajib mengerjakan tugas-tugas
yang dituntut dalam lembar kerja tersebut. Kemampuan peserta
mengerjakan lembar kerja ini merupakan bukti bahwa peserta
tersebut telah memiliki kompetensi yang dibangun oleh modul
ini. Oleh karena itu, lembar kerja ini merupakan data atau
rekam jejak yang ditinggalkan oleh peserta Diklatpim Tk.III.
Bagi Lembaga Administrasi Negara, lembar kerja pada
modul itu adalah acuan utama dalam memonitor dan
mengevaluasi suatu penyelenggaraan Diklat. Peserta Diklatpim
v
Modul Diklatpim Tingkat IIIvi

Tk. III yang mampu mengerjakan lembar kerja tersebut dengan


penuh komitmen dan integritas, sehingga hasilnya baik akan
terdeteksi oleh Lembaga Administrasi Negara melalui program-
program monitoring dan evaluasi Diklat yang dilaksanakan.
Selamat memanfaatkan modul Diklat Kepemimpinan
Tingkat III ini. Semoga melalui modul ini, kompetensi
kepemimpinan taktikal bagi peserta Diklat Kepemimpinan
Tingkat III dapat tercapai.

Jakarta, Desember 2011

DEPUTI BIDANG PEMBINAAN


PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
APARATUR

ENDANG WIRJATMI TRILESTARI


DAFTAR ISI

SAMBUTAN............................................................................. iii
KATA PENGANTAR............................................................... v
DAFTAR ISI.............................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN..................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................... 1
B. Deskripsi Singkat................................................. 2
C. Tujuan Pembelajaran........................................... 2
D. Materi Pokok....................................................... 3
BAB II KONSEP KEUANGAN NEGARA DAN
MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA.................. 4
A. Pengertian Keuangan Negara dan Manajemen
B. Keuangan Negara................................................ 4
C. Pendekatan Keuangan Negara............................. 5
D. Ruang Lingkup Keuangan Negara....................... 8
E. Fungsi Keuangan Negara ...................................
F. Pendekatan New Public Management (NPM).....
G. Perubahan Pendekatan Anggaran Negara ...........
H. Azas-azas Umum Penyelenggaraan
Keuangan Negara................................................
I. Prinsip-prinsip Pengelolaan
Keuangan Negara ...............................................

vii
Manajemen Keuangan Negaraviii

BAB III PENERIMAAN NEGARA DAN DAERAH.............. 10


A. Penerimaan Negara (Pemerintah Pusat) dan
Jenis-jenisnya ..................................................... 10
B. Penatausahaan Penerimaan Negara
Pemerintah Pusat................................................. 11
C. Sumber-sumber Penerimaan Daerah................... 11
D. Penatausahaan Penerimaan Daerah di Tingkat
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)............. 11

BAB IV PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH


PUSAT (MANAJEMEN APBN)................................ 15
A. Siklus Dalam Pelaksanaan Anggaran.................. 18
B. Penyusunan dan Penetapan APBN...................... 22
C. Pelaksanaan APBN............................................. 25
D. Pengawasan Pelaksanaan ABPN ........................
E. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN ...........
BAB V PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
(MANAJEMEN APBD)............................................ 27
A. Penyusunan Anggaran Daerah (APBD)............... 27
B. Penetapan Anggaran Daerah (APBD).................. 28
C. Pelaksanaan Anggaran Daerah (APBD).............. 29
D. Pemeriksaan Anggaran Daerah (APBD).............. 31
E. Pelaporan Anggaran Daerah (APBD)..................
F. Pertanggungjawaban Pelaksanaan
Anggaran Daerah (APBD)..................................
ix Modul Diklatpim Tingkat III

BAB VI KEKUASAAN PENGELOLAAN


KEUANGAN NEGARA............................................ 33
A. Presiden............................................................... 33
B. Menteri Keuangan............................................... 34
C. Menteri/Pimpinan Lembaga ...............................
D. Gubernur/Bupati/Walikota .................................
E. Pengguna/Kuasa Pengguna Anggaran
(PA/KPA) Daerah ..............................................
F. Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah (KSKPD).................................................
G. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
Daerah (PPTK-SKPD) .......................................
H. Bendahara ...........................................................
I. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) ....................
J. Pejabat Penguji dan Perintah Membayar ............
K. Pejabat Pemungut Penerimaan Negara ...............
L. Panitia Pengadaan Barang/Jasa ...........................

BAB VII DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN


PUSAT (DIPA) DAN DAERAH (DPA) ...................
A. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pusat ..............
B. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Daerah ...........
Manajemen Keuangan Negarax

BAB VIII MODEL DAN PROSEDUR PENCAIRAN


BELANJA PUSAT DAN DAERAH .........................
A. Model dan Prosedur Pencairan
Belanja Pusat ......................................................
B. Model dan Prosedur Pencaiaran
Belanja Daerah ...................................................

BAB IX P E N U T U P ...........................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................ 38
DAFTAR DOKUMEN.............................................................. 39
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan alat
utama pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat
pemerintah untuk mengelola perekonomian negara. Sebagai alat
pemerintah, APBN bukan hanya menyangkut keputusan ekonomi,
namun juga menyangkut keputusan politik. Dalam konteks ini, DPR
dengan hak legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang dimilikinya
perlu lebih berperan dalam mengawal APBN sehingga APBN benar-
benar dapat secara efektif menjadi instrumen untuk mensejahterakan
rakyat dan mengelola perekonomian negara dengan baik.
Dalam rangka mewujudkan good governance dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara, sejak beberapa tahun yang lalu
telah dilakukan Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah.
Reformasi tersebut mendapatkan landasan hukum yang kuat dengan
telah disahkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara.
Sebagai sebuah sistem, pengelolaan keuangan negara telah
mengalami banyak perkembangan. Dengan keluarnya tiga paket
perundang-undangan di bidang keuangan negara tersebut, sistem
manajemen keuangan negara di Indonesia terus berubah dan

11
Manajemen Keuangan Negara12

berkembang sesuai dengan dinamika manajemen sektor publik, dengan


berdasarkan kepada empat prinsip dasar, yaitu:
1. Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja;
2. Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah;
3. Pemberdayaan manajer professional; dan
4. Adanya lembaga pemeriksa eksternal yang kuat, professional
danmandiri serta dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan
pemeriksaan.
Perubahan mendasar yang diatur oleh Undang-undang Nomor 17
tahun 2003 dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya adalah:
1. Pengertian dan ruang lingkup keuangan negara;
2. Azas-azas umum pengelolaan keuangan negara;
3. Kedudukan presiden sebagai pemegang kekuasaan
pengelolaankeuangan negara;
4. Pendelegasian kekuasaan presiden kepada menteri
KeuangandanMenteri/Pimpinan Lembaga;
5. Susunan APBN dan APBD;
6. Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD;
7. Pengaturan Hubungan keuangan antara pemerintah pusat
denganbank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga
asing;
8. Pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah daerah
denganperusahaan daerah dan perusahaan swasta;
9. Badan pengelola dana masyarakat;
10. Penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian
laporanpertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.
11. Penggunaan Medium Term Expenditure Framework (MTEF)
sebagaipengganti Propenas dan Repelita.
13 Modul Diklatpim Tingkat III

Sedangkan perubahan mendasar dalam pengelolaan perbendaharaan


negara yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
yaitu:
1. Penerapan anggaran berbasis kinerja;
2. Pemberlakuan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
belanja negara berbasis akrual;
3. Munculnya jabatan fungsional Perbendaharaan Negara;
4. Pemberian jasa giro atau bunga atas dana pemerintah yang
disimpan pada bank sentral;
5. Sertifikat Bank Indonesia yang selama ini menjadi instrumen
moneter akan digantikan oleh Surat Utang Negara; dll.
Selain diuraikan pokok-pokok manajemen keuangan negara serta
proses APBN, diuraikan pula peranan DPR dalam pengelolaan anggaran
negara melalui fungsi-fungsi yang dimilikinya, yakni fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Peranan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Sektor Publik menjadi
semakin signifikan. Dalam perkembangannya, APBN telah menjadi
instrumen kebijakan multi fungsi yang digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan bernegara. Hal tersebut terutama terlihat dari
komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung merefleksikan
arah dan tujuan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, agar
fungsi APBN dapat berjalan secara optimal, maka sistem anggaran dan
pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan dengan
cermat dan sistematis.
Manajemen Keuangan Negara14

B. Deskripsi Singkat
Mata diklat Manajemen Keuangan Negara ini meliputi
pengertian manajemen keuangan negara, prinsip-prinsip dan asas-asas
dalam manajemen keuangan negara, mekanisme penyusunan dan
penetapan APBN dan APBD, mekanisme pelaksanaan APBD dan
APBD, mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban APBN dan
APBD, hingga mekanisme pengawasan APBN dan APBD.

C. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini peserta mampu
memahami dan melaksanakan manajemen keuangan negara sesuai
dengan kedudukan dan posisi jabatannya sebagai eselon III, sehingga
dapat dicapai efisiensi dan efektivitas pengelolaan anggaran.

D. Materi Pokok
Materi pokok dalam mata diklat ini terdiri dari:
1. Pengertian Keuangan negara dan Manajemen Keuangan Negara
2. Pendapatan Negara dan Daerah
3. Penyusunan dan penetapan APBN/APBD
4. Kekuasaan pengelolaan keuangan negara (APBN/APBD)
5. Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA dan DPA)
6. Prosedur pencairan Belanja Pusat (APBN) dan Belanja Daerah
(APBD)
7. Pelaksanaan APBN dan APBD
8. Pelaporan APBN dan APBD
9. Pertanggungjawaban APBN dan APBD
10. Pengawasan APBN dan APBD
BAB II
KONSEP KEUANGAN NEGARA DAN
MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA

A. Pengembangan Pegawai Pengertian Keuangan


Negara dan Manajemen Keuangan Negara
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Pasal 1 UU Nomor 17 Tahun
2003).
Menurut PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, Keuangan Daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah
dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Demikian
juga menurut Permendagri No. 13/2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, disebutkan bahwa Keuangan Daerah merupakan
semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut.
Ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan keuangan negara,
antara lain:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
15
Manajemen Keuangan Negara16

Perwakilan Rakyat. Sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja


Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
2. Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih. Sementara itu, pendapatan daerah
adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih.
3. Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Sedangkan belanja daerah
adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih.
4. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran
berikutnya.
5. Manajemen keuangan negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat
pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan
kewenangannya, dalam mengelola keuangan negara yang meliputi:
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan dan
pertanggungjawaban.
6. Manajemen keuangan daerah adalah fungsi Pemerintah Daerah
untuk mengelola keuangan mulai dari merencanakan, melaksanakan,
mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber
keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan
azas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan di daerah
yang diwujudkan dalam bentuk APBD (Tjahya Supriyatna, 1992).
17 Modul Diklatpim Tingkat III

Dalam Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945, secara berturut-
turut ditegaskan, APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan
negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.

B. Pendekatan Keuangan Negara


Perumusan keuangan negara menggunakan beberapa
pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan dari sisi obyek; Dari sisi obyek, keuangan negara
meliputi seluruh hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, di dalamnya termasuk berbagai kebijakan dan
kegiatan yang terselenggara dalam bidang fiskal, moneter dan
atau pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Selain itu
segala sesuatu dapat berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut.
2. Pendekatan dari sisi subyek; Dari sisi subyek, keuangan negara
meliputi negara, dan/atau pemerintah pusat, pemerintah daerah,
perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya
dengan keuangan negara.
3. Pendekatan dari sisi proses; Dari sisi proses, keuangan negara
mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan obyek keuangan negara mulai dari proses
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai
dengan pertanggungjawaban.
4. Pendekatan dari sisi tujuan; Dari sisi tujuan, keuangan negara
meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang
berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek
Manajemen Keuangan Negara18

sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan


pemerintahan negara.

C. Ruang Lingkup Keuangan Negara


Ruang lingkup keuangan negara sesuai dengan pengertian
tersebut di atas, diuraikan dalam Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003
meliputi:
1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan
mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan
umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
3. Penerimaan Negara;
4. Pengeluaran Negara;
5. Penerimaan Daerah;
6. Pengeluaran Daerah;
7. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau
oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang,
serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau daerah;
8. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam
rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau
kepentingan umum;
9. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan
fasilitas yang diberikan pemerintah
19 Modul Diklatpim Tingkat III

D. Fungsi Keuangan Negara

Dalam pembangunan ekonomi, anggaran mempunyai fungsi


yang sangat dominan. Musgrave and Musgrave, (1989) menyebutkan
ada tiga fungsi keuangan negara, yaitu:
1. Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah (melalui manajemen
keuangan negara) dalam menggunakan sumberdaya nasional
untuk keperluan penyediaan barang publik, dalam rangka
mengatasi kegagalan mekansime pasar, dan akibat kurangnya
minat sektor swasta dalam menghasilkan barang dan jasa bagi
konsumen;
2. Fungsi distribusi, yaitu fungsi pemerintah (melalui manajemen
keuangan negara) untuk meredistribusi pendapatan dalam
mengatasi ketidak merataan yang diakibatkan oleh adanya
kesenjangan dalam pemilikan faktor-faktor produksi seperti
tanah, modal, tenaga kerja dan kewirausahaan.
3. Fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah (melalui manajemen
keuangan negara) dalam menstabilkan kondisi perekonomian
negara. Jika kondisi perekonomian sedang inflasi, maka
pengeluaran dikurangi atau pajak dinaikkan. Sebaliknya jika
kondisi perekonomian deflasi, maka pengeluaran pemerintah
ditambah atau pajak dikurangi.

E. Pendekatan New Public Management (NPM)


Sejak pertengahan tahun 1980-an, telah terjadi perubahan
manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen
tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model
manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi
Manajemen Keuangan Negara20

pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana,


tetapi perubahan besar yang telah mengubah peran pemerintah terutama
dalam hal hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Paradigma baru
yang muncul dalam manajemen sector publik tersebut adalah
pendekatan New Public Management (NPM).
Model NPM berfokus pada manajemen sektor publik yang
berorientasi pada kinerja, bukan pada kebijakan. Penggunaan paradigma
baru tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi pada pemerintah,
diantaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan
biaya (cost cutting), dan kompetisi tender. Salah satu model
pemerintahan di era NPM adalah model pemerintahan yang diajukan
oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandangannya
yang dikenal dengan konsep “Reinventing Government”.
Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan
Gaeblertersebut adalah:
1. Pemerintahan katalis (fokus pada pemberian arahan bukan
produksi layanan publik),
2. Pemerintah milik masyarakat (lebih memberdayakan
masyarakat dari pada melayani),
3. Pemerintah yang kompetitif (mendorong semangat kompetisi
dalam pemberian pelayanan publik),
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi (mengubah organisasi
yang digerakkan oleh peraturan menjadi digerakkan oleh
misi),
5. Pemerintah yang berorientasi hasil (membiayai hasil bukan
masukan),
6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan (memenuhi
kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi),
21 Modul Diklatpim Tingkat III

7. Pemerintah wirausaha (mampu menciptakan pendapatan dan


tidak sekedar membelanjakan),
8. Pemerintah yang antisipatif (berupaya mencegah daripada
mengobati),
9. Pemerintah desentralisasi (dari hierarki menuju partisipasi
dan tim kerja), dan
10. Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar (mengadakan
perubahan dengan mekanisme pasar/sistem insentif dan
bukan mekanisme administratif/sistem prosedur dan
pemaksaan).

Munculnya konsep New Public Management (NPM)


berpengaruh langsung terhadap konsep anggaran negara pada
umumnya. Salah satu pengaruh itu adalah terjadinya perubahan sistem
anggaran dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih
berorientasi pada kinerja.

F. Pendekatan New Public Management (NPM)


Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan
munculnya era New Public Management telah mendorong upaya di
berbagai negara untuk mengembangkan pendekatan yang lebih
sistematis dalam perencanaan anggaran negara. Seiring dengan
perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik penganggaran sektor
publik, antara lain: Teknik Anggaran Kinerja (Performance Budgetin
g), Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning, Programming, and
Budgeting System (PPBS). Dalam konteks kebijakan manajemen
keuangan negara di Indonesia, dikembangkan Sistem Anggaran
Berbasis Kinerja (ABK).
Manajemen Keuangan Negara22

Uraian lebih lanjut teknik penganggaran tersebut adalah sebagai berikut:


1. Teknik Anggaran Kinerja (Performance Budgeting)
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai
kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya
kelemahan karena tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran
pelayanan publik. Pendekatan ini sangat menekankan pada konsep
value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini
juga mengutamakan mekanisme penentuan prioritas tujuan serta
pendekatan yang sistematik dan rasional dalam proses pengambilan
keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut, anggaran
kinerja dilengkapi dengan teknik analisis antara biaya dan manfaat.
Sistem penganggaran kinerja pada dasarnya merupakan
sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur
kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran
program. Penerapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan
anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan
struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut.
Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan
indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam
mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.
2. Zero Based Budgeting (ZBB )
Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk
mengatasi kelemahan yang ada pada sistem anggaran tradisional.
Penyusunan anggaran dengan menggunakan konsep ZBB dapat
menghilangkan kelemahan pada konsep incrementalism dan line
item karena anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero base).
23 Modul Diklatpim Tingkat III

Penyusunan anggaran yang bersifat incremental


mendasarkan besarnya realisasi anggaran tahun ini untuk
menetapkan anggaran tahun depan, yaitu dengan menyesuaikan
tingkat inflasi atau jumlah penduduk. ZBB tidak berpatokan pada
anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun
didasarkan pada kebutuhan saat ini. Dengan ZBB, seolah-olah
proses anggaran dimulai dari hal-hal yang baru sama sekali. Item
anggaran yang sudah tidak relevan dan tidak mendukung pencapaian
tujuan organisasi dapat hilang dari struktur anggaran, atau mungkin
juga muncul item baru.
3. Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)
PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada
teori sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan
penekanan utamanya pada alokasi sumber daya berdasarkan analisis
ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur
organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi, namun
berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk
mencapai tujuan tertentu.
PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan
untuk membantu manajemen pemerintah dalam membuat keputusan
alokasi sumber daya secara lebih baik.Hal tersebut disebabkan
sumber daya yang dimiliki pemerintah sangat terbatas jumlahnya,
sedangkan tuntutan masyarakat tidak terbatas jumlahnya.Dalam
keadaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan alternatif
keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian
tujuan bernegara secara keseluruhan.PPBSmemberikan kerangka
untuk membuat pilihan tersebut.
Manajemen Keuangan Negara24

Pendekatan baru dalam sistem anggaran negara tersebut menurut


Mardiasmo, dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik cenderung
memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. komprehensif/komparatif,
b. terintegrasi dan lintas departemen,
c. proses pengambilan keputusan yang rasional,
d. berjangka panjang,
e. spesifikasi tujuan dan urutan prioritas,
f. analisis total cost and benefit (termasuk opportunity cost),
g. berorientasi pada input, output, dan outcome, bukan sekedar
Input,
h. adanya pengawasan kinerja.

