Anda di halaman 1dari 22

Referat

Retinoblastoma

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………...................……………………….……1


LEMBAR PENILAIAN ………………………………...................……………………...2
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………...................………………..3
DAFTAR ISI …………………………………………………....................………...…….4
PENDAHULUAN...……………………………………………………....................……..5
PEMBAHASAN..............……………………………………………...................………..5
KESIMPULAN ..............................................................................................................2 3
DAFTARPUSTAKA ………………………………………....................……………….24
PENDAHULUAN

Retinoblastoma (RB) merupakan suatu bentuk keganasan intra okuler primer


yang sering ditemukan pada bayi dan anak-anak. Penyakit ini tidak hanya dapat
mengakibatkan kebutaan, melainkan juga kematian. Angka kejadiannya sekitar 1 :
15.000 sampai 1 : 20.000 kelahiran hidup dan merupakan 4% dari seluruh
keganasan pada anak-anak. Umumnya retinoblastoma didiagnosa di bawah usia 5
tahun.1-3
Perkembangan metode diagnostik dan tatalaksana RB berkembang dengan
pesat. Di negara maju, RB telah banyak terdiagnosis pada stadium awal, sehingga
meningkatkan survival rate dan prognosis penglihatan. Survival rate di negara
maju mencapai 90%, sedangkan di negara berkembang sekitar 50%. 2,4
Metode skrining RB belum berkembang, sehingga penegakkan diagnosis
dengan teliti, terutama diagnosis pada stadium dini sangat penting. Diagnosis dini
RB sangat menentukan metode terapi dan prognosis pasien. Oleh karena itu
diperlukan perhatian dari orang tua, dan ketelitian dokter agar pasien dengan
suspek RB dapat dirujuk segera untuk dilakukan manajemen yang tepat.5
PEMBAHASAN

Anatomi Retina
1. Anatomi Retina

Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel
retina, melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.6

Di bagian retina yang letaknya


sesuai dengan sumbu
penglihatan terdapat
makula lutea (bintik kuning)
kira-kira berdiameter 1 – 2
mm yang
berperan penting untuk
tajam penglihatan. Di tengah
makula lutea
terdapat bercak mengkilap yang
merupakan fovea. Kira-kira 3
mm ke arah
nasal, kutub belakang bola
mata terdapat daerah bulat
putih kemerah-
merahan, disebut papil saraf
optik, Arteri retina sentral
bersama venanya
masuk ke dalam bola mata di
tengah papil saraf optic
Di bagian retina yang letaknya
sesuai dengan sumbu
penglihatan terdapat
makula lutea (bintik kuning)
kira-kira berdiameter 1 – 2
mm yang
berperan penting untuk
tajam penglihatan. Di tengah
makula lutea
terdapat bercak mengkilap yang
merupakan fovea. Kira-kira 3
mm ke arah
nasal, kutub belakang bola
mata terdapat daerah bulat
putih kemerah-
merahan, disebut papil saraf
optik, Arteri retina sentral
bersama venanya
masuk ke dalam bola mata di
tengah papil saraf optic
Di bagian retina yang letaknya
sesuai dengan sumbu
penglihatan terdapat
makula lutea (bintik kuning)
kira-kira berdiameter 1 – 2
mm yang
berperan penting untuk
tajam penglihatan. Di tengah
makula lutea
terdapat bercak mengkilap yang
merupakan fovea. Kira-kira 3
mm ke arah
nasal, kutub belakang bola
mata terdapat daerah bulat
putih kemerah-
merahan, disebut papil saraf
optik, Arteri retina sentral
bersama venanya
masuk ke dalam bola mata di
tengah papil saraf optic
Di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula
lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1-2 mm yang berperan penting untuk tajam
penglihatan. Di tengah makula lutea terdapat bercak mengkilap yang merupakan fovea.
Kira-kira 3 mm ke arah nasal, kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih
keerahan-merahan, disebut papil saraf optik, arteri retina sentral bersama venanya masuk
ke dalam bola mata di tengah papil saraf optik.7

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:

1. Membrana limita interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan
kaca.7
2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion
dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam sel bipolar, amakirn dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan
sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membrana limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut. Lapis
fotoreseptor, merupakan lapir terluar retina terdiri atas sel batang yng mempunyai
bentuk ramping, dan sel kerucut.

