Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN GOUT ARTHRITRIS

Disusun untuk memenuhi tugas laporan individu praktek


profesi ners departemen keperawatan gerontik

Oleh :
Ferdianto R. Nene
200714901296

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2020
A. DEFINISI
Artritis gout disebut juga asam urat termasuk suatu penyakit
degeneratif yang menyerang persendian, dan paling sering dijumpai di
masyarakat terutama dialami oleh lanjut usia (lansia). Namun tak jarang
penyakit ini juga ditemukan pada golongan pralansia (Damayanti, 2012).
Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu
komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan
kadarasam urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti
perasaan linu-linu di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa
nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Penyakit ini sering disebut
penyakit gout atau lebih dikenal dengan penyakit asam urat (Tahta,
Saryono, & Upoyo, 2009). Penyakit gout adalah penyakit akibat gangguan
metabolisme purin yang ditandai dengan hiperurisemia dan serangan
sinovitis akut berulang-ulang.
Gout Arthritis adalah penyakit yang terjadi akibat kelebihan Asam
Urat dalam darah yang kemudian menumpuk dan tertimbun dalam bentuk
kristal-kristal pada persendian. Penumpukan kristal-kristal Asam Urat pada
persendian inilah yang akhirnya menyebabkan persendian menjadi nyeri dan
bengkak. Asam Urat normal pada pria berkisar 3,5-7 mg/dl dan pada
perempuan 2,6-6 mg/dl, apabila melebihi batas disebut Hiperurisemia (Ni
Made Sumartyawati, Robiatul Adawiyah, 2018). Gout Arthritis merupakan
suatu penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak, berulang dan
disertai nyeri karena adanya endapan kristal monosodium urat atau Asam
Urat yang terkumpul didalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar
Asam Urat didalam darah/Hiperurisemia (Sayekti, 2017).
Gout arthritis adalah penyakit metabolik yang ditandai oleh
pengendapan senyawa urat di dalam sendi sehingga timbul peradangan
sendi yang nyeri. Penyakit ini terutama ditemukan pada kaki,
khususnya ibu jari kaki, pergelangan kaki, dan kaki bagian tengah tetapi
dapat mengenai setiap sendi. Penyakit gout arthritis memiliki perjalanan
penyakit yang intermiten atau kambuhan dan pasien bisa bebas sepenuhnya
dari gejala gout arthritis selama bertahun-tahun diantara saat-saat serangan.
Prognosis penyakit ini cukup baik jika ditangani (Jennifer,2014).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asam urat
adalah penyakit inflamasi sendi yang timbul akibat peningkatan kadar asam
urat pada darah yang menyebabkan rasa nyeri yang berulang-ulang pada
tulang dan sendi.

B. FAKTOR RESIKO
Menurut Fitiana (2015) terdapat faktor resiko yang mempengaruhi
Gout Arthritis adalah :
1. Usia
Pada umumnya serangan Gout Arthritis yang terjadi pada laki-laki
mulai dari usia pubertas hingga usia 40-69 tahun, sedangkan pada
wanita serangan Gout Arthritis terjadi pada usia lebih tua dari pada
laki-laki, biasanya terjadi pada saat Menopause. Karena wanita
memiliki hormon estrogen, hormon inilah yang dapat membantu
proses pengeluaran Asam Urat melalui urin sehingga Asam Urat
didalam darah dapat terkontrol.
2. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki kadar Asam Urat yang lebih tinggi dari pada
wanita, sebab wanita memiliki hormon ektrogen.
3. Konsumsi makanan yang mengandung purin berlebihan
Konsumsi makanan yang mengandung Purin yang berlebih dapat
meningkatkan kadar Asam Urat di dalam darah.
4. Konsumsi alkohol
Alkohol dapat mempercepat proses pemecahan adenosin trifosfat dan
produksi asam urat (Zhang, 2006). Alkohol juga dapat meningkatkan
asam laktat pada darah yang menghambat eksresi asam urat (Doherty,
2009). Alasan lain yang menjelaskan hubungan alkohol dengan artritis
gout adalah alkohol memiliki kandungan purin yang tinggi sehingga
mengakibatkan over produksi asam urat dalam tubuh (Zhang, 2006).
5. Obat-obatan
Serum Asam Urat dapat meningkat pula akibat Salisitas dosis rendah
(kurang dari 2-3 g/hari) dan sejumlah obat Diuretik, serta
Antihipertensi.

C. ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat
medikasi, obesitas, konsumsi makanan yang mengandung purin secara
berlebihan dan alkohol. Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi
dari pada wanita, yang meningkatkan resiko mereka terserang gout.
Perkembangan gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria di
bandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis gout menjadi sama antara
kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Prevalensi artritis gout pada pria
meningkat dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak antara usia 75
dan 84 tahun (Wowor, 2014). Makanan yang tidak boleh di konsumsi secara
berlebihan dan dapat menyebabkan artritis gout adalah alkohol, makanan laut
(kerang, kepiting, ikan sarden, dll), daging unggas (bebek), jeroan (otak,
lidah, jantung, limfa, dan usus), buah-buahan (durian dan alpukat),  kaldu
daging (sup kental, soto ayam, atau opor ayam) karena makanan dan
minuman tersebut mengandung purin, karena purin sendiri dapat
meningkatkan asam urat di dalam darah.
Penyebab gout tidak terlepas dari hiperurisemia. Peningkatan kadar
asam urat hingga menimbulkan hiperurisemia terjadi karena tiga hal, yaitu
meningkatnya metabolisme asam urat sehingga produksinya meningkat,
penurunan eksresi asam urat, dan gabungan keduanya. Sebagian besar gout
terjadi karena terhambatnya ekskresi asam. Sekitar 80-90% gout terjadi
karena rendahnya jumlah asam urat yang sanggup diekskresi oleh tubuh,
sedangkan 10-20% lainnya karena produksi asam urat yang berlebihan. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan sekresi (undersecretion) asam urat tidak
dapat dilakukan tubuh secara tuntas. Penyebab utamanya adalah gangguan
fungsi ginjal. Selain itu, ada beberapa faktor lain yang menghambat ekskresi
asam urat. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi faktor tunggal atau gabungan
yang secara bersama-sama menghambat ekskresi asam urat. Diantaranya
adalah, penyakit ginjal kronis, dehidrasi, diabetes insipidus, ketoasidosis,
hiperparatiroid, myodemia, konsumsi obat diuretic, dosis rendah, prazinamid,
dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol (Lanny, 2012).

D. TANDA DAN GEJALA


1. Gejala mayor
a. Nyeri tulang sendi,
b. Kemerahan
c. bengkak pada tulang sendi,
d. tofi atau benjolan-benjolan bawah kulit pada ibu jari,
e. benjolan pada mata kaki,
f. benjolan pada pinna telinga, dan
g. peningkatan suhu tubuh.
2. Gejala minor

E. KLASIFIKASI
Menurun Ning (2011) klasifikasinya gout terdiri atas empat stadium
atau empat tingkatan diantaranya, yaitu :
1. Tahap Asimtomik (Stadium I)
Tanda-tanda penyakit gout pada stadium satu atau permulaan adalah
adanya peningkatan kadar asam urat tetapi tidak dirasakan oleh
penderita karena tidak merasakan sakit sama sekali dan tidak disertai
gejala nyeri, arthritis, atau adanya batu ginjal atau batu urat di saluran
kemih.
2. Tahap Akut (Stadium II)
Gout stadium dua biasanya berupa serangan radang sendi disertai
dengan rasa nyeri yang hebat dan terasa panas pada pangkal ibu jari
kaki. Biasanya serangan muncul pada tengah malam dan menjelang
pagi. Serangan seperti ini biasa hilang dengan sendirinya dalam
beberapa hari (10 hari). Namun, jika diberi obat akan sembuh dalam
waktu 3 hari. Interval serangan stadium dua ini cukup lama dan sendi
masih dalam keadaan normal.
3. Tahap Interkritikal (Stadium III)
Gout stadium tiga adalah tahap interval di antara dua serangan akut.
Biasanya terjadi 1-2 tahun kemudian. Interval serangannya bertambah
pendek ,terapi penderita masih bisa melakukan aktivitas normal tanpa
ada rasa sakit sama sekali jika tidak sedang kambuh.
4. Tahap Kronik (Stadium IV)
Tahap kronik ini ditandai dengan terbentuknya tofi dan terjadi
deformasi atau perubahan bentuk pada sendi-sendi yang tidak dapat
berubah ke bentuk semula. Ini disebut dengan gejala irreversibel atau
gout kronis. Pada kondisi ini frekuensi kambuh akan semakin sering
disertai dengan rasa sakit terus-menerus yang menyiksa dan suhu
badan yang tinggi. Gout stadium empat ini biasanya menyebabkan
penderita lumpuh karena sendi-sendinya menjadi kaku dan tidak bisa
ditekuk.

