Anda di halaman 1dari 11

III.

ISLAM SEBAGAI SEBUAH SISTEM


AJARAN

Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat memahami Islam sebagai sebuah sistem ajaran
Indikator Pencapaian Kompetensi
a. Mahasiswa dapat menjelaskan klasifikasi Agama
b. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Agama Islam
c. Mahasiswa dapat menjelaskan sumber Ajaran Islam
d. Mahasiswa dapat menjelaskan struktur dasar Ajaran Islam

A. Agama dan Klasifikasinya


Secara etimologi, agama berasal dari Bahasa Sansekerta. Ada tiga istilah yang pada
mulanya punya makna berbeda, yakni :Agama artinya tata cara hubungan manusia dengan
rajanya. Igama artinya tata cara hubungan manusia dengan dewa.Dan Ugama artinya tata cara
hubungan manusia dengan manusia. Ketiga istilah tersebut kini dipakai dengan makna yang
sama, yakni tata cara hubungan manusia dengan Tuhan-Nya. Yang membedakan masyarakat
pemakainya, istilah agama lazim dipakai dalam Bahasa Indonesia, Igama dalam Bahasa Jawa
dan Bali, dan Ugama dalam Bahasa Malaysia.
Secara terminologi, istilah “agama” sama dengan “religi” yang berasal dari Bahasa
Inggris; “religion”. Dalam kamus The Holt Intermediate Dictionary of American English,
religion berarti : “Belief in and worship of God or the Super Natural” (kepercayaan dan
penyembahan kepada Tuhan atau kepada Yang Maha Mengetahui). Dalam kamus The
advanced Learner’s Dictionary of Current English disebutkan Religion : “belief in the
existence of supernatural rulling fower, the creator and controller of the universe, who has
given to man a spiritual nature which continues to exist after the death of body” (agama
adalah mempercayai adanya kekuatan kodrat yang maha mengatasi, menguasai, menciptakan
dan mengawasi alam semesta dan yang telah menganugerahkan kepada manusia suatu watak
ruhani, supaya manusia dapat hidup terus-menerus setelah masa kematiannya).
Dari dua definisi agama (religi) di atas, dapat disimpulkan bahwa isi agama itu
meliputi ;
1. Suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan
2. Suatu sistem penyembahan kepada Tuhan.
Dengan demikian, agama menurut kesimpulan di atas hanyalah menunjukkan hubungan
manusia dengan Tuhannya (hubungan vertikal).Dan memang dalam pengertian itulah
umumnya doktrin agama-agama yang ada di dunia ini selain agama Islam.
Dalam Islam, agama diistilahkan dengan‫“( دين‬dien”). Istilah ini punya pengertian yang
jauh lebih luas dari pengertian agama seperti yang telah diuraikan di atas. ”‫”دين‬selain
pengaturan hubungan manusia dengan tuhan (vertikal), juga berisi ajaran yang mengatur tata
hubungan manusia dengan sesama manusia /masyarakat (horizonal), bahkan juga memberi
petunjuk tentang bagaimana perlakuan manusia terhadap binatang, tumbuh-tumbuhan, dan
benda-benda alam.Agama Islam sangat sesuai dengan makna ini. Firman Allah SWT :
......  ..‫ ِدينًا‬    ‫اإْلِ ْس ٰل َم‬    ‫لَ ُك ُم‬    ‫يت‬ ِ ِ
ُ ‫ َو َرض‬    ‫ن ْع َمىِت‬    ‫ َعلَْي ُك ْم‬    ‫ت‬
ِ
ُ ‫ َوأَمْتَ ْم‬    ‫دينَ ُك ْم‬    ‫لَ ُك ْم‬    ‫ت‬
ُ ‫أَ ْك َم ْل‬    ‫الَْي ْو َم‬
٣:‫﴾﴿املائدة‬
Artinya :
“…..Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.,…….(Q.S. al-Maidah:
3)

Sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia, agama (‫ )دين‬otomatis sangat diperlukan


dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain manusia berhajat kepada agama. Dan hajat hidup
manusia terhadap agama didorong oleh adanya fitrah (kebutuhan asasi) terhadap agama yang
melekat pada setiap manusia.
Adanya anggapan telah adanya fitrah beragama (potensi beragama) pada diri manusia
bisa ditinjau secara ilmiah maupun normatif.Secara ilmiah dapat dilihat melalui bukti historis
dan antropoligis bahwa pada manusia primitif yang tidak pernah datang kepada mereka
informasi mengenai tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya tuhan, walaupun sebatas
daya hayal mereka. Mula-mula mereka menuhankan benda-benda alam yang berawal pada
rasa ketergantungan dan kekaguman. Bagi mereka yang bertempat di pesisir pantai, mereka
mengagungkan lautan yang dianggap memiliki kekuatan magis, seperti yang telah
diungkapkan pada bab terdahulu. Kepercayaan demikian ini selanjutnya dinamakan
dinamisme.Kekuatan magis pada laut dalam perkembangan berikutnya dinamakan ruh atau
jiwa.Keyakinan ini selanjutnya dinamakan animisme.Ruh yang bersemayam pada benda-
benda alam tersebut mendapatkan formalisasi dalam bentuk dewa-dewi yang sangat banyak
jumlahnya.Kepercayaan inilah yang disebut dengan politeisme.Kenyataan ini menunjukkan
bahwa manusia memiliki potensi bertuhan.Namun karena potensi itu tidak terarah dengan
baik, maka tampil bentuk yang bermacam-macam yang keadaannya serba relatif.Namun yang
dipentingkan di sini adalah bahwa dari persepektif historis dan antropologis, ternyata manusia
cenderung hidup bertuhan.
Secara normatif, kecenderungan manusia hidup beragama dapat ditelaah pada Al-
Qur’an surah al-A’raf ayat 172. Sebagian mufassir mengatakan ayat tersebut
menggambarkan terjadinya dialog primordial antara ruh manusia dengan Tuhan: “Bukankah
Aku tuhan-Mu? Mereka menjawab; benar, kami bersaksi atas ketuhanan Mu”. Selanjutnya,
Allah Swt meniupkan ruh yang telah bersaksi itu ke janin yang dikandung seorang ibu (sekitar
4 bulan usia kandungan, ada yang mengatakan 2 bulan kandungan). Sampai waktunya lahirlah
bayi itu dalam keadaan fitrah (“kecenderungan mentauhidkan Allah Swt” ;‫جانحين‬
‫)للتوحيد‬.
Berdasarkan sumbernya, agama diklasifikasikan kepada dua bagian:
1. Agama langit (‫)دين السماوي‬, yaitu agama yang bersumber dari wahyu Ilahi, atau agama yang
diwahyukan mulai kepada Nabi Adam as. sampai kepada Nabi Muhammad Saw.
2. Agama bumi (‫)دين االرض‬, yaituagama yang bersumber dari produk fikir manusia (filsafat)
seperti agama Budha dan Hindu.
Ajaran samawi pra Nabi Muhammad Saw. cenderung menyimpang karena bercampur
dengan produk fikir manusia sehingga derajatnya menurun menjadi agama al-Ard. Hanya
Islam yang sampai sekarang masih murni sesuai dengan kemurnian Al-Qur’an yang hingga
kini tetap terjaga keorisinilannya.Kesempurnaan Islam terlihat dari cirinya yang mendorong
manusia mempergunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Kauniyah (Sunnatullah) yang
terbentang di alam semesta dan ayat-ayat Qur’aniyah yang terekam dalam 30 juz Kitabullah,
Al-Qur’an al-Karim.Firman Allah SWT :
Artinya :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal” (Q.S. Ali Imran :
190)

