Anda di halaman 1dari 8

Efek Hormon Tumbuh Bonggol Pisang Terhadap Hasil Cabai Merah

Oktavianus Lumban Tobing1, Yanyan Mulyaningsih2


1
Departemen Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda,
Jalan Tol Ciawi No 01 Ciawi 16720 Bogor, Indonesia
2
Departemen Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda,
Jalan Tol Ciawi No 01 Ciawi 16720 Bogor, Indonesia
1
Alamat email oktavianus@unida.ac.id; 2Alamat email yanyan.mulyaningsih@unida.ac.id
ABSTRAK
Tanaman sayuran buah dapat tumbuh diberbagai tempat ketinggian, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi,
contohnya tanaman cabai merah. Produksi cabai merah dapat ditingkatkan melalui pemberian hormon/zat pengatur
tumbuh asal bonggol pisang. Hasil penelitian terdahulu tentang pemanfaatan beberapa zat pengatur tumbuh termasuk
bonggol pisang sudah dipublikasi, tetapi efek pemberian zat pengatur tumbuh ekstraksi bonggol pisang dan total
pemberiannya pada tanaman cabai merah belum terlihat publikasinya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek
setelah pemberian ekstraksi hormon/zat pengatur tumbuh bonggol pisang dan total pemberiannya pada hasil dan
pertumbuhan tanaman cabai merah. Penelitian menggunakan metode rancangan acak kelompok faktorial, sebagai
perlakuan ke satu adalah E0: tidak ada aplikasi ekstrak; E1: aplikasi 300 g ekstrak tepung/1 liter metanol kandungan
100%; E2: aplikasi 450 g ekstrak tepung/1liter metanol kandungan 100%. Perlakuan ke dua total aplikasi ekstrak dari ke
dua tepung pada umur tanaman, adalah U0: kontrol/ tidak ada aplikasi ekstrak usia hari setelah pindah tanam (HSPT) ;
U1: aplikasi ekstrak 1 kali usia 7 HSPT; U2: aplikasi ekstrak 2 kali usia 7, 14 HSPT; U3: aplikasi ekstrak 3 kali usia 7,
14, 21 HSPT; U4: aplikasi ekstrak 4 kali usia 7, 14, 21, 28 HSPT; U5: aplikasi ekstrak 5 kali usia 7, 14, 21, 28, 35 HSPT;
U6: aplikasi ekstrak 6 kali usia 7, 14, 21, 28, 35, 42 HSPT; U7: aplikasi ekstrak 7 kali usia 7,14, 21, 28, 35, 42, 49
HSPT; U8: aplikasi ekstrak 8 kali usia 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, 65 HSPT. Temuan hasil adalah aplikasi ekstrak U0, U1,
U2 dan T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, T8 tenyata memberikan kontibusi nyata dalam peningkatan hasil cabai merah dan
pertumbuhan tanaman. Peningkatan hasil cabai merah dan pertumbuhan dikarenakan adanya senyawa hormon alami/zat
pengatur tumbuh golongan gibberelin dan sitokinin pada ekstraksi bonggol pisang.
Kata kunci: ekstraksi hormon pisang; hasil buah cabai; usia tanaman cabai

ABSTRACT

Vegetable fruit plants can grow in various altitudes from lowlands to highlands, for example, red chili plants. The
production of red chilies can be increased by administering growth regulating hormones/substances from banana
weevils. The results of previous research on the use of several growth regulators including banana weevils have been
published, but the effect of giving growth regulators for banana weevil extraction and the total administration of red chili
plants has not been shown. The purpose of this study was to determine the effect after administration of the extraction of
hormones / growth regulators of banana weevil and the total distribution on yield and growth of red chili plants. The
research used factorial randomized block design method, as the first treatment was E0: no extract application; E1:
application of 300 g flour extract / 1 liter of methanol content 100%; E2: application 450 g of flour extract / 1 liter of
methanol for 100% content. The treatment for the two total extract applications of the two flours at plant age was U0:
control / no application of the extract from the day after transplanting (HSPT); U1: application of the extract 1 times the
age of 7 HSPT; U2: extract application 2 times the age of 7, 14 HSPT; U3: extract application 3 times the age of 7, 14,
21 HSPT; U4: extract application 4 times the age of 7, 14, 21, 28 HSPT; U5: extract application 5 times the age of 7, 14,
21, 28, 35 HSPT; U6: extract application 6 times the age of 7, 14, 21, 28, 35, 42 HSPT; U7: application of extract 7
times the age of 7,14, 21, 28, 35, 42, 49 HSPT; U8: application extract 8 times the age of 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, 65
HSPT. The results showed that the application of extracts U0, U1, U2 actually contributed significantly to the increase in
the yield of red chilies and plant growth. The increase in yield and growth is due to the presence of natural hormone
compounds/ growth regulators in the gibberellin and cytokinins in the banana weevil extract.