F. PATOFISIOLOGI
Adanya gangguan metabolisme Purin dalam tubuh, intake bahan yang
mengandung Asam Urat tinggi dan sistem ekskresi Asam Urat yang tidak
adekuat akan mengasilkan akumulasi Asam Urat yang berlebihan di dalam
plasma darah (Hiperurisemia), sehingga mengakibatkan Kristal Asam Urat
menumpuk dalam tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan
menimbulkan respon Inflamasi (Sudoyo, dkk, 2009).
Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan Gout
Arthritis. Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi
Asam Urat dalam darah. Mekanisme serangan Gout Arthritis Akut
berlangsung melalui beberapa fase secara berurutan yaitu, terjadinya
Presipitasi Kristal Monosodium Urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi
dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium,
jaringan para-artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal Urat
yang bermuatan negatif akan dibungkus oleh berbagai macam protein.
Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon
terhadap pembentukan kristal. Pembentukan kristal menghasilkan faktor
kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan
terjadi Fagositosis Kristal oleh leukosit (Nurarif, 2015).
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk Fagolisosom dan
akhirnya membran vakuala disekeliling oleh kristal dan membram leukositik
lisosom yang dapat menyebabkan kerusakan lisosom, sesudah selaput protein
dirusak, terjadi ikatan hidrogen antara permukaan Kristal membram lisosom.
Peristiwa ini menyebabkan robekan membran dan pelepasan enzim-enzim
dan oksidase radikal kedalam sitoplasma yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan. Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan
kedalam cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan
kerusakan jaringan (Nurarif, 2015).
Saat Asam Urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh
lain, maka Asam Urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-
garam urat yang akan berakumulasi atau menumpuk di jaringan konektif di
seluruh tubuh, penumpukan ini disebut Tofi. Adanya Kristal akan memicu
respon inflamasi akut dan netrofil melepaskan lisosomnya. Lisosom ini tidak
hanya merusak jaringan tetapi juga menyebabkan inflamasi. Serangan Gout
Arthritis Akut awalnya biasanya sangat sakit dan cepat memuncak. Serangan
ini meliputi hanya satu tulang sendi. Serangan pertama ini timbul rasa nyeri
berat yang menyebabkan tulang sendi terasa panas dan merah. Tulang sendi
Metatarsophalangeal biasanya yang paling pertama terinflamasi, kemudian
mata kaki, tumit, lutut dan tulang sendi pinggang. Kadang-kadang gejala yang
dirasakan disertai dengan demam ringan. Biasanya berlangsung cepat tetapi
cenderung berulang (Sudoyo, dkk, 2009).
Periode Interkritikal adalah periode dimana tidak ada gejala selama
serangan Gout Arthritis. Kebanyakan penderita mengalami serangan kedua
pada bulan ke-6 sampai 2 tahun setelah serangan pertama. Serangan
berikutnya disebut dengan Poliartikular yang tanpa kecuali menyerang tulang
sendi kaki maupun lengan yang biasanya disertai dengan demam. Tahap akhir
serangan Gout Arthritis Akut atau Gout Arthritis Kronik ditandai dengan
Polyarthritis yang berlangsung sakit dengan Tofi yang besar pada kartigo,
membrane sinovial, tendon dan jaringan halus. Tofi terbentuk di jari tangan,
kaki, lutut, ulna, helices pada telinga, tendon achiles dan organ internal
seperti ginjal (Sudoyo, dkk, 2009).

Priemer: Kelainan Sekunder: Diit, Obat‐


metabolisme purin bawaan obatan,Proses penyakit

Purin Tinggi

Metabolisme di
Hati (teroksidasi)

Asam urat tinggi

Gangguan
filtrasi di ginjal

Darah Urine

Hiperuricemia Peningkatan
asam urat di urin
Penumpukan di sendi

Pembentukan kristal (thopi)

Inflamasi

Nyeri Kaku

Gangguan Resiko Jatuh


pergerakan

Sumber : Arina Malya(2003) Reeves, Gayle Roux, dan Robin (2001)


G. WEB OF COUTION
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosa gout dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan,
diantaranya Menurut Noor Helmi ( 2013), pemeriksaan penunjang gout
adalah:
1. Laboratorium
a) Pemeriksaan cairan synovia didapatkan adanya kristal monosodium
urat intraseluler.
b) Pemeriksaan serum asam urat meningkat > 7mg/dl.
c) Urinalisis untuk mendeteksi resiko batu asam urat.
d) Urinalisis 24 jam didapatkan ekskresi >800mg asam urat.
e) Pemeriksaan kimia darah untuk mendeteksi fungsi ginjal, hati.
Tingginya LDL (Low-density lipoprotein) dan adanya Diabetes
Melitus.
2. Pemeriksaan Cairan Sendi
Pemeriksaan cairan sendi dilakukan di bawah mikroskop. Tujuannya
ialah untuk melihat kristal urat atau monosodium urate (kristal MSU)
dalam cairan sendi. Untuk melihat perbedaan jenis artritis yang terjadi
perlu dilakukan kultur cairan sendi. Dengan mengeluarkan cairan sendi
yang meradang maka pasien akan merasakan nyeri sendi yang
berkurang. Dengan memasukkan obat ke dalam sendi, selain menyedot
cairan sendi tentunya, maka pasien akan lebih cepat sembuh.
3. Pemeriksaan dengan Rontgen
Pemeriksaan ini baiknya dilakukan pada awal setiap kali pemeriksaan
sendi. Dan jauh lebih efektif jika pemeriksaan rontgen ini dilakukan
pada penyakit sendi yang sudah berlangsung kronis. Pemeriksaan
rontgen perlu dilakukan untuk melihat kelainan baik pada sendi
maupun pada tulang dan jaringan di sekitar sendi.
I. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
Penatalaksanaan dengan terapi medis, yaitu:
a) Obat penurun kadar asam urat (golongan urikosurik dan golongan
penghambat xanthine oksidase (urikostatik).
b) Obat konvensional seperti allopurinol dan probenesid.
c) Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) Merupakan salah salah
obat asam urat yang berfungsi mengurangi rasa nyeri, mengurangi
panas tubuh, dan mengurangi peradangan. Diantaranya seperti,
indometasin, ibu profen, diclofenac, etoricobix, aspirin, dan
naproxen.
d) Kolkisin Kolkisin (colchicine) merupakan obat yang digunakan
untuk menghilangkan rasa nyeri dan pembengkakan.
e) Obat Kortikosteroid Obat kortikosteroid berfungsi sebagai anti
radang. Obat ini biasanya diresepkan apabila OAINS dan kolkisin
tidak dapat meredakan gejala penyakit asam urat.
f) Sulpifirazon Sulpifirazon merupakan obat yang digunakan untuk
meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urine, dengan cara
menghambat penyerapan kembali (reabsorpsi) asam urat melalui
tubulus proksimal (Yanita & Nur, 2017).
2. Nonfarmakologi
a) Diet rendah purin (mengatur pola makan) Pengaturan pola makan
dapat dilakukan untuk mengobati asam urat. Terapi diet dilakukan
apabila kadar asam urat dalam tubuh melebihi batasan normal.
Terapi diet untuk mengatur asupan makanan yang dikonsumsi
sesuai dengan anjuran (makan yang mengandung purin rendah) dan
menghindari atau membatasi makan-makanan yang mengandung
purin tinggi (jeroan, kacangkacanagan, melinjo, sarden, sayur-
sayuran hijau seperti kankung, bayam dan makanan yang
mengandung lemak seperti santan).
b) Minum putih secara rutin karena dapat membantu membuang purin
dalam tubuh atau dapat melarutkan asam urat.
c) Istirahat teratur Pada saat tidur akan terjadi pengutaian asam laktat
di dalam tubuh. Bila seseorang melakukan tidur dengan cukup
maka penguraian asam laktat akan sempurna, tapi bila tidurnya
kurang maka asam laktat belum sempurna penguraiannya sehingga
terjadi penumpukan asam laktat didalam tubuh.
d) Menghindari alkohol Kardar alkohol yang tinggi di dalam tubuh
dapat menyebabkan kerusakan beberapa fungsi organ di dalam
tubuh, seperti mengurangi fungsi jantung untuk mengedarkan
darah keseluruh tubuh dan mengganggu fungsi ginjal dalam
mengekskresikan asam urat.

