Anda di halaman 1dari 5

2.

Apakah setiap perubahan kurikulum tersebut benar-benar tidak sesuai dengan tujuan
pendidikan sehingga dilakukan perubahan?

Perubahan kurikulum dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta mengikuti


perkembangan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan pertumbuhan penduduk yang
pesat . Dalam perjalanan sejarah sejak Indonesia merdeka kurikulum pendidikan mengalami
perubahan dari kurikulum tahun 1947, tahun 1952, tahun 1964, tahun 1968 ,tahun 1975, tahun
1984, tahun 1994, tahun 2004 , tahun 2006 serta yang terbaru adalah kurikulum tahun 2014.

Perubahan Kurikulum tahun 1947 > tahun 1952

Pada kurikulum tahun 1947 dilakukan perubahan karena pada kurikulum ini orientasi pelajaran
kurikulum tidak menekankan pada pendidikan pikiran yang diutamakan hanyalah watak dan
kesadaran bernegara (karena masih dalam suasana kemerdekaan)sehingga dilakukan
perubahan ke kurikulum tahun 1952 yang sudah mengarah ke pendidikan nasional dan sudah
merinci untuk setiap mata pelajaran.

Perubahan Kurikulum tahun 1952>1964

Menjelang tahun 1964, dilakukan kembali penyempurnaan sistem kurikulum tahun 1952 di
Indonesia, yang hasilnya dinamakan Rentjana Pendidikan 1964. Kurikulum 1964 menekankan
pada pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran
dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional / artistik, keprigelan, dan jasmani.
Perubahan Kurikulum tahun 1964>1968

Dari Kurikulum 1964 diperbaharui menjadi kurikulum 1968, dalam hal ini terjadi perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari
perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Penekanan
dalam Kurikulum 1968, pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat
jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik.

Perubahan Kurikulum tahun 1968>1975

Sebagai pengganti kurikulum 1968 adalah kurikulum 1975. Dalam kurikulum ini menggunakan
pendekatan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), mengarah kepada
tercapainya tujuan spesifik, yang dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku
siswa. Dalam pelaksanaannya banyak menganut psikologi tingkah laku dengan menekankan
kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).

Perubahan Kurikulum tahun 1975>1984

Pergantian kurikulum 1975 dengan kurikulum 1984. Kurikulum 1984 berorientasi kepada tujuan
instruksional, didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa
dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif.
Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus
dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.

Perubahan Kurikulum tahun 1984>1994

Pada tahun 1993, disinyalir bahwa pada kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan
pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar yang kurang
memperhatikan muatan pelajaran, sehingga lahirlah sebagai penggantinya adalah
kurikulum1994. Ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya adalah
pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan Pembelajaran di sekolah
lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi
pelajaran/isi). Dalam pelaksanaan kegiatan, guru harus memilih dan menggunakan strategi yang
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Untuk mengaktifkan
siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen,
divergen dan penyelidikan. Dan dalam pengajaran suatu mata pelajaran harus menyesuaikan
dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga
diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman
konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah.

Perubahan Kurikulum tahun 1994>2004

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai


akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di
antaranya adalah beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan
banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan
untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan adalah
diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.

Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus
dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran.
Dengan dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, sehingga
sebagai konsekuensi logis harus terjadi juga perubahan struktural dalam penyelenggaraan
pendidikan, maka bersamaan dengan hal tersebut terjadilah perubahan lagi pada kurikulum
pendidikan.
Perubahan Kurikulum tahun 2004>2006

Kurikulum 2004 lebih keren dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap mata
pelajaran dirinci berdasarkan kompetensi apa yang mesti di capai siswa. Kerancuan muncul
pada alat ukur pencapaian kompetensi siswa yang berupa Ujian Akhir Sekolah dan Ujian
Nasional yang masih berupa soal pilihan ganda. Bila tujuannya pada pencapaian kompetensi
yang diinginkan pada siswa, tentu alat ukurnya lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang
mampu mengukur sejauh mana pemahaman dan kompetensi siswa. Walhasil, hasil KBK tidak
memuaskan dan guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan
pembuat kurikulum.

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Disusun oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) yang selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006.
Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2006 pasal 1 ayat 15, Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-
masing satuan pendidikan. Jadi, penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan
memperhatikan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Disamping itu, pengembangan KTSP harus disesuaikan
dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta peserta didik.

Perubahan Kurikulum tahun 2006>2013

Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan, modivikasi dan pemutakhiran dari kurikulum


sebelumnya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) segera diganti dengan kurikulum
baru, yang akan mulai diterapkan tahun 2014. Dalam perubahan kurikulum tersebut, khusus
untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) mengalami banyak perubahan standar isi kurikulum. Di SD
akan diterapkan sistem pembelajaran berbasis tematik integrative. Banyak yang
mempertanyakan dengan sikap pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) yang melakukan perubahan kurikulum. Di kalangan masyarakat
atau pendidik memang sudah sering terdengar jika ganti menteri maka akan juga ganti
kurikulum. Kontroversi terhadap perubahan kurikulum ini terus bermunculan. Banyak pihak
menanyakan alasan digantinya kurikulum

Penataan kurikulum pendidikan yang akan diterapkan Juni 2013 ini adalah salah satu target
yang harus diselesaikan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014 di sektor pendidikan. Perubahan kurikulum dilakukan untuk menjawab
tantangan zaman yang terus berubah agar peserta didik mampu bersaing di masa depan.

Alasan lain dilakukannya perubahan kurikulum adalah kurikulum sebelumnya dianggap


memberatkan peserta didik. Terlalu banyak materi pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta
didik, sehingga malah membuatnya terbebani.

Perubahan kurikulum ini juga melihat kondisi yang ada selama beberapa tahun ini. KTSP yang
memberi keleluasaan terhadap guru membuat kurikulum secara mandiri untuk masing-masing
sekolah ternyata tak berjalan mulus. Untuk tingkat SD terjadi perubahan yang cukup besar. Di
SD yang dulunya ada 10 mata pelajaran dikurangi menjadi 6 mata pelajaran yaitu empat mata
pelajaran utama (PPKn, Agama, Bahasa Indonesia, dan Matematika) dan dua mata pelajaran
muatan lokal (Seni Budaya dan Penjas).

Berkurangnya mata pelajaran dalam kurikulum baru ini justru membuat lama belajar peserta
didik di sekolah bertambah. Kemendikbud akan menambah jam belajar di sekolah untuk
menangkal efek negatif dunia luar sekolah. Waktu luang yang lebih banyak di luar sekolah
dianggap memicu peserta didik melakukan atau bersentuhan dengan tindakan negatif.

Anda mungkin juga menyukai