Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang kompleks dengan berbagai ekspresi


fenotip. Hamper 1% penduduk si dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala
skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki
biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosisnya lebih
buru pada laki-laki bila dibandingkan dengan pada perempuan. Awitan setelah umur 40 tahun
jarang terjadi .

Sebanyak 50% penderita skizofrenia mengalami disabilitas hampir seumur hidup


mereka. Di dunia, skizofrenia termasuk dalam sepuluh penyakit dengan beban biaya terbesar.
Perjalanan penyakitnya sangat heterogen. Sekitar 50% atau membutuhkan rawat inap satu
kali atau lebih, selama durasi sakitnya. Sebanyak 20% asien dapat kembali bekerja sempurna
dan 30% dapat mempertahankan hubungan social yg stabil.

DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI

Karena gejala dan perjalanan penyakitnya heterogen, skizofrenia dikenal sebagai


suatu sindrom. Definisi fenotip klinis skizofrenia amat sulit karena simtom pada masing-
masing individi sangat berbeda. Dimensi simtom merefleksikan kelompok simtom yang
secara umum terjadi bersamaan dan dapat menjelaskan suatu variasi fenotip di antara pasien.
Kraepelin merupakan psikiater pertama yang meglasifikasikan simtomatologi dan yang
membedakan antara psikosis afektif dan nonafektif dengan ‘demensia prekoks’.

Dalam dekade terakhir, klasifikasi simtom dibagi dalam empat ranah utama yaitu :

a. Simtom positif yaitu sangat berlebihannya fungsi normal, misalnya halusinasi,


waham, pembicaraan dan perilaku disorganisasi
b. Simtom negatif yaitu berkurangnya ekspresi emosi dan fungsi mental, misalnya afek
tumpul, avolisi, alogia, anhedonia, dan deficit interaksi social. Simtom negatif lebih
dikaitkan dengan skizofrenia bila dibandingkan dengan gangguan psikotik lainnya.
Dua simtom negatif yang menonjol pada skizofrenia yaitu berkurangnya ekspresi
emosi dan avolisi. Berkurangnya ekspresi emosi yaiut berkurangnya ekspresi emosi
pada wajah, kontak mata, intonasi pembicaraan (prosodi), dan Gerakan-gerakan
tangan, kepala, serta wajah yang secara normal memberikan emosi pada pembicaraan.
Avolisi yaitu berkurangnya keinginan melakukan aktivitas bertujuan. Pasien dapat
duduk dalam periode waktu yang lama dan menunjukkan tidak adanya minat
berpartisipasi dalam aktivitas social dan pekerjaan, simtm negatif lainnya yaitu alogia,
anhedonia, asosialitas. Alogia bermanifestasi sebagai berkurangnya produksi
pembicaraan. Anhedonia yaitu berkurangnya kemampuan untuk merasakan perasaan
senang yang berasal dari stimulus positif atau terjadinya degradasi dalam mengingat
kembali pengalaman yang menyenangkan sebelumnya asosialitas yaitu berkurangnya
minat dalam interaksi social dan dikaitkan dengan avolisi.
c. Simtom afektid, misalnya mood depresi dan ansietas
d. Simtom kognitif misalnya deficit memori kerja, episodic, atensi, verbalisasi dan
fungsi eksekutif. Defisit memori kerja berhubungan kuat dengan fungsi pekerjaan.

Masing-masing pasien dapat memiliki campuran antara simtom positif, negatif,


afektif atau defisit kognitif. Campuran ini dapat berubah dengan berjalannya waktu atau
bergantung pada stadium penyakit.

Pada fase akut, simtom positif lebih menonjol. Fase akut diikuti dengan fase remisi
baik sempurna maupun parsial atau residual. Simtom negatif merupakan karakteristik fase
residual. Defisit kognitif yang menetap menjadi prediktor kuat terjadinya kekambuhan dan
buruknya luaran jangka panjang.

Konsep fenotip lainnya yaitu terdaoat neurological soft signs, misalnya


disdiadokokinesia atau defisit koordinasi motorik, abnormalitas eye tracking, dan defisit pada
smooth pursuit eye movementsi. Pasien skizofrenia juga menunjukkan defisit pada sensory
processing. Inhibisi prabunyi (prepulse inhibition) terhadap respons keterkejutan akustik juga
terganguu pada skizofrenia dan dapat membaik dengan pemberian klozapin. Masing-masing
ranah ini dapat diuji dengan tes neuropsikologi dan neurofisiologi. Ada dugaan bahwa
gangguan tersebut dikaitkan dengan kaskade patofisiologi spesifik, genetik, dan gangguan
dalam sistem neurotransmitter.

KONSEP SPEKTRUM PADA SKIZOFRENIA

Beberapa gangguan berbeda lainnya cenderung untuk terkelompok pada


saudarakandung individu dengan skizofrenia. Pengelompokan ini didukung penelitian biologi
atau studi keluarga yang menunjukkan bahwa kecenderungan genetik pada skizofrenia
terdapat pula pada sindrom terkait lainnya. Yang paing menonjol yaitu gangguan kepribadian
skizotipal (GKS).
Istilah “skizotipi” merujuk kepada kepribadiannya ditandai dengan anhedonia,
ambivalensi, penolakan interpersonal, distorsi imej tubuh, defisit sensorik dan kognitit,
gangguan kinsestetik dan vestibular. Sebuah instrumen dikembangkan untuk menilai ide-ide
gaib (magical ideation) dan aberasi persepsi sebagai ciri-ciri yang dapat memrediksi
kecenderungan psikosis. Tingginya angka kejadian GKS pada saudara kandung skizofrenia,
dilaporkan oleh beberapa penelitian. Oleh karena itu, GKS dimasukkan ke dalam spektrum
skizofrenia. Jenis-jenis kecenderungan kontinuum adalah sebagai berikut ;

a. Skizofrenia tipik
b. Gangguan kepribadian paranoid dan skizotipal
c. Gangguan skizoafektif, tipe depresi
d. Gangguan psikotik non-afektif lainnya (skizofreniform dan psikosis atipik)
e. Gangguan afektif psikotik

Hasil penelitian anak kembar dan keluarga menunjukkan bahwa manifestasi GKS
terbagi ke dalam dua kelompok yang terpisah secara genetik, yaitu :

a. Kelompok ‘negatif’ (pembicaraan dan perilaku ane, afek tak serasi, dan isolasi
sosial), lebih sering pada saudara kandung skizofrenia. Skizotipi ‘negatif’ lenih
menunjukkan bentuk subklinis skizofrenia dengan defisit kognitid dan
abnormalitas ringan struktur otak.
b. Kelompok ‘positif’ (ide magis, episdoe mirip psikotik singkat), lebih sering
dikaitkan dengan gangguan afektif dalam keluarga.

DIAGNOSIS SKIZOFRENIA MENURUT DSM-IV, ICD-10 DAN PPDGJ-III

Salah satu bentuk tanggung jawab World Health Organisation (WHO), sebagai badan
antar pemerintah dunia adalah membuat klasifikasi penyakit. Tujuannya adalah agar
masyarakat dunia berbahasa yang sama dalam melaporkan semua penyakit dan kondisi
kesehatan. The International Classification of Disesase (ICD), Bab 5, merupakan tuntunan
yang dikembangkan oleh WHO untuk menglasifikasikan Gangguan Perilaku dan Mental.

