Dalam dekade terakhir, klasifikasi simtom dibagi dalam empat ranah utama yaitu :
Pada fase akut, simtom positif lebih menonjol. Fase akut diikuti dengan fase remisi
baik sempurna maupun parsial atau residual. Simtom negatif merupakan karakteristik fase
residual. Defisit kognitif yang menetap menjadi prediktor kuat terjadinya kekambuhan dan
buruknya luaran jangka panjang.
a. Skizofrenia tipik
b. Gangguan kepribadian paranoid dan skizotipal
c. Gangguan skizoafektif, tipe depresi
d. Gangguan psikotik non-afektif lainnya (skizofreniform dan psikosis atipik)
e. Gangguan afektif psikotik
Hasil penelitian anak kembar dan keluarga menunjukkan bahwa manifestasi GKS
terbagi ke dalam dua kelompok yang terpisah secara genetik, yaitu :
a. Kelompok ‘negatif’ (pembicaraan dan perilaku ane, afek tak serasi, dan isolasi
sosial), lebih sering pada saudara kandung skizofrenia. Skizotipi ‘negatif’ lenih
menunjukkan bentuk subklinis skizofrenia dengan defisit kognitid dan
abnormalitas ringan struktur otak.
b. Kelompok ‘positif’ (ide magis, episdoe mirip psikotik singkat), lebih sering
dikaitkan dengan gangguan afektif dalam keluarga.
Salah satu bentuk tanggung jawab World Health Organisation (WHO), sebagai badan
antar pemerintah dunia adalah membuat klasifikasi penyakit. Tujuannya adalah agar
masyarakat dunia berbahasa yang sama dalam melaporkan semua penyakit dan kondisi
kesehatan. The International Classification of Disesase (ICD), Bab 5, merupakan tuntunan
yang dikembangkan oleh WHO untuk menglasifikasikan Gangguan Perilaku dan Mental.
MANIFESTASI KLINIS
Skizofrenia merupakan penyakit kronis. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada
dalam kondisi akut dan sebagia besar penderita berada lebih lama (bertahun-tahun dalam fase
residual yaitu fase yang memerlihatkan gambaran penyakit yang “ringan”. Selama periode
residual pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri dan “aneh”. Gejala-gejala penyakit
biasanya terlihat jelas oleh orang lain.
Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan tidak
mampu berbuat sesuatu karena sikapnya yang aneh. Pemikiran dan pembicaraan mereka
samar-samar sehingga kadang-kadang tidak dapat dimengerti titik mereka mungkin
mempunyai keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi misalnya mereka meyakini
bahwa mereka mempunyai suatu kekuatan dan sensitifitas khusus dan mempunyai
pengalaman “mistik”.
Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami kemunduran serta afek
Mereka terlihat tumpul.Meskipun mereka dapat mempertahankan intelegensia yang
mendekati normal, pada sebagian besar pasien, performa uji kognitif nya buruk.
a. Gangguan Pikiran
Biasanya mengalami gangguan proses pikir titik pikiran mereka sering tidak dapat
dimengerti oleh orang lain dan terlihat tidak logis. tanda-tandanya adalah:
Asosiasi longgar: pasien sering tidak menyambung titik ide tersebut dapat melompat
dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan sehingga membingungkan
pendengar titik gangguan ini sering terjadi misalnya di pertengahan kalimat sehingga
pembicaraan sering tidak koheren.
Pemasukan informasi berlebihan: arus pikir pasien secara terus-menerus mengalami
gangguan karena pikirannya sering.
Waham
Waham adalah suatu kepercayaan palsu yang menetap yang tak sesuai dengan fakta
dan kepercayaan tersebut mungkin “aneh” (mis: mata saya adalah komputer yang
dapat mengontrol dunia) atau bisa pula “tidak aneh” (hanya sangat tidak mungkin
terjadi, mis: “FBI mengikuti saya”) dan tetap dipertahankan meskipun telah
diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. Waham sering ditemui
pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemui waham
disorganisasi atau waham tidak sistematis;
Waham kejar, yaitu kepercayaan bahwa dirinya akan dilukai, dicelakai, diusik,
atau dibicarakan oleh seseorang, organisasi, tau kelompok lain.
Waham kebesaran, yaitu kepercayaan bahwa dirinya memiliki kemampuan
khusus, kekayaan, dan ketenaran.
Waham erotomania, yaitu keyakinan bahwa dirinya dicintai oleh seseorang.
