Oleh :
Ferdianto R. Nene
200714901296
B. FAKTOR RESIKO
Menurut Fitiana (2015) terdapat faktor resiko yang mempengaruhi
Gout Arthritis adalah :
1. Usia
Pada umumnya serangan Gout Arthritis yang terjadi pada laki-laki
mulai dari usia pubertas hingga usia 40-69 tahun, sedangkan pada
wanita serangan Gout Arthritis terjadi pada usia lebih tua dari pada
laki-laki, biasanya terjadi pada saat Menopause. Karena wanita
memiliki hormon estrogen, hormon inilah yang dapat membantu
proses pengeluaran Asam Urat melalui urin sehingga Asam Urat
didalam darah dapat terkontrol.
2. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki kadar Asam Urat yang lebih tinggi dari pada
wanita, sebab wanita memiliki hormon ektrogen.
3. Konsumsi makanan yang mengandung purin berlebihan
Konsumsi makanan yang mengandung Purin yang berlebih dapat
meningkatkan kadar Asam Urat di dalam darah.
4. Konsumsi alkohol
Alkohol dapat mempercepat proses pemecahan adenosin trifosfat dan
produksi asam urat (Zhang, 2006). Alkohol juga dapat meningkatkan
asam laktat pada darah yang menghambat eksresi asam urat (Doherty,
2009). Alasan lain yang menjelaskan hubungan alkohol dengan artritis
gout adalah alkohol memiliki kandungan purin yang tinggi sehingga
mengakibatkan over produksi asam urat dalam tubuh (Zhang, 2006).
5. Obat-obatan
Serum Asam Urat dapat meningkat pula akibat Salisitas dosis rendah
(kurang dari 2-3 g/hari) dan sejumlah obat Diuretik, serta
Antihipertensi.
C. ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat
medikasi, obesitas, konsumsi makanan yang mengandung purin secara
berlebihan dan alkohol. Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi
dari pada wanita, yang meningkatkan resiko mereka terserang gout.
Perkembangan gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria di
bandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis gout menjadi sama antara
kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Prevalensi artritis gout pada pria
meningkat dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak antara usia 75
dan 84 tahun (Wowor, 2014). Makanan yang tidak boleh di konsumsi secara
berlebihan dan dapat menyebabkan artritis gout adalah alkohol, makanan laut
(kerang, kepiting, ikan sarden, dll), daging unggas (bebek), jeroan (otak,
lidah, jantung, limfa, dan usus), buah-buahan (durian dan alpukat), kaldu
daging (sup kental, soto ayam, atau opor ayam) karena makanan dan
minuman tersebut mengandung purin, karena purin sendiri dapat
meningkatkan asam urat di dalam darah.
Penyebab gout tidak terlepas dari hiperurisemia. Peningkatan kadar
asam urat hingga menimbulkan hiperurisemia terjadi karena tiga hal, yaitu
meningkatnya metabolisme asam urat sehingga produksinya meningkat,
penurunan eksresi asam urat, dan gabungan keduanya. Sebagian besar gout
terjadi karena terhambatnya ekskresi asam. Sekitar 80-90% gout terjadi
karena rendahnya jumlah asam urat yang sanggup diekskresi oleh tubuh,
sedangkan 10-20% lainnya karena produksi asam urat yang berlebihan. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan sekresi (undersecretion) asam urat tidak
dapat dilakukan tubuh secara tuntas. Penyebab utamanya adalah gangguan
fungsi ginjal. Selain itu, ada beberapa faktor lain yang menghambat ekskresi
asam urat. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi faktor tunggal atau gabungan
yang secara bersama-sama menghambat ekskresi asam urat. Diantaranya
adalah, penyakit ginjal kronis, dehidrasi, diabetes insipidus, ketoasidosis,
hiperparatiroid, myodemia, konsumsi obat diuretic, dosis rendah, prazinamid,
dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol (Lanny, 2012).
E. KLASIFIKASI
Menurun Ning (2011) klasifikasinya gout terdiri atas empat stadium
atau empat tingkatan diantaranya, yaitu :
1. Tahap Asimtomik (Stadium I)
Tanda-tanda penyakit gout pada stadium satu atau permulaan adalah
adanya peningkatan kadar asam urat tetapi tidak dirasakan oleh
penderita karena tidak merasakan sakit sama sekali dan tidak disertai
gejala nyeri, arthritis, atau adanya batu ginjal atau batu urat di saluran
kemih.
2. Tahap Akut (Stadium II)
Gout stadium dua biasanya berupa serangan radang sendi disertai
dengan rasa nyeri yang hebat dan terasa panas pada pangkal ibu jari
kaki. Biasanya serangan muncul pada tengah malam dan menjelang
pagi. Serangan seperti ini biasa hilang dengan sendirinya dalam
beberapa hari (10 hari). Namun, jika diberi obat akan sembuh dalam
waktu 3 hari. Interval serangan stadium dua ini cukup lama dan sendi
masih dalam keadaan normal.
