Anda di halaman 1dari 5

TITRASI ASAM BASA

1. Prinsip Dasar
Titrasi netralisasi adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi antara suatu asam
dengan basa

H3O+ + OH– ⇔ 2 H2O


Dalam titrasi ini berlaku hubungan :

jumlah ekivalen asam (H3O+) sama dengan jumlah ekivalen basa (OH–).
Larutan baku yang digunakan pada titrasi netralisasi adalah asam kuat atau basa kuat,
karena zat-zat tersebut bereaksi lebih sempurna dengan analit dibandingkan dengan
jika dipakai asam atau basa yang lebih lemah. Larutan baku asam dapat dibuat dari
HCl, H2SO4 atau HClO4, sedangkan larutan baku basa dibuat dari NaOH atau KOH.
Larutan baku primer adalah larutan yang konsentrasinya dapat ditentukan dengan
perhitungan langsung dari berat zat yang mempunyai kemurnian tinggi, stabil dan
bobot ekivalen tinggi kemudian dilarutkan sampai volume tertentu. Sedangkan larutan
baku sekunder, konsentrasinya harus ditentukan terlebih dahulu dengan
pembakuan/standarisasi terhadap baku primer.
Contoh:

Baku primer              : Na2CO3, Na2B4O7, Kalium Hidrogen Ptalat (KHP), H2C2O4


Baku sekunder         : HCl, H2SO4, NaOH, KOH
Titrasi netralisasi dapat berlangsung antara asam kuat dengan basa kuat; asam/basa
lemah dengan basa/asam kuat seperti:

NH4OH + H3O+ ⇔ NH4+ + 2H2O                 (basa lemah dengan asam kuat)


CH3COOH + OH– ⇔ CH3COO– + H2O      (asam lemah dengan basa kuat)
CH3COO– + H3O+ ⇔ CH3COOH + H2O    (garam dengan asam kuat)
NH4+ + OH– ⇔ NH3 + H2O                           (garam dengan asam kuat)
Kedua contoh terakhir di atas menggambarkan titrasi garam monofungsional. Garam-
garam tersebut dalam air mengalami hidrolisis menghasilkan larutan yang bersifat
asam atau basa. Apakah garam-garam ini dititrasi dengan asam atau basa bergantung
pada nilai Ka dan Kb. Bila nilai Ka>Kb (larutan lebih bersifat asam), maka garam
tersebut dapat dititrasi dengan basa, bila sebaliknya (Ka<Kb), garam tersebut dapat
dititrasi dengan asam. Titik ekivalen dicapai pada pH larutan CH3COOH atau NH4OH.
Asam-asam poliprotik/polifungsional (H3PO4, H3AsO4) bila dititrasi dengan basa kuat
dapat mempunyai titik ekivalen lebih dari satu.
H3PO4 + NaOH –> NaH2PO4 + H2O                       (Titik Ekivalen  I)
NaH2PO4 + NaOH –> Na2HPO4 + H2O                 (Titik Ekivalen II)
Titik ekivalen pertama ditentukan oleh pH larutan NaH2PO4/NaH2AsO4 dan titik ekivalen
kedua oleh pH larutan Na2HPO4/Na2HAsO4. Garam-garam tersebut karena dapat
terhidrolisis menjadi asam dan basa maka untuk:
Titik Ekivalen  pertama        : [H3O+] = √K1K2
Titik Ekivalen  kedua           : [H3O+] = √K2K3
Untuk garam-garam amfoter seperti NaHCO3, NaH2PO4, Na2HPO4sifat larutannya
ditentukan oleh nilai Ka dan Kb. Besarnya nilai Ka dan Kb menentukan apakah garam-
garam tersebut sebaiknya dititrasi dengan asam atau basa. Bila nilai Ka>Kb maka
sebaiknya garam tersebut dititrasi dengan basa kuat atau sebaliknya dengan asam
kuat.
Seperti halnya asam-asam polifungsional, titrasi garam-garam seperti Na2CO3 dan
Na3PO4 mempunyai titik ekivalen lebih dari satu. Garam tersebut dalam larutan bersifat
basa sehingga dapat dititrasi dengan asam. Contoh:
CO32– + H3O+ ⇔ HCO3– + H2O
HCO3– + H3O+ ⇔ H2CO3 + H2O
Titik ekivalen pertama ditentukan oleh pH larutan NaHCO3 dan titik ekivalen kedua oleh
pH larutan H2CO3