Waham rujukan, yaitu kepercayaan bahwa gerak-gerik tertentu, komentar,
sinyal-sinyal dari lingkungan diarahkan kepada dirinya. Paien meyakini ada
‘arti’ di balik peristiwa-peristiwa dan meyakini bahwa peristiwa-peristiwa atau
perbuatan orang lain tersebut seolah-olah diarahkan kepada dirinya.
Waham penyiaran pikiran, yaitu kepercayaan bahwa orang lain dapat membca
pikirannya.
Waham penyisipan pikiran, yaitu kepercayaan bahwa pikiran orang lain
dimasukkan ke dalam benak pasien
Waham penarikkan isi pikiran, yaitu keyakinan bahwa pikirannya ditarik oleh
kekuatan luar.
Waham dikontrol, yaitu keyakinan bahwa tubuhnya atau tindakannya
dikontrol oleh kekuatan luar.
Waham mihilistik, yaitu keyakinan bahwa akan terjadi peristiwa-peristiwa
katastropik, misalnya dunia akan kiamat atau manusia akan punah.
Waham somatik, yaitu keyakinan bahwa terjadi gangguan fungsi organ atau
kesehatan.
Gangguan Persepsi
Halusinasi
Halusinasi yaitu pengalaman atau terjadinya persepsi tanpa adanya stimulus eksternal.
Pengalaman tersebut dirasakan sangat jelas, kuat memengaruhi persepsi normal dan tidak
dapat dikontrol. Halusinasi paling sering ditemui dan biasanya berbentuk pendengaran tetapi
bisa juga berbentuk penglihatan, penciuman dan perabaan dan pengecapan. Halusinasi
pendengaran paling sering pada skizofrenia dan gangguan terkait. Bentuknya berupa suara,
satu atau beebrapa orang, suara orang yang sudah dikenal atau belum, berupa komentar
tentang pasien atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien atau dapat pula berupa perintah atau
komando. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah yang
langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering (tetapi tidak
selalu) diterima pasien sebagai sesuati yang berasal dari luar kepala pasien dan kadnag-
kadang pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri berbicara keras (sering
memalukannya atau suara yang memalukan). Suara-suara cukup nyata menurut pasien
kecuali pada fase awal skizofrenia. Halusinasi terjadi pada keadaan sadar penuh. Bila terjadi
ketika mau masuk tidur disebut hipnogogik dan bila akan terbangun disebut hipnopompik.
Kedua halusinasi ini masih dalam batas normal. Halusinasi dapat pula terjadi sebagai
pengalaman religi pada budaya tertentu dan halusinasi ini juga masih normal.
Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya
misinterpretasi panca indra terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan asing
terhadap lingkungan sekitar misalnya dunia terlihat tidak nyata.
b. Gangguan Emosi
Pasien skizofrenia dapat memerilhatkan berbagai emosi dan dapat berpindah dari satu
emosi ke emosi lain dalam jangka waktu singkat. Ada tiga afek dasar yang sering (tetapi tidak
patognomonik) :
Afek tumpul atau datar: ekspresi emosi pasien sangat sedikit bahkan ketika
afek tersebut seharusnya diekspresikan. Pasien tidak menunjukkan
kehangatan.
Afek tak serasi;afeknya mungkin bersemangat atau kuat tetapi tidak sesuai
dengan pikiran dan pembicaran pasien.
Afek labil: dalam jangka pendek terjadi perubahan afek yang jelas.
Berbagai bentuk perilaku abnormal lainnya, misalnya berkurangnya atau tidak adanya
reaksi terhadap lingkungan (katatonik), resisten terhadap instruksi (negativisme),
memertahankan postur yang aneh dan rijid, tidak adanya respon motorik dan verbal (stupor
dan mutisme). Ia dapat pula bermanifestasi sebagai aktivitas motorik berlebihan dan tak
bertujuan tanpa sebab yang jelas (gaduh gelisah katatonik).
Gambaran lainnya yaitu gerakan streotipi berulang dan mengikuti pembicaraan orang
lain. Katatonia tidak hanya terjadi pada skizofrenia tetapi dapat pula pada gangguan jiwa
lainnya, misalnya bipolar atau gangguan depresi dengan katatonia dan pada kondisi medik
umum (gangguan katatonik akibat kondisi medik lainnya).
d. Tilikan
Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien tidak menyadari
penyakitnya serta kebutuhannya terhadap pengobatan, meskipun gangguan yang ada pada
dirinya dapat dilihat oleh orang lain.