B. Agama Islam
Secara etimologi, Islam berasal dari kata “aslama-yuslimu” yang berarti menyerah,
tunduk, dan damai. Makna secara bahasa ini juga dapat dipahami dengan melihat makna kata
turunannya (derifasi), yaitu : “assalmu” yang berarti bersih (lahir batin),“assilmu” yang berarti
taat aturan Allah Swt , dan “assalamatu” yang berarti selamat sejahtera. Dari ketiga makna
kata turunan tersebut dapat dipahami bahwa manakala seorang muslim senang dalam
mengamalkan ajaran kebersihan baik lahiriah atau batiniah plus sikap hidupnya yang
menjunjung tinggi hukum-hukum Allah Swt. maka ia akan mendapatkan keselamatan hidup
dunia dan akhirat.
Secara terminologi, Islam--sebagaimana yang didefinisikan oleh Ahmad Abdullah al-
Masdoosi-- berarti suatu kaedah hidup yang diturunkan kepada seluruh manusia sejak
manusia digelar ke muka bumi, terbina dalam bentuknya terakhir dan sempurna dalam Al-
Qur’an.Diwahyukan Allah Swt. kepada Nabi-Nya terakhir sebagai tuntunan yang jelas dan
lengkap mengenai aspek hidup manusia;spiritual maupun material. Jadi Islam adalah agama
yang ajaran-ajarannya diberikan Allah Set. kepada masyarakat manusia melalui para utusan-
Nya(rasul-rasul) semenjak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad Saw. Makna Islam seperti
ini sesuai dengan firman Allah Swt. sebagai berikut :

Artinya :
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang
diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan
anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan
kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara
mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".(Q.S al-Baqarah: 136).
Ada satu perbedaan mendasar antara Islam sebagai nama suatu agama jika
dibandingkan dengan nama-nama agama lain. Pada agama-agama selain Islam, penamaan
agama dikaitkan dengan nama pembawanya, misalnya Agama Kristen diacukan pada nama
pembawanya yakni Yesus Kristus, Agama Buddha diacukan kepada pembawanya yang
bernama Buddha Siddhartha Gautama. Penamaan agama seperti ini merupakan indikasi dari
pengakuan adanya ide dan gagasan manusia baik sang pembawa maupun pengikutnya. Oleh
karena itu pada kasus kedua agama di atas, si pembawa agama dikultuskan sebagai
tuhan.Berbeda dengan Agama Islam, penamaannya berdasarkan makna esensial dari Islam itu
sendiri. Oleh karena itu keliru besar apabila Islam disebut dengan Muhammadanisme, lebih-
lebih untuk menyamakan dengan penamaan yang terjadi pada agama lain. Agama Islam tidak
terbentuk dari pemikiran Muhammad Saw,melainkan berasal dari wahyu Ilahi. Nabi
Muhammad Saw. hanyalah sebagai Rasul utusan Allah Swt. yang bertugas menyampaikan
risalah yang diturunkan kepadanya. Firman Allah Swt. :

Artinya :
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang
(murtad)?Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan
mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang
yang bersyukur”. (QS Ali Imran : 144)

