Presentasi Kasus IKK
Presentasi Kasus IKK
Diabetes Mellitus Tipe II Dan Hipertensi Stage I Pada Wanita Usia 42 Tahun Dengan
Obesitas Grade I Yang Kurang Pengetahuan Tentang Penyakitnya, Ketakutan Akan
Timbulnya Komplikasi, Ketidak Patuhan Kontrol Dan Ketidak Patuhan Konsumsi Obat
Pada Keluarga Disfungsional Sedang Serta Rumah Tangga Tidak Ber-PHBS.
Disusun Oleh:
Arifin Nugroho
20174011053
Mengetahui,
Kepala Puskesmas Kotagede II
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi
kasus ini dengan judul :
“Diabetes Mellitus Tipe II Dan Hipertensi Stage I Pada Wanita Usia 42 Tahun
Dengan Obesitas Grade I Yang Kurang Pengetahuan Tentang Penyakitnya,
Ketakutan Akan Timbulnya Komplikasi, Ketidak Patuhan Kontrol Dan Ketidak
Patuhan Konsumsi Obat Pada Keluarga Disfungsional Sedang Serta Rumah
Tangga Tidak Ber-PHBS”
Presentasi kasus home visit ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat untuk
Kotagede II. Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan selama ini dalam penulisan presentasi
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga
3. drg. Dyah Susanti, selaku kepala Puskesmas Kotagede II, dr. Sita, dr. Atika, dan
presentasi kasus.
ii
5. Pasien Ny. Y dan keluarga yang telah bersedia menjadi pasien dan meluangkan
semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Penulis menyadari bahwa presentasi
kasus ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
kedokteran keluarga ini. Semoga laporan kepaniteraan klinik kedokteran keluarga ini
Arifin Nugroho
iii
DAFTAR ISI
B. ANAMNESIS ................................................................................................. 1
E. DIAGNOSIS................................................................................................... 8
F. TERAPI ............................................................................................................. 8
G. SARAN .......................................................................................................... 8
BAB II ............................................................................................................... 10
ANALISA KASUS ............................................................................................ 10
H. PENGELOLAAN KOMPREHENSIF........................................................... 16
BAB III.............................................................................................................. 24
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 24
iv
A. DIABETES MELLITUS ............................................................................... 24
B. HIPERTENSI ............................................................................................... 35
5. Gejala Hipertensi....................................................................................... 37
BAB IV ............................................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 47
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Y
Usia : 42 tahun
Alamat : Rejowinangun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama:
keluhkan nyeri pada telapak kaki dan tumit. Keluhan tersebut muncul sejak ± 1
menggunakan alas kaki dan saat merasa kecapean yang menyebabkan pasien
harus jinjit saat berjalan. Keluhan tersebut diserta adanya nyeri pada tengkuk
1
2
terutama saat bangun tidur dan malam hari. Ketika muncul keluhan pasien
yang dirasakan saat itu berupa badan terasa lemas dan sering mengantuk, sering
kencing saat malam hari, selalu merasa lapar walaupun sudah makan, dan selalu
berdasarkan hasil pemeriksaan gula darah yakni >500. Saat itu pasien disarankan
untuk mondok dan setelah beberapa kali kontrol dokter menyarankan agar
konsumsi obat rutin pasien juga rutin melakukan olahraga tiap pagi dan
mengatur pola makan. Pasien mengaku hingga awal tahun 2018 kadar gula darah
antar 120-140 mg/dL. Namun sejak pertengahan tahun 2018 pasien jarang
kontrol karena kesibukan dan hanya kontrol saat ada keluhan. Selain kadar gula
darah yg tinggi pasien juga memiliki tekanan darah yang hampir mencapai batas
mengontol kadar tekanan darah. Saat periksa terakhir tekanan darah pasien
Pendidikan
laki dan 1 anak perempuan. Anak pertama sekarang masih kuliah, anak
kedua masih SMP, sedangkan anak ketiga dan keempat masih duduk di
anaknya saat ini baik walaupun pernah terjadi pertengkaran dengan suami
Saat ini pasien sudah tidak memiliki pekerjaan tetap hanya sesekali
dimiliki. Pekerjaan yang dulu sebagai wirausaha namun sejak tahun 2014
Sosial
baik. Mereka ramah serta peduli dengan apa yang terjadi pada tetangganya.
pengajian rutin.