KLASIFIKASI SKIZOFRENIA
Diagnosis skizofrenia menurut DSM-IV yaitu pasien harus memenuhi kriteria DSM-
IV yaitu :
Semua pasien skizofrenia digolongkan ke dalam salah satu dari subtipe yang telah
disebutkan di atas. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas manifestasi perilaku yang paling
menonjol. Berikut adalah subtipe dari skizofrenia :
1. Tipe paranoid
2. Tipe disorganisasi
3. Tipe katatonik
4. Tipe tak terinci
5. Tipe residual
6. Depresi pasca skizofrenia
7. Skizofrenia lainnya
SKIZOFRENIA MENURUT DSM-5
Kriteria Diagnostik
A. Dua atau lebih gejala di bawah ini, berlangsung paling sedikit satu bulan (atau bisa
kurang bila berhasil diterapi). Paling sedikit satu dari gejala ini harus ada yaitu (1),
(2), atau (3)
1. Waham
2. Halusinasi
3. Pembicaraan disorganisasi (misalnya, inkoheren)
4. Perilaku disorganisasi berat atau katatonik
5. Simtom negatif (berkurangya ekspresi emosi atau avolisi)
B. Sejak awitan gangguan, untuk periode waktu yang cukup bermakna, terdapat
penuruna derajat fungsi dalam satu atau lebih area penting, misalnya fungsi pekerjaan,
hubungan interpersonal, perawatan diri (di bawah derajat yang pernah dicapai sebeum
awitan). Bila awitannya terjadi pada masa anak dan remaja, terdapat kegagalan dalam
mencapai derajat fungsi pekerjaan, akademik, dan hubungan interpersonal yang
diharapkan.
C. Tanda-tanda, secara terus-menerus, menetap paling sedikit satu bulan simtom (bisa
kurang bila berhasil diterapi) pada kriteria A (simtom-simtom pada fase aktif) dan
juga dapat termasuk simtm periode prodromal atau residual. Selama periode
prodromal atau residual, tanda-tanda gangguan dapat bermanifestasi hanya dalam
bentuk simtom negatif atau dua atau lebih simtom yang terdapat pada kriteria A
dalam derajat yang lebih ringan (misalnya, kepercayaan-kepercayaan aneh,
pengalaman persepsi yang tak lumrah)
D. Harus telah disingkirkan gangguan skizoafektif dan depresi atau gangguan bipolar
dengan ciri psikotik ;
1) Tidak terdapat secara bersamaan dengan episode manik atau depresi selama
simtom fasek-aktif
2) Bila terdapat episode mood selama fase-aktif, ia harus terlihat dalam minoritas
durasi total periode aktif atau residual penyakit.
E. Gangguan yang terjadi tidak disebabkan oleh efek fisiologik zat (misalnya
penyalahgunaan zat atau medikasi) atau kondisi medik lainnya.
F. Bila terdapat riwayat gangguan spektrum autisme atau gangguan komunikasi awitan
masa anak, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya bila terdapat halusinasi atau
waham yang menonjol. Simtom-simtom lainnya yg dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosis gangguan skizofrenia juga harus terjadi paling sedikit satu bulan (kurang
berhasil diterapi).
Episode pertama, saat ini dalam episode akut: manifestasi gejala memenuhi definisi
kriteria simtomnya terpenuhi
Episode pertama, saat ini dalam remisi parsial: remisi parsial adalah suatu periode
waktu yang perbaikan simtom gangguan skizofrenia hanya sebagian yang terpenuhi
Episode pertama, saat ini dalam remisi sempurna: remisi sempurna adalah suatu
periode waktu, setelah episode sebelumnya, dan simtom yang spesifik terkait
gangguan skizofrenia tidak ada lagi dijumpai
Episode multipel, saat ini dalam episode akut: Episode multipel yaitu bila sudah
terjadi paling sedikit dua episode (misalnya, setelah episode pertama, mengalami
remisi dan kemudian kambuh minimal satu kali)
Episode multipel, saat ini dalam remisi parsial
Episode multipel, saat ini dalam remisi sempurna
Berkelanjutan : simtom-simtom yang memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
menetap hampir selama perjalanan penyakit, dengan periode simtom relatif sangat
singkat selama perjalanan penyakit tersebut.
Tidak spesifik
Spesifikasi bila :
Dengan katatonia
Gambaran klinis didominasi dengan tiga tau lebih simtim berikut :
1. Stupor
2. Katalepsi
3. Fleksibilitas lilin (waxy)
4. Mutisme
5. Negativisme
6. Posturing
7. Menerisma
8. Streotipi
9. Agitasi
10. Menyeringai ]ekolalia
11. Ekopraksia
PATOFISIOLOGI SKIZOFRENIA
Meskipun penegakan diagnosis skizofrena secara dini sudah lebih baik dan pasien
skizofrenia sudah lebih banyak yang mendapatkan intervensi dini, penanda biologik penyakit
skizofrenia masih sangat sedikit diketahu. Patofisiologi yang mendasari skizofrenia belum
diketahui secara pasti. Ada berbagai hipotesis yang dikaitkan dengan skizofrenia misalnya,
simtom skizofrenia dikaitkan dengan gangguan perkembangan otak (brain
neurodevelopmental neuropathology) dan defisir neuropsikologi yang dikaitkan dengan
gangguan regio otak dan sirkit fungsional neuron.
ETIOLOGI SKIZOFRENIA
Etiologi skizofrenia multifaktor dan belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai
skizofrenia. Ada beberapa hasil peneilitian yang dilaporkan saat ini;
1. Faktor Genetika
2. Gangguan Neurotransmitter
a. Hipotesis Dopamin
Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui secara pasti. Hipotesis yang paling
banyak yaitu terjadinya peningkatan aktivitas dopamin sentral. Hipotesis ini dibuat
berdasarkan berbagai penemuan utama yaitu:
1. Efektivitas obat-obat neuroleptik (misalnya fenotiazin) pada skizofenia.
Fenotiazin bekerja memblok reseptor dopamin pasca sinaps. (Tipe D2).
2. Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi sukar
dibedakan, secara klinik, dengan psikosis skizofenia paranoid akut.
Amfetamin melepaskan dopamin sentral. Selain itu, amfetamin juga
meperburuk skizofrenia.
3. Adanya peningkatan jumlah resepto D2 di nukleus kaudatus, nukleus akumben
dan putamen pada skizofrenia.
b. Hipotesis Glutamat
Fensiklidin dan ketamin bekerja menghambat kanal ion reseptor glutamatergic N-
methyl-D-aspartate (NMDA). Ia menyebabkan hipofungsi NMDA dan menyetuskan
psikosis. Psikosisnya tidak hanya berbentuk simtom positif skizofrenia tetapi, pada
beberapa pasien, terjadi keadaan yang mirip dengan defisit skizofrenia atau psikosis
deteriorasi kronik. Tidak seperti pada agonis dopamin, pensiklidin dan ketamin dapat
menginduksi simtom positif dan negatif skizofrenia, baik pada subjek sehat maupun
pada pasien dengan skizofrenia. Peningkatan kadar doamin pada ganglia basalis
pasien dengan skizofrenia merupakan akiat rendahnya glutamat neuron kortiko-
striatal.
c. Hipotesis Serotonin dan Norepinofrin
Teori lain yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat (terutama 5-HT 2A) dan
kelebihan norepinefrin di forebrain limbik (terjadi pada beberapa penderita
skizofrenia. Setelah pemberian obat yang bersifat antagonis terhadap neurotransmitter
tersebut terjadi perbaikan klinik skizofrenia.
3. Gangguan Morfologi dan Fungsional Otak
Tidak ada gangguan fungsional dan stuktur otak yang patognomonik ditemukan pada
penderita skizofrenia. Meskiun demikian beberapa gangguan organik dapat terlihat (telah
direplika dan dibandingkan) pada subpopulasi pasien dengan skizofrenia. Gangguan yang
paling banyak dijumpai yaitu pelebaran vertikal tiga dan lateral, yang kadang-kadang sudah
terlihat sebelum awitan penyakit dan atropi bilateral lobus temporal medial, serta yang lebih
spesifik yaitu gangguan girus parahipokampus, hipokampus dan amigdala dan disorientasi
spasial sel piramid hipokampus. Beberapa penelitian melaporkan bahwa semua perubahan ini
tampaknya statis dan telah dibawa sejak lahir (tidak ada gliosis), dan pada beberapa kasus
perjalannya progresif.
4. Gangguan Imunitas
Perubahan morfologi limfosit, gangguan kadar CD4+CD45RA+ sel T, CD8+ sel T,
CD5+ sel B, peningkatan atau penurunan kadar gamma globulin serum, peningkatan sitokin,
terutama IL-2, IFN, dan IL-6 dan peningkatan kadar antibodi antivirus dilaporkan pada
skiozfrenia. Penemuan lain yaitu adanya antibodi sitomegalovirus dalam cairan serebrospinal
(CSS) dan limfosit atipikal tipe P (terstimulasi). Berdasarkan hasil penelitian ini diduga
bahwa mekanisme autoimun berperanan dalam terjadinya skizofrenia.