Key words: banana hormone extraction; chili fruit yields; the age of the chili plant

I. PENDAHULUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek aplikasi hormon tumbuh hasil dua ekstraksi bonggol pisang dan
total aplikasi ke dua ekstraksi pada usia tanaman cabai merah. Tahapan pembuatan dua ekstraksi bonggol pisang adalah
pertama menimbang 300 tepung bonggol pisang ditambah 1 liter metanol dan dijadikan volumenya menjadi 1 liter
dengan penambahan metanol kadar 100%. Ke dua menimbang 450 gram tepung bonggol pisang ditambah 1 liter metanol
lalu volumenya dijadikan 1 liter dengan pemberian metanol 100%. Volume masing-masing kedua ekstrak dipekatkan
menjadi 150 ml, setelah itu diberikan per tanaman sebanya 30% dari 150 ml untuk perlakuan ekstrak pertama dan 45%
dari 150 ml untuk perlakuan ekstrak ke dua, serta aplikasi masing-masing ekstrak pada usia tanaman cabai merah.
Produksi cabai merah dilapangan salah satu ditentukan oleh teknik budidaya yang tepat, juga faktor lain
penentu produksi yakni penggunaan benih unggul dan lahan penanaman yang relevan. Teknik budidaya pada penelitian
ini menggunakan hormon alami/zat pengatur tumbuh alami berasal dari ekstraksi bonggol pisang kepok, sedangkan benih
unggul yang digunakan cabai merah varietas gada hibrida F1, serta menggunakan lahan gapoktan desa Tamansari,
kecamatan Sukamantri Bogor yang mempunyai persyaratan tumbuh sama dengan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman cabai merah. Penggunaan benih dari varietas unggul berdampak akhir terhadap produksi tinggi, oleh sebab itu
pada penelitian ini digunakan varietas unggul cabai merah varietas gada hibrida-F1. Pemilihan teknik budidaya yang
paling optimal untuk meningkatkan produksi cabai, ramah lingkungan, dan mudah diperoleh dan penggunaannya tidak
terlalu sulit dirasakan perlu untuk dicari dan dikembangkan. Teknik budidaya yang sedang dikembangkan pada penelitian
ini adalah pembuatan ekstrak bonggol pisang kepok stadia pedang.
Kedua perlakuan ekstrak ternyata meningkatkan hasil cabai merah secara nyata hampir pada semua peubah yang
diamati termasuk komponen pertumbuhan tanaman, sehingga berpeluang besar untuk diseminasikan diseluruh wilayah
Indonesia. Peningkatan produksi dan pertumbuhan tanaman terjadi karena pada ekstrak dijumpai zat pengatur tumbuh
gibberelin dan sitokinin yang terdiri dari kinetin dan zeatin berdasarkan analisis High performance liquid
chromatography. Penelitian ini berbeda dengan temuan sebelumnya, karena sebelumnya penggunaan bonggol pisang
tidak diketahui varietas dan stadianya, juga tahapan waktu pemberian ekstrak berbeda serta bukan hasil spesifik ekstrak
nabati secara maserasi dan analisis high performance liquid chromatography. Penelitian terdahulu yang berhubungan erat
dengan penelitian ini diuraikan pada beberapa argumen berikut.
Hasil penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kompos jenis kubis dan pupuk bonggol pisang
pada produksi kacang panjang. Penelitian menggunakan percobaan faktorial dengan rancangan dasar acak kelompok
yang terdiri dari dua faktor perlakuan pemberian, yakni K = Beri kompos jenis tanaman kubis; P = Beri pupuk cair
bonggol pisang. Hasil penelitian diperoleh aplikasi kompos bonggol pisang tidak memberikan perbedaan pada parameter
pertumbuhan dari total polong per tanaman sampel, diameter batang, panjang polong per tanaman sampel, berat polong