4. Anggaran Berbasis Kinerja (ABK)


Dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terjadi
perubahan mendasar, yang antara lain : (1) Prinsip anggaran berimbang
diganti dengan anggaran surplus/defisit; (2) Program budgeting
(berbasis tujuan) menjadi performance budgeting (berbasis kinerja); (3)
Anggaran yang disusun atas dasar rencana lima tahunan diganti menjadi
anggaran yang disusun secara rolling dengan pendekatan Medium Term
Expenditure Framework; dan (4) Dual budget (rutin dan
pembangunan) menjadi unified budget (satu anggaran).
Salah satu aspek dalam upaya tersebut adalah Anggaran
Berbasis Kinerja (ABK) yang merupakan sistem penganggaran yang
dapat memadukan perencanaan kinerja dan anggaran tahunan sehingga
dapat diketahui keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil
(outcomes) yang diharapkan.
25 Modul Diklatpim Tingkat III

Anggaran merupakan alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan


ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi
mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta
pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Sedangkan Penganggaran berbasis kinerja (ABK) adalah penyusunan
anggaran dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan
keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dan keluaran (mengacu pada Pasal 7 ayat (1) PP No.
21 Tahun 2004). Dalam penganggaran berbasis kinerja diperlukan
indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja dari setiap program
dan jenis kegiatan (mengacu pada Pasal 7 ayat (2) PP No. 21 Tahun
2004). Kondisi yang diharapkan dari penerapan anggaran berbasis
kinerja (ABK), antara lain : (1) meningkatkan efektivitas alokasi
anggaran melalui perancangan program/kegiatan yang diarahkan untuk
mencapai hasil dan keluaran yang ditetapkan, (2) meningkatkan
efisiensi pengeluaran melalui penentuan satuan biaya keluaran, dan (3)
oleh karenanya meningkatkan kredibilitas dan akuntabilitas.
Instrumen yang digunakan dalam pelaksanaan (ABK) adalah
Rencana Stratejik (RENSTRA): (1) dalam UU No. 25 Tahun 2004 Pasal
7 ayat (1) antara lain disebutkan bahwa ”Renstra-SKPD memuat visi,
misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan
yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat
Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif”.
(2)Dalam PP. No. 58/2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
dalam Pasal 31 ayat (1), dijelaskan SKPD menyusun rencana strategis
yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD yang memuat visi, misi, tujuan,
strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang bersifat
indikatif sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Manajemen Keuangan Negara26

G. Azas-Azas Umum Penyelenggaraan


Keuangan Negara
Asas umum penyelenggaraan keuangan negara meliputi:
1. Azas tahunan, artinya bahwa keuangan negara disusun pada
setiap tahun.
2. Azas universalitas, artinya bahwa keuangan negara berlaku
universal untuk semua bidang dan sektor dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum.
3. Azas kesatuan, artinya bahwa dalam penyelenggaraan keuangan
negara tidak bisa dipisahkan antara satu bidang dengan bidang
lain,satu sektor dengan sektor lain, melainkan merupakan satu
kesatuan yang utuh dan saling terkait.
4. Azas spesialitas, artinya bahwa meskipun penyelenggaraan
keuangan negara merupakan satu kesatuan utuh, namun
spesialisasi bidang dan sektor harus dilakukan dalam rangka
efektivitas dan efisiensi anggaran.
5. Azas akuntabilitas berorientasi pada hasil, artinya bahwa setiap
rupiah uang negara yang dikeluarkan harus dapat dipertanggung
jawabkan kepada publik dan dalam pengalokasiannya harus
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat pada publik.
6. Azas profesionalitas, artinya bahwa dalampengelolaan keuangan
negara harus dilakukan secara profesional.
7. Azas proporsionalitas, artinya adalah bahwa pengelolaan
keuangan negara harus dilakukan secara proporsioanl sesuai
dengan kebutuhan dengan tetap mengacu kepada efisiensi,
efektivitas, dan keadilan.
8. Azas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, artinya
bahwa dalampengelolaan keuangan negara harus bersifat
terbuka (transparan) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
27 Modul Diklatpim Tingkat III

H. Prinsip-prinsip PengelolaanKeuangan Negara


Sistem penganggaran moderen (Public Expenditure
Management) menekankan pentingnya tiga prinsip penting (best
practice) dalam pengelolaan keuangan negara yaitu :
1. Agregate Fiscal Dicipline,
2. disiplin anggaran pada tingkat nasional agar besarnya belanja
negara disesuaikan dengan kemampuan menghimpun
pendapatan negara
3. Allocative Efficiency, efisiensi alokasi anggaran melalui
distribusi yang tepat sumber-sumber daya keuangan untuk
berbagai fungsi pemerintahan sesuai dengan outcome (manfaat
atau hasil) yang diharapkan dari penyelenggaraan tugas
kementrian/lembaga
4. Operational Efficiency, efisiensi pelaksanaan kegiatan instansi
pemerintahan untuk menghasilkan output sesuai tugas dan fungsi
instansi pemerintahan bersangkutan

Sementara itu, dalam UU Nomor 17 tahun 2003 tersurat bahwa


prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara meliputi:
1. Tertib, artinya bahwa pengelolaan keuangan negara harus selalu
memperhatikan tertib administrasi dan tertib secara operasional.
2. Taat pada peraturan perundang-undangan, artinya bahwa
pengelolaan keuangan negara harus selalu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Efisien, artinya bahwa pengelolaan keuangan negara harus
efisien, dan tidak boros.
Manajemen Keuangan Negara28

4. Ekonomis, artinya bahwa dalam pengelolaan keuangan negara


harus memperhatikan keterbatasan keuangan yang ada dengan
pengalokasian sesuai dengan prioritas.
5. Efektif, artinya bahwa pengelolaan keuangan negara harus
berorientasi kepada pencapaian tujuan pembangunan.
6. Transparan, artinya bahwa pengelolaan keuangan negara harus
terbuka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
7. Bertanggung jawab, artinya bahwa setiap rupiah uang negara
yang dikeluarkan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada
publik sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
8. Memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, artinya bahwa
dalam pengelolaan keuangan negara harus selalu memperhatikan
keadilan dinatara warga negara, daerah, dan sektor, serta sesuai
dengan norma dan kepatutan yang berlaku di masyarakat.
BAB III
PENERIMAAN NEGARA DAN DAERAH
Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat dapatmenjelaskan
Penerimaan Negara dan Daerah

A. Penerimaan Negara (Pemerintah Pusat)


dan Jenis-jenisnya
Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
Sedangkan pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat
yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Sumber penerimaan negara (pemerintah pusat) terdiri
dari:
1. Penerimaan dalam negeri
a. Penerimaan perpajakan; Pajak, bea dan cukai
merupakan peralihan kekayaan dari sektor swasta ke
pemerintah, yang diharuskan oleh UU dan dapat
dipaksakan, dengan tidak mendapat jasa timbal
secara langsung untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran negara. Penerimaan perpajakan adalah
semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam
negeridan pajak perdagangan internasional.
1) Pajak dalam negeri, antara lain :

29
Manajemen Keuangan Negara30

 Pajak penghasilan
 Pajak pertambahan Nilai barang dan jasa
dan pajak penjualan atas barang mewah
(PPnBM),
 Bea, terdiri dari bea masuk dan bea
keluar. Bea masuk ialah bea yang
dipungut dari jumlah harga barang yang
dimasukkan ke daerah pabean dengan
maksud untuk dipakai dan dikenakan bea
menurut tarif tertentu yang ditetapkan
dengan UU dan keputusan Mentri
keuangan.Bea keluar ialah bea yang
dipungut dari jumlah harga barang
tertentu yang dikirim keluar daerah
Indonesia dihitung berdasarkan tarif
tertentu berdasarkan UU
 Cukai, yaitu pungutan yang dikenakan
atas barang-barang tertentu berdasarkan
tarif yang sudah ditentukan misalnya
tembakau, gula, bensin.
 serta pajak lainnya.

2) Pajak perdagangan internasional, antara lain :


 Bea masuk (impor), ialah bea yang
dipungut dari jumlah harga barang yang
dimasukkan ke daerah pabean dengan
maksud untuk dipakai dan dikenakan bea
menurut tarif tertentu yang ditetapkan
31 Modul Diklatpim Tingkat III

dengan UU dan keputusan Mentri


keuangan.
 Bea keluar (ekspor),yaitu bea yang
dipungut dari jumlah harga barang
tertentu yang dikirim keluar daerah
Indonesia dihitung berdasarkan tarif
tertentu berdasarkan UU
3) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
 Penerimaan yang bersumber dari
pengelolaan dana pemerintah yang
terdiri:Penerimaan jasa giro, penerimaan sisa
anggaran.
 Penerimaan dari hasil pengelolaan Sumber
Daya Alam (SDA), terdiri atas: migas
(minyak bumi dan gas alam, nonmigas
(pertambangan umum, kehutanan, perikanan,
dsb),
 Penerimaan dari pemanfaatan SDA oleh
pihak lain, terdiri dari:Royalti bidang
perikanan, Royalti bidang kehutanan,
Royalti bidang pertambangan (Catatan:
Royalti adalah pembayaran yang diterima
oleh negara sehubungan dengan pemberian
izin atau fasilitas tertentu dari negara
kepada pihak lain untuk memanfaatkan atau
mengolah kekayaan negara).
 Penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan
negara yang dipisahkan terdiri dari:Bagian
laba pemerintah, hasil penjualan saham
Manajemen Keuangan Negara32

pemerintah, deviden ( pembayaran berupa


keuntungan yang diterima oleh negara
sehubungan dengan keikutsertaan mereka
selaku pemegang saham dalam suatu
perusahaan)
 Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang
dilakukan pemerintah terdiri dari:Pelayanan
pendidikan, pelayanan kesehatan, pemberian
hak paten, hak cipta, dan merk, serta
pelayanan lainnya;
 Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan
yang terdiri dari:Lelang barang, denda, hasil
rampasan yang diperoleh dari kejahatan;
 Laba Badan Usaha Milik Negera (BUMN);
 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
lainnya.
2. Hibah, yaitu semua penerimaan negara yang berasal dari
sumbangan swasta dalam negeri, sumbangan swasta dan
pemerintah luar negeri.
3. Sumber-sumber penerimaan negara lainnya, antara lain:
a. Pencetakan uang (deficit spending)
b. Pinjaman negara baik dari dalam maupun luar negeri
c. Bantuan proyek
33 Modul Diklatpim Tingkat III

B. Penatausahaan Penerimaan Negara


(Pemerintah Pusat)
1. Pejabat Terkait Dengan Penerimaan pemerintah Pusat di
Tingkat Satuan Kerja (Satker)
Sebelum berbicara tentang penatausahaan penerimaan
negara, perlu disampaikan terlebih dahulu tentang pejabat
terkait dengan penerimaan negara (Pemerintah Pusat) di
Tingkat Satker, yang terdiri dari:
a. Presiden
b. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
c. KPPN sebagai kuasa bendahara umum negara
d. Pimpinan Satker sebagai pengguna anggaran
e. Bendahara sebagai kuasa pengguna anggaran

2. Akuntansi Keuangan
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset,
utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan
perhitungannya. Yang dimaksud dengan aset adalah sumber
daya, yang antara lain meliputi uang, tagihan, investasi, dan
barang, yang dapat diukur dalam satuan uang, serta dikuasai
dan/atau dimiliki oleh pemerintah dan diharapkan memberi
manfaat ekonomi/sosial di masa depan.
Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja selaku
pengguna anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi
keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi
pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung
jawabnya.
Manajemen Keuangan Negara34

Akuntansi dimaksud digunakan untuk menyusun


laporan keuangan pemerintah pusat sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP). Tiap-tiap kementerian
negara/lembaga, merupakan entitas pelaporan yang tidak hanya
wajib menyelenggarakan akuntansi, tetapi juga wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan
keuangan.

3. Penatausahaan Dokumen
Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen
yang berkaitan dengan perbendaharaan negara wajib
menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut dengan
baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yaitu undang-undang tentang kearsipan.
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
Sedangkan pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah
yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Pendapatan daerah tersebut merupakan perkiraan yang terukur
secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber
pendapatan. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan
uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah
ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran
dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Sumber-sumber PAD terdiri dari:
 Hasil Pajak Daerah, antara lain:
35 Modul Diklatpim Tingkat III

 Pajak Kabupaten/Kota: Pajak Hotel, Pajak Restoran,


Pajak Parkir dan lain-lain.
 Pajak Propinsi: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor, dan lain-lain/
 Hasil Retribusi Daerah, yang terdiri dari:
 Retribusi Jasa Umum,
 Retribusi Jasa Usaha,
 Retribusi Perizinan Tertentu
 Hasil Dari Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

Dalam merencanakan PAD, beberapa hal yang harus


diperhatikan oleh Pemerintah Daerah antara lain:
a. Perlu memperhatikan kondisi perekonomian, antara
lain pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.
b. Dalam upaya pengelolaan dan peningkatan PAD
pada umumnya, agar tidak menetapkan kebijakan yang
memberatkan dunia usaha dan masyarakat, bahkan
sebaliknya, bilaman perlu diberikan insentif untuk
menarik atau memberikan rangsangan agar kegiatan
ekonomi masyarakat meningkat. Upaya tersebut dapat
ditempuh melalui penyederhanaan sistem dan prosedur
administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah,
pemberian insentif atau rasionalisasi pajak/retribusi
daerah, meningkatkan ketaatan wajib pajak dan
pembayar retribusi daerah, serta meningkatkan
pengendalian dan pengawasan atas pemungutan PAD
Manajemen Keuangan Negara36

yang diikuti dengan peningkatan kualitas , kemudahan,


ketepatan dan kecepatan palayanan.
c. Pemerintah Daerah agar secara konsisten untuk
tidak melaksanakan pemungutan terhadap pajak dan
retribusi daerah yang perda-nya telah dibatalkan oleh
pemerintah.
d. Dalam menetapkan target pendapatan daerah dari
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
hendaknya dilakukan secara rasional dengan
mempertimbangkan hasil dari nilai kekayaan daerah
yang disertakan sesuai dengan tujuan dan fungsi
penyertaan modal dimaksud. Selain itu untuk
meningkatkan pendapatan daerah, pemerintah daerah
dapat mendayagunakan kekayaan atau aset-aset daerah
yang idle dengan cara melakukan kerjasama dengan
pihak ketiga.
e. Pemerintah Daerah agar tidak menetapkan target
pendapatan yang berasal dari setoran laba bersih
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang cakupan
pelayanannya belum mencapai 80% dari jumlah
penduduk dalam wilayah administratif daerah
Kabupaten/Kota pemilik PDAM, sebagaimana diatur
dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
690/477/SJ tanggal 18 Februari 2009 perihal Percepatan
terhadap Program Penambahan 10 juta Sambungan
Rumah Air Minum Tahun 2009 s/d 2013. Untuk PDAM
yang belum memenuhi kebutuhan diatas, agar bagian
laba yang diperoleh diupayakan untuk direinvestasikan
37 Modul Diklatpim Tingkat III

dalam rangka meningkatkan kualitas dan jangkauan


pelayanan.
f. Dalam hal daerah telah membentuk Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) seperti Rumah Sakit Daerah,
maka penerimaan rumah sakit tersebut dicantumkan
dalam APBD sebagai jenis pendapatan Lain-lain PAD
Yang Sah, sedangkan bagi rumah sakit yang belum
menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD, maka
penerimaan rumah sakit tersebut termasuk pelayanan
masyarakat miskin melalui Jaminan Kesehatan
Masyarakat (JAMKESMAS) dicantumkan dalam
APBD sebagai jenis retribusi.

2. Dana Perimbangan
Untuk penganggaran pendapatan yang bersumber dari dana
perimbangan dalam APBD, perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1) Mengingat proses penyusunan APBD sudah dimulai
sejak bulan juni tahun sebelumnya, dan penetapan
alokasi dana perimbangan direncanakan sekitar bulan
Oktober tahun sebelumnya, maka pencantuman alokasi
dana perimbangan dalam penyusunan APBD Tahun
Anggaran yang akan berjalan didasarkan pada alokasi
dan perimbangan Tahun Anggaran sebelumnya dan
memperhatikan realisasi penerimaan dua tahun terakhir;
2) Terhadap perencanaan alokasi dana bagi hasil,
pemerintah daerah dapat memperkirakan besaran alokasi
dana bagi hasil lebih rendah dari Keputusan Menteri
Manajemen Keuangan Negara38

Keuangan Tahun Anggaran sebelumnya, untuk


mengantisipasi kemungkinan tidak stabilnya kondisi
perekonomian. Selanjutnya apabila alokasi dana bagi
hasil tersebut tidak sesuai atau lebih tinggi dari yang
diperkirakan, dapat dilakukan penyesuaian dalam
perubahan APBD tahun berjalan;
3) Bagi Daerah yang tidak menerima Alokasi DAU
karena memiliki celah fiskal negatif dan nilai negatif
sama atau lebih besar dari alokasi dasar berdasarkan
penerapan formula murni DAU, maka untuk menjamin
terpenuhinya kebutuhan belanja pegawai yang meliputi
gaji pokok dan tunjangan PNS Daerah (PNSD), supaya
mengalokasikan dana untuk gaji pokok dan tunjangan
PNSD dalam APBD, termasuk untuk kenaikan gaji
pokok dan gaji bulan ke-13, yang bersumber dari
pendapatan daerah antara lain PAD, DBH Pajak dan
DBBH SDA dan/atau penerimaan pembiayaan dari
SilPA Tahun lalu;
4) Dana bagi hasil Cukai Hasil Tembakau yang di
alokasikan ke Kabupaten/Kota dan Provinsi sesuai
dengan Keputusan Gubernur, dan diarahkan untuk
melaksanakan peningkatan kualitas bahan baku,
pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial,
sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan /atau
pemberantasan barang kena cukai palsu (cukai ilegal).

3. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah


a. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menetapkan
pendapatan bagi hasil yang diterima dari provinsi pada
39 Modul Diklatpim Tingkat III

Tahun Anggaran Berjalan agar menggunakan pagu


Tahun Anggaran sebelumnya. Sedangkan bagian
pemerintah Kabupaten/Kota yang belum direalisasikan
oleh pemerintah provinsi akibat pelampauan target
Tahun Anggaran sebelumnya agar ditampung dalam
perubahan APBD Tahun Anggaran yang akan berjalan;
b. Dana Darurat, Dana Bencana Alam dan Sumbangan
Pihak Ketiga yang diterima oleh pemerintah daerah
bilamana belum dapat diperkirakan dan dipastikan pada
saat penyusunan APBD Tahun Anggaran yang akan
berjalan agar penganggarannya dicantumkan pada
Perubahan APBD Tahun Anggaran yang akan berjalan
tersebut.

C. Sumber-sumber Penerimaan Daerah


Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas
daerah. Sedangkan pendapatan daerah adalah hak pemerintah
daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Pendapatan daerah tersebut merupakan perkiraan yang terukur
secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber
pendapatan. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan
uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah
ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran
dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Sumber-sumber PAD terdiri dari:
 Hasil Pajak Daerah, antara lain:
Manajemen Keuangan Negara40

 Pajak Kabupaten/Kota: Pajak Hotel, Pajak


Restoran, Pajak Parkir dan lain-lain.
 Pajak Propinsi: Pajak Kendaraan Bermotor,
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan lain-
lain/
 Hasil Retribusi Daerah, yang terdiri dari:
 Retribusi Jasa Umum,
 Retribusi Jasa Usaha,
 Retribusi Perizinan Tertentu
 Hasil Dari Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

Dalam merencanakan PAD, beberapa hal yang harus


diperhatikan oleh Pemerintah Daerah antara lain:
a. Perlu memperhatikan kondisi perekonomian, antara
lain pertumbuhan ekonomi dan daya beli
masyarakat.
b. Dalam upaya pengelolaan dan peningkatan PAD
pada umumnya, agar tidak menetapkan kebijakan
yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat,
bahkan sebaliknya, bilaman perlu diberikan insentif
untuk menarik atau memberikan rangsangan agar
kegiatan ekonomi masyarakat meningkat. Upaya
tersebut dapat ditempuh melalui penyederhanaan
sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak
dan retribusi daerah, pemberian insentif atau
rasionalisasi pajak/retribusi daerah, meningkatkan
ketaatan wajib pajak dan pembayar retribusi daerah,
41 Modul Diklatpim Tingkat III

serta meningkatkan pengendalian dan pengawasan


atas pemungutan PAD yang diikuti dengan
peningkatan kualitas , kemudahan, ketepatan dan
kecepatan palayanan.
c. Pemerintah Daerah agar secara konsisten untuk
tidak melaksanakan pemungutan terhadap pajak dan
retribusi daerah yang perda-nya telah dibatalkan
oleh pemerintah.
d. Dalam menetapkan target pendapatan daerah dari
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
hendaknya dilakukan secara rasional dengan
mempertimbangkan hasil dari nilai kekayaan daerah
yang disertakan sesuai dengan tujuan dan fungsi
penyertaan modal dimaksud. Selain itu untuk
meningkatkan pendapatan daerah, pemerintah
daerah dapat mendayagunakan kekayaan atau aset-
aset daerah yang idle dengan cara melakukan
kerjasama dengan pihak ketiga.
e. Pemerintah Daerah agar tidak menetapkan target
pendapatan yang berasal dari setoran laba bersih
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang
cakupan pelayanannya belum mencapai 80% dari
jumlah penduduk dalam wilayah administratif
daerah Kabupaten/Kota pemilik PDAM,
sebagaimana diatur dalam surat edaran Menteri
Dalam Negeri Nomor 690/477/SJ tanggal 18
Februari 2009 perihal Percepatan terhadap Program
Penambahan 10 juta Sambungan Rumah Air Minum
Tahun 2009 s/d 2013. Untuk PDAM yang belum
Manajemen Keuangan Negara42

memenuhi kebutuhan diatas, agar bagian laba yang


diperoleh diupayakan untuk direinvestasikan dalam
rangka meningkatkan kualitas dan jangkauan
pelayanan.
f. Dalam hal daerah telah membentuk Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) seperti Rumah Sakit
Daerah, maka penerimaan rumah sakit tersebut
dicantumkan dalam APBD sebagai jenis pendapatan
Lain-lain PAD Yang Sah, sedangkan bagi rumah
sakit yang belum menerapkan pola pengelolaan
keuangan BLUD, maka penerimaan rumah sakit
tersebut termasuk pelayanan masyarakat miskin
melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat
(JAMKESMAS) dicantumkan dalam APBD sebagai
jenis retribusi.

