Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja
a. Pengertian remaja
Masa remaja atau masa adolesensi adalah suatu fase perkembangan yang
dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode
transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan
perkembangan fisik, mental, emosional dan social dan berlangsung pada
dekade kedua masa kehidupan (Narendra, 2005).

Mengenai kronologi berapa usia seorang anak dapat dikatakan remaja,


masih terdapat berbagai pendapat. Buku-buku Pediatri pada umumnya
mendefinisikan remaja apabila telah mencapai umur 10-18 tahun untuk
anak perempuan dan 12-20 tahun untuk anak laki-laki, sementara itu
WHO mendefinisikan remaja bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun.
Menurut Undang-undang No. 4179 mengenai kesejahteraan anak, remaja
adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah.
Adapun Menurut UU Perburuan anak dianggap remaja apabila telah
mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat
tinggal sendiri.

Jika dipandang dari aspek psikologis dan sosialnya, masa remaja adalah
suatu fenomena fisik yang berhubungan dengan pubertas. Pubertas adalah
suatu bagian yang penting dari masa remaja dimana yang lebih ditekankan
adalah proses biologis yang pada akhirnya mengarah kepada kemampuan
bereproduksi. Masa pubertas adalah masa transisi antara masa anak dan
dewasa, dimana terjadi suatu percepatan fertilitas dan terjadi perubahan
psikologis yang mencolok (Narendra, 2005)

9
10

Masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yang masing-masing ditandai


dengan isu-isu biologik, psikologik dan sosial, menurut Narendra (2005)
yaitu :
1). Masa Remaja Awal (10-14 tahun)
Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dari
pertumbuhan dan pematangan fisik. Jadi tidaklah mengherankan
apabila sebagian besar energi intelektual dan emosional pada masa
remaja awal ini ditargetkan pada penilaian kembali dan restrukturisasi
dari jati diri. Selain itu penerimaan kelompok sebaya sangatlah
penting. Dapat berjalan bersama dan tidak dipandang beda adalah
motif yang mendominasi banyak perilaku sosial remaja awal ini.
2). Menengah (15-16 tahun)
Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya
pertumbuhan pubertas, timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir
yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa
dam keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis
dengan orang tua.
3). Akhir (17 - 20 tahun)
Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai
seorang dewasa, termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan
internalisasi suatu sistem nilai pribadi.

b. Perkembangan Remaja
Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas-tugas perkembangan yang harus
dilalui. Bila seseorang gagal melalui tugas perkembangan pada usia yang
sebenarnya maka pada tahap perkembangan berikutnya akan terjadi
masalah pada diri seseorang tersebut. Selanjutnya bab ini akan membahas
ketiga tahapan masa remaja ini dari berbagai aspek. Dari aspek biologik
akan dibahas mengenai neuroendokrinologi, pertumbuhan dan
perkembangan somatik. Aspek lainnya adalah aspek psikologis, kognitif
11

dan aspek medis/pelayanan kesehatan remaja.Untuk mengenal


kepribadian remaja perlu diketahui tugas-tugas perkembangannya.

Tugas-tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (2002) antara lain :


1). Perkembangan fisik/ Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri ataupun perubahan suara pada
remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat
besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki
kemampuan untuk bereproduksi.

Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam


memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic
hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-
Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH).
Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang
pertumbuhan estrogen dan progesterone. Pada anak lelaki, Luteinizing
Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone
(ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara
cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis
seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai
pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi
juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak
lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik
lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone.
Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas
dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
2). Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif remaja merupakan periode terakhir dan
tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal
operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki
12

pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang


kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang
sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat
membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta
kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan
abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-
dimensi. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya,
tetapi mereka akan memproses informasi itu serta
mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga
mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk
ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa
depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja
mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
3). Perkembangan moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya
mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya
sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Para remaja mulai
membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah
populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik,
kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi
menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang
diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai
mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan
mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis,
remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan
membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan
ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat
adanya kenyataan lain di luar dari yang selama ini diketahui dan
dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam
melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia
menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia
13

terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa


kanak-kanak.

Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada


remaja mulai berkembang karena mereka mulai melihat adanya
kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka yakini dengan
kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu
mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan kenyataan
yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap
pemberontakan remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini
diterima bulat-bulat. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun
akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan
jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai
nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa
kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak
mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan
disekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
4). Perkembangan psikologis
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini
mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian
menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk
berubah mood sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam
untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para
remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan
sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang
mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu
merupakan gejala atau masalah psikologis.

Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami
perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-
awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain
14

karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau


selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik
diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat
memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image).
Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang
dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada
saat itu remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki
dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun
dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan
oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah,
remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk
menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.

Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu,


sehingga seringkali mereka tidak memikirkan akibat dari perbuatan
mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan karena mereka tidak
sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau
jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk
mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi
orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu
bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah
yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati-diri positif
pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri
sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan
orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan
bagaimana menghadapi berbagai masalah. Salah satu topik yang paling
sering dipertanyakan oleh individu pada masa remaja adalah masalah
jati diri seorang remaja. Pertanyaan itu sah dan normal adanya karena
pada masa ini kesadaran diri (self-awareness) mereka sudah mulai
berkembang dan mengalami banyak sekali perubahan. Remaja mulai
merasakan adanya perbedaan pola fikir dengan orang tuanya. Hal ini
15

merupakan sesuatu yang normal karena remaja dihadapkan pada


berbagai banyak pilihan. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila
remaja selalu ingin mencoba dan berubah baik dalam peran sosial
maupun dalam perbuatan.
5). Perkembangan sosial
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan
diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum
pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar
lingkungan keluarga dan sekolah.

Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus


membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit
adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok
sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang
baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan serta nilai-nilai yang
baru dalam seleksi pemimpin.

B. Perilaku Ketergantungan
1. Definisi Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya dan
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak diamati oleh pihak luar secara langsung
(Notoatmodjo, 2010).

Menurut Skinner (1983, dalam Notoatmodjo, 2007) merumuskan bahwa


perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhada stimulus atau
rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
16

adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut


merespons, maka teori Skinner ini disebut “S-O-R” atau Stimulus -
Organisme – Respon.

2. Prosedur Pembentukan Perilaku


Notoatmojo (2007) mengemukakan bahwa sebagian besar perilaku
manusia adalah operant respon, sehingga untuk membentuk jenis respon
atau perilaku ini diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut
operant conditing. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant
conditing ini menurut Skiner adalah sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau
reinforcer berupa hadiah atau reward bagi perilaku yang akan
dibentuk.
b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen
kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki, kemudian
komponen tersebut dengan disusun dalam urutan yang tepat untuk
menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.
c. Menggunakan secara urut komponen itu sebagai tujuan sementara,
mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing
komponen tersebut.
d. Melakukan pembentukan perilaku, dengan menggunakan urutan
komponen yang telah disusun itu. Apabila komponen pertama telah
dilakukan, maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan
komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering
dilakukan. Kalau perilaku itu sudah terbentuk, maka dilakukan
komponen (perilaku) yang kedua yang diberi hadiah (komponen
pertama tidak memerlukan hadiah lagi). Demikian berulang-ulang,
sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan
komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku
yang diharapkan terbentuk.
17

3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perilaku Ketergantungan


Menurut Green (1974), mengemukakan bahwa untuk mencoba
menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan orang dapat
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam perilaku dan faktor
dari luar perilaku (Notoatmojo, 2007). Perilaku terbentuk dari tiga
faktor yaitu :
a. Faktor Predisposisi (predisposing factor)
Faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku secara teori
adalah pengetahuan, sikap, nilai, keyakinan, sosial ekonomi dan
tingkat pendidikan (Notoatmodjo, 2007). Keyakinan tentang
manfaat rokok akan mempengaruhi perilaku ketergantungan dan
status ekonomi yang cukup mapan juga akan mempengaruhi
perilaku ketergantungan merokok.
b. Faktor Pendukung atau Pemungkin (enabling factor)
Faktor pendukung yang mempengaruhi perilaku ketergantungan
merokok adalah lingkungan fisik, ketersediaan fasilitas seperti
ketersediaan warung dan toko penjual rokok akan dapat
mempengaruhi perilaku ketergantungan merokok.
c. Faktor Penguat (reinforcing factor)
Faktor penguat yang dapat mempengaruhi perilaku ketergantungan
merokok adalah perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas
kesehatan, peraturan perundang-undangan.
Faktor perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan
terhadap merokok serta peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang merokok dapat mempengaruhi perilaku
ketergantungan merokok pada individu.