Gaya Hidup
rumah tidak ada yang merokok. Sehari-hari pasien makan 2-3x kali dan
kali dalam sehari. Pasien melakukan olahraga rutin tiap pagi seperti lari-
lari kecil atau senam. Pasien istirahat sekitar 6-8 jam setiap hari.
bersih namun agak tidak tertata. Di dumah terdapat 3 kamar tidur, 1 rung
air bersih untuk keperluan sehari hari bersumber dari sumur yang berjarak
5
selokan yang sudah ditutup dengan beton namun saat hujan deras selokan
biasa meluap.
C. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum : Baik
- Tanda-tanda vital
Pernapasan : 22x/menit
- Antropometri
Berat badan : 65 kg
IMT : 27,055
- Pemeriksaan Umum
- Pemeriksaan khusus
- Kepala
/-)
Mulut dan gigi : mukosa bibir kering (-), faring hiperemis (-),
- Leher
- Thorax
Paru
Jantung
- Abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak ada
pembesaran, massa(-)
- Ekstremitas :
Tampak akral hangat (+) capillary refill <2 detik, sianosis (-), edema (-),
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 1.1. Riwayat Pemeriksaan Lab Darah Rutin
No. GDS bulan : Hasil Nilai Normal Satuan
1. Juli 2018 370 <200 mg/dL
2. Oktober 2018 239 <200 mg/dL
3. Februari 2019 263 <200 mg/dL
E. DIAGNOSIS
a. Diabetes Melitus Type 2
b. Hipertensi Stage I
F. TERAPI
1. Farmakologis
Metformin tablet 500 mg diberikan 3x1
Glimepirid tablet 2 mg diberikan 1x1
Amlodipin tablet 5 mg diberikan 1x1
Meloxicam tablet 7,5 mg diberikan 2x1
2. Non farmakologis
a. Motivasi untuk menjalankan gaya hidup sehat, yaitu:
Mengurangi makanan dengan glukosa tinggi dan karbohidrat seperti
makanan yang mengandung pemanis Pada pasien ini, dilakukan
diet rendah karbohidrat yang tujuannya untuk meningkatkan efek
diet pada konsentrasi glukosa.
Membatasi konsumsi garam, maksimal satu sendok teh perhari (<6g
perhari= 2400 mg natrium) Pada pasien ini diberikan diet garam
rendah III (1000-1200 mg Na), pada pengolahan makanan boleh
menggunakan 1 sdt (4 gr) garam dapur.
Memperbanyak konsumsi buah dan sayur
Mengkonsumsi air putih 8-10 gelas perhari
b. Kontrol rutin tekanan darah setiap sebulan sekali dan kadar lemak 6
bulan sekali
c. Pencegahan terhadap komplikasi jangka panjang
d. Konsultasi dengan ahli gizi dalam pengelolaan makanan
G. SARAN
1. Memberikan edukasi terkait efek samping obat, seperti edema di kaki pada
sebagian pasien yang mengkonsumsi obat amlodipine.
2. Meningkatkan edukasi mengenai pola makan yang sesuai dengan gizi
seimbang, pola olahraga, dan pentingnya untuk meminum obat secara rutin
dan kontrol tekanan darah minimal sebulan sekali serta kolesterol 6 bulan
sekali.
9
BAB II
ANALISA KASUS
No Komponen Pasien
Pasien merasa cemas dan takut menderita penyakit
gin jal saat banyak mengkonsumsi obat serta takut
1 Perasaan
penyakitnya akan mengakibatkan berbagai macam
komplikasi.