2. Dana Perimbangan
Untuk penganggaran pendapatan yang bersumber dari dana
perimbangan dalam APBD, perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Mengingat proses penyusunan APBD sudah dimulai
sejak bulan juni tahun sebelumnya, dan penetapan
alokasi dana perimbangan direncanakan sekitar bulan
Oktober tahun sebelumnya, maka pencantuman alokasi
dana perimbangan dalam penyusunan APBD Tahun
Anggaran yang akan berjalan didasarkan pada alokasi
dan perimbangan Tahun Anggaran sebelumnya dan
memperhatikan realisasi penerimaan dua tahun terakhir;
43 Modul Diklatpim Tingkat III

b. Terhadap perencanaan alokasi dana bagi hasil,


pemerintah daerah dapat memperkirakan besaran alokasi
dana bagi hasil lebih rendah dari Keputusan Menteri
Keuangan Tahun Anggaran sebelumnya, untuk
mengantisipasi kemungkinan tidak stabilnya kondisi
perekonomian. Selanjutnya apabila alokasi dana bagi
hasil tersebut tidak sesuai atau lebih tinggi dari yang
diperkirakan, dapat dilakukan penyesuaian dalam
perubahan APBD tahun berjalan;
c. Bagi Daerah yang tidak menerima Alokasi DAU
karena memiliki celah fiskal negatif dan nilai negatif
sama atau lebih besar dari alokasi dasar berdasarkan
penerapan formula murni DAU, maka untuk menjamin
terpenuhinya kebutuhan belanja pegawai yang meliputi
gaji pokok dan tunjangan PNS Daerah (PNSD), supaya
mengalokasikan dana untuk gaji pokok dan tunjangan
PNSD dalam APBD, termasuk untuk kenaikan gaji
pokok dan gaji bulan ke-13, yang bersumber dari
pendapatan daerah antara lain PAD, DBH Pajak dan
DBBH SDA dan/atau penerimaan pembiayaan dari
SilPA Tahun lalu;
d. Dana bagi hasil Cukai Hasil Tembakau yang di
alokasikan ke Kabupaten/Kota dan Provinsi sesuai
dengan Keputusan Gubernur, dan diarahkan untuk
melaksanakan peningkatan kualitas bahan baku,
pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial,
sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan /atau
pemberantasan barang kena cukai palsu (cukai ilegal).
Manajemen Keuangan Negara44

3. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah


a. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menetapkan
pendapatan bagi hasil yang diterima dari provinsi pada
Tahun Anggaran Berjalan agar menggunakan pagu
Tahun Anggaran sebelumnya. Sedangkan bagian
pemerintah Kabupaten/Kota yang belum direalisasikan
oleh pemerintah provinsi akibat pelampauan target
Tahun Anggaran sebelumnya agar ditampung dalam
perubahan APBD Tahun Anggaran yang akan berjalan;
b. Dana Darurat, Dana Bencana Alam dan Sumbangan
Pihak Ketiga yang diterima oleh pemerintah daerah
bilamana belum dapat diperkirakan dan dipastikan pada
saat penyusunan APBD Tahun Anggaran yang akan
berjalan agar penganggarannya dicantumkan pada
Perubahan APBD Tahun Anggaran yang akan berjalan
tersebut.

D. Penatausahaan Penerimaan Daerah di


Tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD)
Sebelum berbicara tentang penatausahaan penerimaan
daerah, perlu disampaikan terlebih dahulu tentang pejabat
terkait dengan penerimaan daerah (Pemerintah Daerah) di
Tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yang terdiri
dari:
45 Modul Diklatpim Tingkat III

a. Gubernur/Wakil Gubernur
b. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selaku
Bendahara Umum Daerah
c. Kuasa Pengelola Keuangan Daerah (KPKD) sebagai
kuasa bendahara umum Daerah
d. Kepala SKPD sebagai pengguna anggaran
e. Bendahara sebagai kuasa pengguna anggaran

Meskipun tugas pelaksanaan dan penatausahaan


anggaran lebih cenderung merupakan tugas Bendahara Umum
Daerah, namun sebagai pejabat Eselon III bidang Keuangan
(Kabag Keuangan) harus pula mengetahui tentang pokok-
pokok tatacara pelaksanaan dan penatausahaan anggaran.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
Anggaran Pendapatan Daerah adalah:
a. Semua Penerimaan Daerah harus dilakukan melalui
rekening Kas Umum Daerah;
b. Bendahara Penerimaan wajib menyetor seluruh
penerimaan uang ke rekening Kas Umum Daerah
selambat-lambatnya 1 (satu) hari setelah Bendahara
menerima uang;
c. Semua penerimaan harus didukung oleh bukti yang
lengkap atas setoran tersebut;
d. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tidak boleh
melakukan pungutan apapun selain yang telah ditetapkan
dalam Peraturan Daerah.
Manajemen Keuangan Negara46

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang


mempunyai tugas untuk memungut dan/atau menerima
Pendapatan Daerah yang kegiatannya akan berdampak pada
Penerimaan Daerah mempunyai kewajiban untuk lebih
mengintensifkan pemungutan dan penerimaan pendapatan
daerah tersebut. Namun demikian, Pendapatan Daerah yang
diterima oleh setiap SKPD tidak dapat dipergunakan langsung
untuk membiayai pengeluaran.
Semua Penerimaan Daerah apabila berbentuk uang
harus segera disetor ke Kas Umum Daerah dan apabila
Penerimaan Daerah tersebut berbentuk barang maka akan
menjadi Aset Daerah yang harus dicatat sebagai Inventaris
Daerah. Setiap Pengeluaran Daerah harus dilaksanakan sesuai
dengan prosedur yang berlaku berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan.
Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2005 pasal 52 ayat (2) tentang Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan Daerah disebutkan bahwa apabila ada komisi,
rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang, baik secara
langsung yang timbul sebagai akibat dari penjualan, tukar-
menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa
termasuk penerimaam bunga, jasa giro atau penerimaan tidak
langsung sebagai akibat dari penyimpanan dana anggaran pada
Bank serta penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah
atas kegiatan lainnya, maka semua hal tersebut merupakan
Pendapatan Daerah.
BAB IV
PENGELOLAAN KEUANGAN
PEMERINTAH PUSAT
(MANAJEMEN APBN)

A. Siklus Dalam Pelaksanaan Anggaran

Tahun anggaran meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1


Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang bersangkutan.
APBN dalam satu tahun anggaran meliputi:
1. Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih;
2. Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih;
3. Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-
tahun anggaran berikutnya. Semua penerimaan dan
pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening Kas
Umum Negara dengan menggunakan sistem giral.

Secara garis besar, tahap-tahap siklus anggaran dapat


digambarkan sebagai berikut:
1. Penyusunan RAPBN oleh pemerintah;
2. Penyampaian RAPBN kepada DPR/pengesahannya;

47
Manajemen Keuangan Negara48

3. Pelaksanaan APBN oleh pemerintah;


4. Pengawasan pelaksanaan APBN oleh BPK;
5. Pertanggungjawaban/Perhitungan Anggaran Negara
(PAN);
6. Persetujuan RUU PAN menjadi UU PAN oleh DPR.

Berdasarkan fungsinya, penganggaran pemerintah mempunyai


tiga fungsi utama yaitu:
1. Stabilitas fiskal makro,
2. Alokasi sumber daya sesuai prioritas, dan
3. Pemanfaatan anggaran secara efektif dan efisien.

Untuk mencapai tujuan penganggaran ini, dilakukan dengan


tiga pendekatan baru dalam penyusunan sistem penganggaran
yaitu:
1. Penerapan kerangka pengeluaran jangka menengah.
Kerangka pengeluaran jangka menengah digunakan
untuk mencapai disiplin fiskal secara berkelanjutan.
Kementerian negara/lembaga mengajukan usulan
anggaran untuk membiayai program dan kegiatan dalam
tahun anggaran yang direncanakan dan menyampaikan
prakiraan maju yang merupakan implikasi kebutuhan
dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut
pada tahun berikutnya. Prakiraan maju yang diusulkan
kementerian negara/lembaga disetujui oleh presiden
dalam keputusan presiden tentang rincian APBN untuk
menjadi dasar bagi penyusunan usulan anggaran
kementerian negara/lembaga pada tahun anggaran
berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
49 Modul Diklatpim Tingkat III

2. Penerapan penganggaran terpadu. Penyusunan anggaran


terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh
proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan
kementerian negara/lembaga untuk menghasilkan
dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (RKA-KL) dengan klasifikasi
anggaran belanja menurut organisasi, fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja.
3. Penerapan penganggaran berbasis kinerja (ABK).
Penerapan penyusunan anggaran berbasis kinerja
menekankan pada ketersediaan rencana kerja yang
benar-benar mencerminkan komitmen kementerian
negara/lembaga sebagai bagian dari proses
penganggaran. Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara
pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan,
termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran
tersebut. Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja
diperlukan indikator kinerja, standar biaya, dan
evaluasi kinerja dari setiap program dan jenis kegiatan.
Tingkat kegiatan yang direncanakan dan standar biaya
yang ditetapkan pada awal siklus tahunan penyusunan
anggaran menjadi dasar dalam menentukan anggaran
untuk tahun anggaran yang direncanakan dan prakiraan
maju bagi program yang bersangkutan. Standar biaya,
baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus
bagi pemerintah pusat, ditetapkan oleh menteri
keuangan setelah berkoordinasi dengan kementerian
negara/lembaga terkait. Pengaturan mengenai
Manajemen Keuangan Negara50

pengukuran kinerja, evaluasi kinerja kegiatan, dan


evaluasi kinerja program adalah sebagai berikut:
a. Dalam rangka penerapan anggaran berbasis
kinerja, kementerian negara/lembaga
melaksanakan pengukuran kinerja.
b. Kementerian negara/lembaga melakukan
evaluasi kinerja kegiatan satuan kerja
kementerian negara/lembaga setiap tahun
berdasarkan sasaran dan/atau standar kinerja
kegiatan yang telah ditetapkan sebagai umpan
balik bagi penyusunan RKA-KL tahun
berikutnya.
c. Kementerian negara/lembaga melakukan
evaluasi kinerja program sekurang-kurangnya
sekali dalam 5 (lima) tahun berdasarkan sasaran
dan/atau standar kinerja yang telah ditetapkan.

Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh


anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu dilakukan
perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi
yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam
pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan
untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja,
memberikan gambaran yang objektif dan proporsional
mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan
standar akuntansi sektor publik, dan memudahkan penyajian
dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.

B. Penyusunan dan Penetapan APBN


51 Modul Diklatpim Tingkat III

Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN


sesuai dengan Undang-Undang tentang Keuangan Negara
adalah sebagai berikut:
1. Penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah;
2. Penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam
proses penyusunan dan penetapan anggaran;
3. Pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam
sistem penganggaran;
4. Penyempurnaan klasifikasi anggaran;
5. Penyatuan anggaran;
6. Penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah
dalam penyusunan anggaran.

Secara ringkas, tahapan penyusunan dan penetapan APBN


adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan APBN
a. Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Negara/
Lembaga (Renja-KL)
b. Pembahasan Renja-KL
c. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/ Lembaga (RKA-KL)
d. Penyusunan anggaran belanja
e. Penyusunan perkiraan pendapatan negara
f. Penyusunan rancangan APBN
Manajemen Keuangan Negara52

2. Penetapan APBN
a. Tahap I:Presiden menyampaikan pidato pengantar
RUU APBN pada siding paripurna DPR.
b. Tahap II:Masing-masing fraksi DPR
mengemukakan pendapatnya mengenai RUU APBN
dan keterangan pemerintah.
c. Tahap III:Dilakukan pembahasan dalam rapat
komisi, rapat gabungan komisi, atau rapat panitia
khusus.
d. Tahap IV:Menyampaikan pada forum tentang hasil
pembicaraan pada tahap III dan pendapat akhir dari
tiap-tiap fraksi di DPR.
DPR dapat menggunakan hak budgetnya untuk
menyetujui atau menolak RUU APBN.

C. Pelaksanaan APBN
1. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Negara

Setiap kementerian negara/lembaga/satuan kerja yang


mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan
perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung
jawabnya. Penerimaan harus disetor seluruhnya ke kas negara
pada waktunya yang selanjutnya diatur dalam peraturan
pemerintah.

Penerimaan kementerian negara/lembaga/satuan kerja tidak


boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran.
53 Modul Diklatpim Tingkat III

Penerimaan berupa komisi, potongan, ataupun bentuk lain


sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang oleh
negara adalah hak negara sehingga harus disetor seluruhnya ke
kas negara.

2. Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara


Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan
kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan
anggaran yang telah disahkan. Untuk keperluan pelaksanaan
kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan
anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain
dalam batas anggaran yang telah ditetapkan. Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk menguji,
membebankan pada mata anggaran yang telah disediakan, dan
memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN.

Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Pengguna


Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang:
a. Menguji kebenaran material surat-surat bukti
mengenai hak pihak penagih;
b. Meneliti kebenaran dokumen yang menjadi
persyaratan atau
c. Kelengkapan sehubungan dengan ikatan
/perjanjian pengadaan Barang/jasa;
d. Meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;
e. Membebankan pengeluaran sesuai dengan mata
anggaran Pengeluaran yang bersangkutan; dan
f. Memerintahkan pembayaran atas beban APBN.
Manajemen Keuangan Negara54

Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen


yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar
pengeluaran atas beban APBN bertanggung jawab atas
kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan
surat bukti yang dimaksud. Pembayaran atas tagihan yang
menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum
Negara/Kuasa Bendahara UmumNegara.

Dalam rangka pelaksanaan pembayaran, Bendahara Umum


Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara memiliki kewajiban
sebagai berikut:
a. Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang
diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran,
b. Menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban
APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran,
c. Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan,
d. Memerintahkan pencairan dana sebagai dasar
pengeluaran negara,
e. Menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran
yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.

Pembayaran atas beban APBN tidak boleh dilakukan sebelum


barang dan/atau jasa diterima. Untuk kelancaran pelaksanaan
tugas kementerian negara/lembaga, kepada Pengguna
Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran dapat diberikan uang
55 Modul Diklatpim Tingkat III

persediaan (UP) yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran.


Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang
persediaan yang dikelolanya setelah:
a. Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang
diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran;
b. Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum
dalam perintah pembayaran; dan
c. Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.

Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari


Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila
persyaratan tersebut di atas tidak dipenuhi. Bendahara
Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas
pembayaran yang dilaksanakannya. Pengecualian dari
ketentuan dimaksud diatur dalam peraturan pemerintah.

A. Dalam pelaksanaan APBN, setelah APBN ditetapkan


dengan Undang-undang, dibuat petunjuk berupa keputusan
presiden (kepres) sebagai Pedoman Pelaksanaan APBN. Dalam
melaksanakan pembayaran, kepala kantor/pemimpin proyek di
masing-masing kementerian dan lembaga mengajukan Surat
Permintaan Pembayaran kepada Kantor Wilayah
Perbendaharaan Negara (KPPN).

Pengeluaran anggaran belanja negara harus didasarkan pada


Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/Dokumen sejenis
lainnya, serta berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM),
Manajemen Keuangan Negara56

Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) atau tanda bukti


pembayaran lainnya yang sah.

D. Pengawasan Pelaksanaan APBN


Pengawasan dalam rangka pelaksanaan APBN
dilakukan secara berjenjang. Ditinjau dari struktur
pengelolaan anggaran,pengawasan diawali dari Pejabat
Penguji dan Perintah Pembayaran, Bendaharawan Pengeluaran,
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA). Ditinjau dari struktur organisasi, bahwa
setiap pemimpin unit kerja pada level manapun mempunyai
fungsi manajerial, yang antara lain melakukanj pengawasan
terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh anggota organisasi.
Pengawasan terdiri dari beberapa jenis, sebagai berikut:

1. Pengawasan Fungsional,
a. Pengawasan Fungsional internal instansi, dilakukan oleh
Inspektorat Jenderal untuk Kementerian, dan oleh
Inspektorat untuk Non Kementerian (LPND). Pengawasan
dilakukan untuk mengawasi pelaksanaan APBN dan
kegiatan yang didekonsentrasikan;
b. Pengawasn fungsional ekstern instansi/intern
pemerintah, dilakukan oleh BPKP, namun dengan
tertibnya PP No.60/2006, BPKP melaksanakan fungsi
pengendalian terhadap pelaksanaan APBN oleh
Kemenetrian dan LPND;
c. Pengawasan fungsional intern Pemerintah Provinsi,
dilaksanakan oleh BAWASDA Provinsi untuk
mengawasi pelaksanaan APBD. Sedangkan pelaksanaan
tugas dekosentrasi pengawasan dilakukan oleh oleh
57 Modul Diklatpim Tingkat III

Inspektorat Jenderal masing-masing


kementerian/LPND;
d. Pengawasan fungsional intern Pemerintah
Kabupaten/Kota; dilakukan oleh BAWASDA
Kabupaten/Kota, maupun oleh BAWASDA Propinsi
untuk pelaksanaan APBN, Sedangkan pelaksanaan
tugas dekosentrasi pengawasan dilakukan oleh oleh
Inspektorat Jenderal masing-masing
kementerian/LPND;
e. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah, pengawasan dilakukan oleh Inspektorat
Jenderal Dalam Negeri.

2. Pengawasan Eksternal Pemerintah


Pasal 2 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Negara, menjelaskan bahwa BPK melaksanakan
pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan
negara. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mempunyai
kewenangan untuk melakukan pemeriksaan anggaran yang
dilaksanakan oleh Kementrian, Lembaga Pemerintah Non
Kementerian, BUMN/BUMD. Pemeriksaan yang
dilakukan oleh BPK, meliputi:
a. Pemeriksaan Keuangan: yaitu pemeriksaan atas Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) maupun Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Pemeriksaan ini
bertujuan untuk memberikan opini tentang tingkat
kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan pemerintah.
Manajemen Keuangan Negara58

b. Pemeriksaan Kinerja: yaitu pemeriksaan atas efisiensi


serta efektifitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan
manajemen. Secara khusus pemeriksaan ini bertujuan
untuk: Mengidentifikasi hal-hal yang perlu menjadi
perhatian lembaga legislatif, dan bagi eksekutif
bertujuan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan
negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis, efisien
dan efektif.
c. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu: adalah
pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus
diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.

3. Pengawasan Politik
Sesuai dengan fungsinya DPR/DPR melakukan fungsi
pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Pengawasan
yang dimaksud adalah pengawasan terhadap pelaksanaan
berbagai kebijakan yang telah diputuskan oleh DPR/DPRD
4. Pengawasan Yudikatif, yaitu pengawasan yang dilakukan
oleh lembaga yudikatif.

5. Pengawasan yang dilakukan oleh Masyarakat


(WASMAS), terhadap pemerintah dalam melaksanakan
berbagai kegiatan pemerintahan maupun pembangunan;

Disamping berbagai jenis pengawasan sebagaimana tersebut


di atas, sebagai upaya dalam mengurangi berbagai
penyimpangan dan pemborosan, juga dilakukan kegiatan
pengawasan sebagai berikut :

1. Pengawasan Preventif
59 Modul Diklatpim Tingkat III

Dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kesalahan dan


penyimpangan dalam pelaksanaan tugas, atau kesalahan
dan penyimpangan dalam prosedur yang harus ditempuh.
Yang menjadi instrumen pengawasan adalah:
a. UU APBN
b. Keppres Pelaksanaan APBN
c. DIPA
d. Limit penyimpangan uang bagi bendaharawan
e. Larangan pembayaran oleh bank kepada
bendaharawan atas saldo bendaharawan bersangkutan
pada bank tersebut.

2. Pengawasan Represif
Dilakukan dengan membandingkan apa yang terjadi dengan
apa yang seharusnya terjadi.

3. Pengawasan Dari Jauh (Pengawasan Pasif)


B. Pengujian dan penelitian terhadap Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) beserta bukti pendukung.
Pemeriksaan ini hanya meninjau dari segi formalnya tanpa
diteliti segi materialnya.

4. Pengawasan Dari Dekat (Pengawasan Aktif)


Pengawasan di tempat kejadian transaksi secara langsung
terhadap pelaksanaan adminstrasi sebagai bukti
kelengkapan SPJ yang telah dikirimkan.

5. Pemeriksaan Kebenaran Formal Menurut Hak


Dilakukan terhadap transaksi yang mengakibatkan
pembayaran atau tagihan kepada negara, dengan
Manajemen Keuangan Negara60

memperhatikan jangka waktu, dasar hukum, dan keabsahan


dokumen.