C. Karakteristik Kewahyuan Ajaran Islam


Sebagai sebuah sistem ajaran, Agama Islam memiliki ciri-ciri yang menunjukkan
kebenaranya sebagai agama yang berasal dari wahyu yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada
Rasul-Nya Muhammad Saw. Beberapa ciri tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kelahiran Ajaran Islam bersifat menyejarah yakni pada tanggal 17 Ramadlan
tahunGajah(6 Agustus 610 M) dalam momentum turunnya Al-Qur’an untuk pertama
kalinya kepada Nabi Muhammad Saw.
2. Disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai cara yang utama
turunnya wahyu. Ada pula cara lain turunnya wahyu yaitu : terdengar suara bergema di
balik tabir, didahului oleh suara gemerincing lonceng yang dahsyat yang menunjukkan
wahyu yang diturunkan berisi wahyu berupa berita yang berat misalnya informasi tentang
siksa neraka, dan Rasulullah Saw. ketika itu dalam keadaan menggigil. Cara yang lain
lagi yaitu wahyu itu langsung dimasukkan oleh Allah SWT ke dalam hati sanubari
Rasulullah Saw.
3. Memiliki kitab suci, yakni Al-Qur’an yang terdiri dari 30 Juz, 114 Surah dan 6666 ayat
(pendapat lain mengatakan sebanyak 6.236 ayat, perbedaan disebabkan berbedanya
penentuan akhir sebuah ayat) dan 74.499 kalimat. Sebagai petunjuk jalan kebenaran Al-
Qur’an senantiasa aktual dan cocok di segala zaman. Tidak pernah mengalami perubahan
semenjak rasul pembawanya karena telah mendapat jaminan dari Allah Saw. akan
keterjagaan dari kemungkinan penyelewengan.
4. Ajaran Islam mutlak kebenarannya karena berasal dari Allah Swt. Ajaran Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. adalah ajaran pembaharu yang meluruskan berbagai
penyimpangan ajaran Allah Swt. yang dlakukan oleh umat rasul-rasul terdahulu
sepeninggal rasul bersangkutan semenjak Nabi Adam as. hingga Nab Isa as.
5. Sistem hubungan muslim dengan Allah Swt jelas ditegaskan dalam Al-Qur’an. Secara
intensif tiap sehari semalam lima kali seorang muslim secara formal melakukan
komunikasi dengan tuhannya Allah Swt.lewat media shalat fardlu lima waktu.
6. Konsep ketuhanan Islam adalah tauhid. Allah Swt. tunggal, tidak berbilang. Tidak
bersekutu dengan yang selain-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Konsep
ketunggalan tuhan dalam Islam bersifat murni, oleh karena itu Islam tidak mengenal
trinitas atau yang sejenis dengan itu.
7. Dasar-dasar Agama Islam bersifat fundamental dan mutlak serta berlaku untuk seluruh
umat manusia di belahan bumi manapun dan dalam kurun waktu kapan pun ia berada.
8. Penamaan “Islam” mengacu pada intisari ajaran, yang berarti “bersih lahir batin, ketaatan
pada aturan Allah Swt, dan keselamatan atau kesejahteraan dunia akhirat. Dengan
memenuhi makna Islam yang pertama dan kedua tersebut, maka otomatis seorang muslim
akan mendapati hakikat makna Islam yang ketiga.
9. Nilai-nilai etika dan estetika Islam sesuai dengan fitrah manusia. Fitrah manusia yang
dimaksud di sini adalah hajat hidup manusia yang paling asasi seperti terpenuhi
kebutuhan sandang, pangan, papan, keamanan, harga diri dan lain-lain. Nilai-nilai etika
dan estetika Islam sangat mendukung terpenuhinya berbagai hajat hidup tersebut.
10. Soal-soal alam semesta dalam Al-Quran telah terbukti dalam perkembangan sains. Dulu
masyarakat Islam menerima kebenaran Al-Qur’an semata secara doktriner, sedangkan
kini bersamaan dengan pesatnya perkembangan sains, kebenaran Al-Qur’an diperkuat
dengan argumen ilmiah dari berbagai bidang ilmu pengetahuan.

