Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
THYPOID
2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan
carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F
yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui
Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar
kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman
masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia.
Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan
merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis
typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena
salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang.
4. Manifestasi Klinis
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
a. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan
dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi /
diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih,
kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran
5. Kompikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu :
c. hepatitis, kolesistitis.
1) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
2) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
3) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer,
sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia
dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil
biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid.
7. Penataksanaan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
c. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
d. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
e. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
f. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
g. Obat-obatan.
h. Klorampenikol
i. Tiampenikol
j. Kotrimoxazol
k. Amoxilin dan ampicillin
Begitu Anda terinfeksi, tubuh biasanya akan mengalami berbagai tanda dan gejala awal tipes
seperti:
Demam yang meningkat setiap hari hingga mencapai 40,5 derajat celcius
Sakit kepala
Lemah dan lelah
Nyeri otot
Berkeringat
Batuk kering
Kehilangan nafsu makan dan menurunkan berat badan
Sakit perut
Diare atau sembelit
Ruam
Perut yang membengkak
Jika tidak mendapatkan perawatan yang tepat, Anda akan mengalami kondisi seperti:
Mengigau
Berbaring lemah dengan mata setengah tertutup
9. Pencegahan
Menjaga kebersihan
Hindari kontak dengan orang sakit
Vaksin tifoid
Mengonsumsi makanan dan minuman yang terjamin kebersihannya
Tidak menyiapkan makanan untuk orang lain sampai benar-benar sembuh
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama demam typhoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri
perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam typhoid dan penyakit lainnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita demam typhoid, hipertensi, diabetes melitus.
f. Aktivitas/ Istirahat
Gejala: gangguan pola tidur, mis., insomnia dini hari, kelemahan.
Perasaan “hiper” dan/ atau ansietas
g. Sirkulasi
Gejala: TD rendah/ bradikardi
h. Integritas Ego
Gejala: ketidakberdayaan/ putus asa
Tanda: ansietas, mis., pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
i. Eliminasi
Gejala: nyeri abdomen dan distress
Tanda: nyeri tekan abdomen, distensi
j. Makanan/ cairan
Gejala: anoreksia, mual, muntah nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap makanan contoh
makanan pedas, Penurunan berat badan
Tanda: membran msukosa kering, penurunan produksi mukosa, berat jenis urine
meningkat.
k. Neurosensori
Gejala: rasa berdenyut, pusing/sakit kepala, kelemahan, status mental: tingkat kesadaran
dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi/ bingung, sampai pingsan
dan koma.
l. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih; nyeri hebat tiba-
tiba dapat disertai perforasi. Nyeri epigastrium kiri sampai tengah/ menyebar ke punggung
terjadi 1-2 makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster). Nyeri epigastrium terlokalisir
di kanan terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan
makanan atau antasida (ulkus duodenal). Faktor pencetus: makanan, rokok, alkohol,
penggunaan obat-obat tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda: wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit.
m. Keamanan
Gejala: alergi terhadap obat/ sensitif, mi., ASA
Tanda: peningkatan suhu
2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
b. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, intake cairan
peroral yang kurang (mual, muntah)
c. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus
d. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia
e. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal nutrisi,
eliminasi, personal hygiene berhubungan dengan kelemahan dan imobilisasi
f. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, kurangnya motivasi
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
3. Intervensi
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
Tujuan : suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil ;
1) Tidak demam
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
a) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 jam.
R/: Mengetahui keadaan umum pasien
b) Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
c) Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/: Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.
d) Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak
e) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik
menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri
b. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang
kurang (mual, muntah)
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak mual
2) Tidak demam
3) Muntah
4) Suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi:
1) Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
R/: Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat memenuhi
kebutuhan cairan.