Pasien tidak memahami mengenai penyakitnya,
2 Ide/Pemikiran termasuk gejala, faktor risiko, dan komplikasi yang
mungkin terjadi.
Pasien mengaku saat muncul keluhan pasien tidak
3 Efek terhadap fungsi dapat melakukan kegiatan sehari hari sebagaimana
mestinya.
Pasien berharap penyakitnya dapat terkontrol, tidak
menimbulkan komplikasi dan diberikan umur
4 Harapan
panjang agar dapat melihat anak-anaknya tumbuh
dewasa.
11
3 Maret 2019
D,B C,DM
F C
E D
12
6. Family SCREEM
Tabel 1.6. Skoring Family SCREEM
ASPEK SUMBER DAYA PATOLOGI
Sosial Pasien dan keluarga suka
berkumpul bersama tetangga dan
dapat bersosialisasi dengan baik.
Pasien juga termasuk orang yang
aktif dilingkungan rumah.
Cultural Pasien tidak percaya dan tidak
terpengaruh oleh mitos atau hal-hal
mistik dan meyakini bahwa
penyakit dan kesembuhan karea
Allah SWT.
Religius Pasien adalah seorang muslim yang
taat dan rajin beribadah wajib
sehari – hari seperti sholat 5 waktu
serta melaksanakan sunnah.
Economy Pasien tidak memiliki
pekerjaan tetap, sehingga
kebutuhan sehari-hari
bergantung dari penghasilan
suami sebagai tenaga
honorer di kelurahan
setempat.
14
berjarak 300 meter dari jalan raya. Rumah pasien berdiri di tanah milik
Atap rumah terbuat dari genting dan lantai terbuat dari keramik. Pasien
Pembagian ruangan : Terdapat tiga kamar tidur, dua di bagian depan dan
dengan barang tercecer di lantai, terdapat lemari kecil dan TV. Kamar
mandi dan dapur pasien berada di bagian belakang dengan bak mandi
15
TempatCuci
Tempat Cuci Kamar
Dapur
Baju Mandi u
Gudang Kamar
Gudang Ruang Keluarga
Tidur 3
Kamar Ruang
Kamar Tidur
Tidur 2 Tamu
Ruang Tamu
1
E. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Diagnosis Psiko-Sosial dan Kultural-Spiritual
Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita
Ketakutan akan timbulnya komplikasi dari pemyakit yang diderita
Ketidak patuhan kontrol dan konsumsi obat rutin
Keluarga disfungsional sedang
Rumah tangga tidak ber-PHBS
2. Diagnosis Holistik
Diabetes Mellitus Tipe II Dan Hipertensi Stage I Pada Wanita Usia 42 Tahun
Dengan Obesitas Grade I Yang Kurang Pengetahuan Tentang Penyakitnya,
Ketakutan Akan Timbulnya Komplikasi, Ketidak Patuhan Kontrol Dan
Ketidak PatuhanKonsumsi Obat Rutin Pada Keluarga Disfungsional Sedang
Serta Rumah Tangga Tidak Ber-PHBS.
H. PENGELOLAAN KOMPREHENSIF
1. Upaya Promotif
Memberikan edukasi pada pasien:
a. Gambaran penyakit Diabetes Mellitus dan Hipertensi sebagai penyakit
kronis yang tidak bisa sembuh, namun dapat dikendalikan. Sangat
penting ditekankan bahwa penyakit hipertensi dan diabetes mellitus
butuh pengobatan jangka panjang dan harus dikontrol dari gaya hidup
yang sehat.
17
Pada kasus ini telah dilakukan eksplorasi mengenai aspek disease dan illness
pada pasien, serta dilakukannya penilaian mengenai fungsi keluarga.