Gambar 2.2 Lapisan retina8

Retina mendapat vaskularisasi dari lamina koriokapilaris koroid dan arteri retina
sentralis. Lamina koriokapilaris memberi makan lapisan epitel pigmen retina dan sel-sel
fotoreseptor. Artei retina sentralis memberi makan lapisan sel horizontal, bipolar dan sel
ganglion. Arteri retina sentralis masuk bersama dengan n. optikus di daerah yang disebut
dengan papil nervus optikus atau diskus optikus (warnanya lebih terang daerah sekitarnya
pada pemriksaan oftalmoskopi).7

Definisi retinoblastoma
Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang berkembang dari sel-sel
retinoblast. RB terjadi baik familial (40%) atau sporadik (60%). Tumor ini
merupakan keganasan intraokuler pada anak yang paling sering terjadi. RB dapat
terjadi pada satu mata (unilateral), dua mata (bilateral), atau dua mata disertai
perkembangan tumor sel retinosit primitif di glandula pineal (trilateral). Kasus
familial biasanya multipel atau bilateral, walaupun dapat juga unifokal atau
unilateral. Kasus sporadik biasanya unilateral atau unifokal.1-3

Epidemiologi

Retinoblastoma terjadi pada 1 : 15.000 sampai 1 : 20.000 kelahiran hidup. Tidak ada
keterkaitan jenis kelamin atau ras terhadap kejadian RB. Sekitar sepertiga sampai seperempatnya
mampunyai riwayat penyakit keluarga dengan RB. Survival rate di USA dan Inggris mencapai
90%. RB unilateral adalah yang tersering ditemukan, dan yang paling jarang adalah RB trilateral.
1-3

Sebanyak 80% pasien dengan RB terdiagnosis sebelum usia 3 tahun. Diagnosis penyakit
ini pada usia lebih dari 6 tahun sangat jarang. RB bilateral ditemukan pada 20-30% kasus, dan
biasanya pada usia yang lebih muda (usia 14- 16 bulan), dibandingkan dengan RB unilateral
(usia 29-30 bulan).2,3

Etiologipatogenesis

Patogenesis retinoblastoma dihubungkan dengan delesi gen yang terletak pada kromosom
13q14, yang mengkode protein anti-onkogen atau supresor retinoblastoma. Kehilangan allel
kromosom tersebut dapat terjadi setelah fertilisasi, sehingga terjadilah mutasi sel germinal
(bersifat dominan autosom). Kehilangan allel juga dapat terjadi hanya pada sel retina pada satu
mata, yang terjadi saat embriogenesis, kejadian tersebut menghasilkan mutasi somatik
(autosomal resesif).3

Mutasi germinal yang terjadi lebih cepat, dapat bermanifestasi sebagai RB bilateral/
multipel. Mutasi somatik biasanya bermanifestasi sebagai kelainan unifokal/ unilateral. Kasus
RB bilateral biasanya muncul pada usia sangat muda (usia 1 tahun atau kurang), sedangkan kasus
unilateral biasanya terjadi setelah usia 2 tahun.3

Penanda genetik yang biasa dipakai antara lain enzim esterase-D, LDH (laktat
dehidrogenase). LDH ini ditemukan dalam humor aqueous karena nekrosis dari sel-sel tumor.