2) Monitor dan catat intake dan output cairan
R/: Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/: Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
4) Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor
kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek
dari kehilangan cairan
5) Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
6) Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
7) Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan
tubuh
8) Kolaborasi pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan
yang hilang
c. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
Tujuan : pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari
Kriteria hasil : konsistensi normal
Intervensi:
1) Kaji pola eliminasi pasien
R/: Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang sesuai
2) Berikan minuman oralit
R/: Untuk menyeimbangkan elektrolit
3) Kolaborasi dengan dokter dalam obat
R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare
4) Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan
fekalit
5) Selidiki keluhan nyeri abdomen
R/: Berhubungan dengan distensi gas
6) Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses
R/: Indikator kembalinya fungsi gi, mengidentifikasi ketepatan intervensi
7) Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang bab
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
8) Kolaborasi berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan
d. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak demam
2) Mual berkurang
3) Tidak ada muntah
4) Porsi makan tidak dihabiskan
Intervensi:
1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam keadaan
hangat
R/: Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
2) Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
3) Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi
selanjutnya
4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
5) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
6) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan
klien
7) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang
mengandung gas/asam, peda
R/: Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan
menurunkan asupan nutrisi
8) Kolaborasi berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu
mual/muntah
e. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal
nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
Tujuan : kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
1) Pasien mengatakan tidak lemah
2) Tampak rileks
Intervensi:
1) Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
R/ : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien
2) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
R/ : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi
f. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : nyeri hilang/berkuran
Kriteria hasil :
1) Tidak ada keluhan nyeri
2) Wajah tampak tampak rileks
3) TTV dalam batas normal
Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui
sejauh mana nyeri dipersepsikan.
2) Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan
otot-otot.
3) Ajarkan tehnik nafas dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
4) Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi,
aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
5) Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil :
1) Melaporkan sudah mandi
2) Klien tampak segar, bersih
Intervensi:
1) Kaji tingkat kebersihan diri pasien
R/: Mengetahui tingkat kebersihan diri pasien dan untuk memudahkan intervensi
selanjutnya
2) Jelaskan pentingnya kebersihan diri
R/: agar pasien paham dan mengerti tentang pentingnya kebersihan diri
3) Jelaskan cara melakukan/menjaga kebersihan diri terutama modifikasi
R/: sebagai acuan dalam pemilihan teknik yang tepat sesuai kondisi pasien
4) Anjurkan klien/keluarga untuk memasukkan dalam kegiatan sehari-hari
R/: agar kebutuhan kebersihan diri tetap terjaga
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan : pengetahuan klien/keluarga betambah
Kriteria hasil :
1) Klien/keluarga mengatakan sudah tahu
2) orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga/klien
R/: Untuk sebagai acuan untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hal ini berkaitan dengan dengan
anatomi dan fisiologi
R/: agar keluarga/klien lebih paham tentang penyakit yang diderita klien
3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit
R/: agar keluarga/klien juga dapat mengetahui tanda dan gejala pada penyakit
4) Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
R/: agar keluarga dapat mengetahui perkembangan apa saja yang ada pada pasien
setelah dirawat
5) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
R/: agar keluarga juga dapat memilih terapi sesuai apa yang mereka ketahui dan
inginkan
C. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
1. Gangguan rasa aman dan nyaman ( hipertermi)
a. Definisi/deskripsi kebutuhan aman dan nyaman
Potter & Perry, 2006 mengungkapkan kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan
telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu
kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari). Ketidaknyamanan adalah keadaan
ketika individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespon terhadap
suatu ransangan.
Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis. Pemenuhan kebutuhan
keamanan dilakukan untuk menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik pasien, perawat atau
petugas lainnya yang bekerja untuk pemenuhan kebutuhan tersebut (Asmadi, 2008).
Perubahan kenyamanan adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dan berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, 2006)
b. Fisiologi sistem/fungsi normal sistem rasa aman dan nyaman
Pada saat impuls ketidaknyamanan naik ke medula spinalis menuju kebatang otak dan
thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stress.
Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan dan kenyamanan
1) Emosi
Kecemasan, depresi dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhi keamanan dan
kenyamanan
2) Status mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot dan kesadaran menurun memudahkan
terjadinya resiko injury
3) Gangguan persepsi sensory
Mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yangberbahaya seperti gangguan
penciuman dan penglihatan
Keadaan imunitas
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga mudah terserang
penyakit
4) Tingkat kesadarn
Pada pasien koma, respon akan menurun terhadap rangsangan
g. Penatalaksanaan
1) Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang kehidupan
dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang khidupan,
mobilitas dan aktivitas tergantung pada system musculoskeletal, kardiovaskuler,
pulmonal. Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer diarahkan pada
pencegahan masalah-masalah yang dapat timbul akibat imobilitas atau
ketidakaktifan.
Hambatan terhadap latihan
Pengembangan program latihan
Keamanan
2) Pencegahan sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat eksaserbasi akut dari imobilitas dapat
dikurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasian intervensi
berasal dari suatu pengertian tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut
berperan terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan
pada pemliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. (Tarwoto & Wartonah,
2006)
3) Penatalaksanaan terapeutik
DAFTAR PUSTAKA