per tanaman contoh., hasil per petak. Jenis kubisan berdampak positif terhadap parameter total polong per tanaman
contoh, diameter batang dan hasil per petak [1].
Hasil penelitian bertujuan mengetahui respon pertumbuhan tanaman cabai rawit setelah diberi pupuk cair pisang
kepok. Hasil yang diperoleh pertumbuhan vegetatif tanaman cabai rawit dari parameter tinggi batang, total daun, panjang
akar dipengaruhi oleh pemberian pupuk cair pisang kepok. Dosis pupuk cair pisang kepok memberikan pengaruh nyata
terhadap hasil yakni dari parameter amatan total buah, total bunga bobot basah tanaman, dan bobot basah buah cabai
rawit [2].
Hasil penelitian bertujuan untuk mengetahui dampak aplikasi pupuk hayati cair pada peubah vegetatif dan
reproduktif kangkung darat, dan menetapkan konsentrasi terbaik. Metode penelitian percobaan menggunakan kangkung
darat, mengambil 28 contoh tanaman selanjutnya mengaplikasikan 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% dari konsentrasi
pupuk. Hasil yang didapatkan perlakuan terbaik pada pemberian konsentrasi 50% terhadap parameter total daun sebesar
0,029, bunga sebesar 0,003, dan buah sebesar 0,023. Kesimpulan pupuk cair memberikan pengaruh nyata [3].
Hasil beberapa temuan terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, dapat diuraikan berdasarkan sitasi
penulis pada beberapa argumen berikut. Menurut Kurniati et al [4], penggunaan berbagai zat pengatur tumbuh alami
yang terdiri dari ekstrak umbi bawang merah , ekstrak rebung bambu, ekstrak bonggol pisang, air kelapa memberikan
pengaruh berbeda pada daya kecambah, tinggi bibit, dan jumlah daun bibit kemiri sunan asal biji.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil cabai merah setelah diberikan ke dua ekstraksi dari bonggol
pisang, dan total aplikasi ke dua ekstrak pada usia tanaman cabai merah varietas gada hibrida F1. Hasil dan
pertumbuhan tanaman cabai akan terjadi peningkatan bila diberi perlakuan budidaya yang benar. Perlakuan budidaya
dapat berupa pemberian dari hormon/zat pengatur tumbuh alami, zat pengatur tumbuh sintetik, nutrisi alami, nutrisi
sintetik, dan lain sebagainya.
Perlakuan budidaya yang diujikan pada penelitian ini adalah aplikasi ekstraksi bonggol pisang kepok dengan
memodifikasikan perlakuannya. Berdasarkan hasil penelitian ternyata pemberian ekstraksi bonggol pisang kepok dapat
meningkatkan hasil cabai merah, juga terhadap pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium dengan menggunakan alat High Performace Liquid Chromatography pada
ekstraksi bonggol pisang kepok ditemukan dua jenis zat pengatur tumbuh gibberelin dan sitokinin yang terdiri dari
kinetin dan zeatin. Ke dua jenis zat pengatur tumbuh itu memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan hasil cabai
merah varietas gada hibrida F1. Fungsi umum dari lima zat pengatur tumbuh adalah untuk menstimulasi pertumbuhan
dan hasil tanaman, menghambat pertumbuhan dan hasil tanaman, mempengaruhi proses fisiologi tanaman. Hasil
penelitian yang didapatkan ternyata konsentrasi aplikasi dari ke dua ekstrak dan total aplikasinya pada usia tanaman
mempunyai fungsi untuk menstimulasi pertumbuhan dan produksi tanaman cabai merah.
Menurut Aziziy et al [5] (2020), penggunaan konsentrasi 45% yang berasal dari MOL bonggol pisang
memberikan pertambahan pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang produktif, dan bobot buah