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan,
kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar dari klien,
untuk informasi yang diharapakan dari klien (Iqbal dkk, 2011). Fokus
pengkajian pada Lansia dengan Gout Arthritis:
a. Identitas
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan dan pekerjaan.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang menonjol pada klien Gout Arthritis adalah nyeri
dan terjadi peradangan sehingga dapat menggangu aktivitas klien.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot sendi. Sifat dari
nyerinya umumnya seperti pegal/di tusuk-tusuk/panas/di tarik-tarik
dan nyeri yang dirasakan terus menerus atau pada saat bergerak,
terdapat kekakuan sendi, keluhan biasanya dirasakan sejak lama dan
sampai menggangu pergerakan dan pada Gout Arthritis Kronis
didapakan benjolan atan Tofi pada sendi atau jaringan sekitar.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh klien, apakah keluhan
penyakit Gout Arthritis sudah diderita sejak lama dan apakah
mendapat pertolongan sebelumnya dan umumnya klien Gout Arthritis
disertai dengan Hipertensi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah riwayat Gout Arthritis dalam keluarga.
f. Riwayat Psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita dan penyakit
klien dalam lingkungannya. Respon yang didapat meliputi adanya
kecemasan individu dengan rentan variasi tingkat kecemasan yang
berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri, hambatan
mobilitas fisik akibat respon nyeri dan kurang pengetahuan akan
program pengobatan dan perjalanan penyakit. Adanya perubahan
aktivitas fisik akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik
memberikan respon terhadap konsep diri yang maladaptif.
g. Riwayat Nutrisi
Kaji riwayat nutisi klien apakah klien sering menkonsumsi makanan
yang mengandung tinggi Purin.
h. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
dari ujung rambut hingga ujung kaki (head to toe). Pemeriksaan fisik
pada daerah sendi dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi
yaitu melihat dan mengamati daerah keluhan klien seperti kulit, daerah
sendi, bentuknya dan posisi saat bergerak dan saat diam. Palpasi yaitu
meraba daerah nyeri pada kulit apakah terdapat kelainan seperti
benjolan dan merasakan suhu di daerah sendi dan anjurkan klien
melakukan pergerakan yaitu klien melakukan beberapa gerakan
bandingkan antara kiri dan kanan serta lihat apakah gerakan tersebut
aktif, pasif atau abnormal.
i. Kemampuan mobilitas
Pengkajian ini untuk melihat kemampuan gerak ke posisi miring,
duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan.
a. Kategori Tingkat Kemampuan Aktivitas
Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas
Tingkat 0 Mandiri penuh.
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan atau alat bantu.
Tingkat 2 Memerlukan bantuan orang lain untuk
pertolongan.
Tingkat 3 Membuntuhkan orang lain dan peralatan
atau alat bantu.
Tingkat 4 Ketergantungan tidak berapartisipasi dalam
aktivitas.