5. Faktor Keluarga
Skizofrenia harus dibedakan dengan semua kondisi yang menimbulkan psikos aktif.
Semua kemungkinan harus disisihkan dengan hati-hati misalnya gangguan skizoafektif,
gangguan afektif berat dan semua kondisi organik yang sangat mirip dengan skizofrenia,
misalnya tumor lobus temporalis atau frontalis, stadum awal multipel sklerosis dan sindroma
lupus eritematosus, paresis umum, penyalahgunaan obat yan kronik dan halusinasi alkoholik
kronik.
TERAPI SKIZOFRENIA
Fase psikotik akut yaitu bila seseorang dengan skizofrenia mengalami episode
pertama atau eksaserbasi. Fase akut biasanya berlangsung antara 4-8 minggu.
Fase stabilisasi yaitu fase akut sudah terkontrol tetapi pasien masih berisiko
terjadinya episod baru bila ia mengalami stresor atau bila obat dihentikan. Fase ini
berlangusng selama 6 bulan setelah pulih dari simtom akut.
Fase stabil atau rumatan yaitu fase pasien berada dalam stadium remisi. Tujuan
terapi fase ini adalah untuk mencegah kekambuhan dan membantu pasien kembali ke
fungsi semulanya. Untuk menentukan tercapainya remisi harus digunakan kriteria
yang teukur. Sebagai kriteria resmi terdapat delapan buti PANSS (Positive and
Negative Symtomps Scale) yang nilainya tidak boleh lebih dari tiga dan harus bertahan
selama 6 bulan. Fungsi pekerjaan dan sosial tidak menjadi kriteria pada remisi.
Kedelapan simtom itu adalah:
1. P1 (waham)
2. P2 (kekacauan proses pikir)
3. P3 (perilaku halusinasi)
4. G9 (isi pikir tidak biasa)
5. G5 (menerisme dan postur tubuh)
6. N1 (penumpulan afek)
7. N4 (penarikan diri secara sosial)
8. N6 (kurangnya spontanitas dan arus percakapan)
Tujuan terapi pada fase akut adalah untuk mengontrol simtom psikotik yang berat
yaitu halusinasi, waham dan perilakugaduh gelisah. Gaduh gelisah dapat dikontrol dengan
obat oral atau injeksi. Pasien yang takut diinjeksi dapat ditawarkan obat oral. Instrumen
PANSS-EC Positive and Negative Symtomps Scale- Excited Component) digunakan untuk
mengukur derajat beratnya gaduh gelisah. Instrumen PANSSEC terdiri dari lima butir yaitu
ketegangan, ketidakkooperatifan, hostilitas, burruknya pengendalian impuls dan gaduh
gelisah. Kisaran nilai pada masing-masing butir adalah antara 1-7. Diakatakan pasien gaduh
gelisah bila total PANSS-EC lebih dari 15.
Meskipun obat APG-I efektif untuk mengatasi gaduh gelisah tetapi efek yang serius
dapat terjadi. Misalnya, haloperidol injeksi dapat menyebabkan akatisia atau distonia akut.
Obat APG-I dengan potensi rendah, misalnya klorpromazin, dapat menyebabkan hipotensi
ortostatik. Efek samping ini mengakibatkan buruknya kepatuhan terhadap terapi. Oleh karena
itu, obat APG-II injeksi lebih dianjurkan karena pasien menjadi tenang tanpa adanya efek
samping, misalnya EPS atau mengantuk.
Olanzopin, dosis 10 mg/injeksi, im, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maks. 30
mg/hari
Aripiprazol, dosis 9,75 mg/injeksi, im, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maks.29,25
mg/hari
Haloperidol, dosis 5 mg/injeksi, im dapat diulang setiap setengah jam, dosis maks. 20
mg/hari
Diazepam, 10 mg/injeksi, im atau iv, dosis maks. 30 mg/hari
Bila pasien dengan agitasi berat, kombinasi antara haloperidol dengan diazepam boleh
diberikan. Olanzapin dan aripiprazol tidak boleh dikombinasi dengan diazepam karena dapat
terjadi pemanjangan QTc sehingga dapat terjadi kematian mendadak.
Fase Stabilisasi
Tidak ada tuntunan yang jelas tentang fase stabilisasi. Pada fase ini, pasien dangat
rentan terhadap terjadinya eksaserbasi. Dosis dan jenis obat yang sama harus dipertahankan
pada fase ini.