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (dsm) merupakan klasifikasi


diagnostik nasional gangguan jiwa yang dikembangkan oleh badan profesi non pemerintah,
the American Psychiatric Association (APA) dan digunakan oleh pemerintah Amerika (the
Food and Drugs Administration dan Social Security Administration). Misalnya, industri
asuransi kesehatan dan sistem hukum Amerika menggunakan DSM dalam menglasifikasikan
gangguan jiwa.

Diagnosis skizofrenia, menurut sejarahnya, mengalami perubahan-perubahan. Ada


beberapa cara untuk menegakkan diagnosis. Pedoman untuk menegakkan diagnosisi adalah
DSM-IV (Diagnostic and Statistic Manual). Dalam DSM-IV terdapat kriteria objektif dan
spesifik untuk mendefinisikan skizofrenia. Belum ada penemuan yang patognomonik untuk
skizofrenia. Diagnosis skizofrenia masih berdasarkan gejala atau deskripsi klinis dan
merupakan suatu sindrom.

Ada beberapa subtipe skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan variabel klinik :

F 20.0. Skizofrenia paranoid


F 20.1. Skizofrenia disorganisasi (hebefrenik)
F 20.2. Skizofrenia katatonik
F 20.3. Skizofrenia tak terinci
F 20.4. Depresi pasca skizofrenia
F 20.5. Skizofrenia residual
F 20.6. Skizofrenia simpleks
F 20.7. Skizofenia lainnya
F 20.8. Skizofrenia yang tak tergolongkan

MANIFESTASI KLINIS
Skizofrenia merupakan penyakit kronis. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada
dalam kondisi akut dan sebagia besar penderita berada lebih lama (bertahun-tahun dalam fase
residual yaitu fase yang memerlihatkan gambaran penyakit yang “ringan”. Selama periode
residual pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri dan “aneh”. Gejala-gejala penyakit
biasanya terlihat jelas oleh orang lain.

Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan tidak
mampu berbuat sesuatu karena sikapnya yang aneh. Pemikiran dan pembicaraan mereka
samar-samar sehingga kadang-kadang tidak dapat dimengerti titik mereka mungkin
mempunyai keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi misalnya mereka meyakini
bahwa mereka mempunyai suatu kekuatan dan sensitifitas khusus dan mempunyai
pengalaman “mistik”.
Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami kemunduran serta afek
Mereka terlihat tumpul.Meskipun mereka dapat mempertahankan intelegensia yang
mendekati normal, pada sebagian besar pasien, performa uji kognitif nya buruk.

Pasien dapat mengalami anhedonia yaitu ketidakmampuan merasakan rasa senang.


Asia juga mengalami deteriorasi yaitu perburukan penyakit yang terjadi secara berangsur-
angsur. episode pertama psikotik sering didahului oleh suatu periode tertentu misalnya
perilaku dan pikiran eksentrik (fase prodromal).

Kepribadian prepsikotik; dapat ditemui pada beberapa pasien skizofrenia yang


ditandai dengan penarikan diri dan terlalu rijit secara sosial, sangat pemalu, dan sering
mengalami kesulitan di sekolah meskipun IQ-nya normal. Suatu pola yang sering ditemui
yaitu keterlibatan dalam aktivitas antisosial ringan dalam satu atau dua tahun sebelum
episode psikotik. Beberapa pasien, sebelum di diagnosis skizofrenia, dapat mempunyai
gangguan kepribadian, ambang, anti sosial atau skizotipal. Memperlihatkan berbagai
campuran gejala-gejala di bawah ini :

a. Gangguan Pikiran

Gangguan Proses Pikir

Biasanya mengalami gangguan proses pikir titik pikiran mereka sering tidak dapat
dimengerti oleh orang lain dan terlihat tidak logis. tanda-tandanya adalah:

 Asosiasi longgar: pasien sering tidak menyambung titik ide tersebut dapat melompat
dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan sehingga membingungkan
pendengar titik gangguan ini sering terjadi misalnya di pertengahan kalimat sehingga
pembicaraan sering tidak koheren.
 Pemasukan informasi berlebihan: arus pikir pasien secara terus-menerus mengalami
gangguan karena pikirannya sering.

 Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka mungkin


mengandung arti simbolik) 
 Terhambat:  pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan kalimat dan
disambung kembali beberapa saat (atau beberapa menit) kemudian, biasanya dengan
topik yang lain. Hal ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi. Biasanya pikiran-
pikiran lain masuk ke dalam ide pasien.   Perhatian pasien sering sangat mudah
teralih dan jangka waktu atensinya singkat.
  Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi
pikirannya
 Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru saja diucapkan
oleh seseorang.
 Konkritisasi pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi tetapi kemampuan
berpikir abstraksnya sangat buruk
 Alogia: pasien berbicara sangat sedikit tapi bukan disebabkan oleh resisten yang
disengaja (miskin pembicaran) atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi
sangat sedikit ide yang disampaikan (miskin isi pembicaraan).
 Tangensialitas: pasien menjawan pertanyaan secara memutar-mutar dan tak sampai
ke tujuan serta tak berhubungan.
 Inkoheren atau “word salad” : pembicaraan pasien sangat tidak terorganisasi,
hampir tidak bisa dimengerti dan mirip dengan afasia reseptif. Simtom pembicaraan
disorganisasi derajat ringan, sering ditemui. Simtom yang berat dapat menyebabkan
tidak efektifnya komunikasi. Pembicaraan atau pikiran disorganisasi yang derajat
tidak berat dapat terjadi selama fase prodromal atau residual skizofrenia.

Gangguan Isi Pikir

 Waham
Waham adalah suatu kepercayaan palsu yang menetap yang tak sesuai dengan fakta
dan kepercayaan tersebut mungkin “aneh” (mis: mata saya adalah komputer yang
dapat mengontrol dunia) atau bisa pula “tidak aneh” (hanya sangat tidak mungkin
terjadi, mis: “FBI mengikuti saya”) dan tetap dipertahankan meskipun telah
diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. Waham sering ditemui
pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemui waham
disorganisasi atau waham tidak sistematis;
 Waham kejar, yaitu kepercayaan bahwa dirinya akan dilukai, dicelakai, diusik,
atau dibicarakan oleh seseorang, organisasi, tau kelompok lain.
 Waham kebesaran, yaitu kepercayaan bahwa dirinya memiliki kemampuan
khusus, kekayaan, dan ketenaran.
 Waham erotomania, yaitu keyakinan bahwa dirinya dicintai oleh seseorang.
 Waham rujukan, yaitu kepercayaan bahwa gerak-gerik tertentu, komentar,
sinyal-sinyal dari lingkungan diarahkan kepada dirinya. Paien meyakini ada
‘arti’ di balik peristiwa-peristiwa dan meyakini bahwa peristiwa-peristiwa atau
perbuatan orang lain tersebut seolah-olah diarahkan kepada dirinya.
 Waham penyiaran pikiran, yaitu kepercayaan bahwa orang lain dapat membca
pikirannya.
 Waham penyisipan pikiran, yaitu kepercayaan bahwa pikiran orang lain
dimasukkan ke dalam benak pasien
 Waham penarikkan isi pikiran, yaitu keyakinan bahwa pikirannya ditarik oleh
kekuatan luar.
 Waham dikontrol, yaitu keyakinan bahwa tubuhnya atau tindakannya
dikontrol oleh kekuatan luar.
 Waham mihilistik, yaitu keyakinan bahwa akan terjadi peristiwa-peristiwa
katastropik, misalnya dunia akan kiamat atau manusia akan punah.
 Waham somatik, yaitu keyakinan bahwa terjadi gangguan fungsi organ atau
kesehatan.