b. Kemampuan rentang gerak


Pengkajian rentang gerak (range of motion/ ROM) dilakukan
pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.
c. Kemampuan ADL (Activity Daily Living)
Menilai Tingkat kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari (AKS)/ ADL (Activity Daily Living) dan dapat digunakan
untuk melihat kemajuan pasien penyakit kronis sebelum dan
setelah terapi, serta untuk menentukan berapa besar bantuan
perawatan yang dibutuhkan pasien.
No. Fungsi Skor Keterangan Hasil
1. Mengendalikan 0 Tidak terkendali/tak teratur (perlu
rangsangan pencahar)
BAB 1 Kadang-kadang tak terkendali 2
(1x/minggu)
2 Terkendali teratur
2. Mengendalikan 0 Tak terkendali pakai kateter
rangsangan 1 Kadang-kadang tak terkendali (1x 2
BAK 2 24 jam)
Mandiri
3. Membersihkan 0 Butuh pertolongan orang lain
diri (mencuci 1 Mandiri 2
wajah,
menyikat
rambut,
mencukur
kumis, sikat
gigi)
4. Pengunaan WC 0 Tegantung pertolongan orang lain
(keluar masuk Perlu pertolongan pada beberapa
WC, melepas/ 1 kegiatan tetapi dapat mengerjakan
memakai sendiri beberapa kegiatan yang lain 2
celana, cebok, Mandiri
menyiram)
2

5. Makan minum 0 Tidak mampu


(jika makan 1 Perlu ditolong memotong makanan
harus berupa Mandiri 1
potongan, 2
dianggap
dibantu)
6. Bergerak dari 0 Tidak mampu
kursi roda ke 1 Perlu banyak bantuan untuk bisa
tempat tidur duduk (2 orang) 2
dan sebaliknya 2 Bnatuan minimal 1 orang
(termasuk 3 Mandiri
duduk di
tempat tidur
7. Berjalan di 0 Tidak mampu
tempat rata 1 Bisa (pindah dengan kursi roda)
(atau jika tidak 2 Berjalan dengan bantuan 1 orang 3
bisa berjalan, Mandiri
menjalankan 3
kursi roda)
8. Berpakian 0 Tergantung orang lain
(termasuk 1 Butuh pertolongan 2
memasang tali 2 Mandiri
sepatu,
mengencangka
n sabuk)
9. Naik turun 0 Tidak mampu
tangga 1 Butuh pertolongan 1
2 Mandiri
10. Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri 1
Total 18

Skor Barthel Index (Nilai AKS/ADL)


20 : Mandiri (A)
12-19 : Ketergantungan ringan (B)
9-11 : Ketergantungan sedang (B)
5-8 : Ketergantungan berat (C)
0-4 : Ketergantungan total (C)

d. Penilaian Risiko Jatuh


Nyaris jatuh adalah kehilangan keseimbangan secara tiba-tiba
yang tidak mengakibatkan jatuh atau cedera lainnya. Hal ini
dapat mencakup orang yang tergelincir atau tersandung tetapi
mampu mendapatkan kembali control sebelum jatuh.
Penilaian Risiko Jatuh pada pasien Lanjut Usia
No. Risiko Skala Hasil
1. Gangguan gaya berlajalan (diseret, menghentak, 4 0
berayun)
2 Pusing atau pingsan pada posisi tegak 3 3

3. Kebingungan setiap saat (contoh : pasien 3 0


mengalami demensia)
4. Nokturia /inkontinen 3 0

5. Kebingungan intermiten (contoh pasien yang 2 0


mengalami delirium / Acut confusion state)
6. Kelemahan umum 2 2

7. Obat-obatan berisiko tinggi (diuretic, narkotik, 2 0


sedative, antipsikotik, laksatif, vasodilator,
antiaritmia, antihipertensi, obat hipoglikemik,
antidepresan, neuroleptic, NSAID)
8. Riwayat jatuh dalam 12 bulan terakhir 2 2

9. Osteoporosis 1 0

10. Gangguan pendengaran dan/atau penglihatan 1 1

11. Usia 70 tahun ke atas 1 1

Jumlah 9
Jika tidak, maka pasien mendapat nilai 0
Selanjutnya seluruh skor dijumlah dan diklasifikasikan tingkat risikonya,
yaitu:
- Risiko rendah bila skor 1-3 = Lakukan intervensi risiko rendah.
- Risiko tinggi bila skor ≥ 4 = Lakukan intervensi risiko tinggi.

j. Pengkajian nyeri
Metode yang digunakan untuk mengkaji nyeri adalah metode mnemonic PQRST.

Singkatan Pertanyaan

P : provokes, Apa yang menyebabkan rasa sakit/nyeri; apakah ada hal yang
palliative menyebabkan kondisi memburuk/membaik; apa yang dilakukan jika
(penyebab) sakit/nyeri timbul; apakah nyeri ini sampai mengganggu tidur.

Q : quality Bisakah anda menjelaskan rasa sakit/nyeri; apakah rasanya tajam,


(kualitas) sakit, seperti diremas, menekan, membakar, nyeri berat, kolik, kaku
atau seperti ditusuk (biarkan pasien menjelaskan kondisi ini dengan
kata-katanya).

