Anda di halaman 1dari 2

Penentuan tolak ukur apakah limbah dari suatu industri/pabrik telah menyebabkan pencemaran atau

tidak, maka digunakan dua sistem baku mutu limbah, yaitu:

a. Menetapkan suatu effluent standard, yaitu kadar maksimum limbah yang diperkenankan untuk
dibuang ke media lingkungan, seperti air, tanah, dan udara. Kadar maksimum bahan polutan yang
terkandung dalam limbah tersebut ditentukan pada saat limbah tersebut ditentukan, yaitu ketika limbah
meninggalkan pabrik/industri.

b. Menetapkan ketentuan tentang stream standard, yaitu penetapan batas kadar bahan pollutan pada
sumber daya tertentu, seperti sungai, danau, waduk, perairan pantai dll.

Maraknya pembangunan dan perkembangan perindustrian diberbagai wilayah untuk memenuhi


kebutuhan manusia yang semakin meningkat hal tersebut sering kali memberikan dampak negative bagi
lingkungan hidup disekitarnya yaitu perusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Banyaknya pelaku
usaha atau perindustrian hanya memikirkan keuntungan individualnya saja tanpa memperhatikan baku
mutu lingkungan hidup sehingga menimbulkan kerugikan masyarakat disekitarnya.

Titik terjadinya pelanggaran hukum lingkungan berangkat dari adanya pengaduan masyarakat serta
adanya inspeksi mendadak yang dilakukan oleh lembaga terkait. Tujuan pelaporan yang dilakukan
masyarakat kepada kantor Dinas Lingkungan Hidup juga bermacam-macam karena secara dini dapat
diketahui dengan mendatangi langsung tempat terjadinya pengaduan tersebut dan akan ditindak lanjuti
apakah benar terjadi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan. Setelah itu pihak instansi akan
melakukan pemeriksaan di labolatorium yang akan menunjukkan apakah pengaduan tersebut telah
melebihi tingkat baku mutu atau tidak. Berangkat dari pengaduan yang masuk ke kantor lingkungan
hidup inilah dapat dipilih untuk proses selanjutnya. Jika masih ragu, tentang ketentuan mana yang
dilanggar, apakah kententuan administrasi (pelanggaran perizinan), apakah bersifat perdata (misalnya
perbuatan melanggar hukum), atau perlu dilanjutkan ke proses hukum pidana, misalnya jika pelanggar
merupakan residivis. Terlebih dahulu Dinas Lingkungan Hidup membawa persoalan ini ke dalam forum
musyawarah.

Penegakan hukum lingkungan dapat dilakukan dengan cara menerapkan sanksi


administratif, perdata, dan pidana. Upaya administratif adalah pengawasan yang dilakukan
oleh organ di dalam lingkungan pemerintah sendiri. Jadi, wewenang berada di tangan
lembaga eksekutif. Menurut penjelasan Pasal 48 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986, upaya
administratif pada dasarnya dapat dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu : (1) banding
administratif, yaitu penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan oleh instansi
atasan atau instansi lain yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan. (2) keberatan,
yaitu penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan sendiri oleh badan atau
pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan. Berbeda
dengan prosedur yang ditempuh dalam PTUN, maka dalam prosedur banding administratif
atau keberatan dilakukan penilaian yang lengkap oleh instansi yang memutus sengketa, baik
dari segi penerapan hukum maupun dari segi kebijaksanaannya. Ketentuan tentang sanksi
administratif dalam UUPPLH diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Namun
hingga saat ini Menteri Lingkungan Hidup belum mengeluarkan peraturan untuk
menindaklanjuti ketentuan sanksi administrasi dalam UUPPLH (Undang-Undang
Pengelolaan Lingkungan Hidup). Sanksi administrasi sebagai sebuah instrumen penegakan
hukum lingkungan mempunyai arti penting terkait fungsinya sebagai instrumen
pengendalian, pencegahan, dan penanggulangan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan-
ketentuan lingkungan hidup.

Menurut penulis, berdasarkan pengertian tersebut diatas, penelitian ini termasuk dalam Actual
Enforcement, karena dalam penegakan hukum lingkungan khususnya penerapan sanksi administrasi
tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena adanya keterbatasanketerbatasan sarana dan
prasarana di lingkungan penegak hukum sehingga diperlukan adanya diskresi secara proporsional
dengan tujuan untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan. BLH Kota Semarang memiliki
keterbatasanketerbatasan dalam penegakan hukum sehingga diperlukan intervensi baik dari dalam
maupun luar lembaga, seperti Satpol PP dalam melaksanakan penegakan hukum lingkungan
khususnya sanksi administrasi. Hal ini dikarenakan adanya suatu pembatasan dalam penegakan
hukum sehingga membatasi ruang gerak, disamping adanya pengaruh dari faktor penegak hukum
itu sendiri serta kurangnya peran serta masyarakat

Anda mungkin juga menyukai