6. Pemeriksaan Kebenaran Material Mengenai Maksud dan


Tujuan

Pengeluaran dilakukan. Hal ini dilakukan untuk


menghindari pemborosan dengan meperhatikan kebutuhan
barang dan dana yang dianggarkan.

E. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN

Sebagai upaya konkrit dalam mewujudkan azas


keterbukaan, transparasi, dan akuntabilitas APBN, Presiden,
Menteri Keuangan, Menteri/Pimpinan Lembaga,
Gubernur/Bupati/Walikota selaku PA bertanggungjawab atas
pelaksanaan APBN.
 Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN,
terdiri dari
o Laporan realisasi anggaran,
o Neraca,
o Laporan arus kas,
o Catatan atas laporan keuangan yang disusun
dengan SAP Daerah.
o Laporan keuangan adalah bentuk
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan
daerah selama 1 (satu) periode.
 Laporan keuangan masing-masing
Kemenetrian/Lembaga, SKPD disampaikan kepada
61 Modul Diklatpim Tingkat III

Prisden, Menteri Keuangan, Gubernur,


Bupati/Walikota;
 Laporan Keuangan Kemeneterian/Lembaga dan Pemda
yang oleh Gubernur/Bupati/Walikota disampaikan
kepada BEPEKA, paling lambar 3 bulan setelah akhir
tahun angggaran,
 Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK harus
disampaikan kepada DPR/D selambat-lambatnya 6
bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang
bersangkutan.

Presiden menyampaikan RUU pertanggungjawaban


pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh BPK,selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah tahun anggaran berakhir.
62
BAB V
PENGELOLAAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH
(MANAJEMEN APBD)

A. Penyusunan Anggaran Daerah (APBD)

Tahapan penyusunan anggaran daerah dimulai dari


pengumpulan aspirasi masyarakat melalui forum pertemuan
komunitas, kemudian penyusunan kegiatan oleh Satuan Kerja
Perangkat Daerah, sampai dengan penyiapan draft usulan
APBD untuk diserahkan oleh Kepala Daerah (pihak eksekutif)
kepada DPRD (pihak legislatif) untuk dibahas dan disetujui
bersama.

Dalam proses penyusunan anggaran yang memerlukan waktu


beberapa bulan, Tim Anggaran Eksekutif yang beranggotakan
unsur-unsur dari Sekretariat Daerah, BAPPEDA dan Badan
Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) mempunyai fungsi dan
63
Manajemen Keuangan Negara64

peranan yang sangat penting. Walaupun masyarakat dimintai


pendapatnya dalam proses penentuan prioritas program, namun
pada akhirnya proses penyusunan program dilakukan secara
tertutup di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD).

1. Pelaku Kunci Penyusunan Anggaran

Pelaku-pelaku kunci (key person) yang terlibat dalam


penyusunan anggaran pemerintahan propinsi/kabupaten/kota
adalah:

a. Pihak Eksekutif(Gubernur/Bupati/Walikota, Sekretaris


Daerah, Tim Anggaran, SKPD, Bappeda atau yang sejenis
dan BPKD atau yang sejenis)
1) Gubernur/Bupati/Walikota:
Gubernur/Bupati/Walikota adalah pengambil
keputusan utama dalam menentukan kegiatan dan
pelayanan publik yang akan disediakan oleh
pemerintah daerah untuk suatu periode waktu tertentu.
Dalam hal ini gubernur/bupati/ walikota harus segera
menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
terpilih. Dokumen ini nantinya akan menjadi rujukan
dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD). Setelah selesai penyusunan APBD untuk
suatu tahun anggaran tertentu,
Gubernur/Bupati/Walikota segera mengajukan
65 Modul Diklatpim Tingkat III

Rancangan Perda tentang APBD disertai dokumen


pendukungnya kepada DPRD.

2) Sekretaris Daerah (Sekda):Dalam kaitannya dengan


penyusunan anggaran daerah, Sekretaris Daerah
dalam suatu pemerintahan propinsi/kabupaten/kota
merupakan koordinator Tim Anggaran Eksekutif yang
mempunyai tugas antara lain menyampaikan
Kebijakan Umum Anggaran (KUA) kepada DPRD.
Kebijakan umum anggaran adalah dokumen yang
akan dijadikan landasan utama dalam penyusunan
RAPBD.

3) Tim Anggaran Eksekutif: Tim Anggaran Eksekutif


yang diketuai oleh Sekretaris Daerah bertugas untuk
menyusun Kebijakan Umum Anggaran dan
mengkompilasikan Rencana Kerja Anggaran setiap
Satuan Kerja (RKA-SKPD) menjadi RAPBD.

4) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD):Satuan


Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah unit kerja
pemerintahan propinsi/kabupaten/kota yang
merupakan pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran dan mempunyai tugas untuk menyusun dan
melaksanakan anggaran pada unit kerja yang
bersangkutan. Jumlah SKPD untuk suatu
pemerintahan propinsi/kabupaten/kota dapat berbeda-
beda antara satu dengan lainnya tergantung pada
struktur organisasi kepemerintahan di daerah
masingmasing.
Manajemen Keuangan Negara66

5) Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah


(BAPPEDA atau yang sejenis): BAPPEDA atau
instansi sejenis dari suatu pemerintahan
propinsi/kabupaten/kota merupakan unit perencanaan
daerah yang mempunyai tugas antara lain untuk
menyiapkan berbagai dokumen perencanaan yang
akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan
musyawarah perencanaan dan pembangunan di
daerah, menyelenggarakan prioritas MUSRENBANG,
dan mengkoordinasikan antara hasil MUSRENBANG
dan usulan dari setiap satuan kerja sehingga tersusun
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

6) Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) atau


yang sejenis: BPKD atau yang sejenis adalah unit
kerja pada suatu pemerintahan
propinsi/kabupaten/kota yang bertugas antara lain
menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan
keuangan daerah (APBD) dan berfungsi sebagai
bendahara umum daerah. BPKD atau yang sejenis
bertanggung jawab untuk menyusun laporan keuangan
yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.

b. Pihak Legislatif
Pihak Legislatif yang terlibat dalam penyusunan anggaran
pemerintah daerah antara lain adalah:
67 Modul Diklatpim Tingkat III

1) Panitia Anggaran Legislatif: Panitia Anggaran


Legislatif adalah suatu Tim Khusus yang bertugas untuk
memberikan saran dan masukan kepada kepala daerah
(gubernur/bupati/walikota) tentang penetapan,
perubahan, dan perhitungan APBD yang diajukan oleh
Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan dalam Rapat
Paripurna.

2) Komisi-Komisi DPRD: Komisi-komisi dilingkungan


DPRD adalah alat kelengkapan DPRD yang dibentuk
untuk memperlancar tugas-tugas DPRD dalam bidang
pemerintahan, perekonomian dan pembangunan,
keuangan, investasi daerah, serta kesejahteraan
masyarakat. Dalam proses penetapan anggaran komisi-
komisi merupakan kelompok kerja yang bersama-sama
dengan semua SKPD terkait membahas RKA SKPD.

2. Tahapan Penyusunan APBD

Proses penyusunan perencanaan di tingkat satker dan pemda


dapat diuraikan sebagai berikut:
a.SKPD menyusun rencana strategis (Renstra-SKPD) yang
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program
dan kegiatan pembangunan yang bersifat indikatif
sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

b. Penyusunan Renstra-SKPD dimaksud berpedoman pada


rencana pembangunan jangka menengah daerah
(RPJMD). RPJMD memuat arah kebijakan keuangan
Manajemen Keuangan Negara68

daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum,


dan program SKPD, lintas SKPD, dan program
kewilayahan.

c.Pemda menyusun rencana kerja pemerintah daerah


(RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJMD
dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk
jangka waktu satu tahun yang mengacu kepada Renja
Pemerintah.

d. Renja SKPD merupakan penjabaran dari Renstra SKPD


yang disusun berdasarkan evaluasi pencapaian
pelaksanaan program dan kegiatan tahun-tahun
sebelumnya.

e.RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah,


prioritas, pembangunan dan kewajiban daerah, rencana
kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemda maupun ditempuh
dengan mendorong partisipasi masyarakat.

f. Kewajiban daerah sebagaimana dimaksud di atas adalah


mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan
minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

g. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan


konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan.
69 Modul Diklatpim Tingkat III

h. Penyusunan RKPD diselesaikan selambat-lambatnya


akhir bulan Mei tahun anggaran sebelumnya.

i. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

B. Penetapan Anggaran Daerah (APBD)

Penetapan anggaran merupakan tahapan yang dimulai


ketika pihak eksekutif menyerahkan usulan anggaran kepada
pihak legislative Selanjutnya DPRD akan melakukan
pembahasan untuk beberapa waktu. Selama masa pembahasan
akan terjadi diskusi antara pihak Panitia Anggaran Legislatif
dengan Tim Anggaran Eksekutif dimana pada kesempatan ini
pihak legislatif berkesempatan untuk menanyakan dasar-dasar
kebijakan eksekutif dalam membahas usulan anggaran tersebut.

Adapun proses penetapan APBD melalui tahapan sebagai


berikut:

Tahap-1: Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang


APBD. Menurut ketentuan dari Pasal 104
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana
telah diubah dengan Permendagri No. 59 Tahun
2007 dan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011,
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan
daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada
DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan
Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun
yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan
bersama. Penyampaian rancangan peraturan daerah
Manajemen Keuangan Negara70

disertai dengan nota keuangan. Dalam hal kepala


daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap,
maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana
tugas kepala daerah dan/atau selaku pimpinan
sementara DPRD yang menandatangani persetujuan
bersama.

Dam pasal 107 disebutkan bahwa rancangan


peraturan kepala daerah tentang APBD
dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari
Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan gubernur
bagi kabupaten/kota. Pengesahan rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan
dengan keputusan Menteri Dalam Negeri bagi
provinsi dan keputusan gubernur bagi
kabupaten/kota.

Selanjutnya menurut Pasal 108, apabila dalam


waktu 30 (tiga puluh hari) setelah penyampaian
Raperda APBD, Menteri dalam Negeri/Gubernur
tidak mengesahkan raperda tersebut, maka kepala
daerah berhak menetapkan Raperda tersebut
menjadi Peraturan Kepala Daerah.
71 Modul Diklatpim Tingkat III

Tahap-2: Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan


Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD.Raperda APBD pemerintahan
propinsi/kabupaten/kota yang telah disetujui dan
rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota harus disampaikan
kepada Menteri Dalam Negeri/Gubernur untuk di-
evaluasi.Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya
keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan
nasional, keserasian antara kepentingan publik dan
kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh
mana APBD propinsi/kabupaten/kota tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya.

Tahap-3: Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan


Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD. Tahapan
terakhir adalah menetapkan raperda APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD yang telah dievaluasi tersebut
menjadi Peraturan Daerah tentang APBD dan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala
Daerah tentang penjabaran APBD ini disampaikan
oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri, atau
oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur.
Manajemen Keuangan Negara72

C. Pelaksanaan Anggaran Daerah (APBD)

Pelaksanaan Anggaran adalah tahapan yang dimulai


sejak APBD disahkan melalui peraturan daerah pada setiap
akhir tahun sebelum tahun anggaran baru dimulai.Tahapan
pelaksanaan berlangsung selama 1 (satu) tahun terhitung mulai
awal tahun anggaran baru pada bulan Januari setiap
tahunnya.Tahapan pelaksanaan ini sepenuhnya menjadi
tanggung jawab pihak eksekutif melalui Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang jumlahnya sesuai dengan struktur
organisasi pemerintah daerah yang bersangkutan. Adapun
tahapan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
APBD secara umum adalah sebagai berikut:

1. Penyiapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)


SKPD: Rancangan dokumen pelaksanaan anggaran
SKPD harus memuat rincian tentang: sasaran yang
hendak dicapai, program dan kegiatan yang
direncanakan, anggaran yang tersedia untuk mencapai
sasaran tersebut dan rencana penarikan dana dari setiap
SKPD serta pendapatan yang diperkirakan.

2. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah: Ketentuan-


ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
anggaran pendapatan daerah adalah bahwa:
a. Semua pengelolaan terhadap pendapatan daerah
harus dilaksanakan melalui rekening kas umum
daerah;
b. Setiap pendapatan daerah harus didukung oleh
bukti yang lengkap dan sah;
73 Modul Diklatpim Tingkat III

c. Setiap satuan kerja yang memungut pendapatan


daerah harus mengintensifkan pemungutan
pendapatan yang menjadi wewenang dan
tanggung jawabnya;
d. Setiap satuan kerja (SKPD) tidak boleh
melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan;
e. Pendapatan daerah juga mencakup komisi, rabat,
potongan, atau pendapatan lain dengan
menggunakan nama dan dalam bentuk apapun
yang dapat dinilai dengan uang, baik yang secara
langsung merupakan akibat dari penjualan, tukar-
menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan
barang dan jasa termasuk pendapatan bunga, jasa
giro atau pendapatan lain yang timbul sebagai
akibat penyimpanan dana anggaran pada bank
serta pendapatan dari hasil pemanfaatan barang
daerah atas kegiatan lainnya;
f. Semua pendapatan dari dana perimbangan dan
lain-lain pendapatan yang sah dilaksanakan
melalui rekening kas umum daerah dan dicatat
sebagai pendapatan daerah.
Manajemen Keuangan Negara74

3. Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah: Setiap


pengeluaran untuk belanja daerah atas beban APBD
harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.
Bukti-bukti tersebut harus mendapat pengesahan dari
pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas
kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti
tersebut.

4. Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerah: Sesuai


dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, anggaran
yang diperlukan untuk pembiayaan daerah bersumber
dari: (a) sisa lebih perhitungan tahun anggaran
sebelumnya, (b) dana cadangan, (c) investasi, (d)
pinjaman/obligasi daerah, dan (e) piutang daerah.

5. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran


Sebelumnya: Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang
selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih
realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama
satu periode tahun anggaran.SiLPA tahun sebelumnya
merupakan penerimaan pembiayaan yang dapat
digunakan untuk:
a. Menutupi defisit anggaran apabila realisasi
pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja
daerah;
b. Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas
beban belanja langsung; dan
c. Mendanai kewajiban lainnya yang sampai
dengan akhir tahun anggaran belum
terselesaikan.
75 Modul Diklatpim Tingkat III

6. Dana Cadangan: Dana cadangan adalah dana yang


disisihkan guna mendanai kegiatan yang memerlukan
dana yang relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam
satu tahun anggaran.

7. Investasi: Menurut ketentuan dalam Permendagri


Nomor 59 Tahun 2007 yang dimaksud dengan investasi
adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat
eknomis seperti; bunga, dividen, royalti, manfaat sosial
dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan
kemampuan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan
kepada masyarakat.

8. Pinjaman Daerah dan Obligasi: Pinjaman daerah adalah


semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima
sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai
uang dari pihak lain sehingga daerah dibebani
kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut.

9. Piutang Daerah: Piutang daerah adalah jumlah uang


yang wajib dibayar kembali kepada pemerintah daerah
dan/atau hak pemerintah yang dapat dinilai dengan uang
sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat
lainnya yang sah.

D. Pemeriksaan Anggaran Daerah (APBD)

Tahapan pemeriksaan (auditing)mencakup antara lain


penelaahan atas pelaksanaan anggaran untuk waktu satu tahun
anggaran yang bersangkutan. Tahapan pemeriksaan terdiri dari
pemeriksaan internal yang dilakukan oleh BAWASDA dan
Manajemen Keuangan Negara76

BPKP serta pemeriksaan eksternal oleh Badan Pemeriksa


Keuangan (BPK). Namun demikian, pemeriksaan terhadap
penyelenggaraan kegiatan di daerah juga dilakukan oleh Itjen,
dan Bawasda Propinsi, dengan objek pengawasan sebagai
berikut:
1. Itjen kementrian yang bersangkutan melakukan
pengawasan untuk kegiatan yang didanai oleh dana
dekonsentrasi.
2. Bawasda Propinsi melakukan pengawasan untuk
kegiatan yang didanai oleh APBD Propinsi
3. Bawasda Kabupaten/Kota melakukan pengawasan
untuk kegiatan yang dibiayai oleh APBD
Kabupaten/Kota
4. Selain itu Bawasda propinsi juga melakukan
pemeriksaan terhadap kegiatan yang dibiayai oleh
APBD Kabupaten/Kota.
5. BPKP melakukan pengendalian terhadap kegiatan yang
dilakukan baik yang didanai oleh APBD, dana
dekonsentrasi, maupun banguan luar negeri sesuai
dengan PP 60 Tahun 2006Tentang BPKP.
6. BPK melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan
pertanggung jawaban keuangan daerah.

E. Pelaporan Anggaran (APBD)

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah disusun untuk


menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan
dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh pemerintah daerah
77 Modul Diklatpim Tingkat III

selama satu periode pelaporan.Pelaporan keuangan pemerintah


daerah menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para
pengguna laporan dalam menilai akuntabilitas dan manfaat
keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik
dengan:
1. Menyediakan informasi mengenai apakah penerimaan
periode berjalan cukup untuk membiayai seluruh
pengeluaran.
2. Menyediakan informasi mengenai apakah cara
memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya telah
sesuai dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan
perundang-undangan.
3. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya
ekonomi yang digunakan dalam kegiatan pemerintah
daerah serta hasil-hasil yang telah dicapai.
4. Menyediakan informasi mengenai bagaimana
pemerintah daerah mendanai seluruh kegiatan dan
mencukupi kebutuhan kasnya.
5. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan
kondisi pemerintah daerah berkaitan dengan sumber-
sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun
jangka panjang termasuk yang berasal dari pungutan
pajak dan pinjaman.
6. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi
keuangan pemerintah daerah, apakah mengalami
kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang
dilakukan selama periode pelaporan.
Manajemen Keuangan Negara78

Jenis laporan keuangan yang harus disiapkan dalam rangka


pengelolaan keuangan daerah, baik di lingkungan SKPD
maupunn SKPKD meliputi:
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) merupakan laporan
yang menjanjikan ikhtisar sumber, alokasi, dan
pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh
pemerintah daerah, yang menggambarkan perbandingan
antara realisasi dan anggarannya dalam satu periode
pelaporan.

2. Neraca pemerintah daerah merupakan laporan yang


menggambarkan posisi keuangan pemerintah daerah
mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada
tanggal tertentu.

3. Laporan arus kas merupakan laporan yang menyajikan


informasi mengenai sumber, penggunaan, dan
perubahan kas selama satu periode akuntansi serta saldo
kas pada tanggal pelaporan.

4. Catatan atas Laporan Keuangan menyajikan penjelasan,


analisis, atau daftar terinci atas nilai suatu pos yang
disajikan dalam laporan realisasi anggaran, neraca, dan
laporan arus kas.

Selain laporan pokok tersebut, pemerintah daerah


diperkenankan menyajikan laporan pendukung yang terdiri
dari: Laporan Kinerja Keuangan Daerah dan Laporan
Perubahan Ekuitas Dana.
79 Modul Diklatpim Tingkat III

F. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Tatacara tentang pertanggungjawaban pelaksanaan


APBD diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 yang dijabarkan lebih rinci dalam Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri
Nomor 59 Tahun 2007 dan Permendagri Nomor 21 Tahun
2011. Dengan berpedoman kepada Permendagri tersebut,
pemerintah daerah menyusun mekanisme dan prosedur
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang ditetapkan
dengan Peraturan/Keputusan Kepala Daerah yang
bersangkutan.

Secara garis besar mekanisme dan prosedur


pertanggungjawaban pelaksanaan APBD mencakup: (a)
Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan
Belanja; (b) Laporan Tahunan; (c) Penetapan Raperda
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD; dan (d) Evaluasi
Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.

Laporan realisasi semester pertama APBD yang disertai dengan


perkiraan realisasi semester berikutnya disiapkan oleh setiap
pejabat penatausahaan keuangan SKPD dan disampaikan
kepada kepala SKPD yang bersangkutan untuk diteruskan
kepada PPKD. Selanjutnya melalui Sekretaris daerah (selaku
koordinator pengelolaan keuangan daerah), laporan ini
Manajemen Keuangan Negara80

disampaikan kepada kepala daerah untuk akhirnya dilakukan


pembahasan bersama DPRD.