8. Collaborative Care
Pada pasien ini belum perlu dilakukan kolaborasi dengan bidang lain.
H. ANALISA KASUS KOMPREHENSIF
Masalah kesehatan yang akan dibahas pada kasus ini adalah seorang
wanita pada usia 42 tahun yang didiagnosis Diabetes Mellitus dan Hipertensi
ketika pasien datang ke Puskesmas Kotagede II untuk memeriksakan keluhan
berupa nyeri pada telapak kaki dan tumit. Keluhan tersebut muncul sejak ± 1
minggu terakhir. Keluhan bertambah berat saat pasien berjalan tanpa
menggunakan alas kaki dan saat merasa kecapean yang menyebabkan pasien
harus jinjit saat berjalan. Pasien merupakan penderita DM sejak 4 tahun yll.
Beberapa bulan terakhir tidak kontrol dan tidak minum obat teratur.
Pada pemeriksaan fisik dan penunjang, ditemukan kadar gula darah
pasien 263 mg/dL (Diabetes Mellituus Tipe II), tekanan darah 140/80 mmHg
(Hipertensi Stage I) dan BMI 27.055 (Obesitas Grade I). Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien ini
mengalami Diabetes Mellitus dan Hipertensi. Pada pengelolaan dan pencegahan
Diabetes Mellitus dan Hipertensi dijelaskan bahwa penatalaksanaan yang utama
adalah edukasi untuk pengobatan rutin dan kontrol rutin serta modifikasi gaya
hidup dan mengatur pola makan.
Saat digali dari kegitan home visite, pasien ini kurang memiliki
pengetahuan yang baik mengenai penyakit yang diderritanya. Kurangnya
pengetahuan tentang penyakit, faktor resiko, komplikasi dan pentingnya terapi
menyebabkan kurangnya kesadaran pasien pasien untuk melakukan kontrol rutin
dan mengkonsumsi obat teratur. Kurangnya pengetahuan pada pasien ini
disebabkan karena kurangnya tingkat pengetahuan, adanya ketakutan akan
konsumsi obat yang berlebihan dan adanya saran dari teman maupun saudara
untuk memilih pengobatan alternatif dibandingkan mengkonsumsi obat dari
puskesmas ataupun dokter. Sehingga pada pertengahan tahun 2018 saat kadar
gula darah sudah terkontrol pasien jadi jarang untuk kontrol di puskesmas.
Setelah kontrol ternyata pemahaman pasien tentang pentingnya
mengkonsumsi obat teratur masih kurang. Diketahui bahwa pasien mengurangi
pemakaian obat tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan dokter yang
20
Kolaborasi
(Profesi
No. Masalah Target Sasaran Pembinaan
yang
menangani)
1. Diabetes Gula darah Pasien dan Edukasi mengenai penyakit, Dokter
Mellitus terkontrol Keluarga melaksanakan pengobatan Keluarga
dan secara teratur, pola diit yang
Obesitas baik, aktivitas fisik, kontrol
dan konsumsi obat rutin serta
kondisi psikologis yang baik
termasuk melalui dukungan
keluarga.
Diit tidak Terlaksana Pasien dan Pasien : Sebagai upaya Doker
baik dan diit yang Keluarga menjaga gula darah tetap keluarga
pengaturan baik terkontrol, menjaga diit yang dan Ahli
pola makan baik dengan tepat 3J (Jadwal, Gizi
Jenis, dan Jumlah) yakni
makan dengan 6 waktu makan
(3 kali makan utama dan 3 kali
makan selingan, menghindari
21
pertama.