4. Perilaku ketergantungan Merokok


Perilaku ketergantungan merokok pada remaja merupakan kondisi
psikologis dimana merokok sudah menjadi kebutuhan.
Ketergantungan remaja terhadap rokok dapat dilihat dari banyak
18

sedikitnya rokok yang dihabiskan pada satu hari. Semakin remaja


mengalami ketergantungan merokok tinggi maka akan semakin banyak
rokok yang harus dihisap oleh remaja setiap harinya (Kusmana, 2007).

Menurut Leventhal & Clearly (1988) dalam Helmi (2009), ada 4 tahap
hingga seseorang memiliki perilaku ketergantungan terhadap rokok
(pecandu rokok) yakni tahap pengenalan terhadap rokok (preparatory),
tahap tahap perintasan/pemutusan (initiation), tahap menjadi seorang
perokok (become a smoker), dan tahap tahap ketergantungan
(Maintenance of smoking) :
1) Tahap pengenalan terhadap rokok (preparatory),
Tahap ini adalah tahap dimana seseorang mendapatkan gambaran
yang menyenangkan terhadap rokok. Seseorang dapat melihat,
mendengar atau mungkin membacanya dari sebuah majalah
misalnya. Tahap ini, adalah tahap pemunculan penilaian posisit
terhadap rokok. Penilaian positif ini mungkin didapat karena
melihat atau membandingkan orang yang merokok dengan yang
tidak merokok. Merokok lebih macho, maskulin dan lebih
mengggambarkan kelelakian misalnya. Tahap ini akan
memunculkan minat merokok.
2) Tahap perintasan/pemutusan (initiation)
Tahap ini, dimana seseorang mencoba merokok, dan memberikan
penilaian. Dia akan meneruskannya jika merokok itu dianggapnya
adalah hal yang baik bagi dirinya. Tahap ini adalah tahap
pengambilan keputusan apakah dia akan terus merokok atau tidak.
3) Tahap menjadi seorang perokok (become a smoker)
Tahap ini adalah tahap dimana seseorang menjadi seorang
perokok. Jika seseorang secara rutin menghabiskan rokok
sebanyak 4 batang sehari, maka bisa dikatakan dia adalah seorang
perokok dan kecenderungan untuk meneruskan kebiasaan
merokok,
19

4) Tahap ketergantungan (Maintenance of smoking)


Tahap ini, seseorang menjadikan rokok sebagian bagian dari
kehidupannya (kepribadiaanya). Dia sudah masuk dalam
pengaturan diri (self regulation). Merokok sudah menjadi
ketergantungan karena mempunyai efek fisiologis yang
menyenangkan.

C. Dukungan Keluarga
1. Pengertian
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang
yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan
jika diperlukan (Friedman, 1998). Dukungan keluarga merupakan suatu
bentuk hubungan interpersonal yang diberikan oleh keluarga kepada
pasien berupa perhatian (perasaan suka, cinta dan empati), bantuan
instrumental (barang, jasa), informasi dan penilaian (informasi yang
berhubungan dengan self evaluation) (Bondan, 2006). Keluarga dapat
menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan
nilai serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat
diterima mereka. Keluarga juga dapat memberi dukungan dan membuat
keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit (Niven,
2002).

2. Jenis Dukungan Keluarga


Caplan (1976, dalam Friedman, 1998) mengemukakan bahwa keluarga
memiliki macam dukungan yaitu dukungan informasional, dukungan
penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional:
a. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator
(penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian
saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu
20

masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya


suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan
aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan
ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
Dukungan informasi dari keluarga dalam bentuk nasehat, usulan,
saran, petunjuk dan pemberian informasi diharapkan dapat
memberikan perasaan nyaman dan suasana kondusif di lingkungan
keluarga.
b. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan
validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,
penghargaan, perhatian. Perhatian anggota keluarga berupa support
dan penghargaan diharapkan dapat memberikan efek spikologis yang
positif.
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit,
diantaranya : kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan
minum, istirahat, terhindarnya penderita dan kelelahan. Ketersediaan
berbagai fasilitas yang nyaman harus semaksimal mungkin dapat
disediakan oleh keluarga sebagai wujud dukungan instrumental.
Kebutuhan asupan gizi yang baik, makanan, minuman dan tempat
istrirahat yang nyaman merupakan fasilitas yang minimal bisa
dirasakan oleh seseorang di dalam rumahnya.
d. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek
dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam
bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan
didengarkan.
21