Laporan tahunan merupakan penggabungan dari laporan


semester pertama dan laporan semester kedua yang disiapkan
oleh setiap SKPD kepada PPKD dan digunakan sebagai dasar
penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. Laporan
tahunan tersebut terdiri dari: (a) laporan realisasi anggaran; (b)
neraca; (c) laporan arus kas; dan (d) catatan atas laporan
keuangan. Tahap akhir dari proses pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD adalah menyerahkan laporan tahunan
tersebut kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

Setelah mendapat persetujuan dari BPK, kepala daerah


menyusun Raperda tentang pertanggungjawaban APBD dan
mengirimkannya kepada DPRD untuk proses pembahasan.
Selanjutnya kepala daerah menyampaikan raperda tesebut
kepada gubernur yang bersangkutan untuk dievaluasi apakah
sudah sesuai dengan kepentingan umum dan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Persetujuan gubernur tentang evaluasi raperda merupakan
faktor penentu bagi bupati/walikota untuk menetapkan raperda
tersebut menjadi perda.
BAB VI
KEKUASAAN PENGELOLAAN
KEUANGAN NEGARA

A. Presiden

Presiden selaku Kepala pemerintahan, memegang


kekuasaanpengelolaan keuangan negara, sebagai bagian dari
kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan pengelolaan keuangan
negara meliputi :
1. Kewenangan yang bersifat umum, meliputi : Penetapan
Arah, Kebijakan umum, Strategi, Prioritas dalam
pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman
pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan
pedoman penyusunan rencana kerja K/L, penetapan gaji
dan tunjangan, pedoman pengelolaan penerimaan
negara.;
2. Kewenangan khusus, meliputi: Kebijakan teknis yang
berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain:
keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN,
keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan,
dan penghapusan aset dan piutang negara.
81
Manajemen Keuangan Negara82

Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan


Negara, Presiden adalah pemegang kekuasaan umum
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan. Dalam melaksanakan mandat Undang-Undang
Keuangan Negara, fungsi pemegang kekuasaan umum atas
pengelolaan keuangan negara tersebut dijalankan dalam bentuk:
1. Selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam
kepemilikan kekayaan Negara yang dipisahkan
dikuasakan kepada Menteri Keuangan;
2. Selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
kementerian negara/lembaga negara dikuasakan kepada
masing-masing menteri/pimpinan lembaga;
3. Penyerahan kepada gubernur/bupati/walikota selaku
kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan
daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4. Tidak termasuk kewenangan di bidang moneter. Untuk
mencapai stabilitas nilai rupiah, penetapan dan
pelaksanaan kebijakan moneter serta mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh
Bank Sentral.

Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan


pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan. (Pasal 6 UUNo. 17/2003). Pada dasarnya
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
atas pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari
kekuasaan pemerintahan
83 Modul Diklatpim Tingkat III

B. Menteri Keuangan

Dalam penyelenggaraan kekuasaan pengelolaan


keuangan negara oleh Presiden tersebut, sebagian dikuasakan
kepada : Menteri Keuangan, sebagai pengelola fiskal dan
wakil pemerintah pusat dalam hal kepemilikan kekayaan negara
yang dipisahkan. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden
dalam bidang keuangan bertindak selaku Chief Financial
Officer (CFO) , mempunyai tugas :
1. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi
makro;
2. Menyusun RAPBN dan Rancangan Perubahan APBN
3. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran,
4. Melakukan perjanjian internasional dibidang keuangan,
5. Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang
telah ditetapkan dalam UU;
6. Melaksanakan fungsi bendahara umum negara
7. Menyusun laporan keuangan yang merupakan
pertanggunganjawaban pelaksanaan APBN;
8. Melaksanakan tugas-tugas lain dibidang pengelolaan
fiskal berdasarkan UU.

Sebagian kekuasaan itu diserahkan kepada Menteri Keuangan


yang kemudian berperan sebagai pengelola fiskal dan wakil
pemerintah dalam kepemilikan negara dalam kekayaan negara
yang dipisahkan. Sebagian kekuasaan lainnya diberikan kepada
menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna
anggaran/pengguna barang lembaga/kementrian yang
Manajemen Keuangan Negara84

dipimpinnya. Jika Presiden memiliki fungsi sebagai Chief


Executive Officer (CEO) maka Menteri Keuangan berperan dan
berfungsi sebagai Chief Financial Officer (CFO) sedangkan
menteri/pimpinan lembaga berperan sebagai Chief Operating.

Officers (COOs). Hubungan tersebut tergambar seperti pada


gambar 6.1. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden
dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief
Financial Officer (CFO) yang berwenang dan bertanggung
jawab atas pengelolaan asset dan kewajiban negara secara
nasional, sedangkan para menteri dan pimpinan lembaga negara
pada hakikatnya adalah Chief Operational Officer (COO) yang
berwenang dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pemerintahan sesuai bidang tugas dan fungsi masing-masing.
85 Modul Diklatpim Tingkat III

Gambar 6.1
Delegasi wewenang kekuasaan atas Pengelolaan
Keuangan Negara

PENGATURAN WEWENANG PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Pengelola Fiskal dan Wakil


Pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan
Pre s ide n Pemerintah dalam
(S elaku Kepala kepemilikan kekayaan negara
negara; yang dipisahkan
P emerintahan)

M en t eri Tek n is Menteri Keuangan


(sel ak u (selaku Bendahara
Pen gg un a An gg aran ) Umum Negara)
Pengguna Anggaran/
Pengguna Barang
kementerian Ke p ala KP KN
Kep al a Kan to r negara/lembaga. (s e la k u Ku a sa
(sel ak u Ku asa Be n d a h a ra Um um
Pen g gu n a Ang g aran) Ne g a ra )
Ben d ah ara
Pen erimaan /P eng elu aran
Pendel e gasi an k
e we nang an pel a ksanaanpro gram
Pendel e gasi an k
e we nang an per benda haraa n

Sumber: Departemen Keuangan, 2009

Pemisahan fungsi seperti di atas dimaksudkan untuk membuat


kejelasan dan kepastian dalam pembagian wewenang dan
tanggung jawab. Sebelumnya fungsi-fungsi tersebut belum
terbagi secara tegas sehingga seringkali terjadi tumpang tindih
antar lembaga. Pemisahan ini juga dilakukan untuk
menegaskan terlaksananya mekanisme checks and balances.
Selain itu, dengan fokusnya fungsi masing-masing kementrian
Manajemen Keuangan Negara86

atau lembaga diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme


di dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah. Menteri
Keuangan dengan penegasan fungsi sebagai CFO akan
memiliki fungsi-fungsi antara lain:
1. Pengelolaan kebijakan fiskal;
2. Penganggaran;
3. Administrasi Perpajakan;
4. Administrasi Kepabeanan;
5. Perbendaharaan (Treasury);
6. Pengawasan Keuangan.

Pembagian kewenangan yang jelas, sebagaimana tampak dalam


gambar diatas, dalam pelaksanaan anggaran antara menteri
keuangan dan menteri teknis tersebut diharapkan dapat
memberikan jaminan terlaksananya mekanisme saling uji
(check and balance) dalam pelaksanaan pengeluaran negara
dan jaminan atas kejelasan akuntabilitas Menteri Keuangan
sebagai Bendahara Umum Negara dan Menteri Teknis sebagai
Pengguna Anggaran. Selain itu, pembagian kewenangan ini
akan memberikan fleksibilitas bagi menteri teknis, sebagai
pengguna anggaran, untuk mengatur penggunaan anggaran
kementeriannya secara efisien dan efektif dalam rangka
optimalisasi kinerja kementeriannya untuk menghasilkan
output yang telah ditetapkan.

Pembagian kewenangan yang jelas tersebut berimplikasi pada


perubahan pelaksanaan dalam pembayaran atas beban APBN.
Sebelum pengundangan UU Nomor 1 Tahun 2004 kewenangan
menteri teknis/kepala lembaga negara dalam pelaksanaan
87 Modul Diklatpim Tingkat III

pembayaran atas beban APBN terbatas pada aspek pembuatan


komitmen/perjanjian dalam rangka pengadaan barang/jasa serta
pengujian dalam rangka penerbitan SPP dan pembebanan
anggaran atas transaksi yang terjadi sesuai dengan Dokumen
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang dimilikinya.

C. Menteri/Pimpinan Lembaga

Menteri/Pimpinan Lembaga, sebagai pengguna


anggaran/ barang, berkedudukan sebagai Chiefr Operasional
Officer ( COO) mempunyai tugas :
1. Menyusun rancangan anggaraan kementerian/lembaga
yang dipimpinannya;
2. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran,
3. Melaksanakan anggaran kememterian/lembaga;
4. Melaksanakan pemungutan ONBP dan menyetorkannya
ke kas negara,
5. Mengelola piutang dan utang yang menjadi
yanggungjawab kementerian negara/lembaga,
6. Mengelola barang milik negara
7. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan
kementerian negasra/lembagala,
8. Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi
tanggunggjawabnya berdasarkan UU.

D. Gubernur/Bupati/Walikota

Sesuai dengan azas desentralisasi dalam


penyelenggaraan pemerintahan, Presiden dalam pengelolaan
Manajemen Keuangan Negara88

keuangan negara menyerahkan kepada Gubernur,


Bupati/Walikota, selaku pengelola keuangan daerah, yang
dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan
Daerah (KSKPKD), selaku pejabat pengelola APBD. KSKPKD
mempunyai tugas :
1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan
APBD,
2. Menyusun RAPBD dan Rancangan Perubahan APBD,
3. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang
telah ditetapkan dengan Perda;
4. Melaksanakan fungsi Bendahara umum daerah,
5. Menyusun laporan keuangan yang merupakan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

E. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna


Anggaran (PA/KPA) Daerah

Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang


kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas
pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya. Kepala SKPD
selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai
tugas:
1. Menyusun RKA-SKPD
2. Menyusun DPA-SKPD
3. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
atas beban anggaran belanja
4. Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya
89 Modul Diklatpim Tingkat III

5. Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan


pembayaran
6. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak
7. Mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak
lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan
8. Menandatangani SPM
9. Mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung
jawab SKPD yang dipimpinnya
10. Mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang
menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya
11. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD
yang dipimpinnya
12. Mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang
dipimpinnya
13. Melaksanakan tugas-tugas pengguna
anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa
yang dilimpahkan oleh kepala daerah
14. Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada
kepala daerah melalui sekretaris daerah

Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi


kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna
anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi
SKPD. Pelimpahan sebagian kewenangan ditetapkan oleh
kepala daerah atas usul kepala SKPD dan didasarkan atas
pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah
uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi jabatan
dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
Manajemen Keuangan Negara90

Kuasa pengguna anggaran bertanggung jawab atas pelaksanaan


tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang.

F. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah


(KSKPD),

Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (KSKPD),


selaku PPA/PBD, mempunyaqi tugas :
1. Menyusun anggaran SKPD yang dipimpinanya,
2. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
3. Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya,
4. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak,
5. Mengelola utang piutang daerah yang menjadi
tanggungjawab SKPD,
6. Mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi
tanggungjawab SKPD,
7. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan
SKPD.

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) adalah


kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah (SKPKD) yang
mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan
bertindak sebagai bendahara umum daerah. PPKD dalam
melaksanakan fungsinya selaku Bendahara Umum Daerah
(BU) berwenang:
1. Menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD
2. Mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD
3. Melakukan pengendalian pelaksanaan APBD
91 Modul Diklatpim Tingkat III

4. Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem


penerimaan dan pengeluaran kas daerah
5. Melaksanakan pemungutan pajak daerah
6. Menetapkan SPD
7. Menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian
pinjaman atas nama pemerintah daerah
8. Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan
daerah
9. Menyajikan informasi keuangan daerah
10. Melaksanakan kebijakan dan pedoman pengeloaan serta
penghapusan barang milik daerah

PPKD selaku BUD dalam melaksanakan fungsi


menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola
keuangan daerah selaku kuasa BUD. PPKD bertanggung jawab
atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah.Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa
untuk melaksanakan tugas bendahara umum daerah.Kuasa
BUD mempunyai tugas:
1. Menyiapkan anggaran kas;
2. Menyiapkan SPD;
3. Menerbitkan SP2D; dan
4. Menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan
daerah;
5. Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran
APBD oleh bank/dan atau lembaga keuangan lainnya
yang ditunjuk;
6. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan
dalam pelaksanaan APBD;
Manajemen Keuangan Negara92

7. Menyimpan uang daerah;


8. Melaksanakan penempatan uang daerah dan
mengelola/menatausahakan investasi;
9. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat
pengguna anggaran atas beban rekening kas umum
daerah;
10. Melaksanakan pemberian pinjaman atas nama
pemerintah daerah;
11. Melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; dan
12. Melakukan penagihan piutang daerah.

PPK-SKPD adalah pejabat yang ditetapkan oleh Kepala


SKPD untuk melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada
SKPD. Tugas PPK-SKPD adalah:
1. Meneliti kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan
jasa yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan
diketahui/disetujui oleh PPTK.
2. Meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU
dan SPP-LS gaji dan tunjangan PNS serta penghasilan
lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang diajukan oleh bendahara
pengeluaran
3. Melakukan verifikasi SPP
4. Menyiapkan SPM
5. Melakukan verifikasi harian atas penerimaan
6. Melaksanakan akuntansi SKPD
7. Menyiapkan laporan keuangan SKPD.
93 Modul Diklatpim Tingkat III

G.Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan


Daerah (PPTK-SKPD)

PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang


melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program
sesuai dengan bidang tugasnya. PPTK ditunjuk oleh pejabat
pengguna anggaran/barang dan kuasa pengguna
anggaran/barang untuk melaksanakan program dan kegiatan.
Penunjukkan PPTK didasarkan atas pertimbangan kompetensi
jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, rentang kendali
dan pertimbangan obyektif lainnya. PPTK memiliki tugas
untuk mengendalikan pelaksanaan kegiatan, melaporkan
perkembangan pelaksanaan kegiatan dan menyiapkan dokumen
anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan yang
mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen
administrasi yang terkait dengan persyaratan pembayaran yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peundang-undangan.

H.Bendahara

UU No. 17 Tahun 2003 pasal 35 ayat 2 menyatakan


bahwa bendahara adalah setiap orang yang diberi tugas
menerima, menyimpan, membayar dan atau mengeluarkan
uang/barang negara dan wajib menyampaikan
pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
Demikian juga UU No.1 Tahun 2004 pasal 1 menyatakan
bahwa bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi
tugas untuk dan atas nama negara/daerah menerima,
Manajemen Keuangan Negara94

menyimpan, membayar dan/atau mengeluarkan uang/surat


berharga/barang-barang milik negara/daerah. Bendahara
Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang diangkat oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota untuk
melaksanakan tugas kebendaharaan yang meliputi kegiatan
menerima, menyimpan, membayar, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang keperluan belanja
negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada
kantor.satuan kerja kementerian negara, lembaga/pemerintah
daerah.

1. Bendahara Penerima

Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan bendahara


penerimaan dan bendahara pengeluaran untuk melaksanakan
tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada
SKPD. Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan
penatausahaan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran
atas penerimaan yang menjadi tanggung jawabnya. Bendahara
penerimaan dalam melakukan penatausahaan menggunakan:
a. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKP-Daerah);
b. Surat Ketetapan Retribusi (SKR);
c. Surat Tanda Setoran (STS);
d. Surat tanda bukti pembayaran; dan
e. Bukti penerimaan lainnya yang sah.

Bendahara penerimaan pada SKPD wajib


mempertanggungjawabkan secara administratif atas
pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan
95 Modul Diklatpim Tingkat III

kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui


PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

2. Bendahara Pengeluaran

Bendahara pengeluaran adalah pejabat fungsional yang


ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan,
menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang untuk
keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD
pada SKPD. Kewajiban Bendahara Pengeluaran:
a. Melaksanakan pembayaran atas beban anggaran belanja
daerah baik pembayaran langsung maupun melalui uang
persediaan
b. Membuka rekening bendahara pada bank yang sehat
c. Melakukan pemungutan dan penyetoran pajak
penghasilan dan pajak lainnya sebagai wajib pungut
pajak

3. Bendahara Penerima Pembantu

Pembantu Bendahara Penerima mempunyai tugas:


a. Membantu bendahara penerimaan melaksanakan
pembukuan atas penerimaan negara;
b. Membantu bendahara penerimaan menyetorkan hasil
penerimaan ke kas negara;
c. Membantu bendahara penerimaan membuat laporan
penerimaan dan penyetoran uang;
d. Bertanggungjawab kepada bendahara penerimaan.

4. Bendahara Pengeluaran Pembantu


Manajemen Keuangan Negara96

Bendahara pengeluaran dapat dibantu oleh bendahara


pengeluaran pembantu untuk melaksanakan fungsi sebagai
kasir, pembuat dokumen pengeluaran uang atau pengurusan
gaji. Bendahara pengeluaran pembantu dapat ditunjuk
berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD,
besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi
kompetensi, rentang kendali dan pertimbangan obyektif
lainnya.

Bendahara pengeluaran pembantu wajib menyelenggarakan


penatausahaan terhadap seluruh pengeluaran yang menjadi
tanggung jawabnya. Dokumen yang digunakan oleh bendahara
pengeluaran pembantu dalam menatausahakan pengeluaran
mencakup buku kas umum, buku pajak dan buku panjar.
Laporan pertanggungjawaban bendahara pengeluaran pembantu
mencakup buku kas umum, buku pajak dan bukti pengeluaran
yang sah serta disampaikan kepada bendahara pengeluaran
paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya.

I. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

PPK mempunyai tugas :


1. Menetapkan organisasi
pelaksana anggaran yang berada dibawah
wewenangnya untuk membantu danbertanggungjawab
atas pelaksanaan program/kegiatan yang ada
dibawahnya;
97 Modul Diklatpim Tingkat III

2. Menyusun rencana dan


jagwal pelaksanaan program bersangkutan;
3. Menyusun dan
menetapkan Rencana Operasional Kegiatan (ROK)
yang berisi rincian paket-paket kegiatan beserta jadwal
pelaksanaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dengan memperhatikan DIPA, Petunjuk Pelaksanaan,
dan ROK.
4. Menentapkan paket-
paket pekerjaan serta ketentuan mengenai kewajiban
penggunaan produksi dalam negeri dan perluasan
kesempatan usaha bagi usaha kecil dan koperasi kecil,
LSM, dan masyarakat setempat.
5. Menentapkan panitia
pengadaan barang/jasa;
6. Menentapkan Tim
pelaksana.
7. Menetapkan HPS,
jadwal tata cara dan lokasi pengadaan yang disusun
panitia pengadaan;
8. Menetapkan dan
mengesahkan pemenang penyedia barang/jasa , SPK,
surat perjanjian kerja, berita acara kemajuan pekerjaan
berita acara serah terima pekerjaan, dan berita acara
persejutuan pembayaran;
9. Menyiapkan dokumen
dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan pihak
penyedia barang/jasa;
Manajemen Keuangan Negara98

10. Menandatangani paket


integritas sebelum pelaksanaan pedngadaan barang/jasa
dimulai;
11. Menetapkan besaran
uang muka yang menjadi hak calon penyedia
barang/jasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
12. Membuat dan
menyampaikan SPP kepada pejabat penguji dan
perintah pembayaran (selaku pejabat penerbit SPM);
13. Melakukan pengawasan
dan pengendalian terhadap pelaksanaan
perjanjian/kontrak yangm menjadi tanggungjawabnya;
14. Menandatangani
laporan pelaksanaan dan penyelesaian pengadaan
barang/jasa sesuai ketentuan yang berlaku;
15. Melaporkan dan
mengusulkan penyelesaian permasalahan yang dihadapi
dalam pelaksanaan program/kegiatan kepada KPA;
16. Wajib menyelenggaraan
pembukuan atas uang yang dikelolanya dan
penatausahaan barang yang dikuasainya, serta membuat
laporan pertanggungjawaban mengenai pengelolaan
uang dan barang yang dikuasainya kepada KPA;
17. Dalam melaksanakan
tugasnya memperhatikan arahan KPA;
18. Melaporkan
pelaksanaan/penyelesaian pengadaan barang.jasa
kepada KPA;
99 Modul Diklatpim Tingkat III

19. Bertanggungjawab dan


menyampaikan laporan-laporan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan sesuai peraturan perundangan
yang berlaku;
20. Bertanggungjawab atas
penyelesaian dan pelaksanaan program dan kegiatan
tepat pada waktunya;
21. Bertanggungjawab baik
dari segi mkeuangan maupun fisik/substansi atas
program dan kegiatan yang dipimpinnya sesuai dengan
DIPA kepada KPA.