24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIABETES MELLITUS
Diabetes melitus tipe 2 mempunyai pola familial yang kuat. Untuk diabetes
melitus tipe 2 pada kembar monozigot indeksnya hampir 100%. Risiko
berkembangnya diabetes melitus tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan
33% untuk anak cucunya. Jika orangtua menderita diabetes melitus tipe 2, rasio
diabetes dan non diabetes pada anak adalah 1:1 dan sekitar 90% membawa
(carrier) diabetes melitus tipe 2. Pada diabetes melitus tipe 2, terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor yang dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang responsif terhadap
insulin atau ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor
glukosa.
a. Diabetes melitus
1) Tipe 1 (autoimun, idiopatik)
2) Tipe 2
b. Diabetes melitus gestasional (GDM)
c. Tipe spesifik lain
1) Cacat genetik fungsi sel beta = MODY
2) Cacat genetik kerja insulin =sindrom resistensi insulin berat
3) Endokrinopati = sindrom cushing, akromegali
4) Penyakit endokrin pankreas
5) Obat/ diinduksi secara kimia
6) Infeksi
d. Gangguan toleransi glukosa (IGT/ impairment glucose tolerance)
e. Gangguan glukosa puasa (IFG/ impairment fasting glucose)
Diabetes melitus tipe 2 mengenai individu berusia >40 tahun9 atau >45
tahun.10 Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. WHO menyebutkan bahwa tiap kenaikan satu dekade umur,
kadar glukosa darah puasa akan naik sekitar 1-2 mg/dl dan 5,6-13 mg/dl pada 2 jam
post prandial. Menurut Marrow dan Haller, patofisiologi gangguan intoleransi
glukosa pada usia lanjut saat ini masih belum jelas atau belum seluruhnya diketahui
selain faktor intrinsik dan ekstrinsik seperti menurunnya ukuran masa tubuh dan
naiknya lemak tubuh mengakibatkan kecenderungan timbulnya penurunan kerja
insulin pada jaringan sasaran. Timbulnya gangguan toleransi glukosa pada usia
lanjut semula diduga karena menurunnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Sementara ahli lain menemukan bahwa terjadi kenaikan kadar insulin pada 2 jam
post prandial yang diduga disebabkan oleh karena adanya resistensi insulin.
Goldberg dan Coon menyebutkan bahwa usia sangat erat kaitannya dengan
terjadinya kenaikan glukosa darah sehingga pada golongan usia yang semakin tua,
prevalensi gangguan toleransi glukosa akan meningkat, demikian pula prevalensi
diabetes melitus.
Timbulnya resistensi insulin pada usia lanjut disebabkan oleh empat faktor,
yaitu:
a. Adanya perubahan komposisi tubuh dimana terjadi penurunan masa otot
dan peningkatan lemak, mengakibatkan menurunnya jumlah serta sensitivitas
reseptor insulin.
b. Menurunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan jumlah
reseptor insulin sehingga kecepatan translokasi GLUT-4 juga menurun. Kedua hal
tersebut akan menurunkan baik kecepatan maupun jumlah ambilan glukosa.
c. Perubahan pola makan pada usia lanjut yang disebabkan oleh
berkurangnya gigi sehingga persentase bahan makanan karbohidrat akan
meningkat.
d. Perubahan neuro-hormonal, khususnya insulin-like growth factor-1
(IGF-1) dan dehidroepandrosteron (DHEAS) plasma. Penurunan IGF-1 akan
mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas
reseptor insulin serta menurunnya aksi insulin. Penurunan DHEAS ada kaitannya
dengan kenaikan lemak tubuh serta berkurangnya aktivitas fisik.
Dari keempat faktor di atas menunjukkan bahwa kenaikan kadar glukosa
darah pada usia lanjut terjadi akibat resistensi insulin. 12
27
trigliserida, tapi bukan kolesterol ester, dalam HDL adalah substrat untuk lipase
plasma, terutama hepatic lipase (HL) yang mengubah HDL menjadi partikel yang
lebih kecil yang lebih cepat dibersihkan dari plasma. Kontributor HDL lain adalah
lipid permukaan dari partikel kaya trigliserida yang ditransfer ke HDL selama
lipolisis VLDL dan kilomikron. Hal ini meningkatkan kandungan lipid HDL.