3. Tahap Interkritikal (Stadium III)
Gout stadium tiga adalah tahap interval di antara dua serangan akut.
Biasanya terjadi 1-2 tahun kemudian. Interval serangannya bertambah
pendek ,terapi penderita masih bisa melakukan aktivitas normal tanpa
ada rasa sakit sama sekali jika tidak sedang kambuh.
4. Tahap Kronik (Stadium IV)
Tahap kronik ini ditandai dengan terbentuknya tofi dan terjadi
deformasi atau perubahan bentuk pada sendi-sendi yang tidak dapat
berubah ke bentuk semula. Ini disebut dengan gejala irreversibel atau
gout kronis. Pada kondisi ini frekuensi kambuh akan semakin sering
disertai dengan rasa sakit terus-menerus yang menyiksa dan suhu
badan yang tinggi. Gout stadium empat ini biasanya menyebabkan
penderita lumpuh karena sendi-sendinya menjadi kaku dan tidak bisa
ditekuk.
F. PATOFISIOLOGI
Adanya gangguan metabolisme Purin dalam tubuh, intake bahan yang
mengandung Asam Urat tinggi dan sistem ekskresi Asam Urat yang tidak
adekuat akan mengasilkan akumulasi Asam Urat yang berlebihan di dalam
plasma darah (Hiperurisemia), sehingga mengakibatkan Kristal Asam Urat
menumpuk dalam tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan
menimbulkan respon Inflamasi (Sudoyo, dkk, 2009).
Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan Gout
Arthritis. Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi
Asam Urat dalam darah. Mekanisme serangan Gout Arthritis Akut
berlangsung melalui beberapa fase secara berurutan yaitu, terjadinya
Presipitasi Kristal Monosodium Urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi
dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium,
jaringan para-artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal Urat
yang bermuatan negatif akan dibungkus oleh berbagai macam protein.
Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon
terhadap pembentukan kristal. Pembentukan kristal menghasilkan faktor
kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan
terjadi Fagositosis Kristal oleh leukosit (Nurarif, 2015).
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk Fagolisosom dan
akhirnya membran vakuala disekeliling oleh kristal dan membram leukositik
lisosom yang dapat menyebabkan kerusakan lisosom, sesudah selaput protein
dirusak, terjadi ikatan hidrogen antara permukaan Kristal membram lisosom.
Peristiwa ini menyebabkan robekan membran dan pelepasan enzim-enzim
dan oksidase radikal kedalam sitoplasma yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan. Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan
kedalam cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan
kerusakan jaringan (Nurarif, 2015).
Saat Asam Urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh
lain, maka Asam Urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-
garam urat yang akan berakumulasi atau menumpuk di jaringan konektif di
seluruh tubuh, penumpukan ini disebut Tofi. Adanya Kristal akan memicu
respon inflamasi akut dan netrofil melepaskan lisosomnya. Lisosom ini tidak
hanya merusak jaringan tetapi juga menyebabkan inflamasi. Serangan Gout
Arthritis Akut awalnya biasanya sangat sakit dan cepat memuncak. Serangan
ini meliputi hanya satu tulang sendi. Serangan pertama ini timbul rasa nyeri
berat yang menyebabkan tulang sendi terasa panas dan merah. Tulang sendi
Metatarsophalangeal biasanya yang paling pertama terinflamasi, kemudian
mata kaki, tumit, lutut dan tulang sendi pinggang. Kadang-kadang gejala yang
dirasakan disertai dengan demam ringan. Biasanya berlangsung cepat tetapi
cenderung berulang (Sudoyo, dkk, 2009).
Periode Interkritikal adalah periode dimana tidak ada gejala selama
serangan Gout Arthritis. Kebanyakan penderita mengalami serangan kedua
pada bulan ke-6 sampai 2 tahun setelah serangan pertama. Serangan
berikutnya disebut dengan Poliartikular yang tanpa kecuali menyerang tulang
sendi kaki maupun lengan yang biasanya disertai dengan demam. Tahap akhir
serangan Gout Arthritis Akut atau Gout Arthritis Kronik ditandai dengan
Polyarthritis yang berlangsung sakit dengan Tofi yang besar pada kartigo,
membrane sinovial, tendon dan jaringan halus. Tofi terbentuk di jari tangan,
kaki, lutut, ulna, helices pada telinga, tendon achiles dan organ internal
seperti ginjal (Sudoyo, dkk, 2009).