Pada intraokular, retinoblastoma dapat memperlihatkan berbagai pola


pertumbuhan yang akan dipaparkan di bawah ini :
1. Pola pertumbuhan
a. Endofitik, yaitu pertumbuhan tumor ke korpus vitreum. Massa berwarna
kuning keputihan tumbuh secara progresif hingga ke korpus vitreum.
Pembuluh darah retina tidak tampak pada permukaan tumor.
b. Eksofitik, dimana tumor tumbuh menuju ke spatium subretinal. Tampak
pendesakan retina ke luar, dan pembuluh darah retina tampak terlihat di
permukaan tumor.
c. Tumor dengan infiltrasi difus, dimana tumor menyebar secara difus
dengan massa kecil-kecil dan tersebar di retina. Biasanya ditemukan pada
anak besar dan adanya keterlambatan diagnosis.9
2. Invasi saraf optikus, perkembangan tumor lebih lanjut dapat menyebar ke
ruang subarachnoid dan otak melalui saraf optikus.9
3. Stadium retinoblastoma
a. Stadium leukokoria
Pada stadium ini, pasien tidak merasakan gejala apapun hanya penglihatan
menurun sampai visus 0. Saat ini orang tua pasien merasa tidak ada
masalah dengan mata anaknya sehingga kadang dibiarkan, padahal pada
tahap inilah pasien masih bisa diselamatkan dengan tindakan enukleasi.
Jika pada pemeriksaan patologi anatomi nervus optikus sudah terkena
maka tindakan selanjutnya adalah kemoterapi.
b. Stadium glaukomatosa
Massa tumor membesar dan meluas ke depan sehingga menyebabkan
kenaikan tekanan intraokular. Oleh karea itu, gejala yang nampak adalah
gejala glaukoma. Gejala lain yang dapat nampak adalah strabismus,
uveitis, dan hifema. Pasien merasa kesakitan, bola mata membesar, dan
midriasis dengan refleks pupil negatif, eksoftalmos dan edema kornea.
Stadium ini biasanya hanya berlangsung beberapa bulan, sehingga jika
terlambat ditangani akan masuk stadium berikutnya. Penanganannya
adalah dengan enukleasi dilanjutkan kemoterapi, dapat juga kemoterapi
dahulu untuk mengecilkan tumor baru kemudian enukleasi.9

Gambar 2.3 Retinoblastoma stadium glaukomatosa (mata menonjol


(proptosis) pada mata kanan) 10

c. Stadium ekstraokuler
Pada stadium ini bola mata sudah menonjol (proptosis), akibat desakan
massa tumor yang sudah keluar ke ekstra okuler. Segmen anterior bola
mata sudah rusak dan keadaan umum pasien nampak lemah dan kurus.
Terjadi perluasan ke saraf optik dan koroid. Penyebaran bisa secara
limfogen dan homogenPrognosisnya kurang baik, tindakan yang bisa
dilakukan hanyalah untuk mempertahankan hidup pasien.9
c

Gambar 2.4 Retinoblastoma stadium ektraokuler (penonjolan pada mata kiri) 11

d. Stadium metastasis
Stadium ini sangat buruk karena tumor sudah masuk ke kelenjar limfe pre
aurikuler atau sub mandibular. Tempat metastatis RB paling sering pada
anak adalah tulang kepala, tulang distal, otak, vertebra, dan viscera
abdomen. Penanganan pada stadium ini hanyalah bersifat paliatif saja.
Terlambatnya diagnosis adalah suatu fenomena yang kompleks pada
banyak pasien. Sering berhubungan dengan faktor sosial ekonomi atau
misdigiagnostik karena tidak nampaknya gangguan penglihatan. Pada
beberapa populasi, ketidaktahuan akan abnormalitas mata seperti
strabismus dan leukokora sebagai suatu tanda dari kanker mata.Namun di
USA penyebaran penyakit jarang dijumpai karena pasien terdiagnosis pada
stadium dini.7,10

Manifestasi Klinis

Gejala RB yang paling seing adalah leucoria (56%) atau pupil putih yang digambarkan
sebagai mata yang bercahaya, berkilat, atau cat’s-eye appearance. (Gambar 2.5), namun gejala
biasanya hilang timbul, tergantung pandangan mata anak .Gejala ini biasanya ditemukan tidak
sengaja oleh orang tua, atau oleh dokter saat pemeriksaan reflek cahaya.9,12

Gambar 2.2 Leukocoria pada mata kiri 11


Gejala lain yang dapat ditemukan adalah mata merah, nyeri, dan strabismus. Gejala-
gejala tersebut biasanya terjadi karena adanya inflamasi pada mata, peningkatan tekanan
intraokuler, dan glaucoma. Jika pasien dating dengan stadium lanjut dapat ditemukan keluhan
penonjolan pada mata yang bertambah besar. Pada pemeriksaan dapat ditemukan injeksi, hifema
atau hipopion pada kamera okuli anterior, dan ditemukan penonjolan massa pada satu atau dua
mata.9,11,12