D. Kesalahan dalam Memahami Islam


Berikut ini beberapa bentuk kesalahan seseorang atau sekelompok orang dalam
memahami Islam, yaitu sebagai berikut :
1. Salah dalam memahami ruang lingkup agama Islam. Islam hanya dianggap sebatas religi.
Islam hanya dipahami sebatas shalat, puasa, zakat, dan haji saja. Pada kehidupan yang
melibatkan interaksi dengan sesama manusia dengan berbagai keperluannya seperti
berdagang, Islam dianggap tidak punya kepentingan untuk mengadakan
pengaturan.Dengan kata lain adanya pandangan dikotomis yang memisahkan antara
Islam dan keduniaan. Islam diamalkan menyangkut ibadah mahdlah saja. Adapun
perkara yang menyangkut kepentingan yang melibatkan kerjasama antar manusia (urusan
keduniaan) aturan Islam tidak dipakai karena dianggap merugikan.
2. Salah dalam menggambarkan bagian-bagian ajaran Islam. Suatu ajaran yang bersifat
pokok (ushul) hanya dipandang sebagai ajaran cabang (furu’) saja, sehingga perbedaan
pada hal-hal yang pokok dianggap lumrah saja. Sebaliknya pada ajaran yang sebenarnya
hanya bersifat cabang saja dianggap bersifat pokok, sehingga perbedaan pada masalah
cabang dianggap telah keluar dari Islam. Kecenderungan pertama merupakan akar dari
liberalisme dalam beragama, sementara yang kedua merupakan akar fanatisme membabi
buta.
3. Salah dalam menggunakan metode mempelajari Islam. Islam hanya dijadikan obyek studi
dengan menggunakan logika semata, padahal tidak semua wilayah ajaran Islam selesai
didekati dengan pendekatan logika. Bukan berarti wilayah ajaran tersebut tidak masuk
akal akan tetapi kapasitas akal yang tidak mampu menjangkau untuk memahaminya
secara tuntas. Wilayah ajaran tersebut umumnya bersifat imani seperti keyakinan adanya
kehidupan akhirat setelah kehidupan dunia ini.
Agar terhindar dari kemungkinan kesalahan seperti tersebut di atas, ada beberapa hal
yang harus dilakukan sebagai berikut :
1. Pelajari Islam dari sumbernya yang asli yaitu Al-Qur’an, Hadits, dan buku-buku yang
ditulis ahlinya.
2. Pelajari Islam secara integral, hindari secara parsial.
3. Pelajari Islam dengan menggunakan metode yang selaras, dengan cara menggunakan
pendekatan naqli yang didukung dengan pendekatan aqli.
4. Dihubungkan dengan persoalan asasi yang dihadapi masyarakat.
5. Dipadu dengan pendekatan ilmu pengetahuan yang berkembang.
6. Tidak menyamakan Islam dengan penganutnya. Islam hendaklah dinilai dari keluhuran
ajarannya, bukan dinilai dari perilaku umatnya yang kadang-kadang menunjukkan
perilaku yang bertentangan dengan keluhuran ajarannya.

E. Sumber Pokok Ajaran Islam


Dalam Surah an-Nisa ayat 59 Allah Swt. berfirman :

Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya”.

Berdasarkan ayat tersebut di atas, secara herarkis, ada tiga sumber pokok ajaran Islam,
yaitu :
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber pokok ajaran Islam yang pertama. Secara etimologi Al-
Qur’an berasal dari kata “qara’a” yang berarti “membaca” (lihat QS al-Qiyamah :18). Al-
Qur’an sendiri berarti “bacaan tertentu”.Secara terminologi, Al-Qur’an berarti firman Allah
Swt. yang disampaikan kepada Rasulullah Saw. sebagai mu’jizat (bukti kerasulan), tertulis
secara mutawatir, dan membacanya dipandang ibadah (Manna’ Khalil Qattan dalam kitabnya
Mabahits fi Ulum Al-Qur’an).
Al-Qur’an yang turun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, sekitar 13 tahun di Mekkah
dan 10 tahun di Madinah ini juga dinamakan pula Al-Furqan yang artinya “pembeda” (lihat
QS al-Furqan : 1), Al-Kitab yang artinya “yang ditulis dalam mushab” (lihat QS al-Kahfi : 1),
dan Adz-Dzikr yang artinya “peringatan dari Allah Swt. kepada manusia” (lihat QS al-Hijr :
9).
Sebagai sumber ajaran Islam yang utama, Al-Qur’an berfungsi memberikan petunjuk
atau pedoman tidak saja bagi kaum muslimin tapi juga bagi seluruh umat manusia dalam
usahanya mencapai kesejahteraan lahir batin. Di antara petunjuk yang diberikan Al-Qur’an
kepada manusia antara lain berupa pembedaan yang jelas mengenai nilai-nilai kebenaran
(haq) dari yang batil sehingga nampak jelas perbedaan antara keduanya. Perhatikan firman
Allah Swt. sebagai berikut :
Artinya :