pertanaman cabai dibanding dengan kontrol, tetapi tidak berpengaruh untuk penggunaan konsentrasi 30%. Serangan
cendawan Colletotrichum capsici tidak tejadi pada tanaman cabai , karena selama penelitian berlangsung ketersediaan
air bagi tanaman dibawah normal (terjadi musim kemarau panjang) sehingga tidak terjadi penyebaran spora patogen.
Hasil penelitian [6] yang menyatakan bahwa pemberian 4 tingkat konsentrasi fermentasi daun mimba, yaitu: 1).
M0 = 0% (kontrol), 2). M1 = 15% (15 ml nimba + 85 ml air), 3). M2 = 30% (30 ml nimba + 70 ml air), 4). M3 = 45%
(45 ml nimba + 55 ml air). Konsentrasi fermentasi punuk pisang terdiri dari tiga varietas yaitu: ambon, kepok, dan tanduk
dengan konsentrasi 30% (30 ml + 70 ml air). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi ketiga varietas
punuk pisang berpengaruh terhadap variabel diameter batang, jumlah daun, lebar tajuk, dan panjang buah, tetapi tidak
berpengaruh terhadap jumlah buah, bobot buah, diameter buah, dan bobot buah. tanaman cabai.
[7] mengemukakan, aplikasi giberelin yang teridi 4 aras, yaitu 0, 100, 200, 300 ppm. Lama perendaman terdiri
dari 3 aras, yaitu 0, 30, 60 menit. Hasi yang didapat giberelin dapat berpengaruh pada total daun, waktu pemunculan
berbunga, vigor indeks, tinggi tanaman, panjang buah, dan bobot buah per tanaman. Peubah amatan tinggi tanaman,
jumlah daun, panjang buah, dan bobot buah per tanaman dapat dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan lama
perendaman. Perendaman benih dengan giberelin selama 30 menit merupakan perlakuan optimum untuk menaikkan
perkecambahan, pertumbuhan, dan hasil tanaman cabai. [8] menyatakan, pemakaian giberelin untuk menginduksi
pertumbuhan dan hasil tanaman cabai. Perlakuan giberelin berupa tanpa perlakuan = H0, 150 ppm = H1, 200 ppm =
H2, 250 ppm = H3. Hasil yang diperoleh giberelin dapat menginduksi pertumbuhan dan produksi tanaman cabai.
Pemberian giberelin 200 ppm merupakan perlakuan terbaik. [9] mengemukakan, perlakuan waktu aplikasi GA3 terdiri
dari 3 taraf, yaitu saat berbunga; saat berbuah; waktu berbunga dan berbuah. Konsentrasi GA3 terdiri dari 5 taraf 0, 25,
75, 100 ppm. Penambahan konsentrasi GA3 dan pemberian waktu berbunga dan berbuah tidak berpengaruh taraf 5%.
Pemberian GA3 100 ppm waktu berbunga dan berbuah memberikan pembentukan buah lebih besar dari tanpa perlakuan.
Peningkatan jumlah bunga dan panjang buah terjadi pada waktu pemberian GA3 waktu awal berbuah. Peningkatan
tinggi tanaman cabai terjadi pada pemberian 50, dan 100 ppm GA3. [10] menyatakan, pemberian GA3 (HARAXIN)
terdiri dari 0 hari sekali, 3 hari sekali, 5 hari sekali, 7 hari sekali. Dosis pupuk NPK pemberian terdiri dari 4 gram /
tanaman (160 kg/ha), 5 gram / tanaman (200 kg/ha), 6 gram / tanaman (240 kg/ha). Hasil yang diperoleh penggunaan
GA3 berpengaruh taraf 5% terhadap peubah amatan jumlah cabang umur 5 mst, jumlah buah umur 8 mst, jumlah buah
umur 9 mst, jumlah buah umur 11 mst, jumlah buah umur 12 mst, jumlah buah total dan bobot buah total. Hasil cabai
merah lebih baik pada selang aplikasi 5 hari sekali GA3. Aplikasi NPK berdampak pada taraf 5% terhadap peubah
amatan total cabang umur 4 mst, total cabang umur 5, 6, 7, 8 mst , dan hasil yang paling besar tanaman cabai
didapatkan pada Aplikasi 4 g NPK.3. Hasil terbesar tanaman cabai diperoleh pada pemberian 5 hari sekali GA3 dan 6
gram NPK pertanaman.