Tabel 2.1 Gejala yang sering ditemukan pada kasus retinoblastoma 9

Gejala Jumlah (%)


1. Leukocoria 56%
2. Strabismus 20%
3. Mata merah dan nyeri 7%
4. Glaukoma 7%
5. Gangguan penglihatan 5%
6. Asimptomatis 3%
7. Selulitis orbital 3%
8. Midriasis unilateral 2%
9. Heterochromia iridis 1%
10. Hifema 1%

Penegakan Diagnosis

USA, kebanyakan kasus terdiagnosis pada keadaan tumor masih terbatas pada
intraokuler, sedangkan pada negara berkembang biasanya terdiagnosis setelah terjadi
penyebaran. Diagnosis RB ditegakkan berdasarkan temuan klinik, yaitu adanya satu atau lebih
massa berwarna keputihan pada retina, maassa tersebut bias ditemukan dalam korpus vitreus
(endofitik) atau pada spatium sub retina (eksofitik). 12

Anamnesis

Pada pasien dengan kecurigaan RB, maka perlu dilakukan anamnesis lanjutan. Perlu
ditanyakan onset dan durasi kelainan mata, terutama lekocoria atau strabismus. Kesehatan anak
secara keseluruhan juga perlu ditanyakan. Adanya penurunan berat badan atau selera makan
dapat menjadi salah satu gejala yang perlu diwaspadai. Pertanyaan tentang penglihatan yang
perlu ditanyakan adalah apakah pasien mengalami gangguan penglihatan, perbedaan gerakan
mata kanan dan kiri. Pertanyaan lain adalah ada tidaknya riwayat keluarga yang menderita
kanker apapun, misalnya Ca cervix/mammae, Ca paru. Sifat sel tumor pleotropik, jadi punya
kecenderungan untuk mutasi ke bentuk keganasan lain.7,9,11,12
Pemeriksaan Fisik

Pasien anak yang diduga RB harus mendapatkan pemeriksaan fisik dan penunjang
lengkap. Beberapa hasil pemeriksaan yang dapat ditemui pada pemeriksaan yaitu :

a. Penurunan visus, biasanya dapat ditemukan pada anak yang sudah dapat
berkomunikasi dan kooperatif
b. Cover/uncover test dapat ditemukan adanya strabismus
c. Midriasis
d. Nistagmus
e. Leukocoria
f. Peningkatan tekanan intraokular
g. Glaukoma
h. Hifema dan atau hipopion
i. Pada pasien kooperatif dapat dilakukan pemeriksaan slit lamp , biasanya dapat
ditemukan adanya uveitis.
j. Pemeriksaan funduskopi dilakukan dengan anestesi. Lesi kecil dapat terlihat sebagai
area tembus cahaya atau lesi berbentuk seperti kubah. Pada lesi yang lebih besar, dapat
ditemukan area berwarna keputihan seperti kapur. Tumor endofitik tumbuh kea rah
corpus vitreum, sedangkan eksofitik tumor tumbuh ke spatium subretina.4,5,9
A B
Gambar 2.5 Hasil pemeriksaan funduskopi pasien RB. A) hasil
pemeriksaan mata kanan pasien RB dengan lesi kecil,
tambak gambaran keputihan di superotemporal, B) lesi
RB besar, dimana tumor sudah menyebar ke korpus
vitreum12

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai
RB adalah :
a. Ultrasonografi orbital : untuk konfirmasi adanya massa pada segmen
posterior mata dan kalsifikasi intralesi. USG mempunyai nilai akurasi
mencapai 80%, RB ditemukan adanya massa tumor hiperekoik dengan
kalsifikasi.
b. CT/MRI scan : pemeriksaan ini tidak dijadikan pemeriksaan rutin. CT
scan dapat digunakan untuk melihat perluasan tumor ke tulang. MRI
dapat digunakan jika dicurigasi adanya perluasan ke n. optikus. 2,4,7
3. Gambaran Histopatologi
Diagnosis RB dapat dikonfirmasi secara histologi setelah dilakukan
tindakan enukleasi. Gambaran khas biasanya dijumpai pada sel –sel roset
flexner Wintersteiner. Karakteristik histologi adalah adanya abnormalitas
retinoblas dengan nucleus hiperkromatik besar, dan sedikit sitoplasma.
Gambaran khas biasanya dijumpai pada sel –sel roset flexner Wintersteiner.