R : Region Apakah rasa sakitnya menyebar atau berfokus pada satu titik.
(penyebaran)

S : severety atau Seperti apa sakitnya; nilai nyeri dalam skala 1-10 dengan 0 berarti
skla (keparahan) tidak sakit dan 10 yang paling sakit. Cara lain adalah menggunakan
skala FACES untuk pasien anak-anak lebih dari 3 tahun atau pasien
dengan kesulitan bicara

T : time (waktu) Kapan sakit mulai muncul; apakah munculnya perlahan atau tiba-tiba;
apakah nyeri muncul secara terus-menerus atau kadang-kadang;
apakah pasien pernah mengalami nyeri seperti ini sebelumnya.
apabila "iya" apakah nyeri yang muncul merupakan nyeri yang sama
atau berbeda.

Pengukuran skala
Pengukuran skala nyeri Numerical Rating Scale (NRS) (Skala
numerik angka) dengan cara pasien menyebutkan intensitas nyeri
berdasarkan angka 0 — 10.Titik 0 berarti tidak nyeri, 5 nyeri sedang,
dan 10 adalah nyeri berat yang tidak tertahankan. NRS digunakan jika
ingin menentukan berbagai perubahan pada skala nyeri, dan juga
menilai respon turunnya nyeri pasien terhadap terapi yang diberikan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cidera biologis pembengkakan sendi, melaporkan
nyeri secara verbal pada area sendi SDKI Kategori psikologis
(D.0077)
b. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri persendian (kaku sendi) SDKI
Kategori aktivitas dan istirahat (D.0054)
c. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (peradangan sendi)
SDKI Kategori Lingkungan (D.0129 ).
No Diagnosa Intervensi (SIKI) Implementasi Rasional Tindakan Evaluasi (SLKI)
keperawatan
(SDKI)
1. Nyeri akut b.d Manejemen Nyeri (1.08238) 1. Observasi 1. Observasi Tingkat Nyeri (L.08066)
agen cidera 1. Observasi a. Mengidentifikasi lokasi, kar a. Untuk mengetahui kondisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan
biologis a. lokasi, karakteristik, durasi, f akteristik, durasi, frekuensi, umum nyeri. selama 1x24 jam diharapkan tingakt
pembengkakan rekuensi, kualitas, intensitas kualitas, intensitas nyeri b. Untuk mengetahui seberapa nyeri pasien menurun
sendi, melaporkan nyeri b. Mengidentifikasi skala nyeri kuat nyeri yang dirasakan Kriteria hasil
nyeri secara b. Identifikasi skala nyeri c. Mengidentifikasi respon nye pasien Ket:
verbal pada area c. Identifikasi respon nyeri non ri non verbal c. Untuk mengetahui ekspresi Meningkat : 1, Cukup meningkat : 2,
sendi SDKI verbal d. Mengidentifikasi faktor yan nyeri pasien Sedang : 3, Cukup menurun : 4,
Kategori d. Identifikasi faktor yang mem g memperberat dan memper d. Untuk meminimalisir agar Menurun : 5
psikologis perberat dan memperingan n ingan nyeri nyeri tidak bertambah parah.
Kriteria
(D.0077) 1 2 3 4
yeri 5 e. Mengidentifikasi pengetahu e. Untuk mengetahui sejauh mana
Hasil e. Identifikasi pengetahuan dan an dan keyakinan tentang ny pengetahuan psien tentang
Keluhan keyakinan tentang nyeri eri nyeri
nyeri f. Identifikasi pengaruh nyeri p f. Mengidentifikasi pengaruh f. Apakah nyeri pasien
Meringis ada kualitas hidup nyeri pada kualitas hidup mempengaruhi kualitas
Glisah g. Monitor keberhasilan terapi k g. Memonitor keberhasilan ter hidupnya
Susah omplementer yang sudah dib api komplementer yang sud g. Terapi yang diberikan efektif
tidur erikan ah diberikan atau tidak
h. Monitor efek samping pengg h. Memonitor efek samping pe h. Apakah ada efek samping dari
unaan analgetik nggunaan analgetik pemberian analgetik

