Panduan Praktik Klinis Fisioterapi Asperger Syndrome
Panduan Praktik Klinis Fisioterapi Asperger Syndrome
ASPERGER SYNDROME
DIV FISIOTERAPI
2020
Panduan Praktik Klinik Fisioterapi
Asperger Syndrome
2) Prevalensi
GA sering terdiagnosis setelah anak berusia > 3 tahun atau usia
sekolah. Prevalensi GA berkisar dari 3/1000 anak hingga
2,5/10.000 anak sampai 1/100.000 anak.
3) Insidensi
Kasus Sindrom Asperger kurang dari 150 ribu kasus per tahun
(Indonesia). GA lebih sering pada anak lelaki dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 4-9:1.
4) Etiologi
Beberapa faktor penyebab sindrom asperger diantaranya yakni
faktor genetik. Faktor genetik berhubungan dengan pengaruh
gen pada saat perkembangan fungsi otak.
Faktor non genetik juga diduga menjadi sebab lahirnya anak
dengan gangguan asperger. Sebagai contoh, tekanan yang
berat dan tuntutan yang begitu tinggi sehingga anak memiliki
rasa takut yang berlebihan dan menjadi kurang asertif.
Kelainan kromosom
5) Faktor resiko
Problem di periode prenatal-neonatal, serta selama proses
kelahirannya
Infeksi saat kehamilan
Terpapar agen atau faktor yang menyebabkan perubahan
bentuk pada janin.
6) Patofisiologi
Anak GA memiliki lebih sedikit substansia grisea di beberapa
bagian otak, yaitu nukleus kaudatus dan thalamus, sedikit frontal-
corpus-callosalwhite-matter di hemisfer dekstra dengan banyak
substansia alba di lobus parietal. Ditemukan pula gangguan
hubungan antara amigdala dengan struktur otak lain.14,15
Dibandingkan kontrol, anak GA memiliki volume substansia alba
lebih besar di sekitar lobus parietal inferior hemisfer sinistra,
tetapi kekurangan substansi alba terutama di sisi kanan. Anak GA
memiliki sulkus terdalam di antara kontrol, yaitu di sulkus
intraparietal kiri.
7) Patomekanik
Perkembangan motorik terhambat abnormal. Banyak anak GA
hipoaktif di tahun pertama kehidupannya. Beberapa menunjukkan
gerakan abnormal; dari tengkurap ke telentang. Kemampuan
memulai berjalan normal-tertunda.2,10 Banyak pula anak GA
yang terlalu berhati-hati dan tidak mau memulai aktivitas yang
berpotensi membahayakan.
Sebuah studi pada tahun 2012 oleh Huerta et al. menilai sensitivitas
definisi DSM-5 menemukan bahwa 91% dari sampel anak-anak
dengan PDD, seperti yang didiagnosis oleh DSM-IV,
mempertahankan diagnosis tersebut dengan derajat spesifisitas yang
lebih tinggi 19). Sebuah meta-analisis tahun 2014 dari 14 studi
melaporkan penurunan yang konsisten dalam diagnosis ASD mulai
dari 7,3 hingga 68,4% saat menggunakan kriteria DSM-5, tetapi tanpa
penurunan signifikan terkait dalam diagnosis AS [10). Klasifikasi
baru ini mendapat reaksi beragam. Banyak keprihatinan telah
ditempatkan pada status ketidakmampuan pendidikan untuk anak-anak
di sekolah.
C. Pemeriksaan Penunjang Tidak ada tes untuk sindrom Asperger, dokter mungkin menggunakan
berbagai tes, seperti sinar-X dan tes darah untuk menentukan apakah
ada gangguan fisik sehingga timbul gejala tersebut
Meningkatkan atensi
Meningkatkan kognitif
2) Referral/merujuk
Dirujuk ke yang lebih berkompeten dalam meningkatkan
kemampuan pasien
3) Perubahan
Dari intervensi yang dilakukan, didapatkan adanya peningkatan
aktivitas fungsional pada dimensi C, dimensi D dan dimensi E
Adanya penurunan gangguan atensi / perilaku pada bidang
interaksi sosial, yang sebelumnya mengalami 4 gejala
menjadi 3 gejala
3) Impairment
Ketidakmampuan interaksi sosial (b122)
Gangguan mood (b1263)
Halusinasi (b156)
Problem pemusatan atensi (d114)
4) Resume
Sindrom Asperger merupakan spektrum gangguan perkembangan
pervasif kompleks, ditandai perburukan menetap fungsi
sosialisasi/interaksi sosial, komunikasi, kognisi, sensasi, disertai
pola perilaku berulang serta minat terbatas. Sindrom Asperger
adalah salah satu gejala autisme dimana para penderitanya
memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya,
sehingga kurang bisa diterima (Marganingtyas, 2014). GA sering
terdiagnosis setelah anak berusia > 3 tahun atau usia sekolah.
Prevalensi GA berkisar dari 3/1000 anak hingga 2,5/10.000 anak
sampai 1/100.000 anak. Anak dengan Asperger’s Syndrome dapat
mengalami interaksi social yang lemah, obsesi, pola bicara yang
buruk, ekspresi wajah yang terbatas, dan kebiasaan yang tidak
biasa lainnya. Penderita dapat menunjukkan rutinitas obsesif dan
menunjukkan sensitivitas pada stimulus sensori yang tidak biasa.
Dengan ditingkatkannya kemampuan kognitif, atensi, interaksi
social, dan attitude terhadap oranglain, pasien diharapkan dapat
bersosialisasi dengan baik.
J. Kepustakaan https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3860886/pdf/
fped-01-00019.pdf
http://www.bewegenvoorjebrein.nl/wp-
content/uploads/2017/01/Lang-et-al-2010-Physical-exercise-
ASD.pdf
Nationwide Children’s. 2020. “Asperger’s Syndrome”.
Nationwide Childre’s Hospital.
https://apps.who.int/classifications/icfbrowser/