Gangguan Persepsi

Halusinasi

Halusinasi yaitu pengalaman atau terjadinya persepsi tanpa adanya stimulus eksternal.
Pengalaman tersebut dirasakan sangat jelas, kuat memengaruhi persepsi normal dan tidak
dapat dikontrol. Halusinasi paling sering ditemui dan biasanya berbentuk pendengaran tetapi
bisa juga berbentuk penglihatan, penciuman dan perabaan dan pengecapan. Halusinasi
pendengaran paling sering pada skizofrenia dan gangguan terkait. Bentuknya berupa suara,
satu atau beebrapa orang, suara orang yang sudah dikenal atau belum, berupa komentar
tentang pasien atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien atau dapat pula berupa perintah atau
komando. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah yang
langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering (tetapi tidak
selalu) diterima pasien sebagai sesuati yang berasal dari luar kepala pasien dan kadnag-
kadang pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri berbicara keras (sering
memalukannya atau suara yang memalukan). Suara-suara cukup nyata menurut pasien
kecuali pada fase awal skizofrenia. Halusinasi terjadi pada keadaan sadar penuh. Bila terjadi
ketika mau masuk tidur disebut hipnogogik dan bila akan terbangun disebut hipnopompik.
Kedua halusinasi ini masih dalam batas normal. Halusinasi dapat pula terjadi sebagai
pengalaman religi pada budaya tertentu dan halusinasi ini juga masih normal.

Ilusi dan Depersonalisasi

Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya
misinterpretasi panca indra terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan asing
terhadap lingkungan sekitar misalnya dunia terlihat tidak nyata.

b. Gangguan Emosi

Pasien skizofrenia dapat memerilhatkan berbagai emosi dan dapat berpindah dari satu
emosi ke emosi lain dalam jangka waktu singkat. Ada tiga afek dasar yang sering (tetapi tidak
patognomonik) :

 Afek tumpul atau datar: ekspresi emosi pasien sangat sedikit bahkan ketika
afek tersebut seharusnya diekspresikan. Pasien tidak menunjukkan
kehangatan.
 Afek tak serasi;afeknya mungkin bersemangat atau kuat tetapi tidak sesuai
dengan pikiran dan pembicaran pasien.
 Afek labil: dalam jangka pendek terjadi perubahan afek yang jelas.

c. Perilaku Motorik Abnormal atau Sangat Disorganisasi

Perilaku motorik abnormal atau sangat disorganisasi dapat bermanifestasi dalam


berbagai bentuk, misalnya perilaku tak sesuai atau aneh dapat terlihat seperti gerakan tubuh
yang aneh dan menyeringai, perilaku ritua, sangat ketolol-tololan, agresif dan perilaku
seksual yang tidak pantas serta agitasi yang tak dapat diprediksi.

Berbagai bentuk perilaku abnormal lainnya, misalnya berkurangnya atau tidak adanya
reaksi terhadap lingkungan (katatonik), resisten terhadap instruksi (negativisme),
memertahankan postur yang aneh dan rijid, tidak adanya respon motorik dan verbal (stupor
dan mutisme). Ia dapat pula bermanifestasi sebagai aktivitas motorik berlebihan dan tak
bertujuan tanpa sebab yang jelas (gaduh gelisah katatonik).
Gambaran lainnya yaitu gerakan streotipi berulang dan mengikuti pembicaraan orang
lain. Katatonia tidak hanya terjadi pada skizofrenia tetapi dapat pula pada gangguan jiwa
lainnya, misalnya bipolar atau gangguan depresi dengan katatonia dan pada kondisi medik
umum (gangguan katatonik akibat kondisi medik lainnya).

d. Tilikan

Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien tidak menyadari
penyakitnya serta kebutuhannya terhadap pengobatan, meskipun gangguan yang ada pada
dirinya dapat dilihat oleh orang lain.

KLASIFIKASI SKIZOFRENIA

Diagnosis skizofrenia menurut DSM-IV yaitu pasien harus memenuhi kriteria DSM-
IV yaitu :

1. Berlangsung paling sedikit enam bulan.


2. Penurunan fungsi yang cukup bermakna yaitu dalam bidang pekerjaan, hubungan
interpersonal, dan fungsi kehidupan pribadi.
3. Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama periode tersebut.
4. Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor,
autisme, atau gangguan organik.

Semua pasien skizofrenia digolongkan ke dalam salah satu dari subtipe yang telah
disebutkan di atas. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas manifestasi perilaku yang paling
menonjol. Berikut adalah subtipe dari skizofrenia :

1. Tipe paranoid
2. Tipe disorganisasi
3. Tipe katatonik
4. Tipe tak terinci
5. Tipe residual
6. Depresi pasca skizofrenia
7. Skizofrenia lainnya
SKIZOFRENIA MENURUT DSM-5

Kriteria Diagnostik

A. Dua atau lebih gejala di bawah ini, berlangsung paling sedikit satu bulan (atau bisa
kurang bila berhasil diterapi). Paling sedikit satu dari gejala ini harus ada yaitu (1),
(2), atau (3)
1. Waham
2. Halusinasi
3. Pembicaraan disorganisasi (misalnya, inkoheren)
4. Perilaku disorganisasi berat atau katatonik
5. Simtom negatif (berkurangya ekspresi emosi atau avolisi)
B. Sejak awitan gangguan, untuk periode waktu yang cukup bermakna, terdapat
penuruna derajat fungsi dalam satu atau lebih area penting, misalnya fungsi pekerjaan,
hubungan interpersonal, perawatan diri (di bawah derajat yang pernah dicapai sebeum
awitan). Bila awitannya terjadi pada masa anak dan remaja, terdapat kegagalan dalam
mencapai derajat fungsi pekerjaan, akademik, dan hubungan interpersonal yang
diharapkan.
C. Tanda-tanda, secara terus-menerus, menetap paling sedikit satu bulan simtom (bisa
kurang bila berhasil diterapi) pada kriteria A (simtom-simtom pada fase aktif) dan
juga dapat termasuk simtm periode prodromal atau residual. Selama periode
prodromal atau residual, tanda-tanda gangguan dapat bermanifestasi hanya dalam
bentuk simtom negatif atau dua atau lebih simtom yang terdapat pada kriteria A
dalam derajat yang lebih ringan (misalnya, kepercayaan-kepercayaan aneh,
pengalaman persepsi yang tak lumrah)
D. Harus telah disingkirkan gangguan skizoafektif dan depresi atau gangguan bipolar
dengan ciri psikotik ;
1) Tidak terdapat secara bersamaan dengan episode manik atau depresi selama
simtom fasek-aktif
2) Bila terdapat episode mood selama fase-aktif, ia harus terlihat dalam minoritas
durasi total periode aktif atau residual penyakit.
E. Gangguan yang terjadi tidak disebabkan oleh efek fisiologik zat (misalnya
penyalahgunaan zat atau medikasi) atau kondisi medik lainnya.
F. Bila terdapat riwayat gangguan spektrum autisme atau gangguan komunikasi awitan
masa anak, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya bila terdapat halusinasi atau
waham yang menonjol. Simtom-simtom lainnya yg dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosis gangguan skizofrenia juga harus terjadi paling sedikit satu bulan (kurang
berhasil diterapi).