III. METODOLOGI

Penelitian berlangsung mulai bulan Maret hingga Agustus 2020 di lahan Gapoktan Repeh Rapih, Desa
Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Benih cabai disemai pada medium tanah dan aram
sekam (1:1) dalam polibeg berukuran 15 cm x 25 cm, setelah terbentuk 4 sampai 5 helai daun sempurna (umur 14 hari)
dipindahkan ke dalam medium tanah dan kompos (4:1) berat 11 kg, lalu diberi Urea 300 kg/ha (46% N) , SP-36 450
kg/ha (36% P), KCl 300 kg/ha (60% K), ZA 150 kg/ha (24% N dan 21% S) dalam polibeg berukuran 40 cm x 45 cm.
Kemudian polibeg ditempatkan dilapangan sesuai dengan tata letak penelitian. Pembuatan dua ektraksi bonggol pisang
kepok untuk diberikan pada tanaman cabai merah. Proses pembuatan ke dua ekstrak adalah pertama 300 gram tepung
bonggol pisang kepok ditambah 1 liter metanol kadar 100%, setiap 2-3 jam diaduk disimpan selama 2 hari lalu disaring
dijadikan volume jadi 1 liter dengan penambahan metanol kadar 100%. 1 Liter larutan jadi dipekatkan sehingga
volumenya menjadi 150 ml. Pembuatan ekstrak ke dua menimbang 450 gram tepung bonggol pisang kepok dan
ditambahkan 1 liter metanol kadar 100%, cara berikunya sama dengan pembuatan larutan induk pertama.
Metode penelitian menggunakan rancagan percobaan acak kelompok faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu:
faktor pertama pemberian ke dua ekstrak yang terdiri dari 3 taraf, yakni (K0): tidak diberi ekstrak; (K1): diberi 30% dari
volume 150 ml ekstrak berasal dari 300 gram serbuk bonggol pisang per 1 liter metanol kadar 100%; (K2): diberi 45%
dari volume 150 ml ekstrak berasal dari 450 gram serbuk bonggol pisang per 1 liter metanol kadar 100%. Faktor ke dua
total aplikasi ekstrak terdiri dari 8 taraf, yakni (K0): tidak diberi ekstrak hari setelah pindah tanam (HSPT); (K1): diberi
ekstrak 1 kali usia 7 HSPT; (K2): diberi ekstrak 2 kali usia 7,14 HSPT; (K3): diberi ekstrak 3 kali usia 7,14,21 HSPT;
(K4): diberi ekstrak 4 kali usia 7,14,21,28 HSPT; (K5): diberi ekstrak 5 kali usia 7,14,21,28,35 HSPT; (K6): diberi
ekstrak 6 kali usia 7,14,21,28,35,42 HSPT; (K7): diberi ekstrak 7 kali usia 7,14,21,28,35,42,49 HSPT; K8: diberi ekstrak
8 kali usia 7,14,21,28,35,42,49,56 HSPT.
Pengumpulan data meliputi data hasil dan pertumbuhan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan
analisis ragam, perlakuan yang berbeda diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test.
Data yang ditampilkan pada penelitian ini yang memberikan kontribusi nyata adalah tinggi tanaman, lebar tajuk, luas
daun, diameter buah, jumlah buah panen, dan bobot basah buah. Data yang ditampilkan selanjutnya dibahas berdasarkan
hasil riel diperoleh dan selanjutnya dengan menambahkan literasi yang berkaitan erat dengan temuan hasil.

IV. HASIL DAN DISKUSI

Hasil pengamatan yang memberikan kontribusi nyata ditampilkan pada gambar 1,2,3,4,5,6 yang terdiri dari tinggi
tanaman, lebar tajuk, lua daun, diameter buah, jumlah buah panen, dan bobot basah buah.

Interaksi lebar tajuk (cm) Tinggi tanaman (cm)


30 60

25 50

Rata-rata tinggi tanaman


20 40
Lebar tajuk (cm)

15 30

20
10
10
5
0
0 T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8
K0 K1 K2
Waktu pemberian ekstrak
Perlakuan

14 HST 24 HST 34 HST


T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8
44 HST 54 HST 64 HST

Gambar 1. Larutan induk dan waktu terhadap tinggi tanaman Gambar 2. Larutan induk dan waktu terhadap lebar tajuk

Interaksi diameter buah Luas daun (cm2)


1.8 40

35
1.75
30
Rata-rata luas daun

1.7
25
Diameter buah (cm)

1.65 20

15
1.6
10
1.55
5

1.5 0
K0 K1 K2 T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8

1.45 Larutan induk (K); Waktu pemberian ekstrak(T)


K0 K1 K2

T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 14 HST 24 HST 34 HST 44 HST


Gambar 3. Larutan induk dan waktu terhadap luas daun Gambar 4. Larutan induk dan waktu terhadap diameter
buah

Jumlah buah panen


12
Rata-rata jumlah buah (buah)

10

0
K0 K1 K2 T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8
Larutan induk (K); Waktu pemberian ekstrak (T)
48 HST 55 HST 62 HST 69 HST

Gambar 5 Larutan induk dan waktu terhadap jumlah buah panen

Bobot basah buah (g)


70

60

50
Bobot basah

40

30

20

10

0
48 HST 55 HST 62 HST 69 HST 76 HST

K0 K1 K2 T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8
Gambar 6 Larutan induk dan waktu terhadap bobot basah buah