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang
siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari
yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu.Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
(Q.S. Al-Baqarah: 185)
Selain itu, Al-Qur’an juga berfungsi sebagai hakim atau wasit yang mengatur
perjalanan hidup manusia agar berjalan lurus. Oleh karena itu manakala terjadi perselisihan
antar sesama muslim maka hendaklah mereka berhakim kepada Al-Qur’an.
2. Hadits / Sunnah
Secara etimologi, hadits merupakan lawan kata dari qadim.Hadits artinya baru,
sedangkan qadim artinya lama.Dalam konteks ini, hadits dapat dipahami sebagai segala
perkataan yang dinukil oleh manusia. Sedangkan secara terminologi, hadits dapat
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Saw baik berupa
perkataan, perbuatan,maupun persetujuan atau sifat yang memiliki implikasi hukum.
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, hadits mempunyai fungsi yang sangat berarti
terhadap Al-Qur’an, antara lain dapat disebutkan secara ringkas sebagai berikut:
a. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an, misalnya dalil-dalil
tentang kewajiban shalat,puasa, zakat, dan haji dapat ditemukan dalam Al-Qur’an dan
dikuatkan dalam hadits Nabi Saw.
b. Memberi contoh tata pelaksanaan suatu ibadah. Setiap kewajiban yang tertera dalam Al-
Qur’an, tidak diterangkan secara terperinci mengenai tata cara pelaksanaannya. Oleh
karena itu hadits Nabi Saw memberikan contoh tata cara pelaksanaannya secara jelas.
c. Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini, hadits
menetapkan hukum secara tersendiri lantaran masalah bersangkutan tidak ditemukan dalam
Al-Qur’an. Misalnya di dalam Al-Qur’an Allah Swt hanya menyebutkan empat macam
yang diharamkan, yaitu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih untuk
selain Allah Swt. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ditetapkan juga
kriteria lain binatang yang diharamkan sebagaimana bunyi hadits yang artinya :
“Rasulullah Saw melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring dan setiap
burung yang mempunyai cakar yang kuat”. (HR. Muslim dari Abi Hurairah)

Ditinjau dari segi bentuknya, hadits dibedakan kepada tiga macam, yaitu :
a. Hadits Qauliyyah, yakni perkataan atau sabda Rasulullah Saw. yang beliau sampaikan
dalam berbagai kesempatan, baik berupa perintah, larangan, teguran, pujian, penjelasan
dan lain-lain.
b. Hadits Fi’liyyah, yakni segala perbuatan dan tindakan Rasulullah Saw, seperti perbuatan
beliau melaksanakan kewajiban shalat lima waktu.
c. Hadits Taqririyyah, yakni : sikap Rasulullah Saw. yang diam saja terhadap suatu perbuatan
sahabat yang mengisyaratkan bahwa Rasulullah Saw. menyetujui perbuatan tersebut.
Misalnya, suatu ketika ada pengikut Rasulullah Saw. yang membakar belalang, dan
menanyakannya kepada beliau apakah halal atau haram untuk dimakan. Rasulullah Saw.
ketika itu diam saja sampai orang itu memakan belalang tersebut. Diamnya Rasulullah
Saw. dalam hal ini dianggap tanda persetujuan yang berarti belalang tersebut halal
dimakan. Hanya saja dari sekian jenis belalang yan ada sekarang, yang manakah belalang
yang dimaksud halal? Inilah yang menjadi persoalan.
Ditinjau dari segi kekuatan hujjahnya, hadits diklasifikasikan ke dalam dua bagian:
a. Hadits mutawatir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang kepada banyak orang
dan seterusnya, dengan sanadnya yang banyak pula. Hadits mutawatir ini dibagi menjadi
dua macam, yaitu :
1). Mutawatir lafdziyah, yaitu redaksi dan kandungannya sama, tidak ditemukan
perbedaan.Contoh: “maka barang siapa membuat kebohongan terhadapku dengan
sengaja, hendaknya mengambil tempat duduk dari api neraka” (HR Bukhari-Muslim)
Hadits tersebut diriwayatkan oleh sekitar 200 orang sahabat dengan redaksi yang tidak
berbeda
2). Mutawatir ma’nawiyah, yaitu redaksinya berbeda-beda tetapi maknanya tetap sama.
Contoh, hadits tentang mengangkat tangan tatkala berdoa. Hadits ini diriwayatkan oleh
sekitar 100 orang sahabat dengan redaksi yang berbeda tapi maknanya sama.
b. Hadits Ahad
Hadits Ahad adalah hadits yang driwayatkan oleh satu orang, dua orang atau lebih
yang tidak sampai pada derajat mutawatir, kemudian diteruskan oleh satu, dua orang
atau lebih pada generasi berikutnya (tabi’in dan seterusnya) tanpa mencapai derajat
mutawatir.Hadits ahad merupakan bagian yang paling banyak yang didapatkan dalam
kitab-kitab hadits.
Ditinjau dari segi kualitas kehujjahannya, hadits ahad diklasifakasikan menjadi
empat macam, yaitu :
1). Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang adil (baik
akhlaknya), kuat hafalannya, sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai
kepada Rasulullah Saw, tidak mempunyai cacat, dan tidak bertentangan dengan dalil
atau periwayatan yang lebih kuat.
2).Hadits Hasan, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang adil, sanadnya bersambung
sampai kepada Rasulullah Saw, tidak mempunyai cacat, dan tidak bertentangan
dengan dalil atau periwayatan yang lebih kuat. Akan tetapi kekuatan hafalan atau
ketelitian perawinya kurang baik.
3). Hadits Dha’if, yaitu hadits yang lemah karena perawinya tidak adil, terputus
sanadnya, punya cacat, bertentangan dengan dalil atau periwayatan yang lebih kuat,
atau karena cacat yang lainnya. Lebih dari 20 macam hadits yang dipandang dha’if.
4).Hadits Maudhu’, yaitu hadits yang dibuat oleh seseorang (karangan sendiri)
kemudian dikatakan sebagai perkataan atau perbuatan Rasulullah Saw.