3. Dukungan Keluarga pada Remaja Merokok


Dukungan keluarga pada remaja merokok dapat berupa penyediaan rokok
dan perlengkapanya dirumah seperti asbak. Pemberian uang khusus untuk
pembelian rokok dari orang tua kepada remaja merupakan perilaku
dukungan yang kuat untuk timbulnya ketergantungan merokok pada
remaja. Orang tua yang kurang perhatian akan kesehatan remaja seperti
tidak ada teguran ketika kedapatan merokok juga menjadi permasalahan
yang bisa memicu ketergantungan merokok pada remaja.

D. Sikap
1. Pengertian Sikap
Azwar (2003) menyatakan bahwa sikap sebagai suatu bentuk evaluasi
atau reaksi perasaan. Sikap dikatakan sebagai respon yang hanya timbul
bila individu dihadapkan pada suatu stimulus. Sikap seseorang terhadap
sesuatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (Favorable)
maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (Unfavorable)
pada objek tertentu. Secara definitif sikap berarti suatu keadaan jiwa dan
keadaan berfikir yang disiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap
suatu obyek yang diorganisasikan melalui pengalaman serta
mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada praktik / tindakan
(Notoatmodjo, 2005).

Notoadmodjo (2005) mengatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau


kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi
merupakan prodisposisi tindak suatu perilaku, sikap itu masih merupakan
reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang
terbuka, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek-obyek
di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.
22

2. Tingkatan Sikap
Sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan, menurut Notoatmodjo (2005).
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (obyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena itu suatu
usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi bersikap.
d. Bertanggung Jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap


Faktor-faktor mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2003)
antara lain :
a. Pengalaman Pribadi
Apa yang dialami seseorang akan mempengaruhi penghayatan dalam
stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar dalam
pembentukan sikap, untuk dapat memiliki tanggapan dan penghayatan
seseorang harus memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus
memiliki pengamatan yang berkaitan dengan obyek psikologis.
Menurut Breckler dan Wiggins (dalam Azwar, 2003) bahwa sikap
yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh
langsung terhadap perilaku berikutnya. Pengaruh langsung tersebut
dapat berupa predisposisi perilaku yang akan direalisasikan hanya
apabila kondisi dan situasi memungkinkan.
23

b. Orang lain
Seseorang cenderung akan memiliki sikap yang disesuaikan atau
sejalan dengan sikap yang dimiliki orang yang dianggap berpengaruh
antara lain adalah ; Orang tua, teman dekat, teman sebaya, rekan kerja,
guru, suami atau istri. Pada masa anak-anak dan siswa, orang tua
merupakan figur yang sangat berarti bagi anak. Sikap yang dimiliki
orang tua cenderung untuk ditanamkan pada anaknya. Seperti yang di
ungkapkan oleh Middlebrook (dalam Azwar 2003) bahwa ‘Sikap orang
tua dan sikap anak cenderung untuk selalu sama sepanjang hidup’.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup akan mempengaruhi pembentukan
sikap seseorang.
d. Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi,
radio, surat kabar, mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam membawa
pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarah pada opini yang
kemudian dapat mengakibatkan adanya landasan kognisi sehingga
mampu membentuk sikap.
e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya
meletakkan dasar dan pengertian dan konsep moral dalam diri
individu. Pemahaman akan baik dan buruk antara sesuatu yang boleh
dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat
keagamaan serta ajaran-ajarannya. Biasanya orang dalam mengambil
keputusan atau sikap jika tidak ada jalan lain akan bertitik tolak pada
agama.
f. Faktor Emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap
24

merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi, yang berfungsi


sebagai semacam.

4. Penilaian sikap
Menurut Likert (1987, dalam Azwar, 2011), sikap dapat diukur dengan
metode rating yang dijumlahkan (Method of Summated Ratings). Metode
ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan
distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Nilai skala
setiap pernyataan tidak ditentukan oleh derajat favourable nya masing-
masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi respons setuju dan tidak
setuju dari sekelompok responden yang bertindak sebagai kelompok uji
coba (pilot study). Prosedur penskalaan dengan metode rating yang
dijumlahkan didasari oleh 2 asumsi, yaitu:
a. Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai
pernyataan yang favorable atau pernyataan yang tidak favourable.
b. Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif
harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang
diberikan oleh responden yang mempunyai pernyataan negatif.