Berdasarkan hasil penelitian ini gambar 1,2,3,4,5,6 ternyata pemberian ke dua ekstrak dan total aplikasi pada
usia tanaman tertentu memberikan kontribusi interaksi nyata terhadap semua komponen hasil dan pertumbuhan tanaman.
Zat pengatur tumbuh alami terbukti mempunyai kontribusi sangat besar dalam meningkatkan hasil cabai. Zat pengatur
tumbuh alami pada larutan ekstrak bonggol pisang kepok mengandung senyawa gibberelin, sitokinin yang terdiri dari
kinetin dan zeatin. Hasil penelitian diperoleh zat pengatur tumbuh gibberelin dan sitokini dapat meningkatkan diameter
buah, jumlah buah, bobot buah, sedangkan pada pertumbuhan pengaruhnya terjadi peningkatan tinggi tanaman, lebar
tajuk, luas daun. Giberelin kegunaannya secara umum merangsang produksi dan pertumbuhan, sedangkan sitokinin
kegunaannya bertindak dalam meristematik sel atau pembelahan sel. Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan
dengan penelitian ini dapat diuraikan lebih lanjut.
[11] mengemukakan, perlakuan penggunaan bobot bonggol pisang yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 100-250 g,
300-450 g, dan 500-650 g, dan konsentrasi giberelin yang terdiri dari 4 taraf, yaitu 0, 150, 300, 450 ppm. Hasil penelitian
didapatkan, yaitu bonggol yang dibelah memberikan pengaruh pada uji taraf 5% terhadap peubah yang diamati. Bobot
bonggol yang lebih berat memacu pertumbuhan lebih cepat. Pemakaian 500-650 g bobot bonggol pisang merupakan
percobaan terbaik. Waktu muncul tunas, jumlah tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar dan
bobot bonggol akar tanaman dapat distimulir melalui pemberian 150 ppm giberelin.
[12] Respon pertumbuhan dan produksi tanaman ditentukan oleh keadaan lingkungan yang terkait dengan
adaptasi dan aklimasi. Adaptasi adalah penyesuaian perkembangan tanaman pada paparan suhu dan lama penyinaran
selama berlangsungnya kegiatan. Adaptasi iklim ditentukan oleh faktor genetik dan fisiologi tanaman yang digunakan.
[13] Cekaman abiotik yang tidak menguntungkan berpengaruh terhadap perkembangan organ reproduksi jantan
tumbuhan. Paparan suhu tinggi pada tanaman cabai berpengaruh buruk pada perkembangan reproduksi jantan, juga
mikrogametogenesis dan mikrosporogenesis. Menentukan waktu tanam cabai perlu dilakukakn agar tanaman cabai
terhindar dari cekaman lingkungan sehingga tidak terjadi penurunan produktivitas. Menurut [14], penelitian tentang
interaksi faktor lingkungan dengan genotipe yang bertujuan untuk mengetahui stabilitas genotip dari hasil cabai hibrida
pada lingkungan spesifik atau luas. Penanam cabai hibrida di tiga lokasi pengujian Jawa barat, yaitu Bandung,
Kabupaten Bandung barat, dan Garut. Hasil dari penelitian nilai kuadrat tengah genotipe lebih tinggi dari nilai kwadrat
tengah interaksi genotipe x lingkungan, berati efek genetik lebih dominan dari faktor lingkungan. Pengujian varietas
(genotipe) berpengaruh pada taraf 5% yang artinya terdapat pertambahan hasil yang tidak sama antara varietas, serta
faktor genotipe dengan lingkungan berinteraksi. Hasil perhitungan MSTATC adalah H-1 dan  Cosmos menunjukkan
genotipe stabil. Hasil tidak stabil pada genotipe Batalion dan Meronae, juga pada genotipe H 2 dan hot Beauty.
Kesimpulan hasil penelitian adalah genotipe cabai hibrida stabil bila ditanam di dataran tinggi Jawa Barat.
Penelitian [15] mengemukakan, waktu pemberian GA3 yang terdiri dari pemberian GA3 waktu berbunga (W1),
pemberian GA3 waktu berbuah (W2) dan pemberian waktu berbunga dan berbuah (W3) yang merupakan petak utama,
selanjutnya pemberian GA3 adalah K0 : 0 ppm, K1 : 25 ppm, K2 : 50 ppm, K3 : 75 ppm, dan K4 : 100 ppm yang
merupakan anak petak. GA3 yang diberikan waktu berbunga dan berbuah tidak berbeda nyata. Persentase pembentukan
buah lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol terjadi pada pemberian GA3 100 ppm waktu berbunga dan berbuah.
Peningkatan jumlah bunga dan panjang buah terjadi pada waktu pemberian GA3 awal berbuah.
Pembentukan polong dewasa kacang tanah tergantung dengan tanggal pembungaan awal (IFD = Initial
Flowering Date). Pemetaan QTL yang berhubungan dengan IFD didapat dari hasil persilangan antara kedua tetua
perempuan Silihong dengan tetua laki-laki Jinonghei 3. Tanggal pembungaan kacang tanah ditentukan oleh dua faktor
yaitu faktor genotipe dan lingkungan, serta heritabilitas secara umum (h2) ditaksir 86,8% [16]
Hasil penelitian pada gandum hibrida terjadi pertambahan hasil sebesar 3,5 sampai 15% daripada gandum bukan
hibrida. Penggunaan gandum hibrida merupakan salah satu alternatif dalam menaikakan hasil gandum pada saat akan
datang. Penelitian melalui analisis faktor terpenting dari susunan dua baris gandum hibrida dan berat butir (GW) sebagai
tetuanya, LS merupakan panjang paku, KSN merupakan peningkatan total kernel, dan SPN merupakan total spike dari
variabel. Variabel dapat dibedakan menjadi 3 faktor terpenting, yaitu: faktor 1 merupakan faktor bobot, faktor 2
merupakan faktor kuantitas 1, dan faktor 3 merupakan faktor kuantitas 2 yang berkontribusi sebesar 37,1; 22,6 dan
18,5%. Jumlah varian dari setiap variabel agronomi yang berlainan, memperlihatkan GW merupakan petunjuk dalam
penilaian hibrida, dan berat butir garis pemulih (RGW yang dipakai dalam pedoman [17]
Pertambahan stres akibat naungan merupakan sifat agronomi. Aktivitas dari fotosintesis dan antioksidan
organ daun dipelajari pada kultivar kedelai D16, E93. Perlakuan naungan terhadap bibit kedelai yang terdiri dari 3 taraf,
yaitu: (S0): bebas naungan, (S1): kurang naungan, (S2): medium naungan , dan (S3) tinggi naungan. Hasil penelitian
memperlihatkan terjadi penurunan nyata pada kedua kultivar dengan naungan S3 (tinggi naungan) terhadap peubah luas
daun spesifik, berat segar daun, dan tebal daun. Penurunan juga terjadi pada peubah fotokimia dari transpor elektron dan
hasil kuantum maksimum (Fv/Fm). Bebas naungan (S0) menyebakan plastisitas morfologis dan fisiologis lebih
beradaptasi dibanding (S1); (S2); (S3) terhadap penurunan berat biomassa dari benih [18]