J. Pejabat Penguji dan Perintah Membayar

Pejabat penguji dan perintah membayar mempunyai


tugas:
1. Bersama dengan pejabat pebgeluaran anggaran belanja
menyusun dan menetapkan Rencana Operasional
Kegiatan;
2. Meneliti dengan saksama DIPA dean petunjuk
pelaksanaan yang telah disyahkan, apabila terdapat
kekeliruan redaksi, perhitungan biaya, volume,
perubahan lokasi,, waktu, serta harga agar segera
mengajukan revisi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
3. Menguji kebenaran material, surat-surat bukti mengenai
hak pihak penagih;
Manajemen Keuangan Negara100

4. Meneliti kebenaran dokumen yang menjadi


persyaratan/kelengkapan sehubungan dengan
ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa;
5. Meneliti dan menguji kebenaran dan kelengkapan
dokumen atas pengajuan SPP dari Pejabat Pengeluaran
Anggaran Belanja;
6. Meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;
7. Membebankan pengeluaran sesuai dengan mata
anggaran pengeluaran yang bersangkutan;
8. Membebankan pembayaran atas beban APBN;
9. Menerbitkan dan menandatangani surat perintah
membayar (SPM-UP, SPM-GU, SPM-TU) dan surat
perintah membayar langsung (SWPM-LS) yang akan
diajukan kepada KPPN dan menetapkan pembayaran
yang diperlukan sebagai beban sementara atau sebagai
beban tetap;
10. Bertanggungjawab kepada Kuasa Pengguna Anggaran.

K.Pejabat Pemungut Penerimaan Negara

Pejabat pemungut penerimaan negara mempunyai


tugas:
1. Mengelola penerimaan negara dalam sistem anggaran
pendapatan dan belanja negara;
2. Mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi
wewenang dan tanggungjawabnya;
3. Melaksanakan pengawasan penerimaan pelayanan jasa;
4. Melaksanakan koordinasi dan pengendalian
penyelenggaraan jasa;
101 Modul Diklatpim Tingkat III

5. Melaporkan hasil penerimaan negara setiap akhir bulan


kepada KPA;
6. Melaksanakan tertib administrasi keuangan sesuai
peraturan perundangan yang berlaku;
7. Dalam melaksanakan tugasnya memperhatikan arahan
KPA dan bertanggungjawab kepada KPA.

L. Panitia Pengadaan Barang/Jasa;

Panitia Pengadaan Barang/jasa mempunyai tugas:


1. Menyusun jadwal dan, menetapkan cara pelaksanaan
pengadaan barjas, dan menetukan lokasi pengadaan
sesuai dengan permintaan Pejabat Pengeluaran
Anggaran Belanja;
2. Menyusun dan menyiapkan HPS;
3. Menyiapkan dokumen pengadaan;
4. Mengumumkan pengadaan barjas melalui media dan
papan pengumuman resmi untuk penerangan umum;
5. Menilai kualifikasi penyedia barang/jasa baik melalui
prakualifikasi maupun pasca kualifikasi
6. Melakukan evaluasi terhadap penawaran yang masuk;
7. Mengusulkan calon pemerang kepada Pejabat
Pengeluaran Anggaran Belanja;
8. Menandatangani fakta integritas sebelum pelaksanaan
pengadaan barjas;
9. Melakukan prakualifikasi untuk pengadaan barang/jasa
yang ditetapkan dengan cara penunjukkan langsung dan
pemilihan langsung;
Manajemen Keuangan Negara102

10. Membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan


kepada Pejabat Pengeluaran Anggaran Belanja;
11. Bertanggungjawab kepada Pejabat Pengeluaran
Anggaran Belanja.
103
BAB VII
DOKUMEN PELAKSANAAN
ANGGARAN
PUSAT (DIPA) DAN DAERAH (DPA)

A. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pusat

1. Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran Pusat (DIPA)

Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) adalah suatu


dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur
Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan
berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan pembiayaan kegiatan
serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.

Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) merupakan dokumen


pelaksanaaan anggaran yang dibuat untuk masing-masing
Satuan Kerja, berfungsi sebagai dokumen perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian /pengawasan, evaluasi/pelaporan,
serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.
104
Modul Diklatpim Tingkat. III

Setelah anggaran pusat ditetapkan, Menteri Keuangan


memberitahukan kepada semua menteri/pimpinan lembaga agar
menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran berupa Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk masing-masing
kementerian negara/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga
menyusun dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) untuk
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berdasarkan
alokasi anggaran yang ditetapkan oleh presiden.

Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan


anggaran (DIPA) untuk kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan
oleh presiden.

Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) tersebut,


diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program, rincian
kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran,
rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja, dan pendapatan
yang diperkirakan (anggaran berbasis kinerja). Pada dokumen
pelaksanaan anggaran tersebut dilampirkan rencana kerja dan
anggaran badan layanan umum (BLU) dalam kementerian
negara/lembaga negara yang bersangkutan. Dokumen
pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh menteri
keuangan disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga,
Kuasa Bendahara Umum Negara, dan Badan Pemeriksa
Keuangan
Manajemen Keuangan Negara

2. Jenis-Jenis DIPA

DIPA memiliki dua dokumen yang saling melengkapi,


mendukung, dan tidak dapat dipisahkan karena memiliki
keterkaitan yang menyatu yaitu:
a. DIPA yang ditandatangani oleh Menteri/Ketua
Lembaga atau atas namanya oleh Sekretaris
Jenderal/Panitera Mahkamah Agung atau oleh Direktur
Jenderal atau pejabat lain berdasarkan surat kuasa
Menteri/Ketua Lembaga yang bersangkutan.
b. Surat Pengesahan (SP) DIPA ditandatangani oleh
Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri
Keuangan untuk DIPA yang dibuat di Pusat dan Kepala
Kanwil DJPb atas nama Menteri Keuangan untuk DIPA
yang dibuat sesuai dengan Anggaran Pendapatan
Belanja Negara dan secara administrasi sudah benar.

DIPA terdiri dari:


a. SP DIPA
b. SP DIPA afdalah dokumen pengesahan dokumen
pelaksanaan anggaran yang ditandatangani oleh
Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kanwil
DJPb.
c. DIPA Halaman I
d. Halaman I A memuat informasi umum atau rekapitulasi
dari seluruh satuan kerja pada satu propinsi
e. Halaman I B merupakan rincian indikator keluaran
untuk masing-masing kegiatan
f. DIPA Halaman II
Modul Diklatpim Tingkat. III

g. Halaman II DIPA berisi informasi untuk masing-masing


Satuan Kerja, baik sasaran yang hendak dicapai maupun
alokasi dana pada masing-masing jenis belanja dan
MAK
h. DIPA Halaman III
i. Halaman III merupakan rencana penarikan dana oleh
masing-masing satuan kerja
j. DIPA Halaman IV
k. Halaman IV merupakan rencana penerimaan negara
bukan pajak yang menjadi tanggung jawab masing-
masing satuan kerja
l. Halaman V Catatan
m. Halaman catatan yaitu hal-hal yang perlu menjadi
perhatian oleh pelaksanaan kegiatan. Catatan ini dapat
berupa hal-hal yang tidak boleh dilaksanakan oleh
pelaksana kegiatan sehubungan dengan belum
lengkapnya persyaratan yang diperlukan

DIPA terbagi atas beberapa jenis yaitu:


a. DIPA Kantor Pusat
b. DIPA Kantor Pusat adalah dokumen pelaksanaan
anggaran yang pelaksanaannya dilakukan oleh
Kementerian Negara/Lembaga. Penelaahan DIPA
dilakukan secara bersama antara Direktorat Pelaksanaan
Anggaran DJPb dengan Kementerian Negara/Lembaga
terkait. Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang
ditunjuk menetapkan DIPA dan Direktur Jenderal
Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan
menetapkan SP DIPA.
Manajemen Keuangan Negara

c. DIPA dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi


d. DIPA dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi adalah
dokumen pelaksanaan anggaran pusat yang
pelaksanaannya dilimpahkan kepada Gubernur.
Penelaahan DIPA dilakukan secara bersama antara
kanwil DJPb dengan Dinas terkait atas nama Gubernur.
Gubernur atau Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk
menetapkan DIPA dan Kanwil DJPb atas nama Menteri
Keuangan menetapkan SP DIPA.
e. DIPA dalam rangka pelaksanaan Tugas Perbantuan
f. DIPA dalam rangka pelaksanaan Tugas Perbantuan
adalah dokumen pelaksanaan anggaran pusat yang
pelaksanaannya ditugaskan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota/Kepala Desa. Penelaan
DIPA dilakukan secara bersama antara Direktorat
Pelaksanaan Anggaran DJPb dengan Kementerian
Negara/Lembaga Terkait. Menteri/Pimpinan Lembaga
atau pejabat yang ditunjuk menetapkan DIPA dan
Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri
Keuangan menetapkan SP DIPA.

3. Penyusunan DIPA

Setelah Keputusan Presiden tentang Rincian APBN diterbitkan


dan data Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (RKA-KL) diterima dari Direktorat Jenderal
Anggaran dan Perimbangan Keuangan (DJAPK), Direktorat
Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan
(Dit.PA DJPb) segera menghubungi Kementerian
Modul Diklatpim Tingkat. III

Negara/Lembaga untuk segera membuat perincian pelaksanaan


anggaran untuk kegiatan yang akan dilaksanakan. Rincian
tersebut meliputi kegiatan yang akan dilaksanakan di Kantor
Pusat dan di Daerah termasuk kegiatan dekonsentrasi dan tugas
perbantuan. Setelah itu Dit. PA DJPb segera menyusun jadual
penelaahan serta menetapkan Petugas Penelaah, Koordinator
Penelaah dan Penanggung Jawab Penelaahan.

Setelah menerima pemberitahuan tersebut, Kementerian


Negara/Lembaga segera:
a. Mengirimkan RKA-KL yang sudah disetujui DPR
kepada satker di daerah yang dikelompokkan per-unit
eselon I per propinsi
b. Melakukan koordinasi dengan Unit Organisasi di Pusat
untuk menyusun Konsep DIPA yang selanjutnya
disampaikan kepada Dit. PA DJPb untuk ditelaah.

4. Penelaahan DIPA

15. Petugas penelaah Dit. PA DJPb melakukan penelaahan


DIPA yang diajukan Kementerian Negara/Lembaga dengan
mengacu kepada:
a. Alokasi anggaran yang ditetapkan Presiden
b. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja pada
Kementerian Negara/Lembaga

Petugas penelaah Dit. PA DJPb dan Kementerian


Negara/Lembaga melakukan penelaahan semua kegiatan yang
tertuang dalam DIPA dan selanjutnya menyampaikan hasil
Manajemen Keuangan Negara

penelaahannya kepada Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Dit.


PA DJPb yang berwenang, dengan melampirkan catatan
pembahasan konsep Surat Pengesahan DIPA/konsep DIPA dan
dokumen pendukung untuk diteliti lebih lanjut.

Kasubdit Dit. PA DJPb meneliti dan menilai hasil penelaahan


DIPA para petugas penelaahan dan kemudian mengembalikan
berkas penelaahan jika terdapat kesalahan yang perlu
diperbaiki, apabila benar diparaf dan selanjutnya disampaikan
kepada Direktur PA DJPb selaku Penanggung Jawab
Penelaahan.

Direktur PA DJPb meneliti dan menilai hasil penelaahan DIPA


dan kemudian mengembalikan berkas penelaahan jika terdapat
kesalahan yang perlu diperbaiki, apabila benar diteruskan
kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk ditetapkan.

Berdasarkan Penetapan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan


tersebut, Petugas penelaah menyerahkan kepada Kasubdit
Dabantek Dit. PA DJPb untuk proses pencetakan net SP DIPA
dan menyampaikan disket DIPA kepada Kementerian
Negara/Lembaga untuk net cetai dan ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang. Petugas penelaah/Seksi di Dit. PA
kemunian meneliti net SP DIPA untuk diteruskan kepada
Kasubdit Dit. PA DJPb.

Kasubdit Dit. PA DJPb melakukan penelitian net SP DIPA


untuk diteruskan kepada direktur PA DJPb untuk diteliti dan
diteruskan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk
Modul Diklatpim Tingkat. III

ditandatangani. Net SP DIPA dan DIPA yang telah


ditandatangani dan digandakan, kemudian dijilid dan
didistribusikan kepada instansi terkait sesuai dengan peraturan
yang berlaku.

B. Dokumen Pelaksanaan Anggaran


Daerah(DPA)

Dokumen Pelaksanaan Anggaran Daerah merupakan


dokumen yang menjadi patokan satker di daerah dalam
pelaksanaan kegiatannya. Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA) daerah adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang
pelaksanaannya dilakukan oleh Pengguna Anggaran di tingkat
daerah.

1. Jenis-Jenis DPA

a. DPA Kantor Daerah: Dokumen Pelaksanaan Anggaran


(DPA) Kantor Daerah adalah dokumen pelaksanaan
anggaran yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor
Daerah/Instansi Vertikal Kementerian Negara/Lembaga.
Penelaahan DPA dilakukan secara bersama antara
Kanwil DJPb dengan Kantor Daerah/Instansi Vertikal
Kementerian Negara/Lembaga. Kepala Kantor
Daerah/Instansi Vertikal Kementerian Negara/Lembaga
atau pejabat yang ditunjuk menetapkan DIPA dan
Kanwil DJPb atas nama Menteri Keuangan menetapkan
SP DIPA.
Manajemen Keuangan Negara

b. DPA dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi. DPA


dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi adalah
dokumen pelaksanaan anggaran daerah untuk
pelaksanaan kegiatan pusat yang pelaksanaannya
dilimpahkan kepada Gubernur. Penelaahan DIPA
dilakukan secara bersama antara kanwil DJPb dengan
Dinas terkait atas nama Gubernur. Gubernur atau
Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk menetapkan
DIPA dan Kanwil DJPb atas nama Menteri Keuangan
menetapkan SP DIPA.

c. DPA dalam rangka pelaksanaan Tugas Perbantuan:


DPA dalam rangka pelaksanaan Tugas Perbantuan
adalah dokumen pelaksanaan anggaran daerah atas
kegiatan pusat yang pelaksanaannya ditugaskan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota/Kepala Desa. Penelaan
DIPA dilakukan secara bersama antara Direktorat
Pelaksanaan Anggaran DJPb dengan Kementerian
Negara/Lembaga Terkait. Menteri/Pimpinan Lembaga
atau pejabat yang ditunjuk menetapkan DIPA dan
Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri
Keuangan menetapkan SP DIPA.

2. Penyusunan DPA

a. PPKD memberitahukan kepada pengguna


anggaran/pengguna barang daerah menyusun DPA
SKPD.
Modul Diklatpim Tingkat. III

b. Pengguna anggaran/pengguna barang menyusun DPA


SKPD berdasarkan alokasi kredit anggaran yang
tercantum dalam rancangan peraturan Kepala Daerah
tentang penjabaran APBD.
c. DPA SKPD memuat penjelasan mengenai sasaran yang
hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan,
anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran
tersebut dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan
kerja serta pendapatan yang diperkirakan.

3. Penelaahan DPA

a. DPA SKPD yang telah disusun pengguna


anggaran/pengguna barang diserahkan kepada PPKD
untuk dievaluasi/diverifikasi tim anggaran daerah
bersama-sama SKPD yang bersangkutan.
b. Verifikasi sebagaimana dimaksud diselesaikan dalam
waktu 15 (lima belas) hari sejak ditetapkannya
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
c. PPKD mengesahkan DPA SKPD dengan persetujuan
sekretaris daerah.
d. DPA SKPD yang telah disahkan disampaikan kepada
kepala SKPD, kepada satker pengawasan daerah dan
Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya
(tujuh) hari setelah tanggal disahkan.
e. DPA SKPD digunakan sebagai dasar pelaksanaan
anggaran oleh kepala SKPD selaku pengguna
anggaran/barang.
BAB VIII
MODEL DAN PROSEDUR PENCAIRAN
BELANJA PUSAT DAN DAERAH

A. Model dan Prosedur Pencairan Belanja


Pusat

Kegiatan Pencairan Belanja Pusat oleh Bendahara


Umum Negara dimulai sejak ditetapkannya Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN). Adapun langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:
 Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran
menyusun dokumen pelaksanaan anggaran (Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran/DIPA). Kementerian
negara/lembaga masing-masing berdasarkan alokasi
anggaran yang diterima dan menyampaikannya kepada
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
(BUN) untuk memperoleh pengesahan
 Berdasarkan DIPA yang telah disahkan oleh BUN,
Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran
(Kuasa PA) menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sesuai
rencana yang telah ditetapkan dan telah dituangkan
dalam DIPA. Untuk membayar tagihan (pengeluaran)
akibat kegiatan yang diselenggarakannya, PA/Kuasa PA
berhak memerintahkan kepada BUN/Kuasa BUN untuk
114
Modul Diklatpim Tingkat. III

melakukan pembayaran tagihan dimaksud atas beban


APBN, dengan ketentuan bahwa pembayaran tagihan
hanya dapat dilakukan dalam batas pagu anggaran yang
tersedia dalam DIPA berkenaan. Dana yang dimuat
dalam anggaran negara merupakan batas tertinggi untuk
tiap-tiap pengeluaran
 Pembayaran dilakukan melalui SPM yang diterbitkan
oleh PA/Kuasa PA dan/atau pejabat yang diberi
kewenangan untuk menerbitkan SPM sesuai format
yang telah ditentukan. SPM ditandatangani oleh
PA/Kuasa PA dan/atau pejabat yang diberi kewenangan
menandatangani SPM, dan disampaikan kepada KPPN,
sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara.
 Berdasarkan SPM tersebut, KPPN selaku Kuasa BUN
menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
yang ditujukan kepada Bank Operasional sebagai
realisasi pembayaran

1. Model Pencairan Dana


Model pencairan dana terdiri dari 2 model, yaitu: Model
Pencairan Dana Uang Persediaan (UP) dan Model Pencairan
Dana Langsung (LS). Adapun penjelasannya adalah
sebagaimana berikut:

a. Model Pencairan Dana Uang Persediaan (UP)


Manajemen Keuangan Negara

1) Uang Persediaan adalah sejumlah uang yang


disediakan untuk Satuan Kerja dalam
melaksanakan kegiatan operasional sehari-hari.
2) Pengajuan Dana Uang Persediaan melalui Surat
Perintah Membayar yang terdiri dari:
i. Surat Perintah Membayar Uang
Persediaan (SPM-UP) adalah Surat
Perintah Membayar yang diterbitkan
oleh Pengguna Anggaran/Kuasa
pengguna Anggaran, yang dananya
dipergunakan sebagai uang persediaan
untuk membiayai kegiatan operasional
kantor sehari-hari
ii. Surat Perintah Membayar Penggantian
Uang Persediaan (SPM-GU) adalah
Surat Perintah Membayar yang
diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa pengguna Anggaran
dengan membebani DIPA, yang dananya
dipergunakan untuk menggantikan uang
persediaan yang telah dipakai
iii. Surat Perintah Membayar Tambahan
Uang Persediaan (SPM-TU) adalah Surat
Perintah Membayar yang diterbitkan
oleh Pengguna Anggaran/Kuasa
pengguna Anggaran karena kebutuhan
dananya melebihi dari pagu uang
persediaan yang ditetapkan.
Modul Diklatpim Tingkat. III

3) Pembayaran perdasarkan Surat Permintaan


Membayar tersebut di atas dilakukan dengan
penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana
(SP2D) oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara
Umum Negara

b. Model Pencairan Dana Uang Langsung (LS)

1) Pencairan Dana Uang Langsung dilakukan


melalui Surat Perintah Membayar Langsung
(SPM-LS) yang merupakan surat yang
dikeluarkan oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggara kepada pihak ketiga (rekanan)
atas dasar perjanjian kontrak kerja (Surat
Perintah Kerja) atau pembayaran yang
sejenisnya.
2) Pembayaran perdasarkan Surat Permintaan
Membayar tersebut di atas dilakukan dengan
penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana
(SP2D) oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara
Umum Negara.