Sel berproliferasi membatasi lumen sehingga berbentuk seperti roset.


Pada retinoblastoma yang sel rosetnya banyak, biasanya berdiferensiasi baik,
kurang ganas, dan radioresisten. Sedangkan yang sel rosetnya sedikit, biasanya
diferensiasi buruk, ganas, dan radiosensitif.

Macam-macam derajat diferensiasi retinoblastoma ditandai oleh


pembentukan rosettes, yang terdiri dari 3 tipe :
a. Flexner-Wintersteiner rosettes, yang terdiri dari lumen sentral kosong
yang dikelilingi oleh sel kolumner tinggi. Nucleus sel ini lebih jauh
dari lumen.

b. Homer Wright rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel
terbentuk mengelilingi masa proses eosinofilik
c. Fleurettes, adalah focus sel tumor yang mana menunjukkan
differensiasi fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan
sitoplasma dan tampak menyerupai karangan bunga.7,12

Gambar 2.6 Histopatologi retinoblastoma. a) Flexner-Wintersteiner rosettes,


b) Homer Wright rosettes, dan c) Fleurettes 12

4. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding RB adalah sebagai berikut :
a. Katarak kongenital, pada penyakit ini juga dijumpai adanya pupil putih
(leukocoria)
b. Persistent fetal vasculature/ PFV (sebelumnya disebut
persistent hyperplastic primary vitreous/ PHPV), adalah
kegagalan regresi pembuluh darah di korpus vitreum
c. Dysplasia retina, yang dapat terjadi pada Norrie’s disease, Patau’s
syndrome, Edward’s syndrome, Walker Warburg dan kelainan migrasi
saraf lainnya
d. Early onset Coat’s disease, yaitu kelainan pembuluh darah retina
karena eksudasi lipid d bawah retina
e. Infeksi kongenital, seperti toxocariasis
f. Glaucoma kongenital, yaitu ditemukannya mata merah, berair, dan
keruh.4,12

Klasifikasi
Klasifikasi yang akan dijelaskan adalah klasifikasi menurut Reese-Ellsworth
dan International classification of intraocular retinoblastoma.

Tabel 2.2 Klasifikasi retinoblastoma menurut Reese-Ellsworth 1,11


Group A B
Group I Tumor soliter, ukuran kurang Tumor multiple, ukuran
dari 4 diameter disc, pada tidak melebihi 4 diameter
atau di belakang equator disc, semua pada atau di
belakang equator
Group II Tumor soliter, ukuran 4-10 Tumor multipel, ukuran 4-
diameter disc, pada atau di 10 diameter disc, pada atau
belakang equator di belakang equator
Group III Terdapat lesi di anterior Tumor soliter lebih besar
Equator dari 10 diameter disc, di
belakang equator
Group IV Tumor multiple, beberapa Ada lesi yang meluas ke
besarnya lebih dari 10 anterior ora serrate
diameter disc
Group V Massive seeding melibatkan Vitreous seeding
lebih dari setengah retina