Tentukan atau Spesifikasi bila :

 Episode pertama, saat ini dalam episode akut: manifestasi gejala memenuhi definisi
kriteria simtomnya terpenuhi
 Episode pertama, saat ini dalam remisi parsial: remisi parsial adalah suatu periode
waktu yang perbaikan simtom gangguan skizofrenia hanya sebagian yang terpenuhi
 Episode pertama, saat ini dalam remisi sempurna: remisi sempurna adalah suatu
periode waktu, setelah episode sebelumnya, dan simtom yang spesifik terkait
gangguan skizofrenia tidak ada lagi dijumpai
 Episode multipel, saat ini dalam episode akut: Episode multipel yaitu bila sudah
terjadi paling sedikit dua episode (misalnya, setelah episode pertama, mengalami
remisi dan kemudian kambuh minimal satu kali)
 Episode multipel, saat ini dalam remisi parsial
 Episode multipel, saat ini dalam remisi sempurna
 Berkelanjutan : simtom-simtom yang memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
menetap hampir selama perjalanan penyakit, dengan periode simtom relatif sangat
singkat selama perjalanan penyakit tersebut.
 Tidak spesifik

Spesifikasi bila :

 Dengan katatonia
Gambaran klinis didominasi dengan tiga tau lebih simtim berikut :
1. Stupor
2. Katalepsi
3. Fleksibilitas lilin (waxy)
4. Mutisme
5. Negativisme
6. Posturing
7. Menerisma
8. Streotipi
9. Agitasi
10. Menyeringai ]ekolalia
11. Ekopraksia

PATOFISIOLOGI SKIZOFRENIA

Meskipun penegakan diagnosis skizofrena secara dini sudah lebih baik dan pasien
skizofrenia sudah lebih banyak yang mendapatkan intervensi dini, penanda biologik penyakit
skizofrenia masih sangat sedikit diketahu. Patofisiologi yang mendasari skizofrenia belum
diketahui secara pasti. Ada berbagai hipotesis yang dikaitkan dengan skizofrenia misalnya,
simtom skizofrenia dikaitkan dengan gangguan perkembangan otak (brain
neurodevelopmental neuropathology) dan defisir neuropsikologi yang dikaitkan dengan
gangguan regio otak dan sirkit fungsional neuron.

ETIOLOGI SKIZOFRENIA

Etiologi skizofrenia multifaktor dan belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai
skizofrenia. Ada beberapa hasil peneilitian yang dilaporkan saat ini;

1. Faktor Genetika

Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara signifikan, kompleks, dan


poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia adalah
gangguan bersifat keluarga (misalnya, terdapat dalam keluarga). Semakin dekat hubungam
kekerabatan semakin tinggi risiko. Pada penelitian anak kembar, kembar monozigot
mempunyai risiko 4-6 kali lebih sering menjadi sakit dibandingkan dengan kembar dizigot.
Pada penelitian adopsi, anak yang mempunyai orangtua skizofrenia diasopsi, waktu lahir,
oleh keluarga normal, peningkatan angka sakitnya sama dengan bila anak-anak tersebut
diasuh sendiri oleh orangtuanya yang skizofrenia.

Frekuensi kejadian gangguan nonpsikotik meningkat pada keluarga skizofrenia dan


secara genetik dikaitkan dengan gangguan kepribadian skizotipal (gangguan spektrum
skizofrenia), gangguan obsesif-kompulsif, dan kemungkinan dihubungkan dengan gangguan
kepribadian paranoid dan antisosial.

2. Gangguan Neurotransmitter
a. Hipotesis Dopamin
Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui secara pasti. Hipotesis yang paling
banyak yaitu terjadinya peningkatan aktivitas dopamin sentral. Hipotesis ini dibuat
berdasarkan berbagai penemuan utama yaitu:
1. Efektivitas obat-obat neuroleptik (misalnya fenotiazin) pada skizofenia.
Fenotiazin bekerja memblok reseptor dopamin pasca sinaps. (Tipe D2).
2. Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi sukar
dibedakan, secara klinik, dengan psikosis skizofenia paranoid akut.
Amfetamin melepaskan dopamin sentral. Selain itu, amfetamin juga
meperburuk skizofrenia.
3. Adanya peningkatan jumlah resepto D2 di nukleus kaudatus, nukleus akumben
dan putamen pada skizofrenia.

Dopamin terlibat dalam mengontrol pergerakan, kognisis, afek dan neuroendokrin.


Reseptornya dapay dikategorikan sebagai reseptor mirip D2 dan reseptor mirip D1.
Reseptor D2 mempunyai afinitas yang tinggi terhadap antipsikotika generasi pertama
(APG-I), misalnya haloperidol. Obat-obat yang meningkatkan aktivitas D2
memperburuk simtom positif skizofrenia.

b. Hipotesis Glutamat
Fensiklidin dan ketamin bekerja menghambat kanal ion reseptor glutamatergic N-
methyl-D-aspartate (NMDA). Ia menyebabkan hipofungsi NMDA dan menyetuskan
psikosis. Psikosisnya tidak hanya berbentuk simtom positif skizofrenia tetapi, pada
beberapa pasien, terjadi keadaan yang mirip dengan defisit skizofrenia atau psikosis
deteriorasi kronik. Tidak seperti pada agonis dopamin, pensiklidin dan ketamin dapat
menginduksi simtom positif dan negatif skizofrenia, baik pada subjek sehat maupun
pada pasien dengan skizofrenia. Peningkatan kadar doamin pada ganglia basalis
pasien dengan skizofrenia merupakan akiat rendahnya glutamat neuron kortiko-
striatal.
c. Hipotesis Serotonin dan Norepinofrin
Teori lain yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat (terutama 5-HT 2A) dan
kelebihan norepinefrin di forebrain limbik (terjadi pada beberapa penderita
skizofrenia. Setelah pemberian obat yang bersifat antagonis terhadap neurotransmitter
tersebut terjadi perbaikan klinik skizofrenia.
3. Gangguan Morfologi dan Fungsional Otak

Tidak ada gangguan fungsional dan stuktur otak yang patognomonik ditemukan pada
penderita skizofrenia. Meskiun demikian beberapa gangguan organik dapat terlihat (telah
direplika dan dibandingkan) pada subpopulasi pasien dengan skizofrenia. Gangguan yang
paling banyak dijumpai yaitu pelebaran vertikal tiga dan lateral, yang kadang-kadang sudah
terlihat sebelum awitan penyakit dan atropi bilateral lobus temporal medial, serta yang lebih
spesifik yaitu gangguan girus parahipokampus, hipokampus dan amigdala dan disorientasi
spasial sel piramid hipokampus. Beberapa penelitian melaporkan bahwa semua perubahan ini
tampaknya statis dan telah dibawa sejak lahir (tidak ada gliosis), dan pada beberapa kasus
perjalannya progresif.