3. Ijtihad
Ijtihad adalah usaha yang sungguh-sungguh dari seseorang atau beberapa orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman tertentu yang memenuhi syarat untuk
mencari, menemukan dan menetapkan norma yang belum jelas patokannya dalam Al-Qur’an
atau hadits mengenai suatu persoalan baru yang muncul di masyarakat yang belum
terdapat pada zaman Rasulullah Saw.
Ijtihad diperlukan seiring dengan zaman yang terus berkembang. Perkembangan
tersebut selalu bersinggungan dengan aspek hukum (tidak terkecuali hukum menurut
perspektif agama) mengenai boleh tidaknya.Di sinilah peran ulama diperlukan untuk
membaca persoalan, dan selanjutnya mengambil keputusan hukum berdasarkan kaedah-
kaedah yang dibenarkan menurut asas-asas hukum Islam.
Contoh kasus ijtihad dapat ditemukan misalnya tentang alat-alat kontrasepsi (alat
KB).Pada zaman Rasulullah Saw. belum ada alat-alat semacam itu sehingga wajar
keterangan mengenai boleh tidaknya digunakan belum ada.Oleh karena itu hal ini menjadi
wilayah ulama untuk memutuskan mengenai hukumnya.Ijtihad ulama mengenai persoalan
ini menghasilkan ketetapan hukum bahwa semua alat kontrasepsi halal digunakan kecuali
dua yaitu fasectomi dan tubectomi.
Tidak gampang seorang dapat dikatagorekan seorang mujtahid. Abul A’la al-
Maududi mengemukakan 6 macam syarat seorang dikatakan mujtahid, yaitu :
a. Memiliki keimanan yang kuat
b. Menguasai Bahasa Arab
c. Mendalami ilmu al-Qur’an dan Hadits
d. Mengetahui produk-produk ijtihad ulama terdahulu
e. Memiliki pengamatan yang cermat terhadap masalah-masalah kehidupan berikut situasi
dan kondisi yang melingkupinya
f. Memiliki akhlak yang terpuji sesuai dengan tuntutan Islam.
F. Struktur Dasar Ajaran Islam
Sebagai sebuah sistem ajaran, Islam memiliki kerangka dasar ajaran yang jelas. Kerangka
dasar ini disusun mengikuti hadits Rasulullah Saw. tentang tiga esensi ajaran Islam, yaitu
Iman, Islam dan Ihsan. Secara ilmiah, ketiga esensi ajaran tersebut dituangkan masing-
masingnya secara berurutan dalam tiga jenis ajaran besar sebagai berikut :
1. Ajaran Aqidah (Aspek Credial/Keyakinan)
Secara ringkas aqidah merupakan keyakinan akan adanya Allah Swt. dan para rasul
yang diutus dan dipilih-Nya untuk menyampaikan risalah kepada umat melalui malaikat,
yang dituangkan dalam kitab-kitab suci-Nya yang berisikan informasi tentang adanya hari
akhir atau kehidupan setelah mati. Selain itu juga berisikan informasi tentang segala
sesuatu yang telah direncanakan dan ditentukan oleh Allah Swt. Aqidah merupakan
komponen pokok dalam Agama Islam yang di atasnya berdiri syari’at dan akhlak Islam.
2. Ajaran Syariah (Aspek Yurisprudence/Hukum)
Syariah merupakan aturan atau undang-undang Allah Swt. tentang pelaksanaan dari
penyerahan diri secara total melalui proses ibadah secara langsung kepada Allah Swt.
maupun secara tidak langsung dalam hubungannya dengan sesama makhluk lainnya
(mu’amalah), baik dengan sesama manusia maupun dengan alam.
3. Ajaran Akhlak (Aspek Etika)
Kalau ajaran aqidah berintikan masalah iman, ajaran syariah berintikan masalah
Islam, sedangan ajaran akhlak berintikan masalah ihsan. Dengan demikian ajaran akhlak
menggiring manusia untuk bersifat, bersikap dan berperilaku ikhlas dalam beraqidah dan
bersyariat sesuai dengan intisari ajaran ihsan yang menuntun manusia untuk selalu
menumbuhkan perasaan selalu diawasi Allah SWT dalam segenap gerak-geriknya.
Ketiga ajaran tersebut terkait begitu eratnya, laksana sebatang pohon yang
baik,sebagaimana tergambar dalam Al-Qur’an Surah Ibrahim ayat 24-25 sebagai berikut :