Tabel 2.3 International classification of intraocular retinoblastoma 9,12

Group A Tumor kecil (< 3 mm) di luar macula


Group B Tumor lebih besar (> 3 mm) atau tumor di macula, atau
tumor di subretina
Group C Tumor terlokalisir di subretina atau vitreus
Group D Tumor menyebar di subretina atau vitreus
Group E Tumor mengenai lensa, glaucoma neovaskuler, tumor di
depan korpus vitreus termasuk korpus siliaris atau kamera
okuli anterior, diffuse infiltrating RB, nekrosis tumor dengan
selulitis orbital asepstik, dan phthisis bulbi
Tatalaksana
Tatalaksana retinoblastoma melibatkan pendekatan multidisiplin. Dokter
mata, dokter onkologi, dokter ahli radioterapi, dokter patologi, dan konselor
genetik merupakan para ahli yang harus dapat bekerja sama untuk manajemen
pasien secara komprehensif. Secara umum, tatalaksana RB dibagi menjadi
tatalaksana intraokuler pada asal tumor, dan ekstraokuler yang merupakan
penyebaran tumor. Tatalaksana tersering pada RB unilateral adalah enukleasi
bulbi, dengan cure rate > 95%. Kasus RB bilateral biasanya ditangani dengan
kemoterapi atau external beam radiation (EBR).9
Tujuan utama tatalaksana RB intraokuler adalah untuk mempertahankan
kehidupan. Mempertahankan organ dan fungsi penglihatan merupakan tujuan
sekunder dan tertier. Terdapat beberapa metode tatalaksana RB intraokuler,
meliputi terapi fokal (krioterapi, laser fotokoagulopati, termoterapi transpupilary,
termoterapi transsklera, dan plaque brachytherapy), terapi local (external beam
radiotherapy/ EBR, enukleasi), dan terapi sistemik (kemoterapi). Terapi fokal
terutama untuk tumor dengan ukuran kecil, sedangkan terapi local dan sistemik
digunakan untuk terapi RB lebih lanjut.10
1. Krioterapi
Krioterapi dilakukan pada tumor ukuran kecil, yaitu diameter maksimal 4 mm,
dan ketebalan maksimal 2 mm. Biasanya dilakukan tiga kali dalam interval 4-
6 minggu sampai terjadi regresi tumor. Krioterapi dilakukan dengan alat yang
dapat mengeluarkan suhu – 60 sampai – 80 ᵒC, sehingga terjadi krionekrosis
tumor.1,4,13
2. Terapi laser
Terapi laser dilakukan pada tumor primer dengan ukuran kecil, atau tumor
dengan ukuran besar yang telah mengecil setelah kemoterapi. Terapi laser
tidak efektif pada massa yang telah memenuhi korpus vitreus. Laser
dimasukkan ke dalam mata melalui oftalmoskop atau mikroskop indirek. Dua
gelombang yang umum digunakan adalah cahaya hijau dengan panjang
gelombang 532 nM dan cahaya inframerah dengan panjang gelombang 810
nM. Tujuan terapi ini adalah untuk menghambat aliran darah ke tumor,
sehingga terjadi nekrosis jaringan tumor.1,4,5
3. Plaque brachyterapi
Terapi ini diindikasikan pada tumor dengan ukuran diameter kurang dari 16
mm, dan ketebalannya kurang dari 8 mm. metodenya adalah dengan
memancarkan gelombang radioaktif ke tumor melalui sclera. Materi radioaktif
yang biasa digunakan adalah Ruthenium 106 dan Iodine 125. Keuntungan
terapi ini adalah kerusakan minimal pada struktur normal di sekitarnya.4,5
4. Enukleasi
Enukleasi adalah tindakan yang paling umum dilakukan pada pasien RB yang
sudah berkembang. Enukleasi biasanya dilanjutkan dengan terapi lainnya,
untuk mencegah metastasis. Tindakan ini biasanya dilakukan pada RB
intraokuler yang sudah diikuti adanya neovaskularisasi iris, glaucoma
sekunder, invasi tumor ke kamera okuli anterior, tumor mengisi > 75% korpus
vitreus, tumor nekrosis dengan inflamasi orbital sekunder, dan tumor yang
berhubungan dengan adanya hifema atau hemoragik vitreus.4,5,9
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada tindakan enukleasi adalah :
a. Manipulasi minimal
b. Menghindari perforasi mata
c. Mendapatkan tunggul nervus optikus > 15 mm
d. Melakukan inspeksi hasil enukleasi, untuk mengetahui perluasan tumor ke
ekstraokuler dan keterlibatan nervus optikus
e. Jaringan segar hasil enukleasi segera dikirim ke laboratorium untuk
pemeriksaan patologi anatomi.9
5. Kemoterapi
Kemoreduksi adalah istilah yang menjelaskan proses reduksi volume tumor
dengan kemoterapi. RB dengan kemoterapi saja bukanlah tindakan kuratif
yang efektif, karena kemoterapi ini harus diikuti dengan terapi local lainnya.
Gabungan kemoterapi dan terapi fokal dapat meminimalisis kebutuhan untuk
enukleasi atau EBR.4,5,9,13
Tabel menjelaskan regimen kemoterapi yang sering digunakan. Terapi standar
digunakan untuk RB dengan ukuran kecil dan sedang (ICIOR grup A sampai
C), sedangkan dosis tinggi untuk tumor yang lebih lanjut (ICIOR grup D).
Tabel 2.4 Regimen kemoterapi dan dosis untuk retinoblastoma intraokuler 9
Hari pertama Vincristine + Etoposide + Carboplatin
Hari kedua Etoposide
Dosis standar (3 mingguan, 6 siklus) : Vincristine 1,5 mg/m 2 (0,05 mg/kg
untuk anak ≤ 36 bulan dengan dosis maksimum 2 mg),
Etoposide 150 mg/m2 (5 mg/kg untuk anak ≤ 36 bulan),
Carboplantin 560 mg/m2 (18,6 mg/kg untuk anak ≤ 36
bulan)
Dosis tinggi (3 mingguan, 6-12 siklus) : Vincristine 0,025 mg/kg,
Etoposide 12 mg/kg, Carboplatin 28 mg/kg