Fase Rumatan
Tujuan tenpi pada fase rumatan adalah untuk mencegah kambuhnya kembali gejala
psikotik. Tujuan lain yaitu agar pasien patuh dengan terapi psikososial dan rehabilitasi
sehingga kepulihan yang menjadi target terapi dapat dicapai. Sebanyak 75% pasien yang
sudah stabil dapat mengalami kekambuhan dalam satu tahun setelah obat diganti dengan
plasebo. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan merupakan penyebab utama kambuhnya gejala
psikotik pada skizofrenia. Sebanyak 40%-50% pasien skizofrenia diperkirakan tidak patuh
terhadap pengobatan dalam satu tahun pertama pengobatan. Untuk meningkatkan kepatuhan
perlu mengedukasi pasien dan keluarga, mengurangi efek samping, dan menyederhanakan
cara pemberian obat, misalnya pemberian obat injeksi jangka panjang satu kali dalam empat
minggu. Injeksi jangka panjang sangat bermanfaat pada pasien yang berisiko terjadinya
ketidakpatuhan
Terapi Farmakologi
Antipsikotika efektif untuk skizofrenia baik pada fase akut maupun pada fase yang
sudah stabil. Ia dapat mengurangi risikn kambuhnya psikotik. Tertundanya pengobatan
dengan antipsikotika dapat memberikan dampak buruk jangka panjang misalnya buruknya
luaran simtom dan fungsi. Pemberian antipsikotika pada fase prodromal dapat mencegah atau
menunda awitan skizo frenia. Antipsikotika tidak hanya "antiskizofrenia". la juga efektif
untuk mengobati hampir semua bentuk psikosis misalnya, psikosis pada bipolar, pada depresi
mayor, demensia, zat yang menginduksi gejala psikosis, psikosis Huntington dan psikosis
lainnya akibat kondisi medik. Obat ini dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme
kerjanya. yaitu dopamine receptor antagonist (DRA) atau antipsikotika generasi I (APG-I)
dan dopamine antagonist (SDA) atau antipsikotika generasi II (APG•II). Obat APG-I disebut
juga antipsikotika konvensional arau tipik sedangkan APG-II disebut juga antipsikotika baru
atau atipik. Sebaiknya skizofrenia diobati dengan APG-II. Baik efikasinya maupun efek
sampingnya, APG-II lebih baik daripada APG I. EPS sangat jarang teriadi pada APG-II tetapi
APG-II tertentu mempunyai efek sarnprng yaitu sindrom metabolik.
Obat golongan APG-I disubklasifikaSIkan lagi sesuai dengan struktur kimia dan efek
klinik. Cara lain untuk mengklasifikasikannya yaitu sesuai potensinya. Sesuai dengan
potensinya, APG-I diklasifikasikan sebagai berpotensi rendah, sedang, dan tinggi. Pembagian
ini berguna bagi klinikus karena pembagian ini dapat memberikan informasi tentang banyak
obat yang dibutuhkan untuk mendapatkan efek klinik dan perkiraan efek samping yang akan
terjadi.
Pasien usia lanjut membutuhkan dosis lebih rendah karena beberapa alasan:
penurunan klirens ginjal, penurunan cardiac output, penurunan fungsi liver, penurunan
aktivitas enzim P450, pasien lebih sensitif untuk EPS.
Obat APG I
1. Fenotiazin
Semua fenotiazin memounyai struktur yang sama yaitu tiga cincin.
Perbedaannya terletak pada rantai samping atom nitrogen cincin tengan. Fenotiazin
terdiri dari tiga jenis, berdasarkan subsitusi pada posisi sepuluh. Subsitusi ini
memberikan pengaruh penting terhadap karakteristik farmakologi fenotiazin.
Subsitusi pada rantai alifatik, seperti klopromazin, menyebabkan turunnya AP.
Obat ini cenderung menyebabkan sedasi, hipotensi, dan efek antikolinergik, pada
dosis terapetiknya. Klorpromazin mempunyai atom klorin pada posisi dua. Apabila
atom klorin dibuang, akan dihasilkan promazin yaitu suatu antipsikotika lemah.