Artinya :
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.
Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”.

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa pohon yang baik adalah pohon yang
akarnya kuat menancap ke bumi, cabangnya menjulang ke langit, dan dengan begitu pohon
tersebut akan menghasilkan buah yang berkualitas. Inilah sebuah perumpamaan sosok
seorang muslim yang ideal. Akar melambangkan kekokohan iman sebagaimana kokohnya
akar yang menancap ke bumi. Ranting yang menjulang ke langit melambangkan sosok
muslim yang baik itu menjunjung tinggi hukum-hukum Tuhan. Dan buah yang berkualitas
melambangkan kualitas akhlak yang terbentuk dari kekokohan iman dan pengamalan
ajaran syariah yang mantap.

Soal Latihan :
1. Jelaskan perbedaan antara istilah “agama” berdasarkan Bahasa Sanskerta dan istilah
“dien”?
2. Jelaskan pengertian Islam secara bahasa dan istilah
3. Bisakah istilah Islam diganti dengan Muhammadanisme? Jelaskan argumen anda
4. Sebutkan tiga bentuk kekeliruan dalam memahami Islam, dan jelaskan beberapa cara
agar terhindar dari kekeliruan tersebut
5. Jelaskan kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam
6. Jelaskan kedudukan dan fungsi hadits sebagai sumber ajaran Islam
7. Jelaskan latar belakang munculnya hadits palsu
8. Jelaskan apa yang disebut dengan ijtihad
9. Mengapa ijtihad dperlukan
10. Jelaskan satu bentuk produk hukum Islam sebagai hasil ijtihad

Anda mungkin juga menyukai