4. Gangguan Imunitas
Perubahan morfologi limfosit, gangguan kadar CD4+CD45RA+ sel T, CD8+ sel T,
CD5+ sel B, peningkatan atau penurunan kadar gamma globulin serum, peningkatan sitokin,
terutama IL-2, IFN, dan IL-6 dan peningkatan kadar antibodi antivirus dilaporkan pada
skiozfrenia. Penemuan lain yaitu adanya antibodi sitomegalovirus dalam cairan serebrospinal
(CSS) dan limfosit atipikal tipe P (terstimulasi). Berdasarkan hasil penelitian ini diduga
bahwa mekanisme autoimun berperanan dalam terjadinya skizofrenia.

5. Faktor Keluarga

Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam terjadinya


kekambuhan dan memertahankan remisi. Psien yang pulang ke rumah sering kambuh pada
tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien yang ditempatkan di residensial. Pasien
yang berisiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga yang hostilitas tinggi,
memerlihatkan kecemasan yang berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut
campur, sangat pengeritik. Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang
patologi dan aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau
tidak jelas dan sedikit tak logis. Sebuah penelitian menggambarkan suatu karakteristik ‘ikatan
ganda’ yaitu pasien sering diminta oleh anggota keluarga untuk merespons pesan yang
bentuknya kontradiksi sehingga membingungkan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa
buruknya pola komunikasi keluarga terdebut mungkin disebabkan oleh dampak memiliki
anak dengan skizofrenia.
DIAGNOSIS BANDING

Skizofrenia harus dibedakan dengan semua kondisi yang menimbulkan psikos aktif.
Semua kemungkinan harus disisihkan dengan hati-hati misalnya gangguan skizoafektif,
gangguan afektif berat dan semua kondisi organik yang sangat mirip dengan skizofrenia,
misalnya tumor lobus temporalis atau frontalis, stadum awal multipel sklerosis dan sindroma
lupus eritematosus, paresis umum, penyalahgunaan obat yan kronik dan halusinasi alkoholik
kronik.

TERAPI SKIZOFRENIA

Fase Terapi Skizofrenia

Tatalaksana skizofenia hendaklah disesuaikan dengan fase penyakit. Tuntunan yang


dibuat oleh American Psychiatric Association (APA) membagi skizofrenia ke dalam tiga fase
yaitu;

 Fase psikotik akut yaitu bila seseorang dengan skizofrenia mengalami episode
pertama atau eksaserbasi. Fase akut biasanya berlangsung antara 4-8 minggu.
 Fase stabilisasi yaitu fase akut sudah terkontrol tetapi pasien masih berisiko
terjadinya episod baru bila ia mengalami stresor atau bila obat dihentikan. Fase ini
berlangusng selama 6 bulan setelah pulih dari simtom akut.
 Fase stabil atau rumatan yaitu fase pasien berada dalam stadium remisi. Tujuan
terapi fase ini adalah untuk mencegah kekambuhan dan membantu pasien kembali ke
fungsi semulanya. Untuk menentukan tercapainya remisi harus digunakan kriteria
yang teukur. Sebagai kriteria resmi terdapat delapan buti PANSS (Positive and
Negative Symtomps Scale) yang nilainya tidak boleh lebih dari tiga dan harus bertahan
selama 6 bulan. Fungsi pekerjaan dan sosial tidak menjadi kriteria pada remisi.
Kedelapan simtom itu adalah:
1. P1 (waham)
2. P2 (kekacauan proses pikir)
3. P3 (perilaku halusinasi)
4. G9 (isi pikir tidak biasa)
5. G5 (menerisme dan postur tubuh)
6. N1 (penumpulan afek)
7. N4 (penarikan diri secara sosial)
8. N6 (kurangnya spontanitas dan arus percakapan)

Paradigma terbaru tentang pengobatan skizofrenia yaitu tercapainya kepulihan,


dinyatakan pulih bila pasien bebas dari simtom skizofrenia atau tidak ada lagi gejala dan
membaiknya fungsi sosial serta pekerjaan pasien. Keadaan ini harus berlangsung sedikitnya
dua tahun. Pasien tetap dalam pengobatan.

Terapi Fase Akut

Tujuan terapi pada fase akut adalah untuk mengontrol simtom psikotik yang berat
yaitu halusinasi, waham dan perilakugaduh gelisah. Gaduh gelisah dapat dikontrol dengan
obat oral atau injeksi. Pasien yang takut diinjeksi dapat ditawarkan obat oral. Instrumen
PANSS-EC Positive and Negative Symtomps Scale- Excited Component) digunakan untuk
mengukur derajat beratnya gaduh gelisah. Instrumen PANSSEC terdiri dari lima butir yaitu
ketegangan, ketidakkooperatifan, hostilitas, burruknya pengendalian impuls dan gaduh
gelisah. Kisaran nilai pada masing-masing butir adalah antara 1-7. Diakatakan pasien gaduh
gelisah bila total PANSS-EC lebih dari 15.

Meskipun obat APG-I efektif untuk mengatasi gaduh gelisah tetapi efek yang serius
dapat terjadi. Misalnya, haloperidol injeksi dapat menyebabkan akatisia atau distonia akut.
Obat APG-I dengan potensi rendah, misalnya klorpromazin, dapat menyebabkan hipotensi
ortostatik. Efek samping ini mengakibatkan buruknya kepatuhan terhadap terapi. Oleh karena
itu, obat APG-II injeksi lebih dianjurkan karena pasien menjadi tenang tanpa adanya efek
samping, misalnya EPS atau mengantuk.

Obat-obat yang Dapat Digunakan untuk Mengatasi Gaduh Gelisah

 Olanzopin, dosis 10 mg/injeksi, im, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maks. 30
mg/hari
 Aripiprazol, dosis 9,75 mg/injeksi, im, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maks.29,25
mg/hari
 Haloperidol, dosis 5 mg/injeksi, im dapat diulang setiap setengah jam, dosis maks. 20
mg/hari
 Diazepam, 10 mg/injeksi, im atau iv, dosis maks. 30 mg/hari
Bila pasien dengan agitasi berat, kombinasi antara haloperidol dengan diazepam boleh
diberikan. Olanzapin dan aripiprazol tidak boleh dikombinasi dengan diazepam karena dapat
terjadi pemanjangan QTc sehingga dapat terjadi kematian mendadak.

Fase Stabilisasi

Tidak ada tuntunan yang jelas tentang fase stabilisasi. Pada fase ini, pasien dangat
rentan terhadap terjadinya eksaserbasi. Dosis dan jenis obat yang sama harus dipertahankan
pada fase ini.