2. Terapeutik 2. Terapeutik 2. Terapeutik


a. Berikan teknik nonfarmakolo a. Memberikan teknik nonfar a. Klien dapat merasa rileks,
gis untuk mengurangi rasa ny makologis untuk mengurang nyeri yang dirasakan dapat
eri (mis. TENS, hypnosis, ak i rasa nyeri (mis. TENS, hy sedikit berkurang dan dapat
upresur, terapi musik, biofee pnosis, akupresur, terapi mu mengurangi dalam kebutuhan
dback, terapi pijat, aroma ter sik, biofeedback, terapi pija obat-obatan.
api, teknik imajinasi terbimbi t, aroma terapi, teknik imaji b. Lingkungan yang tenang dan
ng, kompres hangat/dingin, t nasi terbimbing, kompres ha nyaman akan menurunkan
erapi bermain) ngat/dingin, terapi bermain) stimulus nyeri.
b. Control lingkungan yang me b. Mengontrol lingkungan yan c. Untuk mengurangi rasa nyeri
mperberat rasa nyeri (mis. Su g memperberat rasa nyeri agar nyeri dapat berkurang dan
hu ruangan, pencahayaan, ke (mis. Suhu ruangan, pencah tidak bertambah parah.
bisingan) ayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur c. Memfasilitasi istirahat dan t 3. Edukasi
d. Pertimbangkan jenis dan sum idur a. Memberikan pemahaman
ber nyeri dalam pemilihan str d. Mempertimbangkan jenis da terhadap klien terkait nyeri.
ategi meredakan nyeri n sumber nyeri dalam pemil b. Memberikan pemahaman
ihan strategi meredakan nye terhadap klien bahwa nyeri
ri dapat diatasi.
3. Edukasi c. Membantu klien untuk bisa
a. Jelaskan penyebab, periode, 3. Edukasi mengatasi nyeri.
dan pemicu nyeri a. penyebab, periode, dan pem d. Penggunaan analgesik yang
b. Jelaskan strategi meredakan icu nyeri tepat bisa membantu klien
nyeri b. Menjelaskan strategi mered untuk mengurangi rasa nyeri
c. Anjurkan memonitor nyri se akan nyeri tanpa menimbulkan efek yang
cara mandiri c. Menganjurkan memonitor n berbahaya terhadap kondisi
d. Anjurkan menggunakan ana yri secara mandiri tubuh lainnya.
lgetik secara tepat d. Menganjurkan menggunaka e. Klien bisa mengurangi nyeri
e. Ajarkan teknik nonfarmakol n analgetik secara tepat secara mandiri.
ogis untuk mengurangi rasa e. Mengajarkan teknik nonfar
nyeri makologis untuk mengurang 4. Kolaborasi
i rasa nyeri Obat-obatan analgesik dapat
4. Kolaborasi memblok reseptor nyeri sehingga
Kolaborasi pemberian analge 4. Kolaborasi nyeri tidak dapat dipersepsikan.
tik, jika perlu Mengkolaborasikan pember
ian analgetik, jika perlu

2. Gangguan Dukungan Mobilisasi (1.05173) 1. Observasi : 1. Observasi :. Mobilitas Fisik (L.05042)


mobilitas fisik b.d 1. Observasi : a. Mengidentifikasi adanya a. Mengetahui keadaan umum Setelah dilakukan tindakan keperawatan
nyeri persendian a. Identifikasi adanya nyeri atau nyeri atau keluhan fisik dan mengeathui keluhan selama 1x24 jam diharapkan kemampuan
(kaku sendi) keluhan fisik lainnya. lainnya. pasien. dalam gerak fisik dari satu atau lebih
SDKI Kategori b. Identifikasi toleransi fisik b. Mengidentifikasi toleransi b. Untuk mengetahui ekstremitas secara mandiri meningkat.
aktivitas dan melakukan pergerakan. fisik melakukan pergerakan. kemampuan klien dalam Kriteria hasil:
istirahat c. Monitor frekuensi jantung c. Memonitor frekuensi melakukan aktivitas. Menurun 1, cukup menurun 2, sedang 3,
(D.0054) dan tekanan darah sebelum jantung dan tekanan darah c. Menurunkan resiko terjadinya cukup meningkat 4, meningkat 5.
memulai mobilisasi. sebelum memulai iskemia jaringan akibat
Kriteria 1 2 3d. 4Monitor
5 kondisi umum mobilisasi. sirkulasi drah yang jelek pada
Hasil selama melakukan mobilisasi. d. Memonitor kondisi umum daerah yang tertekan. Meningkat : 1, Cukup meningkat : 2,
Pergeraka 2. Terapeutik : selama melakukan d. Mengetahui kondisi kesehatan Sedang : 3, Cukup menurun : 4,
n a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi mobilisasi. pasien. Menurun : 5
ektremitas dengan alat bantu (mis. pagar 2. Terapeutik :
Kriteria
Kekuatan 1 2 3 4tempat
5 tidur ) a. Memfasilitasi aktivitas 2. Terapeutik :
Hasil
otot b. Fasilitasi melakukan mobilisasi dengan alat bantu a. Membantu klien dalam
Nyeri
Rentang pergerakan, jika perlu. (mis. pagar tempat tidur ) melakukan aktivitas dan
Gerakan
gerak c. Libatkan keluarga untuk b. Memfasilitasi melakukan mengindari risiko jatuh.
terbatas membantu pasien dalam pergerakan, jika perlu. b. Agar tidak terjadi kelemahan
kecemasa meningkatkan pergerakan. c. Melibatkan keluarga untuk fisik pada klien.
n membantu pasien dalam c. Meningkatkan rasa semangat
Kaku 3. Edukasi meningkatkan pergerakan. klien untuk melakukan
sendi a. Jelaskan tujuan dan prosedur 3. Edukasi aktivitas.
Kelemaha mobilisasi. a. Menjelaskan tujuan dan
n fisil b. Anjurkan melakukan prosedur mobilisasi.
mobilisasi dini. b. Menganjurkan melakukan 3. Edukasi
c. Anjurkan mobilisasi mobilisasi dini. a.Memberikan pemahaman
sederhana yang harus c. Menganjurkan mobilisasi kepada klien terkait
dilakukan (mis. duduk di sederhana yang harus mobilisasi, agar terhindar
tempat tidur, duduk di sisi dilakukan (mis. duduk di kesalahan tindakan yang akan
tempat tidur, pindah dari tempat tidur, duduk di sisi dilakukan.
tempat tidur ke kursi). tempat tidur, pindah dari b. Melatih klien agar dapat
tempat tidur ke kursi). melakukan mobilisasi secara
bertahap.
c. Melatih klien agar dapat
melakukan mobilisasi secara
bertahap

