Anda di halaman 1dari 3

Patogenesis Jalur Perikoronal

Akumulasi bakteri pada bagian bawah perikorona akan bermetabolisme. Aktivitas


tersebut akan menghasilkan produk seperti kolagenase, hyaluronidase, protease
chondroitin sulfatase, dan endotoksin berupa lipopolisakarida (LPS). Produk-produk
bakteri tersebut dapat menyebabkan kerusakan epitel dan jaringan ikat. Dengan adanya
jejas tersebut, maka bakteri dapat menginvasi ke dalam jaringan perikorona. Cedera
yang terjadi pada jaringan akan mengaktivasi sel-sel radang sehingga memunculkan rasa
nyeri, pembengkakan disekitar perikorona dan cardinal sympthom lainnya. Apabila proses
inflamasi kronis sudah mulai terjadi, maka secara mikroskopis akan tampak adanya
infiltrasi makrofag dan limfosit untuk melakukan fagositosis dan mengawali proses
perbaikan jaringan.

Secara klinis terdapat tiga fase perikoronitis yang dapat dievaluasi. Pemeriksaan
klinis melalui inspeksi dan palpasi serta dapat disertakan pemeriksaan radiografis sebagai
informast penunjang. Tiga fase klinis tersebut yaitu perikoronitis akut, perikoronitis
subakut dan perikoronitis kronis.

Perikoronitis akut dapat terjadi dalam 3-5 hari. Pada pemeriksaan subyektif,
didapatkan pasien dengan keluhan nyeri pada regio molar ketiga atau daerah yang
terkait dengan proses inflamasi akut tersebut. Rasa nyeri terutama pada daerah otot
mastikasi, sehingga keluhan utama pasien biasanya adalah nyeri saat membuka mulut.
Rasa nyeri dapat menyebar ke daerah sekitarnya. Rasa tidak nyaman ketika menelan
makanan dan kadang muncul pembengkakan ekstra oral. Pasien disertai febris dan
kehilangan nafsu makan. Pada pemeriksaan obyektif ekstra oral, didapatkan kondisi
limfadenitis pada kelenjar getah bening submandibular dan bagian dan limfa nodus
servikal dalam, edema ekstra oral dapat ditemukan pada sisi bukal. Pada pemeriksaan
intra oral, didapatkan gigi impaksi sebagian dengan operkulum mengalami edema,
terdapat pembengkakan juga pada daerah vestibulum regio gigi molar kedua dan ketiga,
terdapat hiperemi, terdapat trismus, dan nyeri saat palpasi, serta dapat ditemukan
eksudat purulen.

Perikoronitis sub akut dapat dibedakan dari kondisi akut seperti rasa nyeri yang
mulai berkurang, Tidak disertai demam. Munculnya nyeri hanya pada proses inflamasi
lokal dani gigi yang terkait tanpa disertai kesulitan membuka mulut. Rasa nyeri jarang
menyebar ke jaringan sekitar, tidak seperti pada kondisi akut. Pemeriksaan ekstra oral,
tidak disertai pembekaan, limfadenitis terbatas pada kelenjar getah bening
submandibula. Pada intra oral didapatkan gigi dengan operkulum, hiperemi minimal,
masih terdapat nyeri pada palpasi, tidak disertai eksudat purulen, tidak terdapat trismus.
Durasi sub akut umumnya terbatas pada rentang waktu beberapa hari hingga dua
minggu. Perikoronitis sub akut dapat sebagai kelanjutan dari proses pericoronitis kronis,
akan tetapi juga dapat berjalan sejak munculnya sakit. Hal ini disebabkan daya tahan
tubuh, virulensi bakteri dan kondisi lingkungan disekitar perikorona tersebut berada
dalam kondisi yang memiliki kekuatan hampir sama.

Fase klinis yang ketiga adalah perikoronitis kronis. Pada anamnesis pasien
dengan kondisi perikoronitis kronis, udak muncul keluhan nyeri, dan apabila muncul nyeri
hanya pada skala kecil 1-2 (menggunakan rentang skala nyeri 0-10). Pada pemeriksaan
klinis ekstra oral, tidak terdapat pembengkakan bukal dan tidak terjadi pembesaran
kelenjar getah bening sub mandibula. Sedangkan dari intra oral, didapatkan operkulum
yang warnanya seperti jaringan sekitar (tidak hiperemi), tidak nyeri pada saat dilakukan
palpasi dan tidak ada gangguan membuka mulut. Kondisi perikoronitis kronis dapat
terjadi secara berulang dan dapat diikuti dengan serangan akut kembali. Selama faktor
penyebab, yaitu gigi impaksi tidak di eliminasi, maka rekurensi kondisi kronis akan terus
terjadi mengikuti episode akutnya.

Gambaran Radiologi Perikoronitis

 
 Tanda-tanda radiologis dari perikoronitis dapat berkisar dari tidak ada perubahan ketika
lesi inflamasi hanya terbatas pada jaringan lunak untuk lokal penghalusan dan sclerosis
untuk osteomyelitis dalam kasus yang paling parah

Sumber :

 Fragiskos D. Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.


Germany.
 Mardiyantoro,F. 2017. Penyebaran Infeksi Odontogen dan Tatalaksana. UB
PRESS> Malang

Anda mungkin juga menyukai