Titik akhir titrasi dan pemilihan indikator


Titik akhir titrasi ditentukan dengan memilih indikator yang warnanya berubah sekitar
titik ekivalen. Misalnya pada titrasi larutan garam Na2CO3 dengan larutan HCl, titik
ekivalen pertama terjadi pada [H3O+] = √K1K2 nilai pH sekitar 8,35. Jadi indikator yang
dapat digunakan adalah fenolftalein (8,1 – 10) yang berubah dari merah menjadi tidak
berwarna. Pada titik ekivalen kedua, [H3O+] = √Ka1 nilai pH = 3,17; dan indikator yang
sesuai adalah jingga metil. Dengan indikator ini perubahan warna yang diamati kurang
tajam. Untuk memperbaiki pengamatan pada titik ekivalen ini, larutan dapat dididihkan
terlebih dahulu, sehingga gas CO2keluar dan sifat larutan ditentukan oleh garam NaCl
yang tertinggal. Kelebihan asam dititrasi dengan larutan baku basa, dengan demikian
dapat digunakan indikator metil jingga.
Pada pemilihan indikator harus diperhitungkan pula zat apa yang digunakan sebagai
titran (yang diisikan dalam buret). Misalnya pada titrasi larutan HCl dengan larutan
NaOH. Jika larutan HCl dipakai sebagai titran, larutan analit bersifat basa, maka
indikator fenolftalein yang ditambahkan pada analit berwarna merah. Hilangnya warna
merah indikator terjadi pada pH 8,1; sedangkan titik ekivalen titrasi terdapat pada pH
7,0. Jadi hilangnya warna merah terjadi sebelum titik ekivalen tercapai. Karena itu
sebaiknya dipakai indikator dengan trayek perubahan warna pada sebelum atau
sekitar pH 7,0.
 
PRINSIP TITRASI ASAM BASA
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan
ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan
berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama
dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan
: [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut
sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati
titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen.
Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian catat volume titer yang diperlukan untuk
mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan  konsentrasi titer maka bisa
dihitung konsentrasi titran tersebut.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan (netralisasi). Salah satu contoh titrasi asam basa yaitu titrasi asam
kuat-basa kuat seperti natrium hidroksida (NaOH) dengan asam hidroklorida (HCl), persamaan reaksinya sebagai
berikut:
NaOH(aq) + HCl(aq)    NaCl (aq) + H2O(l)

contoh lain yaitu:


NaOH(aq) + H2SO4(aq)      Na2SO4 (aq) + H2O(l)

Gambar set alat titrasi


CARA MENGETAHUI TITIK EKUIVALEN
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa, antara lain:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH
dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.
2.  Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan dua hingga tiga tetes (sedikit mungkin) pada titran sebelum
proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi
dihentikan. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi
oleh pH.
Pada umumnya cara kedua lebih dipilih karena kemudahan dalam pengamatan, tidak diperlukan alat
tambahan, dan sangat praktis, walaupun tidak seakurat dengan pH meter. Gambar berikut merupakan
perubahan warna yang terjadi jika menggunakan indikator fenolftalein.

                    

Sebelum mencapai titik ekuivalen              Setelah mencapai titik ekuivalen

RUMUS UMUM TITRASI


Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen basa, maka hal ini dapat ditulis
sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume, maka rumus diatas dapat ditulis
sebagai berikut:

N asam x V asam = N asam x V basa


Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH-
pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa)
INDIKATOR ASAM BASA
TABEL DAFTAR INDIKATOR ASAM BASA

NAMA pH RANGE WARNA TIPE(SIFAT)

Biru timol 1,2-2,8 merah – kuning asam

Kuning metil 2,9-4,0 merah – kuning   basa

Jingga metil 3,1 – 4,4 merah – jingga   basa


Hijau bromkresol 3,8-5,4 kuning – biru asam

Merah metil 4,2-6,3 merah – kuning   basa

Ungu bromkresol 5,2-6,8 kuning – ungu asam

Biru bromtimol 6,2-7,6 kuning – biru asam

Merah fenol 6,8-8,4 kuning – merah asam

Ungu kresol 7,9-9,2 kuning – ungu asam

Fenolftalein 8,3-10,0 t.b. – merah asam

Timolftalein 9,3-10,5 t.b. – biru asam

Kuning alizarin 10,0-12,0 kuning – ungu   basa


Indikator yang sering digunakan dalam titrasi asam basa yaitu indikator fenolftalein.  Tabel berikut ini merupakan
karakteristik dari indikator fenolftalein.
pH <0 0−8.2 8.2−12.0 >12.0

Kondisi Sangat asam Asam atau mendekati netral Basa Sangat basa

Warna Jingga Tidak berwarna pink keunguan Tidak berwarna

Gambar

Anda mungkin juga menyukai