V. KESIMPULAN
Zat pengatur tumbuh bonggol pisang kepok memberikan kontribusi sangat besar terhadap peningkatan hasil
cabai merah, juga terhadap pertumbuhan.
PENGAKUAN
Ucapan terimakasih disampaikan penulis kepada Kementerian Penelitian, dan Teknologi Pendidikan Tinggi yang telah
mendanai penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Universitas Djuanda yang telah mendukung penelitian ini.

REFERENSI
[1] Harahap, Rismayanti., Gus Meizal., dan Erwin Pane. 2020. Efektifikatas Kombinasi Pupuk Kompos Kubis-Kubisan
(Brassicaceae) dan Pupuk Organik Cair Bonggol Pisang terhadap Produksi Kacang Panjang (Vigna
sinensisL.).Jurnal Ilmiah Pertanian (JIPERTA), 2(2), 135-143. https://doi.org./10.31289.jiperta.v.212.334

[2] Pertumbuhan Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) terhadap Pemberian Pupuk Organik Cair Limbah
Pisang Kepok. Indonesian Journal of Fundamental Sciences Vol.5, No.2, 89-101. http://ujs.unm.ac.id
[3] Lestari Rahadianti Ayu, Sukarsono, Wahyu Prihanta, Dwi Setyawan, H. Husamah. 2019. Pemberian pupuk organik
cair bonggol pisang: Solusi pertumbuhan vegetatif dan generatif Ipomoea reptans Poir. Jurnal Prodi Biologi, 7(6),
429–440. http:// researc.report.umm.ac.id

[4] Kurniati Fitri., Tini Sudartini., dan Didik Hidayat. 2017. Aplikasi berbagai bahan zpt alami untuk meningkatkan
pertumbuhan bibit kemiri sunan (Reutealis triperma (Blanco) Airy Shaw). Jurnal Agro.Vol.(I), 40-49.
https://doi .org/10.15575/1307

[5] Aziziy Hifniy., Oktavianus Lumban Tobing, dan Yanyan Mulyaningsih. 2020. Studi serangan antraknosa pada
pertumbuhan cabai merah (Capsicum annum L) setelah aplikasi larutan daun mimba dan mol bonggol pisang.
Jurnal Agronida. Vol.6(1), 22-32. https://doi.org/10.30997/jag.v6i1.2668

[6] et al., O. L. T. (2020). Chili plant response to the concentration of neem leaf fermentation and banana hump.
International Journal of Advanced Science and Technology, 29(7), 3212-3222. Retrieved from
http://sersc.org/journals/index.php/IJAST/article/view/18950.