Purin Tinggi
Metabolisme di
Hati (teroksidasi)
Gangguan
filtrasi di ginjal
Darah Urine
Hiperuricemia Peningkatan
asam urat di urin
Penumpukan di sendi
Inflamasi
Nyeri Kaku
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan,
kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar dari klien,
untuk informasi yang diharapakan dari klien (Iqbal dkk, 2011). Fokus
pengkajian pada Lansia dengan Gout Arthritis:
a. Identitas
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan dan pekerjaan.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang menonjol pada klien Gout Arthritis adalah nyeri
dan terjadi peradangan sehingga dapat menggangu aktivitas klien.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot sendi. Sifat dari
nyerinya umumnya seperti pegal/di tusuk-tusuk/panas/di tarik-tarik
dan nyeri yang dirasakan terus menerus atau pada saat bergerak,
terdapat kekakuan sendi, keluhan biasanya dirasakan sejak lama dan
sampai menggangu pergerakan dan pada Gout Arthritis Kronis
didapakan benjolan atan Tofi pada sendi atau jaringan sekitar.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh klien, apakah keluhan
penyakit Gout Arthritis sudah diderita sejak lama dan apakah
mendapat pertolongan sebelumnya dan umumnya klien Gout Arthritis
disertai dengan Hipertensi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah riwayat Gout Arthritis dalam keluarga.
f. Riwayat Psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita dan penyakit
klien dalam lingkungannya. Respon yang didapat meliputi adanya
kecemasan individu dengan rentan variasi tingkat kecemasan yang
berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri, hambatan
mobilitas fisik akibat respon nyeri dan kurang pengetahuan akan
program pengobatan dan perjalanan penyakit. Adanya perubahan
aktivitas fisik akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik
memberikan respon terhadap konsep diri yang maladaptif.
g. Riwayat Nutrisi
Kaji riwayat nutisi klien apakah klien sering menkonsumsi makanan
yang mengandung tinggi Purin.
h. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
dari ujung rambut hingga ujung kaki (head to toe). Pemeriksaan fisik
pada daerah sendi dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi
yaitu melihat dan mengamati daerah keluhan klien seperti kulit, daerah
sendi, bentuknya dan posisi saat bergerak dan saat diam. Palpasi yaitu
meraba daerah nyeri pada kulit apakah terdapat kelainan seperti
benjolan dan merasakan suhu di daerah sendi dan anjurkan klien
melakukan pergerakan yaitu klien melakukan beberapa gerakan
bandingkan antara kiri dan kanan serta lihat apakah gerakan tersebut
aktif, pasif atau abnormal.
i. Kemampuan mobilitas
Pengkajian ini untuk melihat kemampuan gerak ke posisi miring,
duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan.
a. Kategori Tingkat Kemampuan Aktivitas
Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas
Tingkat 0 Mandiri penuh.
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan atau alat bantu.
Tingkat 2 Memerlukan bantuan orang lain untuk
pertolongan.
Tingkat 3 Membuntuhkan orang lain dan peralatan
atau alat bantu.
Tingkat 4 Ketergantungan tidak berapartisipasi dalam
aktivitas.
9. Osteoporosis 1 0
Jumlah 9
Jika tidak, maka pasien mendapat nilai 0
Selanjutnya seluruh skor dijumlah dan diklasifikasikan tingkat risikonya,
yaitu:
- Risiko rendah bila skor 1-3 = Lakukan intervensi risiko rendah.
- Risiko tinggi bila skor ≥ 4 = Lakukan intervensi risiko tinggi.
j. Pengkajian nyeri
Metode yang digunakan untuk mengkaji nyeri adalah metode mnemonic PQRST.
Singkatan Pertanyaan
P : provokes, Apa yang menyebabkan rasa sakit/nyeri; apakah ada hal yang
palliative menyebabkan kondisi memburuk/membaik; apa yang dilakukan jika
(penyebab) sakit/nyeri timbul; apakah nyeri ini sampai mengganggu tidur.
R : Region Apakah rasa sakitnya menyebar atau berfokus pada satu titik.
(penyebaran)
S : severety atau Seperti apa sakitnya; nilai nyeri dalam skala 1-10 dengan 0 berarti
skla (keparahan) tidak sakit dan 10 yang paling sakit. Cara lain adalah menggunakan
skala FACES untuk pasien anak-anak lebih dari 3 tahun atau pasien
dengan kesulitan bicara
T : time (waktu) Kapan sakit mulai muncul; apakah munculnya perlahan atau tiba-tiba;
apakah nyeri muncul secara terus-menerus atau kadang-kadang;
apakah pasien pernah mengalami nyeri seperti ini sebelumnya.
apabila "iya" apakah nyeri yang muncul merupakan nyeri yang sama
atau berbeda.