2. Syarat Administrasi Pembebanan Anggaran

a. Syarat Administrasi Pembebanan Anggaran


Melalui SPM-LS

a) Untuk belanja pegawai dilengkapi dengan:


Manajemen Keuangan Negara

 Daftar gaji/gaji susulan/kekurangan


gaji/lembur/honor dan vakasi
 Surat Setoran Pajak (SPP) untuk Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang telah
ditandatangani oleh Pejabat
Penandatangan SPM
b) Untuk belanja lainnya di luar belanja
pegawai dilengkapi dengan:
 Kontrak/SPK pengadaan barang/jasa
 Surat pernyataan kepala kantor/satuan
kerja atau pejabat lain yang ditunjuk
mengenai penetapan rekanan pemenang
 Berita Acara Penyelesaian
Pekerjaan/Berita Acara Serah Terima
Pekerjaan dan Berita Acara Pemeriksaan
Penyelesaian Hasil Pekerjaan
 Kuitansi yang disetujui kepala
kantor/satuan kerja sebagai PA/Kuasa
PA atau pejabat lain yang ditunjuk
 Faktur pajak beserta SSP-nya yang telah
ditandatangani oleh Pejabat
Penandatangan SPM dan Wajib Pajak
 Jaminan Bank

b. Syarat Administrasi Pembebanan Anggaran


melalui SPM-GU
1) Bukti asli pembayaran yang sah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
Modul Diklatpim Tingkat. III

2) Pejabat yang menandatangani dan/atau


mengesahkan dokumen yang berkaitan
dengan surat bukti yang menjadi dasar
pengeluaran atas beban APBN bertanggung
jawab atas kebenaran material dan akibat
yang timbul dari penggunaan surat bukti
dimaksud

Dalam penerbitan SPM/SP2D digunakan formulir-


formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I dan
Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan

3. Prosedur Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran


(SPP): UP dan LS

a. Dasar pengajuan Surat Permintaan Pembayaran


(SPP) UP dan LS adalah pelaksanaan kegiatan yang
harus dilakukan secara tertib dan memenuhi
ketentuan yang diperjanjikan baik dalam spesifikasi
teknis maupun dalam jadual/waktu penyelesaian.
b. Pada setiap setiap penyelesaian pekerjaan perlu
dilakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan
dituangkan dalam suatu dokumen Berita Acara
Hasil Pemeriksaan Penyelesaian Pekerjaan
c. Berita Acara Hasil Penyelesaian Pekerjaan harus
memuat sekurang-kurangnya identitas pekerjaan
(yang meliputi kantor/satuan kerja pengelola
pekerjaan, nomor dan tanggal kontrak kerja,
tempat/lokasi pekerjaan, besar nilai kontrak, nomor
Manajemen Keuangan Negara

dan tanggal DIPA yang menjadi dasar pembuatan


dan/atau ditunjuk dalam kontrak), tahap
penyelesaian pekerjaan (termin), pernyataan
kesaksian atas prestasi kerja yang telah diselesaikan,
dan rekomendasi pembayaran hak/tagihan atas
penyelesaian pekerjaan
d. Berita Acara dibuat sekurang-kurangnya dalam
rangkap 5 (lima) dan disampaikan kepada para
pihak yang melakukan kontrak (masing-masing satu
berkas), dua berkas (asli dan tindasan) kepada
penerbit SPM (sebagai lampiran Surat Permintaan
Pembayaran), dan satu berkas untuk disimpan oleh
pejabat pelaksana pemeriksaan pekerjaan yang
bersangkutan
e. Berdasarkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan
Penyelesaian Pekerjaan, pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan kegiatan segera membuat
dan menyampaikan SPP kepada PA/Kuasa PA
(Selaku Pemberi Kerja) untuk selanjutnya
diteruskan kepada Pejabat Penerbit SPM berkenan.
SPP sekurang-kurangnya harus memuat:
1) Nomor dan Tanggal DIPA yang dibebankan
2) Nomor dan Tanggal Kontrak
3) Nilai Kontrak
4) Jenis/lingkup Pekerjaan
5) Jadual Penyelesaian Pekerjaan
6) Nilai Pembayaran yang diminta
Modul Diklatpim Tingkat. III

7) Identitas penerima pembayaran (nama


orang/perusahaan, alamat, nomor rekening,
nama bank)
f. SPP dilengkapi dengan asli dokumen kontrak,
kuitansi yang diisi dengan nilai pembayaran yang
diminta, dan asli Berita Acara Penyelesaian
Pekerjaan dan Berita Acara Pemeriksaan Hasil
Pekerjaan

4. Prosedur Penerbitan Surat Perintah Membayar


(SPM): UP dan LS

Setelah menerima SPP, Pejabat Penerbit SPM


melakukan kegiatan penerbitan SPM melalui mekanisme
sebagai berikut:

a. Penerimaan dan Pengujian SPP

Petugas penerima SPP memeriksa kelengkapan berkas


SPP, mengisi check-list kelengkapan berkas SPP,
mencatatnya dalam buku pengawasan penerimaan SPP
kemudian menyerahkan tanda terima SPP berkenan.
Selanjutnya, petugas penerima SPP menyampaikan SPP
dimaksud kepada Pejabat Penguji SPP untuk melakukan
pengujian sebagai berikut:
1) Memeriksa secara rinci keabsahan dokumen
pendukung SPP sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku
Manajemen Keuangan Negara

2) Memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam


DIPA untuk memperoleh keyakinan bahwa
tagihan tidak melampaui batas pagu anggaran
3) Memeriksa kesesuaian rencana kerja dan/atau
kelayakan hasil kerja yang dicapai dengan
indikator kinerja
4) Memeriksa kebenaran atas hak tagih yang
menyangkut antara lain:
a) Pihak yang ditunjuk untuk menerima
pembayaran (nama orang/perusahaan,
alamat, nomor rekening dan nama bank)
b) Nilai tagihan yang harus dibayar (kesesuaian
dan/atau kelayakannya dengan prestasi kerja
yang dicapai sesuai spesifikasi teknis yang
tercantum dalam kontrak berkenaan), dan
c) Jadual waktu pembayaran (kesesuaian
dengan jadual penarikan dana yang
tercantum dalam DIPA dan/atau
ketepatannya terhadap jadual waktu
pembayaran guna meyakinkan bahwa
tagihan yang harus dibayar belum daluarsa)
5) Memeriksa pencapaian tujuan dan/.atau sasaran
kegiatan sesuai dengan indikator kinerja yang
tercantum dalam DIPA berkenan dan/atau
spesifikasi teknis yang telah ditetapkan dalam
kontrak
Modul Diklatpim Tingkat. III

b. Penetapan SPM

Setelah melakukan pengujian SPP, SPM diterbitkan


sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga) dengan
ketentuan:
1) Lembar kesatu dan lembar kedua disampaikan
kepada KPPN pembayar, dan
2) Lembar ketiga sebagai pertinggal pada
kantor/satuan kerja yang bersangkutan
SPM yang diterbitkan dinyatakan sah apabila
ditandatangani oleh pejabat yang diberi kewenangan.
Instansi penerbit SPM harus menyampaikannya kepada
KPPN, nama, spesimen tanda tangan pejabat yang
diberi kewenangan untuk menandatangani SPM, dan
cap dinas instansi penerbit SPM.

c. Penerbitan SPM-LS

1) SPM-LS disampaikan oleh PA/Kuasa PA


disertai dengan bukti pengeluaran yang sah
2) SPM-LS dibuat atas beban MAK yang tersedia
kreditnya pada DIPA atau dokumen pelaksanaan
anggaran lainnya dipersamakan dengan DIPA
bersangkutan
3) Semua bukti pengeluaran harus terlebih dahulu
disetujui/ditandatangani oleh kepala
Kantor/satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk.
Pejabat yang menandatangani dan/atau
mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan
Manajemen Keuangan Negara

surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas


beban APBN bertanggung jawab sepenuhnya
atas kebenaran material dan akibat yang timbul
dari penggunaan surat bukti dimaksud
4) PA/Kuasa PA, dalam menerbitkan SPM-LS
harus memperhitungkan pajak-pajak yang
timbul dan/atau harus dibayar sebagai akibat
pengeluaran yang dilakukan
5) Pada SPM-LS dilampirkan bukti asli yang sah
dalam rangkap dua (asli dan tindasan) sesuai
dengan peruntukan pembayaran, antara lain
a) Untuk belanja pegawai dilengkapi dengan:
 Daftar gaji/gaji susulan/kekurangan
gaji/lembur/honor dan vakasi
 Surat Setoran Pajak (SPP) untuk Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang telah
ditandatangani oleh Pejabat
Penandatangan SPM
b) Untuk belanja lainnya di luar belanja
pegawai dilengkapi dengan:
 Kontrak/SPK pengadaan barang/jasa
 Surat pernyataan kepala kantor/satuan
kerja atau pejabat lain yang ditunjuk
mengenai penetapan rekanan
pemenang
 Berita Acara Penyelesaian
Pekerjaan/Berita Acara Serah Terima
Pekerjaan dan Berita Acara
Modul Diklatpim Tingkat. III

Pemeriksaan Penyelesaian Hasil


Pekerjaan
 Kuitansi yang disetujui kepala
kantor/satuan kerja sebagai PA/Kuasa
PA atau pejabat lain yang ditunjuk
 Faktur pajak beserta SSP-nya yang
telah ditandatangani oleh Pejabat
Penandatangan SPM dan Wajib Pajak
 Jaminan Bank

d. Penerbitan SPM-UP

1) PA/Kuasa PA menerbitkan SPM-UP


berdasarkan alokasi dana dalam DIPA atau
dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang
dipersamakan dengan DIPA atas permintaan
dari Bendahara Pengeluaran yang dibebankan
pada Mata Anggaran Keluaran (MAK) untuk
pengeluaran transito
2) KPPN berdasarkan SPM-UP dimaksud di atas
menerbitkan SP2D untuk rekening Bendahara
Pengeluaran yang ditunjuk dalam SPM-UP

5. Prosedur Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana


(SP2D): UP dan LS

Prosedur Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana


(SP2D) UP dan LS dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
Manajemen Keuangan Negara

16.
a. Penerimaan SPM

SPM disampaikan oleh PA/Kuasa PA melalui loket


penerimaan SPM. Petugas loket penerimaan SPM
memeriksa kelengkapan berkas SPM, mengisi check list
kelengkapan berkas SPM, mencatat dalam buku
pengawasan penerimaan SAM dan menyerahkan tanda
terima. Selanjutnya SPM dimaksud disampaikan kepada
Seksi Perbendaharaan.

b. Pengujian SPM

1) Pengujian Substansi
Petugas dari Seksi perbendaharaan melakukan
pengujian ulang atas SPM beserta lampiran, sebagai
berikut:
a) Memeriksa kebenaran perhitungan tagihan yang
tercantum dalam SPM
b) Memeriksa ketersediaan dana pada sub
kegiatan/kegiatan/MAK dalam DIPA yang
ditunjuk dalam SPM tersebut.
c) Memeriksa kontrak/SPK pengadaan barang/jasa
d) Memeriksa bukti pengeluaran dan/atau Surat
Pernyataan Tanggung Jawab dari kepala
kantor/satuan kerja atau pejabat lain yang
ditunjuk mengenai tanggung jawab terhadap
kebenaran pelaksanaan pembayaran
e) Faktur pajak beserta SPP-nya
Modul Diklatpim Tingkat. III

2) Pengujian Formal
a) Memeriksa tanda tangan pejabat penandatangan
SPM
b) Memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah
uang dalam angka dan huruf (termasuk tidak
boleh terdapat cacat dalam penulisan)

3) Keputusan Hasil Pengujian

Atas dasar pengujian tersebut, Seksi Perbendaharaan:


a) Mengembalikan SPM kepada Pejabat Penerbit
SPM bilamana SPM dimaksud tidak memenuhi
syarat untuk dibayar
b) Menerbitkan SP2D atas SPM-LS dan SPM-UP,
kecuali atas SPM-GU pada akhir tahun
c) Menerbitkan SP2D dan Surat Perintah
Pembebanan (SPB) atas SPM-GU yang
membebani rekening khusus pada KPPN non
KBL
d) Keputusan pengembalian SPM dilakukan
selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sejak
diterimanya SPM

c. Penerbitan SP2D
1) SP2D ditandatangi bersama oleh seksi
Perbendaharaan dan Seksi Bank/Giro Pos atau Seksi
Bendum
2) Penerbitan SP2D Uang Persediaan (UP) dan
Pembayaran Langsung (LS) dilakukan selambat-
Manajemen Keuangan Negara

lambatnya 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya SPM


dari Pejabat Penerbit SPM
3) Penerbitan SP2D untuk pembayaran gaji induk (gaji
bulanan) PNS Pusat:
a) SPM sudah harus diterima paling lambat
tanggal 15 bulan sebelumnya.
b) SP2D diterbitkan paling lambat 5 (lima) hari
kerja sebelum awal bulan pembayaran gaji
4) Untuk pembayaran non gaji induk (non gaji
bulanan), SP2D diterbitkan paling lambat 6 (enam)
hari kerja sejak diterimanya SPM
5) Pengembalian SPM dilakukan paling lambat hari
kerja berikutnya sejak diterimanya Surat Perintah
Membayar berkenaan.
6) SP2D diterbitkan dalam rangkap 3 (tiga) dan
dibubuhi stempel timbul Seksi Bank/Giro Pos atau
Seksi Bendum (Nomor 1) yang disampaikan
kepada:
 Lembar 1 : kepada Bank Operasional
 Lembar 2 : kepada Penerbit SPM dengan
dilampiri SPM yang telah diberi cap “Telah
diterbitkan SP2D tanggal....... nomor ............”
 Lembar 3: pertinggal KPPN (Seksi Verifikasi
dan Akuntansi)

d. Penerbitan Daftar Penguji

Untuk menyampaikan SP2D ke Bank Operasional


diterbitkan daftar penguji (sesuai format dalam
Modul Diklatpim Tingkat. III

Lampiran III Surat Edaran ini) dengan ketentuan


sebagai berikut:
1) Ditandatangani bersama oleh Kepala KPPN dan
Kepala Seksi Bank/Giro Pos atau Seksi Bendum dan
dibubuhi stempel timbul kepala KPPN
2) Daftar Penguji diterbitkan dalam rangkap 2 (dua)
dan dikirimkan melalui kurir KPPN ke Bank
Operasional bersama-sama SP2D
3) Daftar Penguji Lembar 2 setelah ditandatangani oleh
Bank Operasional dikembalikan kepada KPPN
melalui kurir

B. Model dan Prosedur Pencairan Belanja


Daerah

Pencairan anggaran belanja daerah adalah proses


penarikan dana APBD dari rekening kas umum daerah oleh
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran pada SKPD
kepada PPKD selaku BUD. Mekanisme pembayaran dengan
dana APBD dapat dilakukan melalui pembayaran langsung
kepada pihak ketiga (SPP LS) atau melalui bendahara dengan
prosedur uang persediaan yang menggunakan SPP-UP, SPP-
GU dan SPP-TU. Sistem uang persediaan lebih baik
dibandingkan sistem UUDP dengan Kepmendagri terdahulu
dalam hal:
1. Uang persediaan belum membebani anggaran SKPD
2. Lebih fleksibel
3. Bersifat daur ulang (revolving)
Manajemen Keuangan Negara

SPP yang digunakan oleh bendahara pengeluaran dalam


melakukan pembayaran dengan dana APBD terdiri dari:
1. SPP Uang Persediaan (SPP-UP);
2. SPP Ganti Uang (SPP-GU);
3. SPP Tambahan Uang (SPP-TU); dan
4. SPP Langsung (SPP-LS).

SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang


bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
(PPTK)/bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan
pembayaran. SPP terdiri dari:
1. SPP-Uang Persediaan (SPP-UP): SPP-UP adalah
dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran
untuk permintaan uang muka kerja yang bersifat
pengisian kembali (revolving) yang tidak dapat
dilakukan dengan pembayaran langsung.
2. SPP-Ganti Uang Persediaan (SPP-GU); SPP-GU adalah
dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran
untuk permintaan pengganti uang persediaan yang tidak
dapat dilakukan dengan pembayaran langsung.
3. SPP-Tambahan Uang (SPP-TU): SPP-TU adalah
dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran
untuk permintaan tambahan uang persediaan guna
melaksanakan kegiatan SKPD yang bersifat mendesak
dan tidak dapat digunakan untuk pembayaran langsung
dan uang persediaan.
4. SPP-Langsung (SPP-LS): Dokumen yang diajukan oleh
bendahara pengeluaran untuk permintaan pembayaran
Modul Diklatpim Tingkat. III

langsung kepada pihak ketiga atas dasar perjanjian


kontrak kerja atau surat perintah kerja lainnya dan
pembayaran gaji dengan jumlah, penerima, peruntukan
dan waktu pembayaran tertentu yang dokumennya
disiapkan oleh PPTK.
5. Register SPP

1. Model Pencairan Belanja Daerah

a. Model Pencairan Dana Uang Persediaan (UP)

Uang Persediaan adalah sejumlah uang yang disediakan


untuk Satuan Kerja dalam melaksanakan kegiatan
operasional sehari-hari. Pengajuan Dana Uang
Persediaan melalui Surat Perintah Membayar yang
terdiri dari:
1) Surat Perintah Membayar Uang Persediaan
(SPM-UP) adalah Surat Perintah Membayar
yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa pengguna Anggaran, yang
dananya dipergunakan sebagai uang persediaan
untuk membiayai kegiatan operasional kantor
sehari-hari
2) Surat Perintah Membayar Penggantian Uang
Persediaan (SPM-GU) adalah Surat Perintah
Membayar yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa pengguna Anggaran dengan
membebani DIPA, yang dananya dipergunakan
Manajemen Keuangan Negara

untuk menggantikan uang persediaan yang telah


dipakai
3) Surat Perintah Membayar Tambahan Uang
Persediaan (SPM-TU) adalah Surat Perintah
Membayar yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa pengguna Anggaran karena
kebutuhan dananya melebihi dari pagu uang
persediaan yang ditetapkan.

Pembayaran perdasarkan Surat Permintaan Membayar


tersebut di atas dilakukan dengan penerbitan Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara
Umum Negara

Adapun mekanisme Pencairan Dana Uang Persediaan


(UP) adalah sebagai berikut:

1) Penerbitan SPP-UP; Penerbitan dan pengajuan


dokumen SPP-UP dilakukan oleh bendahara
pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
melalui pejabat penatausahaan keuangan SKPD
dalam rangka pengisian uang persediaan. Dokumen
SPP-UP terdiri dari:
 Surat pengantar SPP-UP;
 Ringkasan SPP-UP;
 Rincian SPP-UP;
 Salinan SPD;
Modul Diklatpim Tingkat. III

 Draft surat pernyataan untuk ditandatangani


oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran yang menyatakan bahwa uang
yang diminta tidak dipergunakan untuk
keperluan selain uang persediaan saat
pengajuan SP2D kepada kuasa BUD; dan
 Lampiran lain yang diperlukan.

2) Penerbitan SPP Ganti Uang Persediaan (GU);


Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-GU
dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk
memperoleh persetujuan dari pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui pejabat
penatausahaan keuangan SKPD. Dokumen SPP-GU
terdiri dari:
 Surat pengantar SPP-GU;
 Ringkasan SPP-GU;
 Rincian SPP-GU;
 Surat pengesahan laporan
pertanggungjawaban bendahara pengeluaran
atas penggunaan dana SPP-UP/GU/TU
sebelumnya;
 Salinan SPD;
 Draft surat pernyataan untuk ditandatangani
oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran yang menyatakan bahwa uang
yang diminta tidak dipergunakan untuk
keperluan selain ganti uang persediaan saat
Manajemen Keuangan Negara

pengajuan SP2D kepada kuasa BUD; dan


lampiran lain yang diperlukan.

3) Penerbitan SPP Tambah Uang Persediaan (SPP-


TU); Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-TUP
dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk
memperoleh persetujuan dari pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui pejabat
penatausahaan keuangan SKPD. Dokumen SPP-TU
terdiri dari:
 Surat pengantar SPP-TU;
 Ringkasan SPP-TU;
 Rincian SPP-TU;
 Salinan SPD;
 Surat pengesahan SPJ;
 Draft surat pernyataan untuk ditandatangani
oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran yang menyatakan bahwa uang
yang diminta tidak dipergunakan untuk
keperluan selain tambahan uang persediaan
saat pengajuan SP2D kepada kuasa BUD;
 Surat keterangan yang memuat penjelasan
keperluan pengisian tambahan uang
persediaan.
 Lampiran lainnya.