Suatu cara untuk memberikan interpretasi terhadap skor individual dalam


skala rating yang dijumlahkan adalah dengan membandingkan skor
tersebut dengan harga rata-rata atau mean skor kelompok di mana
responden itu termasuk (Azwar, 2011).

5. Sikap Remaja tentang merokok.


Sikap remaja terhadap rokok tidak begitu saja muncul, sikap yang dimiliki
oleh para remaja itu disebabkan oleh hasil evaluasinya terhadap orang
yang merokok yang akhirnya membentuk sebuah pengalaman baru yang
mewarnai perasaannya yang akhirnya ikut menentukan kecenderungan
berperilaku bahwa remaja itu akan ikut merokok atau menghindari dari
aktivitas merokok. Hal semacam ini wajar sebagai suatu fenomena sikap,
25

fenomena sikap yang timbulnya tidak saja ditentukan oleh keadaan objek
yang sedang kita hadapi tetapi juga oleh kaitannya dengan pengalaman-
pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan harapan kita
untuk masa yang akan datang.

E. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
pencuiman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2003). Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2003) menyatakan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang
diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini
dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar
berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya.

Pengetahuan berhubungan dengan informasi yang dimiliki seseorang,


semakain banyak yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang, pengetahuan merupakan segenap apa yang kita
ketahuai tentang suatu obyek tertentu, khasanah kekayaan mental yang
secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita dan
sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan
(Sugiarti, 2010).

Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia terdiri dari sejumlah fakta dan
teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah
yang dihadapinya. Pengetahuan diperoleh baik dari pengalaman langsung
maupun pengalaman dari orang lain. Pengalaman adalah guru yang baik
dan merupakan sumber pengetahauan atau suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan, pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai
26

upaya memperolah pengetahuan dengan cara mengulang kembali


pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2005).
Berdasarkan pengertian diatas pengetahuan adalah hasil dari penginderaan
tentang suatu stimulus yang berhubungan dengan proses pembelajaran
yang dipergunakan seseorang untuk memecahkan masalahnya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Menurut Erfendi (2009) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang, yaitu :
a. Pendidikan.
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur
hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung
untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan
pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah
pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan
formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua
aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang
akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu.
Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan
menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.
27

b. Mass media/informasi.
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non
formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact)
sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang
dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa
membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya
pengetahuan terhadap hal tersebut.
c. Sosial budaya dan ekonomi.
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian
seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan.
Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu
fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial
ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d. Lingkungan.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada
dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi
timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan
oleh setiap individu.
e. Pengalaman.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
28

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang


dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan
professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat
mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan
manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang
bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
f. Usia.
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap
dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam
masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan
persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua,
selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak
waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah,
dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada
usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan
selama hidup :
1. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang
dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga
menambah pengetahuannya.
2. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang
sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun
mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan
dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan
yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum.
Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun
cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.
29

Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi


pengetahuan adalah :
a. Pendidikan
Tingkatan pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan
respon terhadap sesuatu yang dating dan luar. Orang yang
berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional
terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauh mana
keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut.
b. Paparan media massa
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektrolit berbagai
informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang
lebih sering terpapar media massa akan memperoleh informasi yang
lebih banyak, disbanding dengan orang yang tidak terpapar informasi
media massa.
c. Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun sekunder
keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah dicukupi
dibanding keluarga dengan status okonomi rendah. Jadi dapat
disimpulkan ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d. Hubungan sosial
Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling
berinteraksi satu sama lain. Individu yang dapat berinteraksi secara
kontinyu akan dapat lebih biasa mendapatkan informasi. Dengan
demikian hubungan sosial akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang.
e. Pengalaman
Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal biasa diperoleh
dari lingkungan kehidupan dari proses perkembangan, misalnya sering
mengikuti kegiatan yang mendidik seperti pelatiaahan, seminar dan
lain-lain.
30

3. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
sebagai berikut (Notoatmojo, 2007) :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk mengingat kembali suatu yang spesifik dan
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya).
d. Analisa (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen – komponen tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama yang lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru.dengan kata lain sistesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang lain.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian
ini didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau
mengunakan kriteria – criteria yang telah ada.
31

4. Cara Pengukuran
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek peneliti
atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita
ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan – tingkatan diatas
(Notoatmodjo, 2003). Kategori dari tingkat pengetahuan menurut Arikunto
(2006) adalah :
a. Kurang bila skor : < 60%
b. Cukup bila skor : 60-75%
c. Baik bila skor : > 75%

5. Pengetahuan tentang merokok


Pengetahuan tentang merokok yang perlu diketahui antara lain meliputi
definisi merokok, racun yang terkandung dalam rokok dan penyakit yang
dapat ditimbulkan oleh rokok.
a. Definisi Merokok
Merokok adalah menghisap asap dari tembakau yang dibakar ke
dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Merokok adalah
aktivitas membakar rokok yang sebagian asapnya diisap masuk ke
dalam tubuh dan sebagian tersebar di lingkungan sekitar (Indrayani,
1999).
b. Racun yang terkandung dalam rokok
Rokok (termasuk asap rokok) mengandung racun yang berbahaya bagi
kesehatan. Racun yang paling utama, antara lain tar, gas CO dan
nikotin (Kusmana, 2007) :
1) Tar
Merupakan subtansi hidrokarbon yang bersifat lengket sehingga
bisa menempel di paru-paru.
2) Gas CO (Karbon monoksida)
Gas CO yang dihasilkan dari sebatang rokok dapat mencapai 3-6%,
gas ini dapat dihisap oleh siapa saja. Oleh orang yang merokok
32

atau orang yang terdekat dengan si perokok. Gas CO mempunyai


kemampuan mengikat hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel
darah merah (eritrosit) lebih kuat dibanding O2, sehingga setiap
ada asap rokok disamping kadar O2 udara yang sudah berkurang,
ditambah lagi sel darah merah akan semakin kekurangan O2, oleh
karena yang diangkut adalah CO dan bukan O2. Sel tubuh yang
menderita kekurangan O2 akan berusaha meningkatkan yaitu
melalui kompensasi pembuluh darah dengan jalan menciut atau
spasme. Bila proses spasme berlangsung lama dan terus menerus
maka pembuluh darah akan mudah rusak terjadin proses
aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah). Penyempitan
pembuluh darah akan terjadi di otak, jantung, paru, ginjal, kaki,
saluran peranakan, dan ari-ari pada wanita hamil (Kusmana, 2007).
3) Nikotin
Kandungan awal nikotin dalam rokok sebelum dibakar adalah 8-20
mg. setelah dibakar, jumlah nikotin yang masuk ke sirkulasi darah
hanya 25% dan akan sampai keotak dalam waktu 15 detik saja.
Dalam otak, nikotin akan diterima oleh reseptor asetil kolin-
nikotinik yang kemudian membaginya kejalur imbalan dan jalur
adrenergic. Pada jalur imbalan di area mesolimbik otak, nikotin
akan memberikan sensasi nikmat sekaligus mengaktivasi system
dopaminergik yang akan merangsang keluarnya dopamine,
sehingga perokok akan merasa tenang, daya pikir meningkat, dan
menekan rasa lapar. Sedangkan dijalur andrenergik dibagian lokus
seruleus otak, nikotin akan mengaktivasi system adrenergic yang
akan melepas serotonin sehingga menimbulkan rasa senang dan
memicu keinginan untuk merokok lagi. Ketika berhenti merokok
maka terjadi putus zat nikotin, sehingga rasa nikmat yang biasa
diperoleh akan berkurang yang menimbulkan keinginan untuk
kembali merokok. Proses menimbulkan adeksi atau ketergantungan
33

nikotin, yang membuat perokok semakin sulit untuk berhenti


merokok (Waney, 2008).

c. Penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok


WHO (2010) dalam laporannnya menyebutkan bahwa beberapa
penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok antara lain
yaitu kanker paru, bronchitis kronik, penyakit jantung iskemik,
penyakit jantung kardiovaskuler, kanker mulut, kanker tenggorok,
penyakit pembuluh darah otak dan gangguan janin dalam kandungan.

d. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok


1) Bagi Kesehatan
Hasil survey demografi Indonesia (2004) menyatakan bahwa resiko
kesehatan bagi perokok antara lain dapat mengakibatkan penyakit
paru-paru, serangan jantung, bronkhitis kronik, emfisema, kanker
mulut, kerusakan gigi dan gusi, kanker pankreas, kanker servik,
kanker payudara, stroke, osteoporosis, katarak, diabetes, impotensi
dan kerontokan rambut (Kusmana, 2007).
2) Bagi Psikologis
Rokok dapat menyebabkan ketagihan, setelah menjadi perokok
biasanya orang akan sulit mengakhiri kebiasaan itu baik secara fisik
maupun psikis. Hal ini membuat seseorang tidak dapat lepas dari
perilaku yang sangat merugikan bagi kesehatannya.

F. Hubungan Dukungan keluarga, pengetahuan, sikap dan perilaku


merokok.
Hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku merokok disampaikan
oleh Helmi (2009) dalam sebuah penelitiannya yang berjudul faktor-faktor
penyebab perilaku merokok pada remaja. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa dukungan keluarga yang diwakili oleh variabel sikap permisif orang
tua merupakan salah satu prediktor terhadap perilaku merokok remaja.
34

Penelitian Helmi (2009) didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh


Theodorus (1994) yang menyatakan bahwa keluarga perokok sangat berperan
terhadap perilaku merokok anak-anaknya dibandingankan dengan keluarga
non perokok. Menurut pandangan social cognitif learning theori, merokok
buka semata-mata proses belajar pengamatan orang tua atau saudaranya tetapi
adanya pengukuh positif dari orang tua dan konsekuensi-konsekuensi
merokok dirasakan menyenangkan remaja.

Supardi (2005) dalam penelitiannya tentang hubungan beberapa faktor dengan


perilaku merokok pada kalangan santri di Pondok Pesantren Salamah
Wabarokah Tanon Sragen di dapat bukti empiris bahwa dari hasil analisis
bivariat didapatkan ada hubungan antara pengetahuan (p = 0,000) dan sikap (p
= 0,002) dengan praktik merokok. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Alamsyah tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok dan
hubungannya dengan status penyakit periodontal remaha di Kota Medang di
dapatkan hasil bahwa remaja yang mengetahui bahaya merokok bagi
kesehatan lebih banyak yang merokok daripada yang tidak tahu. Hal ini tidak
sesuai dengan teori WHO dan notoatmodjo (2007) yang menjelaskan bahwa
salah satu alasan pokok seseorang berperilaku adalah pemikiran dan perasaan
(thoughts and feeling) yang berarti seseorang yang merokok akan
mempertimbangkan untung rugi dan manfaat mereka merokok. Penjelasan
mengapa remaja tetap merokok sedangkan mereka tahu bahaya merokok
karena adanya bahaya merokok bagi kesehatan bukan merupakan sesuatu
yang langsung dapat dilihat atau dirasakan, namun merupakan akumulasi dari
proses yang bertahun-tahun lamanya.
35

G. Kerangka Teori
Merokok

Faktor Pendahulu (Predisposing) :


a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Nilai/tradisi
d. Tingkat Pendidikan

Faktor Pendukung atau Pemungkin


(enabling) : Perilaku ketergantungan
a. Ketersediaan fasilitas rokok
b. Lingkungan fisik

Faktor Penguat (Reinforcing) :


a. Dukungan sosial (keluarga)
b. Tokoh agama
c. Tokoh masyarakat
d. Petugas kesehatan
e. Peraturan perundang-undangan

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Notoatmodjo (2007)

H. Kerangka Konsep

Dukungan Keluarga

Perilaku ketergantungan
Pengetahuan
merokok

Sikap

Gambar 2.2. Kerangka konsep


36

I. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah dukungan
keluarga, pengetahuan dan sikap tentang merokok.
2. Variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah perilaku
ketergantungan merokok.

J. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan paparan di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah :
1. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku ketergantugan
merokok pada remaja di Kelurahan Kedungmundu Semarang
2. Ada hubungan antara pengetahuan tentang merokok dengan perilaku
ketergantugan merokok pada remaja di Kelurahan Kedungmundu
Semarang.
3. Ada hubungan antara sikap tentang merokok dengan perilaku
ketergantugan merokok pada remaja di Kelurahan Kedungmundu
Semarang.

Anda mungkin juga menyukai