Fase Rumatan

Tujuan tenpi pada fase rumatan adalah untuk mencegah kambuhnya kembali gejala
psikotik. Tujuan lain yaitu agar pasien patuh dengan terapi psikososial dan rehabilitasi
sehingga kepulihan yang menjadi target terapi dapat dicapai. Sebanyak 75% pasien yang
sudah stabil dapat mengalami kekambuhan dalam satu tahun setelah obat diganti dengan
plasebo. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan merupakan penyebab utama kambuhnya gejala
psikotik pada skizofrenia. Sebanyak 40%-50% pasien skizofrenia diperkirakan tidak patuh
terhadap pengobatan dalam satu tahun pertama pengobatan. Untuk meningkatkan kepatuhan
perlu mengedukasi pasien dan keluarga, mengurangi efek samping, dan menyederhanakan
cara pemberian obat, misalnya pemberian obat injeksi jangka panjang satu kali dalam empat
minggu. Injeksi jangka panjang sangat bermanfaat pada pasien yang berisiko terjadinya
ketidakpatuhan

Terapi Farmakologi

Antipsikotika efektif untuk skizofrenia baik pada fase akut maupun pada fase yang
sudah stabil. Ia dapat mengurangi risikn kambuhnya psikotik. Tertundanya pengobatan
dengan antipsikotika dapat memberikan dampak buruk jangka panjang misalnya buruknya
luaran simtom dan fungsi. Pemberian antipsikotika pada fase prodromal dapat mencegah atau
menunda awitan skizo frenia. Antipsikotika tidak hanya "antiskizofrenia". la juga efektif
untuk mengobati hampir semua bentuk psikosis misalnya, psikosis pada bipolar, pada depresi
mayor, demensia, zat yang menginduksi gejala psikosis, psikosis Huntington dan psikosis
lainnya akibat kondisi medik. Obat ini dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme
kerjanya. yaitu dopamine receptor antagonist (DRA) atau antipsikotika generasi I (APG-I)
dan dopamine antagonist (SDA) atau antipsikotika generasi II (APG•II). Obat APG-I disebut
juga antipsikotika konvensional arau tipik sedangkan APG-II disebut juga antipsikotika baru
atau atipik. Sebaiknya skizofrenia diobati dengan APG-II. Baik efikasinya maupun efek
sampingnya, APG-II lebih baik daripada APG I. EPS sangat jarang teriadi pada APG-II tetapi
APG-II tertentu mempunyai efek sarnprng yaitu sindrom metabolik.

Obat APG-I berguna terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif sedangkan


untuk gejala negatif hampir tidak bermanfaat. Bahkan, Obat APG.I dapat memerburuk
simtom negatif dan menyebabkan defisit kognitif. Tidak begitu halnya dengan Obat APG-II,
ia bermanfaat, baik untuk gejala positif maupun negatif. Saat ini, standar emas adalah APG-
II. Meskipun harganya lebih mahal tetapi manfaatnya sangat besar. Sebaiknya dipilih APG-II
yang efektif dengan efek samping yang lebih ringan. Gunakanlah APG-II yang aman yang
Anda tidak harus dipantau secara ketat, misalnya tidak perlu memantau jumlah darah putih
setiap bulan. Di bawah ini akan dibahas mengenai APG-I dan APG-II.

Antipsikotika Generasi Pertama (APG I)

Obat golongan APG-I disubklasifikaSIkan lagi sesuai dengan struktur kimia dan efek
klinik. Cara lain untuk mengklasifikasikannya yaitu sesuai potensinya. Sesuai dengan
potensinya, APG-I diklasifikasikan sebagai berpotensi rendah, sedang, dan tinggi. Pembagian
ini berguna bagi klinikus karena pembagian ini dapat memberikan informasi tentang banyak
obat yang dibutuhkan untuk mendapatkan efek klinik dan perkiraan efek samping yang akan
terjadi.

Pasien usia lanjut membutuhkan dosis lebih rendah karena beberapa alasan:
penurunan klirens ginjal, penurunan cardiac output, penurunan fungsi liver, penurunan
aktivitas enzim P450, pasien lebih sensitif untuk EPS.

Obat APG I

1. Fenotiazin
Semua fenotiazin memounyai struktur yang sama yaitu tiga cincin.
Perbedaannya terletak pada rantai samping atom nitrogen cincin tengan. Fenotiazin
terdiri dari tiga jenis, berdasarkan subsitusi pada posisi sepuluh. Subsitusi ini
memberikan pengaruh penting terhadap karakteristik farmakologi fenotiazin.
Subsitusi pada rantai alifatik, seperti klopromazin, menyebabkan turunnya AP.
Obat ini cenderung menyebabkan sedasi, hipotensi, dan efek antikolinergik, pada
dosis terapetiknya. Klorpromazin mempunyai atom klorin pada posisi dua. Apabila
atom klorin dibuang, akan dihasilkan promazin yaitu suatu antipsikotika lemah.
Mensubstitusi piperidin pada posisi sepuluh dapat menghasilkan kelompok
antipsikotika seperti tioridazin (Melleri). Obat ini mernpunyai potensi dan profil efek
samping yang sama dengan fenotiazin alifatik. Flufenazin dan trifluoperazin
merupakan antipsikotika dengan kelompok piperazin yang disubstitusi pada posisi
sepuluh. Piperazin memiliki efek otonom dan antikolinergik lebih rendah tetapi
merniliki afinitas yang tinggi terhadap D2 sehingga efek samping ekstrapiramidalnya
lebih tinggi. Beberapa fenotiazin piperazin diesterifikasi pada kelompok hidroksil
bebas dengan etanoat dan asam dekanoat sehingga terbentuk AP depo APG-I jangka
panjang.
2. Tioksantin
Tioksantin mempunyai persamaan struktur cincin tiga dengan fenotiazin tetapi
nitrogen pada posisi sepuluh disubstitusi dengan atom karbon. Klorprotiksin
merupakan tioksantin alifatik potensi rendah dengan profil efek samping sama dengan
klopromazin.
3. Butirofenon
Butirofenon mempunyai cincin piperidin yang melekat Pada kelompok amino
tertier. Haloperidol merupakan antipsikotika yang termasuk kelompok ini. la dan
butirofenon lain bersifat D2 antagonis yang sangat poten. Efek terhadap sistem
otonom dan efek antikolinergiknya sangat minimal. Haloperidol merupakan piperidin
yang paling sering digunakan.
4. Dibenzoksazepin
Obat antipsikotika ini mempunyai struktur cincin pusat. Loksapi adalah satu-
satuya obat dari kelompok ini yang tersedia di Amerika Serikat saat ini. Klozapin,
dibenzodiazepin, berbeda dengan loksapin yaitu adanya nitrogen sebagai pengganti
atom oksigen di cincin tengah dan juga berbeda dalam rantai samping.
5. Dihindronidol
Dihidronidol secara struktur dikaitkan dengan serotonin, melatonin, dan
halusino- gen indol seperü dimetiltriptamin. Molindon (Moban) satu-satunya
dihidronidol yang tersedia di Amerika Serikat.
6. Difenilbutil piperidin

Difenilbutil piperidin sama strukturnya dengan butirofenon. Pimozid


(Orap@), satu-satunya difenilbutil piperidin yang tersedia.
Antipsikotika Generasi II (APG-II)

Obat APG-II adalah oabt-obat antipsikotika yang baru dengan efikasi yang lebih baik
dan efek samping minimal. Ada beberapa jenis APG-II.