Pengukuran skala
Pengukuran skala nyeri Numerical Rating Scale (NRS) (Skala
numerik angka) dengan cara pasien menyebutkan intensitas nyeri
berdasarkan angka 0 — 10.Titik 0 berarti tidak nyeri, 5 nyeri sedang,
dan 10 adalah nyeri berat yang tidak tertahankan. NRS digunakan jika
ingin menentukan berbagai perubahan pada skala nyeri, dan juga
menilai respon turunnya nyeri pasien terhadap terapi yang diberikan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cidera biologis pembengkakan sendi, melaporkan
nyeri secara verbal pada area sendi SDKI Kategori psikologis
(D.0077)
b. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri persendian (kaku sendi) SDKI
Kategori aktivitas dan istirahat (D.0054)
c. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (peradangan sendi)
SDKI Kategori Lingkungan (D.0129 ).
No Diagnosa Intervensi (SIKI) Implementasi Rasional Tindakan Evaluasi (SLKI)
keperawatan
(SDKI)
1. Nyeri akut b.d Manejemen Nyeri (1.08238) 1. Observasi 1. Observasi Tingkat Nyeri (L.08066)
agen cidera 1. Observasi a. Mengidentifikasi lokasi, kar a. Untuk mengetahui kondisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan
biologis a. lokasi, karakteristik, durasi, f akteristik, durasi, frekuensi, umum nyeri. selama 1x24 jam diharapkan tingakt
pembengkakan rekuensi, kualitas, intensitas kualitas, intensitas nyeri b. Untuk mengetahui seberapa nyeri pasien menurun
sendi, melaporkan nyeri b. Mengidentifikasi skala nyeri kuat nyeri yang dirasakan Kriteria hasil
nyeri secara b. Identifikasi skala nyeri c. Mengidentifikasi respon nye pasien Ket:
verbal pada area c. Identifikasi respon nyeri non ri non verbal c. Untuk mengetahui ekspresi Meningkat : 1, Cukup meningkat : 2,
sendi SDKI verbal d. Mengidentifikasi faktor yan nyeri pasien Sedang : 3, Cukup menurun : 4,
Kategori d. Identifikasi faktor yang mem g memperberat dan memper d. Untuk meminimalisir agar Menurun : 5
psikologis perberat dan memperingan n ingan nyeri nyeri tidak bertambah parah.
Kriteria
(D.0077) 1 2 3 4
yeri 5 e. Mengidentifikasi pengetahu e. Untuk mengetahui sejauh mana
Hasil e. Identifikasi pengetahuan dan an dan keyakinan tentang ny pengetahuan psien tentang
Keluhan keyakinan tentang nyeri eri nyeri
nyeri f. Identifikasi pengaruh nyeri p f. Mengidentifikasi pengaruh f. Apakah nyeri pasien
Meringis ada kualitas hidup nyeri pada kualitas hidup mempengaruhi kualitas
Glisah g. Monitor keberhasilan terapi k g. Memonitor keberhasilan ter hidupnya
Susah omplementer yang sudah dib api komplementer yang sud g. Terapi yang diberikan efektif
tidur erikan ah diberikan atau tidak
h. Monitor efek samping pengg h. Memonitor efek samping pe h. Apakah ada efek samping dari
unaan analgetik nggunaan analgetik pemberian analgetik
Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans
Info Media.
Fitriana, Rahmatul. (2015). Cara Cepat Usir Asam Urat. Yogyakarta: Medika
Iqbal, dkk. (2011). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika.
Lanny, L. (n.d.). BEBAS PENYAKIT ASAM URAT TANPA OBAT 2012
(Pertama). Jakarta: PT AgroMedia Pustaka.
Ning, H. (n.d.). Menggempur Asam Urat & Rematik 2011 (Pertama). Jakarta: PT
AgroMedia Pustaka.
Ni Made Sumartyawati, Robiatul Adawiyah, A. P. (2018). Efektivitas Pemberian
Rebusan Daun Sirsak (Annona Mucicata L) Dan Senam Tera Terhadap
Perubahan Kadar Asam Urat Pada Lansia Dengan Gout Arthritis Di Bslu
Mandalika Provinsi Ntb NTB. 4(1), 32–37.
Noor, H. (n.d.). Buku Ajar Gangguan Muskuluskeletal 2013 (Pertama). jakarta:
Medika Selemba.
Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA Nic-Noc. Jilid 2. Yogyakarta:
Mediaction.
Sayekti, S. (2017). Hubungan Pola Makan Dengan Kadar Asam Urat Pada Pra
Lansia Di Rt:02/Rw:02 Desa Candimulyo Kecamatan Jombang Kabupaten
Jombang. 6(1), 9–19.
Sudoyo, Samudra A.W, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke 5.
Jakarta: Interna Publishing.
Wowor, F. J. (2014). ARTRITIS GOUT DAN PERKEMBANGANNYA 2014,
10(2).