6. External Beam Radiotheraphy (EBR)


Pada tahun 1990-an, EBR digunakan secara luas sebagai tatalaksana RB,
namun akhir-akhir ini dihindari karena berisiko memunculkan keganasam
sekunder, meningkatkan risiko katarak, mata kering dan atrofi jaringan. EBR
baru dilakukan ketika terapi local dan kemoterapi gagal, atau ketika
kemoterapi dikontraindikasikan.5
7. Terapi suportif
a. Pemasangan prosthesis atau mata buatan setelah enukleasi, tindakan ini
merupakan bagian yang cukup penting untuk rehabilitasi. Biasanya
dilakukan beberapa minggu setelah operasi
b. Dukungan psikologis untuk pasien dan keluarganya
c. Penggunaan pelindung mata pada mata yang sehat saat beraktivitas
d. Konseling pada keluarga tentang risiko RB pada anggota keluarga
lainnya.4

Diagnosis Prenatal dan Metode Screening


Apabila terdapat riwayat penyakit keluarga dengan retinoblastoma, maka
dapat dilakukan pemeriksaan untuk menghindari kejadian RB atau melakukan
deteksi awal.
1. Pre-implantation genetic diagnosis (PIGD)
PIGD merupakan screening yang dilakukan terutama saat dilakukannya in-
vitro fertilization untuk memilih embrio yang akan diimplantasikan ke uterus
ibu. Screening dilakukan saat fase blastosit, dimana satu sel diperiksa untuk
melihat ada tidaknya mutasi.
2. Chorion villous sampling (CVS) atau amniosentesis, adalah teknik untuk
mengambil jaringan fetus dan kemudian dilakukan pemeriksaan mutasi
prenatal.
3. USG prenatal
Pemeriksaan ini dilakukan pada usia kehamilan akhir untuk melihat ada
tidaknya pertumbuhan tumor pada orbita. Sensitivitas pemeriksaan ini rendah,
perlu dilakukan oleh tenaga yang berpengalaman.
4. Pemeriksaan darah plasenta
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil darah dari pembuluh darah
plasenta oleh dokter spesialis obsgyn, darah kemudian dikirim ke laboratorium
untuk pemeriksaan mutasi gen RB.4

Komplikasi

Retinoblastoma ini sangat jarang membahayakan kehidupan bila tidak diobati


secara tepat, dapat berakibat fatal karena dalam satu sampai dua tahun setelah didiagnosis akan
bermetastase ke otak atau bermetastase jauh secara hematogen.10