1. Klozapin
Klozapin merupakan antipsikotika pertama yang efek samping
ekstraprimidalnya dapat diabaikan. Dibandingkan dengan obat-obat generasi pertama,
semua APG-II rasio blokade serotonin atau 5 mempunyai hidroksitriptamin (5-HT2)
terhadap reseptor dopamin tipe 2 (D2) lebih tinggi. Ia lebih banyak bekerja pada
sistem dopamin mesolimbik daripada striatum. Antipsikotika konvensional
memengaruhi neuron dopa-min di striatum dan limbik. Semua obat-obat baru kecuali
klozapin, karena efek samping dan butuh pemeriksaan darah tiap minggu, adalah
obat-obat pilihan pertama (frst line drug). Sebaliknya, klozapin, efektivitasnya sudah
tercapai meskipun hanya 40%- 60% D2 yang dihambat Ada dugaan bahwa efektivitas
klozapin sebagai antipsikotika didapat karena ia juga bekerja pada reseptor lain
terutama 5-HT2 . Dengan positrone emission tomography (PET) didapatkan bahwa
tidak ada perbedaan dalam hambatan reseptor D2 pada striatum antara individu yang
berespons terhadap antipsikotika dengan yang tidak Akibatnya timbul dugaan bahwa
ada proses di luar dopamin yang memengaruhi respons antipsikotika.
2. Risperidon
Risperidon merupakan antipsikotika pertama, setelah klozapin, yang mendapat
persetujuan FDA. Risperidon termasuk ke dalam kelompok benzisoksazol. Nama
dagangnya adalah Risperdal dan tersedia dalam bentuk tablet yaitu 1 mg, 2 mg dan 3
mg. Dosis berkisar antara 4-16 mg tetapi dosis yang biasa digunakan berkisar antara
4-8 mg. Obat ini disuntikkan secara intramuskular dan tidak ada rasa sakit di tempat
penyuntikannya karena pelarutnya air.
3. Olanzapin
Olanzapin merupakan obat yang aman dan efektif untuk mengobati
skizofrenia baik simptom positif maupun negatif. Efek sampingnya sangat ringan.
4. Quetiapin
Quetiapin merupakan dibenzotiazepin dengan potensi menghambat 5-HT2
lebih kuat daripada D2.
5. Aripiprazol
Aripiprazol bekerja parsial agonis terhadap reseptor dopamin Kerjanya
berbeda dengan Obat serotonin-dopamin antagonis yang tersedia saat ini. Karena
kerjanya yang parsial agonis pada D2, efek samping EPS dan hiperprolaktinemianya
hampir tidak ada. Aripiprazol juga berefek parsial agonis pada 5HT1A. Efeknya pada
5HT1A lebih kuat bila dibandingan dengan efek antagonisnya terhadap 5HT2A tetapi
kurang kuat bila dibandingkan dengan terhadap D2. Efek sedasi aripiprazol juga
kurang karena ia bersifat antagonis lemah pada kolinergik muskarinik — MI dan
histaminergik H1.
Aripiprazol tidak meningkatkan berat badan dan hubungannya dengan
dislipidemia arau resistensi insulin sangat minimal. Pasien dengan berat badan dan
dislipidemia akibat obat antipsikotika lainnya dapat diberi dengan aripiprazol. Jadi,
risiko sindrom metabolik pada aripiprazol sangat rendah. Efek samping yang sering
dijumpai yaitu akatisia. Obat benzodiazepin atau kolinergik dapat mengatasi akatisia
tersebut.
Dosis aripiprazol yaitu antara 10-30 mg/hari. Aripiprazol oral tersedia dalam
bentuk tablet, cairan, dan tablet disintegrasi. Aripiprazol juga tersedia dalam bentuk
injeksi jangka pendek yang dig-unakan untuk pasien gaduh gelisah. Selaln itu,
aripiprazol juga teßedia dalam bentuk inieksi jangka panjang yang diberikan setiap
empat minggu.
6. Ziprasidon
Merupakan kombinasi antagonis 5HT2A dan reseptor D2 tanpa gejala
ekstrapiramidal, antimuskarinik, anti-alpha atau antihistaminergik.

METODE PSIKOSOSIAL

Terapi utama skizofrenia adalah farmakologi. Psikoterapi jangka panjang yang


berorientasi tilikan, tempatnya sangat terbatas. Di sisi lain, metode terapi psikososial
berorientasi suportif sangat bermanfaat terutama pada terapi jangka panjang skizofrenia.
Pasien skizofrenia harus didekati secara baik dengan penuh empati. Bangunlah hubungan
yang nyaman dengan pasien. Komunikasi yang baik dengan pasien sangat diperlukan;

1. Katakan kepada pasien Anda, agar ia santai. Betikan kesan kepada pasien Anda
bahwa Anda percaya ia dapat berespons baik terhadap Anda.
2. Lebih spesifik misalnya ajukan pertanyaan-pertanyaan faktual yang penting. Coba
identifikasi ketakutan- ketakutan pasien saat ini dan perhatikan tetapi jangan terlibat
dengan diskusi panjang tentang waham dan halusinasi yang kompleks.
3. Lakukan observasi khusus tentang perilakupasien (misalnya, "anda terlihat takut',
"Anda tampak marah") tetapi jangan terlibat dalam "interpretasi" yang berlebihan.
Jangan membuat kesimpulan yang salah tentang keadaan emosi dari afek yang tak
serasi.
4. Jelaskan kepada pasien apa yang dilakukan terhadapnya, dan mengapa Anda
melakukannya.
5. Bila percakapan berlangsung (misalnya; pasien menolak bicara), hentikan wawancara
dengan memberi harapan positif (misalnya; Kita akan kembali berbicara setelah
perasaan Anda lebih baik atau setelah Anda mau berbicara ).

Bila pasien skizofrenia berada dalam keadan delirium, ancaman bunuh diri, atau
membunuh, dan atau tidak mempunyai dukungan dari masyarakat, hendaklah dirawat. Bila
memungkinkan berobat jalan lebih baik guna menghindari hospitalisasi jangka lama. Efek
buruk hospitalisasi kronik sangat jelas (regresi dan sangat menarik diri, kehilangan
ketrampilan, dll). Kecenderungan saat ini adalah perawatan singkat selama episode akut
dilakukan dengan berobat jalan.
Selama dirawat, biarkan pasien sebebas mungkin tetapi dibatasi pada lingkungan yang
aman. Lingkungan terapeutik (misalnya komunitas terapeutik, token ekonomi, dll) semua
bergantung dari dukungan masyarakat (staf dan pasien) — harus hati-hati dengan perilaku
pasien dan berikan bantuan "umpan balik koreksi". Lingkungan adalah tempat bagi pasien
untuk mengembangkan ketrampilan mempertahankan hubungan interpersonal dan
memelajari metode koping yang baru. Modifikasi perilaku sangat efektif untuk
menghilangkan perilaku tertentu yang tidak dapat diterima dan mengajarkan ketrampilan
personal sederhana kepada pasien rawat inap dengan fungsi yang sangat buruk dan regresi.