Mensubstitusi piperidin pada posisi sepuluh dapat menghasilkan kelompok
antipsikotika seperti tioridazin (Melleri). Obat ini mernpunyai potensi dan profil efek
samping yang sama dengan fenotiazin alifatik. Flufenazin dan trifluoperazin
merupakan antipsikotika dengan kelompok piperazin yang disubstitusi pada posisi
sepuluh. Piperazin memiliki efek otonom dan antikolinergik lebih rendah tetapi
merniliki afinitas yang tinggi terhadap D2 sehingga efek samping ekstrapiramidalnya
lebih tinggi. Beberapa fenotiazin piperazin diesterifikasi pada kelompok hidroksil
bebas dengan etanoat dan asam dekanoat sehingga terbentuk AP depo APG-I jangka
panjang.
2. Tioksantin
Tioksantin mempunyai persamaan struktur cincin tiga dengan fenotiazin tetapi
nitrogen pada posisi sepuluh disubstitusi dengan atom karbon. Klorprotiksin
merupakan tioksantin alifatik potensi rendah dengan profil efek samping sama dengan
klopromazin.
3. Butirofenon
Butirofenon mempunyai cincin piperidin yang melekat Pada kelompok amino
tertier. Haloperidol merupakan antipsikotika yang termasuk kelompok ini. la dan
butirofenon lain bersifat D2 antagonis yang sangat poten. Efek terhadap sistem
otonom dan efek antikolinergiknya sangat minimal. Haloperidol merupakan piperidin
yang paling sering digunakan.
4. Dibenzoksazepin
Obat antipsikotika ini mempunyai struktur cincin pusat. Loksapi adalah satu-
satuya obat dari kelompok ini yang tersedia di Amerika Serikat saat ini. Klozapin,
dibenzodiazepin, berbeda dengan loksapin yaitu adanya nitrogen sebagai pengganti
atom oksigen di cincin tengah dan juga berbeda dalam rantai samping.
5. Dihindronidol
Dihidronidol secara struktur dikaitkan dengan serotonin, melatonin, dan
halusino- gen indol seperü dimetiltriptamin. Molindon (Moban) satu-satunya
dihidronidol yang tersedia di Amerika Serikat.
6. Difenilbutil piperidin
Obat APG-II adalah oabt-obat antipsikotika yang baru dengan efikasi yang lebih baik
dan efek samping minimal. Ada beberapa jenis APG-II.
1. Klozapin
Klozapin merupakan antipsikotika pertama yang efek samping
ekstraprimidalnya dapat diabaikan. Dibandingkan dengan obat-obat generasi pertama,
semua APG-II rasio blokade serotonin atau 5 mempunyai hidroksitriptamin (5-HT2)
terhadap reseptor dopamin tipe 2 (D2) lebih tinggi. Ia lebih banyak bekerja pada
sistem dopamin mesolimbik daripada striatum. Antipsikotika konvensional
memengaruhi neuron dopa-min di striatum dan limbik. Semua obat-obat baru kecuali
klozapin, karena efek samping dan butuh pemeriksaan darah tiap minggu, adalah
obat-obat pilihan pertama (frst line drug). Sebaliknya, klozapin, efektivitasnya sudah
tercapai meskipun hanya 40%- 60% D2 yang dihambat Ada dugaan bahwa efektivitas
klozapin sebagai antipsikotika didapat karena ia juga bekerja pada reseptor lain
terutama 5-HT2 . Dengan positrone emission tomography (PET) didapatkan bahwa
tidak ada perbedaan dalam hambatan reseptor D2 pada striatum antara individu yang
berespons terhadap antipsikotika dengan yang tidak Akibatnya timbul dugaan bahwa
ada proses di luar dopamin yang memengaruhi respons antipsikotika.
2. Risperidon
Risperidon merupakan antipsikotika pertama, setelah klozapin, yang mendapat
persetujuan FDA. Risperidon termasuk ke dalam kelompok benzisoksazol. Nama
dagangnya adalah Risperdal dan tersedia dalam bentuk tablet yaitu 1 mg, 2 mg dan 3
mg. Dosis berkisar antara 4-16 mg tetapi dosis yang biasa digunakan berkisar antara
4-8 mg. Obat ini disuntikkan secara intramuskular dan tidak ada rasa sakit di tempat
penyuntikannya karena pelarutnya air.
3. Olanzapin
Olanzapin merupakan obat yang aman dan efektif untuk mengobati
skizofrenia baik simptom positif maupun negatif. Efek sampingnya sangat ringan.
4. Quetiapin
Quetiapin merupakan dibenzotiazepin dengan potensi menghambat 5-HT2
lebih kuat daripada D2.