[7] Sari Widya., Robi Dani Paturahman. 2019. Pengaruh perendaman benih cabai dalam berbagai konsentrasi giberelin
terhadap pertumbuhan dan perkembangan bibit cabai merah varietas gelora (Capsicum annum L.). Journal Of
Agroscience. Vol. (1)2, 1-13. http://jurnal.unsur.ac.id

[8] Kurniatsi Fitri,. Tini Sudartini., dan Dikdik Hidayat. 2017. Aplikasi berbagai bahan zpt alami unuk
meningkatkan pertumbuhan bibit kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw).APLICATION OF
VARIOUS NATURAL PGRs TO INCREASE THE GROWTH OF CANDLENUT (Reutealis trisperma) CV
SUNAN SEEDLING. Jurnal Agro.Vol 4 (1), 40-49. https://doi.org/10.15575/1307

[9]. Shofiah Yasmin., Tatik Wardiyati., Koesriharti. 2014. Pengaruh perbedaan waktu aplikasi dan konsentrasi
giberelin (GA3) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.). Jurnal
Produksi Ttanaman. Non Commercial 4.0 International License Vol2(5), 1-9.
http://protan.studentjournal.ub.ac.id

[10] Hengki Setiawan. 2013. Interval pemberian GA3 dan pupuk NPK terhadap pencegahan kerontokan pada bunga
tanaman cabai merah (Capsicum annuum L ). http://repository.unmuhjember.ac.id :1-21

[11] Nur Azizah., Luthfina., Erry Sutejo., Karuniawan Puji Wicaksono, dan Eko Widaryanto. 2017. Pengaruh pemberian
larutan giberelin(GA3) dan perbedaan bobot bonggol terhadap pertumbuhan tunas pada perbanyakan pisang
mas kirana (Musa acuminata L). The effect of gibberellins (GA3) solution and different size of cormon shoot
growth of mas kirana (Musa acuminata L)propagation. Jurnal Produksi Tanaman.Vol.5(12): 1966-
1971.http://protan.studentjournal.ub.ac.id

[12] O. Junttila. 2008. Plant adaptation to temperature and photoperiod. Journal Agricultural and Food Science.Vol.
DOI: https://doi.org/10.23986/afsci.727445 (3).251-260

[13] Iriawati., Isqim Oktaviani., Ahmad Faizal . 2020. Pengaruh suhu tinggi terhadap perkembangan organ reproduksi
jantan pada cabai (Capsicum annum L.) cv. Tanjung-2. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 25(1): 19-25.
http:/journal.ipb.ac.id

[14] nFN Kusmana., Rinda Kirana., Astiti Rahayu. 2019. Uji Adaptasi dan Stabilitas Hasil Enam Genotipe Cabai Hibrida
di Dataran Tinggi Jawa Barat (Adaptation and Yield Stability of Six Hybrid Chili Genotypes in Highland Area
of West Java). Jurnal Hortikultura Vol.29(1), 1-6. https://doi.org/10.21082/jhort.v29n1.2019.p17-22

[15]Yasmin Shofiah., Tatik Wardiyati., dan Koesriharti. 2014. Pengaruh perbedaan waktu aplikasi dan konsentrasi
giberelin (GA3) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.) THE EFFECT OF
DIFFERENT TIME APPLICATION AND CONCENTRATION OF GIBERELIN (GA3) ON GROWTH AND
YIELD OF CAYENNE PEPPER (Capsicum annuum L.). Jurnal Produksi Tanaman, Volume 2, Nomor 5, 395-
403. http://media.neliti.com
[16] Liang wang, Lifeng Liu. 2020. Identification of mine effect and epistatic QTLs Controlling initial flowering date
incultivated peanut (Arachis hypogaea L). Research article, Elsevier. Journal of Integrative Agriculture 19(10),
2383–2393. https://doi.org/10.1016/s2095-3119(20)63211-7
[17] YANG Wei-bing, QIN Zhi-lie, SUN Hui, LIAO Xiang-zheng, GAO Jian-gang, WANG Yong-bo, HOU Qiling,
CHEN Xian-chao, TIAN Li-ping, ZHANG li-ping, MA Jin-xiu, CHEN Zhao-bo, ZHANG Feng-ting, ZHAO
Chang-ping. 2020. Yield-related agronomic traits evaluation for hybrid wheat and relations of ethylene and
polyamines biosynthesis to filling at the mid-grain filling stage. Research article Elsevier. Journal of Integrative
Agriculture, 19(10), 2407–2418. https://doi.org./10.1016/s2095-3119(19)62873-x

[18] Bing-xiao Wen., Sajad HUSSAIN,. Jia-yue Yang., Shan WANG.,Yi ZHANG,. Si-si QIN, Mei XU., Wen-yu
YANG., Wei-guo LIU. 2020 Rejuvenating soybean (Glycine max L.) growth and development through slight
shading stress. Journal of Integrative Agriculture, Volume 19 Issue 10, 2439-
2450.https://doi.org/10.1016/s2095-3119(20).63159-8

Anda mungkin juga menyukai