Sebagian pasien skizofrenia dapat diobati sebagai pasien rawat jalan. Beberapa
prinsip yang perlu diingat;

 Anjurkan pasien untuk konsultasi sesering mungkin untuk memantau keamanannya


dan untuk mendeteksi detetiorasi awal (misalnya setiap mlnggu, bulan, atau bahkan
setiap beberapa bulan) tergantung dari reliabilitas pasien. Bila pasien tidak datang
kontrol, lakukan kunjungan rumah.
 Komunikasikan segala sesuatu kepada pasien dengan jelas dan tidak ragu-ragu.
Usahakan agar kita berorientasi tujuan dan faktual.
 Hindari diskusi berlebihan tentang halusinasi dan waham (meskipun penelitian
terbaru meyatakan bahwa penggunaan terapi kognitif untuk merubah yang dipikirkan
pasien tentang suara-suara dapat mengurangi frekuensi seuara-suara tersebut)
 Bantu pasien dengan hal-hal realita (misalnya; mengatur kehidupan dan pekerjaan).
 Bantu pasien menghindari stres yang berlebihan. Kenalilah bahwa semakin produktif
dan teampil pasien semakin besar kemungkinannya untuk memertahankan
kesembuhan. Doronglah pasien untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai.
 Berikan latihan ketrampilan sosial. Bicaralah tentang obat (misalnya; kebutuhan
terhadap obat, perasaan pasien tentang pemakaian Obat, dll).
 Kembangkanlah hubungan penuh kepercayaan yang konsisten (sering sulit). Terus-
meneruslah bersikap empati, bahkan ketika pasien dalam keadaan sangat kacau, tetapi
juga mempertahankan jarak profesional.
 Pelajarilah kekuatan dan kelemahan pasien. Ajarkan pasien untuk mengidentifikasi
dekompensasi yang mengancam. Bila ada, ketahuilah faktor presipitatnya. Bila pasien
tidak datang untuk memenuhi janji, selidikilah (mungkin sedang kambuh). Bila psien
sedang dekompensasi, desaklah untuk dirawat. Kenalilah bahwa ketergantungan dan
stimulasi yang berlebihan dapat mempresipitasi terjadinya dekompensasi. Pasien ini
berisiko untuk melakukan bunuh diri ketika ia sakit.
 Selalulah mengevaluasi keluarga. Apakah mereka berkontribusi dalam terjadinya
dekompensasi pada pasien? Apakah mereka dapat menerima penyakit pasien dengan
baik? Apakah mereka bermusuhan? Curiga? Pertimbangkan terapi keluarga,
intervensi pasien/keluarga sangat berguna.
 Pertimbangkan terapi kelompok. Orientasi biasanya terhadap dukungan dan penilaian
realita. Terapi kelompok membantu resosialisasi, mendorong interaksi interpersonal,
dan memberikan dukungan.
 Ketahui dan gunakan sumber-sumber dalam masyarakat. Hendaklah disadari efek
yang merugikan terhadap pasien dari kualitas hidup yang buruk (misalnya; Apakah
pasien hidup dalam “kampung (ghetto) psikiatrik” atau “menggelandang di jalanan”.)
 Jangan berharap terlalu banyak. Kebanyakan pasien mempunyai disabilitas kronik

PERJALANAN PENYAKIT

Perjalanan penyakit skizofrenia dapat diklasifikasikan sebagai; penyakit berlangsung


terus-menerus, episodik dengan atau tanpa gejala residual di antara episode, atau episode
tunggal dengan remisi sempurna atau parsial. Gejala-gejala cenderung tumpang tindih, dan
diagnosis dapat berpindah dari satu subtipe ke subtipe lain sesuai dengan perjalanan waktu
(baik dalarn satu episode atau dalam episode berikutnya). Akhirnya, setelah bertahun- tahun,
gejala klinik, pada beberapa pasien, cenderung berubah menjadi gambaran umum seperti
penarikan diri dari hubungan sosial, afek datar, pikiran idiosinkrasi, dan adanya hendaya
fungsi sosial dan personal (pada waktu yang sama, perjalanan penyakit menjadi lebih stabil,
dengan gejala-gejala akut lebih sedikit dan episode kekambuhan lebih jarang.

Skizofrenia dapat berlangsung beberapa bulan atau bertahun-tahun (lebih sering).


Kebanyakan pasien mengalami kekambuhan, dalam bentuk episode aktif, secara periodik,
dalam kehidupannya, secara khas dengan jarak beberapa bulan atau tahun. Selama masa
pengobatan, pasien biasanya memerlihatkan gejala residual (sering dengan derajat keparahan
yang meningkat setelah beberapa tahun). Walaupun demikian, ada sebagian kecil pasien yang
mengalami remisi. Sebagian besar pasien-pasien skizofrenia yang dalam keadaan remisi
dapat memerlihatkan tanda-tanda awal kekambuhan. Tanda-tanda awal tersebut meliputi
peningkatan kegelisahan dan ketegangan, penurunan nafsu makan, depresi ringan dan
anhedonia, tidak bisa tidur, dan konsentrasi terganggu.

PROGNOSIS

Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronik. Pasien secara berangsur-


angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak mampu berfungsi setelah bertahun- tahun.
Pasien dapat mempunyai waham dengan taraf ringan dan halusinasi yang tidak begitu jelas
(samar-samar). Sebagian gejala akut dan gejala yang lebih dramatik hilang dengan
berjalannya waktu, tetapi pasien membutuhkan perlindungan atau menghabiskan waktunya
bertahun-tahun di dalam rumah sakit jiwa. Keterlibatan dengan hukum untuk pelanggaran
ringan kadang-kadang terjadi (misalnya, menggelandang, mengganggu keamanan) dan sering
dikaitkan dengan penyalahgunaan zat. Sebagian kecil pasien menjadi demensia. Secara
keseluruhan harapan hidupnya pendek, terutama akibat kecelakaan, bunuh diri, dan
ketidakmampuannya merawat diri.

Sebelumnya, skizofrenia dibedakan antatn skizofrenia proses (terjadinya berangsur-


angsur, perjalanannya kronik dan skizofrenia reaktif (awitan cepat, prognosis lebih baik).
Selain itu, skizofrenia juga dibedakan antara simtom positif (halusrnasi, waham, perilaku
aneh, dll) yang biasanya berespons terhadap APG-I, dan simtom negatif (afek datar, miskin
pembicaraan, anhedonia, penarikan diri dari sosial, dll) yang tidak berespons terhadap APG-I
tetapi APG-II Bentuk skizofrenia reaktif dan skizofrenia proses mungkin secara etiologi
berbeda. Meskipun ada variabilitas yang besar, tipe disorganisasi secara umum mempunyai
prognosis yang buruk, tetapi tipe paranoid (dan beberapa katatonik) mempunyai prognosis
baik. Prognosis menjadi lebih buruk bila pasien menyalahgunakan zat atau hidup dalam
keluarga yang tak harmonis.

Gambaran klinis yang dikaitkan denga prognosis baik yaitu :

 Awitan gejala-gejala psikotik aktif terjadi dengan secara mendadak


 Awitan terjadi setelah umur 30 tahun, terutama pada perempuan
 Fungsi pekerjaan dan sosial premorbid (sebelum sakit) baik. Performa sebelumnya
tetap merupakan prediktor terbaik untuk meramalkan performa di masa datang
 Kebingungan sangat jelas dan gambaran emosi menonjol, selama episode akut
(simptom positif)
 Adanya suatu stresor yang mempresipitasi psikosis akut dan tidak ada bukti gangguan
susunan saraf pusat (SSP)
 Tidak ada riwayat keluarga mennderita skizofrenia

Anda mungkin juga menyukai