Batas jumlah SPP-UP, SPP-GU, dan SPP-TU


ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah.
Modul Diklatpim Tingkat. III

b. Metode Langsung (LS)

Metode Langsung merupakan metode pengajuan


pembayaran secara langsung terhadap gaji dan
pengadaan barang dan/atau jasa. Beberapa hal yang
terkait dengan Metode LS antara lain:

1) Pencairan Dana Uang Langsung dilakukan melalui


Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) yang
merupakan surat yang dikeluarkan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggara kepada pihak
ketiga (rekanan) atas dasar perjanjian kontrak kerja
(Surat Perintah Kerja) atau pembayaran yang
sejenisnya.
2) Pembayaran perdasarkan Surat Permintaan
Membayar tersebut di atas dilakukan dengan
penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara
3) Penerbitan dan pengajuan dokumen Surat
Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS)
dilakukan oleh PPTK untuk memperoleh
persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran melalui pejabat penatausahaan keuangan
SKPD. Dokumen SPP-LS terdiri dari:
 Surat pengantar SPP-LS;
 Ringkasan SPP-LS;
 Rincian SPP-LS; dan
 Lampiran SPP-LS.
Manajemen Keuangan Negara

4) Berdasarkan jenisnya, dokumen SPP-LS terdiri


dari :
 Dokumen SPP-LS Pembayaran Gaji dan
Tunjangan;
 Dokumen SPP-LS Pengadaan Barang dan Jasa;

5) Lampiran SPP-LS untuk pembayaran gaji dan


tunjangan mencakup:
 Pembayaran gaji induk;
 Gaji susulan;
 Kekurangan gaji;
 Gaji terusan;
 Uang duka wafat/tewas yang dilengkapi dengan
daftar gaji induk/gaji susulan/kekurangan
gaji/uang duka wafat;
 SK CPNS;
 SK PNS;
 SK kenaikan pangkat;
 SK jabatan;
 Kenaikan gaji berkala;
 Surat pernyataan pelantikan;
 Surat pernyataan masih menduduki jabatan;
 Surat pernyataan melaksanakan tugas;
 Daftar keluarga (KP4);
 Fotocopi surat nikah;
 Fotokopi akte kelahiran;
 SKPP;
 Daftar potongan sewa rumah dinas;
Modul Diklatpim Tingkat. III

 Surat keterangan masih sekolah/kuliah;


 Surat pindah;
 Surat kematian;
 SSP PPh Pasal 21; dan
 Peraturan perundang-undangan mengenai
penghasilan pimpinan dan anggota DPRD serta
gaji dan tunjangan kepala daerah/wakil kepala
daerah;
 Kelengkapan tersebut digunakan sesuai
peruntukannya.

6) Lampiran SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa


mencakup:
 salinan SPD;
 salinan surat rekomendasi dari SKPD teknis
terkait;
 SSP disertai faktur pajak (PPN dan PPh) yang
telah ditandatangani wajib pajak;
 surat perjanjian kerjasama/kontrak antara pihak
ketiga dengan pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran yang mencantumkan nomor
rekening pihak ketiga;
 berita acara penyelesaian pekerjaan;
 berita acara serah terima barang dan jasa;
 berita acara pembayaran;
 kwitansi bermeterai, nota/faktur yang
ditandangai pihak ketiga dan PPTK sertai
Manajemen Keuangan Negara

disetujui oleh pengguna anggaran/kuasa


pengguna anggaran;
 surat jaminan bank atau yang dipersamakan
yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga
keuangan non bank;
 dokumen lain yang dipersyaratkan untuk
kontrak-kontrak yang dananya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari penerusan
pinjaman/hibah luar negeri;
 berita acara pemeriksaan yang ditandatangani
oleh pihak ketiga/rekanan serta unsur panitia
pemeriksaan barang berikut lampiran daftar
barang yang diperiksa;
 surat angkutan atau konosemen apabila
pengadaan barang dilaksanakan di luar wilayah
kerja;
 surat pemberitahuan potongan denda
keterlambatan pekerjaan dari PPTK apabila
pekerjaan mengalami keterlambatan;
 foto / buku / dokumentasi tingkat kemajuan /
penyelesaian pekerjaan;
 potongan jamsostek (potongan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku/surat pemberitahuan
jamsostek);
 khusus untuk pekerjaan konsultan yang
perhitungan harganya menggunakan biaya
personil (billing rate), berita acara prestasi
kemajuan pekerjaan dilampiri dengan bukti
kehadiran dari tenaga konsultan sesuai
Modul Diklatpim Tingkat. III

pengtahapan waktu pekerjaan dan bukti


penyewaan / pembelian alat penunjang serta
bukti pengeluaran lainnya berdasarkan rincian
dalam surat penawaran.
 kelengkapan tersebut digunakan sesuai
peruntukannya.

7) Penerbitan dan pengajuan SPP-LS pembayaran gaji


dan tunjangan dilakukan oleh bendahara
pengeluaran.

8) Dokumen-dokumen yang digunakan oleh PPTK


dalam menatausahakan pengeluaran permintaan
pembayaran mencakup register SPP-LS.

2. Syarat Administrasi Pembebanan Anggaran Daerah


a. Syarat Administrasi Pembebanan Anggaran melalui
SPM-LS
1) Untuk belanja pegawai dilengkapi dengan:
a) Daftar gaji/gaji susulan/kekurangan
gaji/lembur/honor dan vakasi
b) Surat Setoran Pajak (SPP) untuk Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang telah
ditandatangani oleh Pejabat Penandatangan
SPM
2) Untuk belanja lainnya di luar belanja pegawai
dilengkapi dengan:
1) Kontrak/SPK pengadaan barang/jasa
Manajemen Keuangan Negara

2) Surat pernyataan kepala kantor/satuan kerja


atau pejabat lain yang ditunjuk mengenai
penetapan rekanan pemenang
3) Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan/Berita
Acara Serah Terima Pekerjaan dan Berita
Acara Pemeriksaan Penyelesaian Hasil
Pekerjaan
4) Kuitansi yang disetujui kepala kantor/satuan
kerja sebagai PA/Kuasa PA atau pejabat lain
yang ditunjuk
5) Faktur pajak beserta SSP-nya yang telah
ditandatangani oleh Pejabat Penandatangan
SPM dan Wajib Pajak
6) Jaminan Bank

b. Syarat Administrasi Pembebanan Anggaran melalui


SPM-GU
1) Bukti asli pembayaran yang sah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
2) Pejabat yang menandatangani dan/atau
mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan
surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas
beban APBN bertanggung jawab atas kebenaran
material dan akibat yang timbul dari penggunaan
surat bukti dimaksud

Dalam penerbitan SPM/SP2D digunakan formulir-


formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I
dan Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan
Modul Diklatpim Tingkat. III

3. Prosedur Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran


(SPP)
a. Dasar pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
UP dan LS adalah pelaksanaan kegiatan yang harus
dilakukan secara tertib dan memenuhi ketentuan yang
diperjanjikan baik dalam spesifikasi teknis maupun
dalam jadual/waktu penyelesaian.
b. Pada setiap setiap penyelesaian pekerjaan perlu
dilakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan dituangkan
dalam suatu dokumen Berita Acara Hasil Pemeriksaan
Penyelesaian Pekerjaan
c. Berita Acara Hasil Penyelesaian Pekerjaan harus
memuat sekurang-kurangnya identitas pekerjaan (yang
meliputi kantor/satuan kerja pengelola pekerjaan, nomor
dan tanggal kontrak kerja, tempat/lokasi pekerjaan,
besar nilai kontrak, nomor dan tanggal DIPA yang
menjadi dasar pembuatan dan/atau ditunjuk dalam
kontrak), tahap penyelesaian pekerjaan (termin),
pernyataan kesaksian atas prestasi kerja yang telah
diselesaikan, dan rekomendasi pembayaran hak/tagihan
atas penyelesaian pekerjaan
d. Berita Acara dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap
5 (lima) dan disampaikan kepada para pihak yang
melakukan kontrak (masing-masing satu berkas), dua
berkas (asli dan tindasan) kepada penerbit SPM
(sebagai lampiran Surat Permintaan Pembayaran), dan
Manajemen Keuangan Negara

satu berkas untuk disimpan oleh pejabat pelaksana


pemeriksaan pekerjaan yang bersangkutan
e. Berdasarkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan
Penyelesaian Pekerjaan, pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan kegiatan segera membuat dan
menyampaikan SPP kepada PA/Kuasa PA (Selaku
Pemberi Kerja) untuk selanjutnya diteruskan kepada
Pejabat Penerbit SPM berkenan. SPP sekurang-
kurangnya harus memuat:
1) Nomor dan Tanggal DIPA yang dibebankan
2) Nomor dan Tanggal Kontrak
3) Nilai Kontrak
4) Jenis/lingkup Pekerjaan
5) Jadual Penyelesaian Pekerjaan
6) Nilai Pembayaran yang diminta
7) Identitas penerima pembayaran (nama
orang/perusahaan, alamat, nomor rekening,
nama bank)
f. SPP dilengkapi dengan asli dokumen kontrak, kuitansi
yang diisi dengan nilai pembayaran yang diminta, dan
asli Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan dan Berita
Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan

4. Prosedur Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM)

Setelah menerima SPP, Pejabat Penerbit SPM melakukan


kegiatan penerbitan SPM melalui mekanisme sebagai berikut:
Modul Diklatpim Tingkat. III

a. Penerimaan dan Pengujian SPP; Petugas penerima


SPP memeriksa kelengkapan berkas SPP, mengisi
check-list kelengkapan berkas SPP, mencatatnya dalam
buku pengawasan penerimaan SPP kemudian
menyerahkan tanda terima SPP berkenan. Selanjutnya,
petugas penerima SPP menyampaikan SPP dimaksud
kepada Pejabat Penguji SPP untuk melakukan pengujian
sebagai berikut:
1) Memeriksa secara rinci keabsahan dokumen
pendukung SPP sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku
2) Memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam
DIPA untuk memperoleh keyakinan bahwa
tagihan tidak melampaui batas pagu anggaran
3) Memeriksa kesesuaian rencana kerja dan/atau
kelayakan hasil kerja yang dicapai dengan
indikator kinerja
4) Memeriksa kebenaran atas hak tagih yang
menyangkut antara lain:
a) Pihak yang ditunjuk untuk menerima
pembayaran (nama orang/perusahaan,
alamat, nomor rekening dan nama bank)
b) Nilai tagihan yang harus dibayar
(kesesuaian dan/atau kelayakannya
dengan prestasi kerja yang dicapai sesuai
spesifikasi teknis yang tercantum dalam
kontrak berkenaan), dan
c) Jadual waktu pembayaran (kesesuaian
dengan jadual penarikan dana yang
Manajemen Keuangan Negara

tercantum dalam DIPA dan/atau


ketepatannya terhadap jadual waktu
pembayaran guna meyakinkan bahwa
tagihan yang harus dibayar belum
daluarsa)
5) Memeriksa pencapaian tujuan dan/.atau sasaran
kegiatan sesuai dengan indikator kinerja yang
tercantum dalam DIPA berkenan dan/atau
spesifikasi teknis yang telah ditetapkan dalam
kontrak
b. Penetapan SPM; Setelah melakukan pengujian SPP,
SPM diterbitkan sekurang-kurangnya dalam rangkap 3
(tiga) dengan ketentuan:
1) Lembar kesatu dan lembar kedua disampaikan
kepada KPPN pembayar, dan
2) Lembar ketiga sebagai pertinggal pada
kantor/satuan kerja yang bersangkutan
SPM yang diterbitkan dinyatakan sah apabila
ditandatangani oleh pejabat yang diberi kewenangan.
Instansi penerbit SPM harus menyampaikannya kepada
KPPN, nama, spesimen tanda tangan pejabat yang
diberi kewenangan untuk menandatangani SPM, dan
cap dinas instansi penerbit SPM.

c. Penerbitan SPM-LS
1) SPM-LS disampaikan oleh PA/Kuasa PA
disertai dengan bukti pengeluaran yang sah
2) SPM-LS dibuat atas beban MAK yang tersedia
kreditnya pada DIPA atau dokumen pelaksanaan
Modul Diklatpim Tingkat. III

anggaran lainnya dipersamakan dengan DIPA


bersangkutan
3) Semua bukti pengeluaran harus terlebih dahulu
disetujui/ditandatangani oleh kepala
Kantor/satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk.
Pejabat yang menandatangani dan/atau
mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan
surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas
beban APBN bertanggung jawab sepenuhnya
atas kebenaran material dan akibat yang timbul
dari penggunaan surat bukti dimaksud
4) PA/Kuasa PA, dalam menerbitkan SPM-LS
harus memperhitungkan pajak-pajak yang
timbul dan/atau harus dibayar sebagai akibat
pengeluaran yang dilakukan
5) Pada SPM-LS dilampirkan bukti asli yang sah
dalam rangkap dua (asli dan tindasan) sesuai
dengan peruntukan pembayaran, dengan
persyaratan administrasi sebagaimana diuraikan
di atas.

d. Penerbitan SPM-UP
1) PA/Kuasa PA menerbitkan SPM-UP berdasarkan
alokasi dana dalam DIPA atau dokumen
pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan
dengan DIPA atas permintaan dari Bendahara
Pengeluaran yang dibebankan pada Mata Anggaran
Keluaran (MAK) untuk pengeluaran transito
Manajemen Keuangan Negara

2) KPPN berdasarkan SPM-UP dimaksud di atas


menerbitkan SP2D untuk rekening Bendahara
Pengeluaran yang ditunjuk dalam SPM-UP

5. Prosedur Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana


(SP2D)

Prosedur Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) UP


dan LS dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. Penerimaan SPM; SPM disampaikan oleh PA/Kuasa
PA melalui loket penerimaan SPM. Petugas loket
penerimaan SPM memeriksa kelengkapan berkas SPM,
mengisi check list kelengkapan berkas SPM, mencatat
dalam buku pengawasan penerimaan SAM dan
menyerahkan tanda terima. Selanjutnya SPM dimaksud
disampaikan kepada Seksi Perbendaharaan.
b. Pengujian SPM.
1) Pengujian Substansi: Petugas dari Seksi
perbendaharaan melakukan pengujian ulang atas
SPM beserta lampiran, sebagai berikut:
a) Memeriksa kebenaran perhitungan tagihan yang
tercantum dalam SPM
b) Memeriksa ketersediaan dana pada sub
kegiatan/kegiatan/MAK dalam DIPA yang
ditunjuk dalam SPM tersebut.
c) Memeriksa kontrak/SPK pengadaan barang/jasa
d) Memeriksa bukti pengeluaran dan/atau Surat
Pernyataan Tanggung Jawab dari kepala
kantor/satuan kerja atau pejabat lain yang
Modul Diklatpim Tingkat. III

ditunjuk mengenai tanggung jawab terhadap


kebenaran pelaksanaan pembayaran
e) Faktur pajak beserta SPP-nya

2) Pengujian Formal
a) Memeriksa tanda tangan pejabat penandatangan
SPM
b) Memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah
uang dalam angka dan huruf (termasuk tidak
boleh terdapat cacat dalam penulisan)

3) Keputusan Hasil Pengujian


Atas dasar pengujian tersebut, Seksi
Perbendaharaan:
a) Mengembalikan SPM kepada Pejabat Penerbit
SPM bilamana SPM dimaksud tidak memenuhi
syarat untuk dibayar. Keputusan pengembalian
SPM dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) hari
kerja sejak diterimanya SPM
b) Menerbitkan SP2D atas SPM-LS dan SPM-UP,
kecuali atas SPM-GU pada akhir tahun
c) Menerbitkan SP2D dan Surat Perintah
Pembebanan (SPB) atas SPM-GU yang
membebani rekening khusus pada KPPN non
KBL

4) Penerbitan SP2D
Manajemen Keuangan Negara

a) SP2D ditandatangi bersama oleh seksi


Perbendaharaan dan Seksi Bank/Giro Pos atau
Seksi Bendum
b) Penerbitan SP2D Uang Persediaan (UP) dan
Pembayaran Langsung (LS) dilakukan selambat-
lambatnya 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya
SPM dari Pejabat Penerbit SPM
c) Penerbitan SP2D untuk pembayaran gaji induk
(gaji bulanan) PNS Pusat:
 SPM sudah harus diterima paling lambat
tanggal 15 bulan sebelumnya.
 SP2D diterbitkan paling lambat 5 (lima)
hari kerja sebelum awal bulan
pembayaran gaji
d) Untuk pembayaran non gaji induk (non gaji
bulanan), SP2D diterbitkan paling lambat 6
(enam) hari kerja sejak diterimanya SPM
e) Pengembalian SPM dilakukan paling lambat
hari kerja berikutnya sejak diterimanya Surat
Perintah Membayar berkenaan.
f) SP2D diterbitkan dalam rangkap 3 (tiga) dan
dibubuhi stempel timbul Seksi Bank/Giro Pos
atau Seksi Bendum (Nomor 1) yang
disampaikan kepada:
 Lembar 1 : kepada Bank Operasional
 Lembar 2 : kepada Penerbit SPM dengan
dilampiri SPM yang telah diberi cap
“Telah diterbitkan SP2D tanggal.......
nomor ............”
Modul Diklatpim Tingkat. III

 Lembar 3: pertinggal KPPN (Seksi


Verifikasi dan Akuntansi)

5) Penerbitan Daftar Penguji


Untuk menyampaikan SP2D ke Bank Operasional
diterbitkan daftar penguji (sesuai format dalam
Lampiran III Surat Edaran ini) dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Ditandatangani bersama oleh Kepala KPPN
dan Kepala Seksi Bank/Giro Pos atau Seksi
Bendum dan dibubuhi stempel timbul kepala
KPPN
b) Daftar Penguji diterbitkan dalam rangkap 2
(dua) dan dikirimkan melalui kurir KPPN ke
Bank Operasional bersama-sama SP2D
c) Daftar Penguji Lembar 2 setelah
ditandatangani oleh Bank Operasional
dikembalikan kepada KPPN melalui kurir
BAB IX
PENUTUP

Meskipun pembahasan setiap topik dalam modul ini sangat


terbatas, namun diharapkan dapat memberikan pengetahuan,
wawasan, dan pemahaman kepada peserta mengenai
manajemen keuangan negara baik di tingkat pusat maupun
daerah. Untuk memahami secara lengkap dan mendalam
mengenai manajemen keuangan negara, peserta dapat
mempelajarinya pada berbagai literatur dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

150
151
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Akuntansi, Transparansi Dan Akuntabilitas Keuangan Publik


(Sebuah Tantangan) oleh ABDUL HAFIZ TANJUNG,
SE.,M.Si.,Ak (Dosen Universitas Nasional Pasim)

Alsah, Sjarifuddin. Withholding Tax Pemotongan/Pemungutan


Pajak Penghasilan. Jakarta 2002.

Andriana, Dadi. Himpunan Lengkap Peraturan Perpajakan,


Buku I dan II. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Mardiasmo. Perpajakan Edisi Revisi. Penerbit Andi


Yogyakarta.

Mekanisme pelaksanaan Anggaran. Biro Keuangan Sekretariat


Jenderal Departemen Perindustrian Republik Indonesia.
Tahun 2007

Mohammad Marulli. “Pemeriksaan Pajak”, TaxsysInstitute,


Tahun 2006.

Munir, Dasril ; Henry Ary Djuanda, Hessel, Tangkilisan, 2004.


Kebijakan dan Managemen Keuangan Daerah, YPAPI.

152
Modul Diklatpim Tingkat. III

Panduan fasilitator Diklat Teknis Manajemen Keuangan.


Departemen Dalam Negeri Tahun 2007.

Sistem Administrasi Keuangan Negara, Bagian I. BPKP Tahun


2007.

Sistem Administrasi Keuangan Negara, Bagian II. BPKP


Tahun 2007.Sukarji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai:
Buku Panduan Kursus Pajak Brevet A, B dan C, Karya
Mandiri, Jakarta, 1999.

Suandy, Erly. Perencanaan Pajak, edisi revisi. Penerbit


Salemba Empat, 2003.

Zain, Muhammad. Manajemen Perpajakan. Penerbit Salemba


Empat, 2003.

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak


Pertambahan Nilai atas Barang & Jasa serta Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.]

Undang-Undang nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah


& Retribusi Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003


Tentang Keuangan Negara
Manajemen Keuangan Negara

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004


Tentang Perbendaharaan Negara

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004


Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan


ketiga Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan


keempat atas UU No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan

Keputusan Presiden RI nomor 72 tahun 2004 tentang


perubahan keputusan Presiden RI nomor 42 tahun 2002
tentang pedoman pelaksanaan anggaran dan belanja
negara

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun


2003 Tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit
Anggaran Pendapatan dan Belanja dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah serta Jumlah Kumulatif
Peminjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 606/PMK.06/2004 tanggal


28 Desember 2004 tentang Pedoman Pembayaran Dalam
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun 2005
Modul Diklatpim Tingkat. III

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 571/PMK.06/2004


Tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2005

Peraturan Direktur Jendral Pajak, nomor: Per-31/PJ/2009


Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi

Surat Edaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan


No.SE.050/PB/2004 Tentang Petunjuk Teknis
Mekanisme Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN

KMK-545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan


Pajak.Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Referensi Lainnya

Modul 1 Perencanaan, Penganggaran, Pelaksanaan,


Penatausahaan dan Pengawasan Keuangan Daerah.
Departemen Dalam Negeri Tahun 2007.

Modul 2 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah. Diklat


Teknis Manajemen Keuangan. Departemen Dalam Negeri
Tahun 2007.
Manajemen Keuangan Negara

Modul 3 Analisis Ekonomi dan Keuangan Untuk Proyek


Investasi. Diklat Teknis Manajemen Keuangan.
Departemen Dalam Negeri Tahun 2007.

Anda mungkin juga menyukai