Lipolisis yang tidak sempurna ini menyebabkan penurunan produksi HDL. 20
e. Kebiasaan merokok
Merokok dapat meningkatkan glukosa darah dan memicu resistensi insulin.
Perokok berat (merokok >20 batang/hari) berisiko dua kali lipat menjadi diabetes
jika dibandingkan dengan bukan perokok. 10
f. Minum alkohol
Minum alkohol >1 gelas/hari untuk perempuan dan >2 gelas.hari untuk
laki-laki berisiko terkena diabetes. Peminum berat bisa menyebabkan inflamasi
kronik pankreas (pankreatitis) dimana dapat merusak kemampuan pankreas untuk
mensekresikan insulin sehingga memicu diabetes. 10
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes:2
31
Gejala klasik diabetes melitus yaitu poliuria, polidipsia dan polifagia. Pada
diabetes melitus tipe 2, terjadinya resistensi insulin yang menyebabkan
hiperglikemia, mengakibatkan kapasitas ginjal untuk mereabsorpsi glukosa
melebihi ambang batas sehingga terjadi glikosuria. Akibat dari glikosuria adalah
terjadi peningkatan diuresis osmotik sehingga memicu terjadinya poliuria.
Kehilangan cairan akibat poliuria mendapat respon dari hipotalamus untuk
mensekresikan ADH dan memicu rasa haus sehingga terjadilah polidipsia. Akibat
dari glikosuria, glukosa plasma hilang bersama urin sehingga keseimbangan kalori
negatif menyebabkan timbulnya rasa lapar sehingga terjadilah polifagia. Selain
gejala klasik tersebut, penderita diabetes juga mengalami penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, muncul rasa lelah dan mengantuk.
belum. Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan
sekali (Gustaviani Reno, 2006).
B. HIPERTENSI
1. Definisi Hipertensi
2. Etiologi Hipertensi
3. Patofisiologi Hipertensi
4. Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri,
tetapi lebih sering dijumpai terkait dengan penyakit lain, misalnya
obesitas, dan diabetes melitus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi
dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Sebanyak 90-95 persen
kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan pasti apa penyebabnya.
Para pakar menunjuk stress sebagai tuduhan utama, setelah itu banyak
37
faktor lain yang mempengaruhi, dan para pakar juga menemukan hubungan
antara riwayat keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko untuk
menderita penyakit ini. Onset hipertensi essensial biasanya muncul pada usia
antara 25-55 tahun, sedangkan usia di bawah 20 tahun jarang ditemukan.
Patogenesis hipertensi essensial adalah multifaktorial. Faktor-faktor
yang terlibat dalam pathogenesis hipertensi essensial antara lain faktor
genetik, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek
natriuresis, natrium dan kalsium intraseluler, serta konsumsi alkohol
secara berlebihan.
b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain. Pada 5-10
persen kasus sisanya , penyebab spesifiknya sudah diketahui, yaitu
gangguan hormonal, penyakit jantung, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh
darah atau berhubungan dengan kehamilan.
Garam dapur akan memperburuk hipertensi, tapi bukan faktor
penyebab. Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik.
Hipertensi sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat muda
tanpa disertai riwayat hipertensi dalam keluarga. Penyebab hipertensi
sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan sindroma cushing,
feokromsitoma, koarktasio aorta, kehamilan, serta penggunaan obat- obatan.
Menurut JNC VII, klasifikasi hipertensi seperti berikut:
5. Gejala Hipertensi
tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak
napas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang,
mimisan (keluar darah dari hidung).
2) Status Gizi
4) Stress
7. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
a. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi
(diabetes, gagal ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
b. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
c. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
tekanan darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang
digunakan. Tetapi terdapat pula buki – bukti yang menyatakan bahwa kelas obat
antihipertensi tertentu memiliki kelebihan untuk kelompok pasien tertentu.
Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokan pasien berdasar yang
memerlukan pertimbangan khusus (Special Consederations), yaitu Kelompok
Indikasi yang Memaksa (Compelling Indications), dan Keadaan Khusus lainnya
(Special Situations).
Indikasi yang memaksa meliputi :
a. Gagal jantung
b. Pasca infark miokardium
c. Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
d. Diabetes
e. Penyakit ginjal kronis
f. Pencegahan stroke berulang
obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek
samping umumnya bisa dihindarkan dengan dosis rendah, baik tunggal maupun
kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi
untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat
meningkatkan bisaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena
jumlah obat yang semakin bertambah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
- CCB dan BB
- CCB dan ACEI atau ARB
- CCB dan diuretika
- AB dan BB
- Kadang diperlukan tida atau empat kombinasi obat
Tabel 1.12. Indikasi dan Kontraindikasi (KI) Kelas – kelas Utama Obat
Antihipertensi menurut ESH
Kelas Obat Indikasi KI Mutlak KI Tidak Mutlak
Gagal jantung kongestif,
usia lanjut, isolated
Diuretika (Thiazide) Gout Kehamilan
systolic hypertension,
ras Afrika
Insufisiensi ginjal, gagal
Diuretika (Loop)
jantung kongestif
Diuretika (anti Gagal jantung kongestif, Gagal ginjal,
aldosteron) pasca infark miokardium hiperkalemia
Angina pectoris, pasca Asma, penyakit paru Penyakit pembuluh
infark miokardium, obstruktif menahun, A- darah perifer, intoleransi
Penyekat β
gagal jantung kongestif, V block (derajat 2 atau glukosa, atlit atau pasien
kehamilan, takiaritmia 3) yang aktif secara fisik
Usia lanjut, isolated
systolic hypertension,
Calcium Antagonist angina pectoris, penyakit Takiaritmia, gagal
(dihydopiridine) pembuluh darah perifer, jantung kongestif
aterosklerosis karotis,
kehamilan
Angina pectoris,
A-V block (derajat 2
Calcium Antagonist aterosklerosis karotis,
atau 3), gagal jantung
(verapamil, diltiazem) takikardia
kongestif
supraventrikuler
Gagal jantung kongestif,
disfungsi ventrikel kiri,
pasca infark Kehamilan,
Penghambat ACE miokardium, non- hiperkalemia, stenosis
diabetic nefropati, arteri renalis bilateral
nefropati DM tipe 1,
proteinuria
Angiotensin II receptor Nefropati DM tipe 2, Kehamilan,
antagonist (ATI- mikroalbuminaria hiperkalemia, stenosis
blocker) diabetic, proteinuria, arteri renalis bilateral
45
8. Komplikasi Hipertensi
a. Organ Jantung
Gangguan dari sistem saraf terjadi pada sistem retina (mata bagian
dalam) dan sistem saraf pusat (otak). Didalam retina terdapat pembuluh-
pembuluh darah tipis yang akan menjadi lebar saat terjadi hipertensi,
dan memungkinkan terjadinya pecah pembuluh darah yang akan
menyebabkan gangguan pada organ pengelihatan.
c. Sistem Ginjal
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Altman, R. (1987). Criteria for the classification of osteoarthritis of the knee and hip.
Scandinavian Journal of Rheumatology, 31-39.
Dieppe, P. A., & Stefan., L. L. (2005). Pathogenesis and Management of Pain in Osteoarthritis.
The Lancet, 965-973.
Hochberg, M. C., & al., e. ( 2012). Recommendations for the use of nonpharmacologic and
pharmacologic in osteoarthritis of the hand, hip, and knee. Arthritis Care & Research.,
64(4):465-474.
Price, Sylvia, A., & Wilson, L. M. (2003). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Soeroso J, I. H. (2006). Osteoartritis. Dalam S. B. Sudoyo AW, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
(hal. 1195-1201). Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.