“Ada’ adalah menyampaikan hadits dan meriwayatkannya, sedangkan ada’ al-hadits adalah
menyampaikan hadits kepada orang lain dan meriwayatkannya sebagaimna ia mendengar sehingga
dalam bentuk-bentuk lafal yang digunakan dalam periwayatan. Tidak boleh lafal َح َّدثَنِ ْيtetapi diganti
dengan أَ ْخبَ َرنِ ْيatau ْت pُ َس ِمعatau persamaannya karena berbeda makna dalam istilah. Diriwayatkan dari
Imam Ahmad , ia berkata: ikutilah lafalnya syeikh yang digunakan dalam periwayatan pada
perkataan َح َّدثَنِ ْي, َح َّدثَنَا, ْت ُ َس ِمعdan اَ ْخبَ َرنَاjangan engkau lewatkan.”
B. Syarat Tahammul Wal Ada’ Al-Hadits
Syarat-syarat Perowi dalam Tahammul al-Hadits
Mendapatkan hadits atau menerimanya merupakan anugrah yang sangat besar. Disamping perlunya
keikhlasan hati dan lurusnya niat, membersihkan diri dari tujuan-tujuan yang menyimpang,
merupakan adab atau tata krama seorang tholibul al-hadits. Dalam menerima hadits, harus
memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan oleh ulama ahli hadits atau dikenal dengan istilah
ahli yatu at-tahammul sehingga hadits yang diterima tersebut sah untuk diriwayatkan.
1. Tamyiz
Syarat yang pertama perawi dalam tahammul al-hadits adalah tamyiz. Menurut al-Hafidz Musa
ibn Harun al-Hamal seorang anak bisa disebut tamyiz jika sudah mampu untuk membedakan
antara sapi dan khimar. Menurut Imam Ahmad, ukuran tamyiz adalah adanya kemampuan
menghafal yang didengar dan mengingat yang dihafal. Ada juga yang mengatakan bahwa ukuran
tamyiz adalah pemahaman anak pada pembicaraan dan kemampuan menjawab pertanyaan dengan
baik dan benar.
Seorang yang belum baligh boleh menerima hadits asalkan ia sudah tamyiz. Hal ini didasarkan
pada keadaan para sahabat, tabi’in, dan ahli imu setelahnya yang menerima hadits walaupun
mereka belum baligh seperti Hasan, Husain, Abdullah ibn Zubair, Ibnu Abbas, dan lain-lain.
Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan seseorang boleh bertahammul hadits dengan
batasan usia. Qodli Iyad menetapkan batas usia boleh bertahammul adalah usia lima tahun, karena
pada usia ini seorang anak bisa menghafal dan mengingat-ingat sesuatu, termasuk hadits nabi.
Abu Abdullah az-Zubairi mengatakan bahwa seorang anak boleh bertahammul jika telah berusia
sepuluh tahun, sebab pada usia ini akal mereka telah dianggap sempurna. Sedangkan Yahya ibn
Ma’in menetapkan usia lima belas tahun.