Anda di halaman 1dari 5

Nama : Wiyulyanto

Nim : G30119050
Percobaan VIII
I. Judul Percobaan
UJI AKTIVITAS AMILASE SALIVA

II. Prinsip Percobaan


Adapun prinsip pada percobaan ini adalah mengetahui pengaruh suhu terhadap
kerja enzim alfa amilase pada saliva dalam menghidrolisis pati

III. Tujuan Percobaan


Adapun tujuan pada percobaan ini adalah untuk mengetahui kerja enzim alfa
amilase dalam hidrolisis pati dan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas atau
kerja enzim alfa amilase.
IV. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu ulekan, 3 buah gelas
kaca, sendok, panci, baskom dan kompor.

Adapun bahan yang diperlukan pada percobaan ini yaitu nasi, segelas air,
betadine dan saliva.
V. Prosedur Kerja
Terlebih dahulu, nasi dihaluskan menggunakan ulekan dengan ditambahkan air
secukupnya hingga menjadi larutan amilum. Kemudian, nasi yang sudah
dihaluskan, dimasukkan ke dalam 3 buah gelas secukupnya dan ditambahkan
saliva secukupnya lalu dihomogenkan. Selanjutnya, ketiga gelas diberi label
dimana gelas 1 didiamkan pada suhu ruang, gelas 2 didiamkan pada air es, dan
gelas 3 dipanaskan di dalam air mendidih (selama 5 menit). Setelah 5 menit
ketiga perlakuan dilakukan, ketiga gelas ditambahkan betadine sebanyak 3-4
tetes dan dihomogenkan. Setelah homogen, ketiga gelas didiamkan lagi selama
20 menit dan diperhatikan perubahan warnanya.
VI. Hasil dan Pembahasan
Hasil Pengamatan
Sampel Perlakuan Hasil

Larutan amilum + saliva +


Gelas 1 4 tetes betadine + Berwarna ungu muda
didiamkan pada suhu
ruang selama 5 menit

Larutan amilum + saliva +


Gelas 2 4 tetes betadine + Berwarna ungu
didiamkan pada air es kemerahan
selama 5 menit
Larutan amilum + saliva +
Gelas 3 4 tetes betadine + Tidak berubah warna
dipanaskan di dalam air
mendidih selama 5 menit