3. Hipertemia MANAJEMEN HIPERTERMIA 1. Observasi 1. Observas Termoregulasi (L.14134)


berhubungan (I.15506) i Setelah dilakukan asuhan keperawatan
dengan proses a. Mengidentifkasi a. Untuk mengetahui sumber selama 3x 24 jam diharapkan pengaturan
penyakit 1. Observasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi suhu tubuh agar berada pada rentang
(peradangan a. Identifkasi penyebab dehidrasi terpapar b. Mengetahui suhu pasien normal.
sendi) SDKI hipertermi (mis. dehidrasi lingkungan panas c. Untuk mengetahui berapah Kriteria hasil
Kategori terpapar lingkungan panas penggunaan incubator) luaran urine pasien Meningkat : 1, Cukup meningkat : 2,
Lingkungan penggunaan incubator) b. Memonitor suhu tubuh Sedang : 3, Cukup menurun : 4,
(D.0129 ) b. Monitor suhu tubuh c. Memonitor kadar 2. Terapeuti Menurun : 5
c. Monitor kadar elektrolit elektrolit k
Kriteria 1 2 3 d.4 Monitor
5 haluaran urine d. Memonitor luaran urine a. Untuk menurunkan suhu
Hasil tubuh pasien
Menggigil 2. Terapeutik 2. Terapeutik b. Agar panas tubuh pasien bisa
Kulit merah a. Sediakan lingkungan yang a. Menyeediakan keluar dan suhu tubuh pasien
Kejang dingin lingkungan yang dingin kembali normal
Akrosianosi b. Longgarkan atau lepaskan b. Melonggarkan atau c. Konsumsi air saat suhu tubuh
s pakaian lepaskan pakaian pasienpanas bisa menurunkan
Konsumsi c. Basahi dan kipasi c. Membasahi dan kipasi suhu tubuh.
oksigen permukaan tubuh permukaan tubuh d. Kompres dingin salah satu
d. Berikan cairan oral d. Memberikan cairan oral metode untuk menurunkan
e. Ganti linen setiap hari atau e. Menganti linen setiap hari suhu tubuh
Piloereksi
lebih sering jika atau lebih sering jika
Kutis
mengalami hiperhidrosis mengalami hiperhidrosis 3. Edukasi
memorata
(keringat berlebih) (keringat berlebih) Karena jika pasien aktif
Suhu tubuh
f. Lakukan pendinginan f. Melakukan pendinginan bergerak saat tubuh panas
Suhu kulit eksternal (mis. selimut eksternal (mis. selimut maka suhu tubuh pasien
hipotermia atau kompres hipotermia atau kompres sukar untuk turun
dingin pada dahi, leher, dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen,aksila) dada, abdomen,aksila) 4. Kolabor
g. Hindari pemberian g. Menghindari pemberian asi
antipiretik atau aspirin antipiretik atau aspirin Pemberian cairan dan
h. Batasi oksigen, jika perlu h. Membatasi oksigen, jika elektrolit dapat mencegah
perlu pasien dehidrasi dan
3. Edukasi menurunkan suhu tubuh
Anjurkan tirah baring
3. Edukasi
4. Kolaborasi Menganjurkan tirah
Kolaborasi cairan dan baring
elektrolit intravena, jika
perlu 4. Kolaborasi
Mengkolaborasikan
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans
Info Media.
Fitriana, Rahmatul. (2015). Cara Cepat Usir Asam Urat. Yogyakarta: Medika
Iqbal, dkk. (2011). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika.
Lanny, L. (n.d.). BEBAS PENYAKIT ASAM URAT TANPA OBAT 2012
(Pertama). Jakarta: PT AgroMedia Pustaka.
Ning, H. (n.d.). Menggempur Asam Urat & Rematik 2011 (Pertama). Jakarta: PT
AgroMedia Pustaka.
Ni Made Sumartyawati, Robiatul Adawiyah, A. P. (2018). Efektivitas Pemberian
Rebusan Daun Sirsak (Annona Mucicata L) Dan Senam Tera Terhadap
Perubahan Kadar Asam Urat Pada Lansia Dengan Gout Arthritis Di Bslu
Mandalika Provinsi Ntb NTB. 4(1), 32–37.
Noor, H. (n.d.). Buku Ajar Gangguan Muskuluskeletal 2013 (Pertama). jakarta:
Medika Selemba.
Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA Nic-Noc. Jilid 2. Yogyakarta:
Mediaction.
Sayekti, S. (2017). Hubungan Pola Makan Dengan Kadar Asam Urat Pada Pra
Lansia Di Rt:02/Rw:02 Desa Candimulyo Kecamatan Jombang Kabupaten
Jombang. 6(1), 9–19.
Sudoyo, Samudra A.W, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke 5.
Jakarta: Interna Publishing.
Wowor, F. J. (2014). ARTRITIS GOUT DAN PERKEMBANGANNYA 2014,
10(2).

Anda mungkin juga menyukai