Prognosis

1. Prognogsis dan survival rate sangat tergantung pada stadium klinis tumor pada saat
didiagnosis. Apabila ditemukan satidum dini maka prognosanya akan lebih baik.
2. Tumor yang tidak diterapi dapat mengakibatkan invasi local dan metastastis, dan
biasanya pasien akan meninggal dalam jangka waktu kurang dari 2 tahun. Kasus
yang jarang, dapat terjadi perhentian pertumbuhan tumor secara spontan dan
membentuk retinoma, atau nekrosis dan menyebabkkan phtisis bulbi.4,13
3. Tumor dengan ukuran kecil atau sedang, jika diterapi dengan tepat dapat
mempunyai survival rate mencapai 95% (pada negara maju), sedangkan pada
negara berkembang adalah sekitar 50%. Prognosis yang buruk berhubungan dengan
ukuran tumor, keterlibatan nervus optikus, penyebaran ekstraokuler, dan usia yang
lebih tua saat onset.4,10
4. Di negara maju, prognosis penglihatan retinoblastoma cukup bagus, yaitu dapat
mencapai 50% pada mata yang tidak di-enukleasi. Prognosis penglihatan pada mata
yang tidak terkena tumor mencapai lebih dari 80%.4
KESIMPULAN

1. Retinoblastoma merupakan suatu tumor ganas intraokuler yang sering menyerang


anak-anak.
2. Retinoblastoma merupakan suatu penyakit herediter
3. Tanda-tanda retinoblastoma yang paling sering dijumpai adalah leukokoria
(white pupillary reflex) yang digambarkan sebagai mata yang bercahaya,
berkilat, atau cat’s-eye appearance , strabisums, hifema dan hipopion.

4. Diagnosis retinoblastoma ditegakan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang, dan pemeriksaan histopatolgi.

5. Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor, perluasan


ke jaringan ekstra okuler dan adanya tanda-tanda metastasis jauh.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aerts, I., L. L. Rouic, M. Gauthier-Villars, H. Brisse, F. Doz, and L.


Desjardins. 2006. Review : Retinoblastoma. Orphanet Journal of Rare
Disease, 1:31.
2. Dunãrintu, S., F. Birsasteanu, D. Onet, M. Pascut, D. Bejenaru, and M.
Mogoseanu. 2008. Imaging of Ocular Malign Tumors in Children. Journal of
Experimental Medical & Surgical Research, 3: 89-95.
3. Deegan, W. F. 2005. Retinoblastoma : A Review of Current Treatment
Strategies. Journal of Ophthalmic Prosthetics.
4. Parulekar, M. V. 2010. Retinoblastoma – Current treatment and future
direction. Early Human Development, 86: 619-25.
5. Chintagumpala, M., P. Chevez-Barrios, E. A. Paysse, S. E. Plon, and R.
Hurwitz. 2007. Retinoblastoma : Review of Current Management. The
Oncologist, 12: 1237-46.
6. Ilyas, S. 2010. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ketiga. Jakarta: FKUI.
7. Hartono S. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM:
Yogyakarta.
8. Riordan-Eva, P., and J. P. Whitcher. 2007. Anatomy and Embryology of the
Eye. In : Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th Edition.
McGraw-Hill’s.
9. Ilyas, S. 2010. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ketiga. Jakarta: FKUI.
10. Reddy, V. A. P., and S. G. Honavar. 2008. Retinoblastoma – Advanced in
Management. Apollo Medicine, 5(3): 183-9.
11. Paduppai, S. 2010. Characteristic of Retinoblastoma Patients at Wahidin
Sudirohusodo Hospital 2005-2010. The Indonesia Journal of Medical Science,
2(1): 1-7.
12. Isidro, M. A., and H. Roy. 2012. Retinoblastoma. Diambil dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1222849-overview. Diakses tanggal : 7
November 2020.
13. Rodriguez-Galindo, C., and M. W. Wilson. 2010. Clinical Features,
Diagnosis, Pathology. In : Retinoblastoma. London: Springer.
14. Othman, I. S. 2012. Retinoblastoma major review with updates on Middle east
management protocols. Saudi Journal of Ophthalmology, 26: 163-75.

Anda mungkin juga menyukai