5. Aripiprazol
Aripiprazol bekerja parsial agonis terhadap reseptor dopamin Kerjanya
berbeda dengan Obat serotonin-dopamin antagonis yang tersedia saat ini. Karena
kerjanya yang parsial agonis pada D2, efek samping EPS dan hiperprolaktinemianya
hampir tidak ada. Aripiprazol juga berefek parsial agonis pada 5HT1A. Efeknya pada
5HT1A lebih kuat bila dibandingan dengan efek antagonisnya terhadap 5HT2A tetapi
kurang kuat bila dibandingkan dengan terhadap D2. Efek sedasi aripiprazol juga
kurang karena ia bersifat antagonis lemah pada kolinergik muskarinik — MI dan
histaminergik H1.
Aripiprazol tidak meningkatkan berat badan dan hubungannya dengan
dislipidemia arau resistensi insulin sangat minimal. Pasien dengan berat badan dan
dislipidemia akibat obat antipsikotika lainnya dapat diberi dengan aripiprazol. Jadi,
risiko sindrom metabolik pada aripiprazol sangat rendah. Efek samping yang sering
dijumpai yaitu akatisia. Obat benzodiazepin atau kolinergik dapat mengatasi akatisia
tersebut.
Dosis aripiprazol yaitu antara 10-30 mg/hari. Aripiprazol oral tersedia dalam
bentuk tablet, cairan, dan tablet disintegrasi. Aripiprazol juga tersedia dalam bentuk
injeksi jangka pendek yang dig-unakan untuk pasien gaduh gelisah. Selaln itu,
aripiprazol juga teßedia dalam bentuk inieksi jangka panjang yang diberikan setiap
empat minggu.
6. Ziprasidon
Merupakan kombinasi antagonis 5HT2A dan reseptor D2 tanpa gejala
ekstrapiramidal, antimuskarinik, anti-alpha atau antihistaminergik.
METODE PSIKOSOSIAL
1. Katakan kepada pasien Anda, agar ia santai. Betikan kesan kepada pasien Anda
bahwa Anda percaya ia dapat berespons baik terhadap Anda.
2. Lebih spesifik misalnya ajukan pertanyaan-pertanyaan faktual yang penting. Coba
identifikasi ketakutan- ketakutan pasien saat ini dan perhatikan tetapi jangan terlibat
dengan diskusi panjang tentang waham dan halusinasi yang kompleks.
3. Lakukan observasi khusus tentang perilakupasien (misalnya, "anda terlihat takut',
"Anda tampak marah") tetapi jangan terlibat dalam "interpretasi" yang berlebihan.
Jangan membuat kesimpulan yang salah tentang keadaan emosi dari afek yang tak
serasi.
4. Jelaskan kepada pasien apa yang dilakukan terhadapnya, dan mengapa Anda
melakukannya.
5. Bila percakapan berlangsung (misalnya; pasien menolak bicara), hentikan wawancara
dengan memberi harapan positif (misalnya; Kita akan kembali berbicara setelah
perasaan Anda lebih baik atau setelah Anda mau berbicara ).
Bila pasien skizofrenia berada dalam keadan delirium, ancaman bunuh diri, atau
membunuh, dan atau tidak mempunyai dukungan dari masyarakat, hendaklah dirawat. Bila
memungkinkan berobat jalan lebih baik guna menghindari hospitalisasi jangka lama. Efek
buruk hospitalisasi kronik sangat jelas (regresi dan sangat menarik diri, kehilangan
ketrampilan, dll). Kecenderungan saat ini adalah perawatan singkat selama episode akut
dilakukan dengan berobat jalan.
Selama dirawat, biarkan pasien sebebas mungkin tetapi dibatasi pada lingkungan yang
aman. Lingkungan terapeutik (misalnya komunitas terapeutik, token ekonomi, dll) semua
bergantung dari dukungan masyarakat (staf dan pasien) — harus hati-hati dengan perilaku
pasien dan berikan bantuan "umpan balik koreksi". Lingkungan adalah tempat bagi pasien
untuk mengembangkan ketrampilan mempertahankan hubungan interpersonal dan
memelajari metode koping yang baru. Modifikasi perilaku sangat efektif untuk
menghilangkan perilaku tertentu yang tidak dapat diterima dan mengajarkan ketrampilan
personal sederhana kepada pasien rawat inap dengan fungsi yang sangat buruk dan regresi.
Sebagian pasien skizofrenia dapat diobati sebagai pasien rawat jalan. Beberapa
prinsip yang perlu diingat;
PERJALANAN PENYAKIT
PROGNOSIS