Pembahasan
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel.
Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme
dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka
reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu.
Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh makanan/
nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, memperoleh
energi Kimia yang digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan,
dan lain-lain. Pada Enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga
terbentuk maltosa. Ada tiga macam enzim amilase, yaitu α amilase, β amilase
dan γ amilase. Yang terdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas adalah α
amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut
endo amilase sebab enzim ini bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum
(Poedjiadi, 2006).
Saliva merupakan hasil sekret yang penting bagi tubuh. Terdiri dari air liur dari
99,5% H2O serta 0,5% protein, glikoprotein dan elektrolit. Protein yang
terpenting dari air liur yaitu amilase, mukus, dan lisozim yang berperan penting
dalam fungsi saliva. Air liur & saliva, memudahkan proses penelanan dengan
membasahi partikel & partikel makanan, sehingga mereka saling menyatu serta
dapat menghasilkan pelumasan karena adanya mukkami yang kental dan licin.
Selain itu, saliva juga berfungsi untuk menjaga higiene mulut karena mampu
membersihkan residu & residu makanan dalam mulut karena berfungsi sebagai
penyangga
bikarbonat yang berfungsi untuk menetralkan asam dalam makanan
serta asam yang dihasilkan oleh bakteri di mulut sehingga membantu
mencegah karies (Sher Wood, 2001).
Percobaan uji aktivitas enzim alfa amilase pada saliva bertujuan untuk
mengetahui kerja enzim alfa amilase dalam hidrolisis pati dan faktor-
faktor yang mempengaruhi aktivitas atau kerja enzim alfa amilase
dimana terlebih dahulu, nasi dihaluskan menggunakan ulekan dengan
ditambahkan air secukupnya hingga menjadi larutan amilum dan
dimasukkan ke dalam 3 buah gelas secukupnya serta ditambahkan
saliva secukupnya lalu dihomogenkan. Selanjutnya, ketiga gelas diberi
label dimana gelas 1 didiamkan pada suhu ruang, gelas 2 didiamkan
pada air es, dan gelas 3 dipanaskan di dalam air mendidih (selama 5
menit). Setelah 5 menit ketiga perlakuan dilakukan, ketiga gelas
ditambahkan betadine sebanyak 3-4 tetes dan dihomogenkan. Setelah
homogen, ketiga gelas didiamkan lagi selama 20 menit. Perlakuan ini
memberikan hasil dimana pada gelas 1 yang didiamkan pada suhu
ruang (sekitar 20oC – 25oC) menghasilkan warna ungu muda. Hasil
yang didapatkan menandakan bahwa enzim alfa amilase bekerja aktif
atau glukosa mulai terbentuk. Peristiwa ini dibenarkan oleh Page
(1989), dalam banyak sistem akibat suhu tes reaksi enzim adalah mirip
dengan tabiat bahwa laju reaksi meningkat dengan kenaikan suhu dan
akhirnya enzim kehilangan semua aktivitas jika protein menjadi rusak
akibat panas. Banyak enzim berfungsi optimal dalam batas-batas suhu
antara 25-37oC. Pada gelas 2 yang didiamkan pada air es menghasilkan
warna ungu kemerahan. Hasil yang didapatkan menandakan enzim alfa
amilase lambat bereaksi atau tidak bekerja karena suhunya yang
rendah. Dalam artian, semakin menurun suhu yang mempengaruhi
kerja enzim maka memperlambat atau menghambat kerja enzim
tersebut. Peristiwa ini dibenarkan oleh Page (1989), dalam banyak
sistem akibat suhu tes reaksi enzim adalah mirip dengan tabiat bahwa
laju reaksi meningkat dengan kenaikan suhu dan akhirnya enzim
kehilangan semua aktivitas jika protein menjadi rusak akibat panas.
Banyak enzim berfungsi optimal dalam batas-batas suhu antara 25 -
37oC. Sedangkan pada gelas 3 dipanaskan di dalam air mendidih tidak
menghasilkan perubahan warna atau warna seperti semula. Hasil yang
didapatkan seharusnya menghasilkan warna biru tua yang
menandakan bahwa enzim alfa amilasi telah terdenaturasi atau tidak
berhasil mengubah amilum menjadi glukosa. Peristiwa yang terjadi dari
ketiga perlakuan ini dibenarkan oleh Salisbury (1995) yang menyatakan
bahwa apabila suhu terlalu tinggi, struktur tiga dimensi enzim akan
rusak, sehingga substrat tidak lagi dapat terikat dengannya. Dengan
demikian enzim tersebut tidak akan dapat menjalankan fungsinya lagi
sebagai biokatalisator. Pada umumnya denaturasi ini bersifat tidak
terbalikan atau permanen. Dan oleh Poedjiadi (2006), seperti halnya
katalisator, enzim juga dipengaruhi oleh temperatur. Hanya saja enzim
ini tidak tahan panas seperti katalisator lainnya. Kebanyakan enzim
akan menjadi non aktif pada suhu

VII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
1. Enzim merupakan katalisator protein untuk reaksi – reaksi kimia dalam
system biologi. Katalisator adalah zat yang mempercepat reaksi kimia.
Selama proses reaksi, meskipun katalisator mengalami perubahan
fisik, tetapi bila reaksi telah selesai keadaan katalisator akan kembali
ke bentuk semula. Enzim disebut katalisator protein, karena terutama
tersusun atas protein dan senyawa lain.
2. Percobaan uji aktivitas enzim alfa amilase pada saliva bertujuan untuk
mengetahui kerja enzim alfa amilase dalam hidrolisis pati dan faktor-
faktor yang mempengaruhi aktivitas atau kerja enzim alfa amilase
dimana pada gelas 1 (pada suhu ruang) menghasilkan warna ungu
muda. Pada gelas 2 (pada air es) menghasilkan warna ungu
kemerahan. Sedangkan pada gelas 3 (pada air mendidih)
menghasilkan warna biru tua.
3. Dalam banyak sistem akibat suhu tes reaksi enzim adalah mirip dengan
tabiat bahwa laju reaksi meningkat dengan kenaikan suhu dan
akhirnya enzim kehilangan semua aktivitas jika protein menjadi rusak
akibat panas. Banyak enzim berfungsi optimal dalam batas-batas suhu
antara 25 - 37oC.

VIII. Daftar Pustaka


Page, D, S. (1989). Prinsip-Prinsip Biokimia edisi II. Jakarta : Erlangga
Poedjiadi, Anna. (2006). Dasar-dasar Biokimia, Jakarta : Universitas
Indonesia PRESS
Salisbury, F.B. dan Ross, C.W. (1995). Fisiologi Tumbuhan Jilid 2.
Bandung : ITB Press
Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Edisi 2.
Jakarta : EGC

IX. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai