Anda di halaman 1dari 22

OPTIMALISASI PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN EVALUASI

SERANGAN HAMA APHID DAN PENYAKIT ANTRAKNOSA


TANAMAN CABAI KERITING PADA PEMBERIAN EKSTRAK ZPT
BONGGOL PISANG DAN PESTISIDA DAUN MIMBA

OPTIMALIZATION OF GROWTH, THE PRODUCTION AND


EVALUATION ATTACK OF THE PEST APHID AND ANTRACHNOSE
DISEASE OF PLANTS CHILI CURLY ON THE PROVISION
EXTRACT ZPT BONGGOL BANANA GROWTH REGULATOR AND
MIMBA LEAVES PESTICIDE

Oktavianus Lumban Tobing1, Yanyan Mulyaningsih1a, Nani Yulianti1 Jurusan


Agroteknologi, Ketua dan Aggota Tim Peneliti Hibah Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian
Universitas Djuanda Bogor Jalan Tol Ciawi No.1 Kotak Pos 35 Bogor 16720
Korespondensi: Oktavianus Lumban Tobing Telp: 081328789829; E-mail:
oktavianuslumbantobing@gmail.com

ABSTRAK
Pertumbuhan dan produksi tanaman cabai keriting ditentukan oleh beberapa varibel utama,
yaitu: teknik budidaya, antara lain dari pemberian ekstrak bonggol pisang dan ekstrak daun
mimba serta serangan hama dan penyakit. Mediasi penentu lainnya adalah keadaan cuaca
setempat di Kecamatan Taman sari Bogor jawa Barat. Penelitian tentang cabai masih terbatas,
sedangkan sebagian besar masyarakat di Indonesia dari Sabang sampai Merauke
mengkonsumsi cabai dalam jumlah besar. Penulisan artikel penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi keragaman sumberhayati Indonesisa antara lain, ekstrak bonggol pisang
stadium pedang dan daun mimba yang dapat menstimulir pertumbuhan dan hasil cabai keriting.
Analisis data menggunakan rancangan acak kelompok dengan dua variabel dan 3 kali
pengulangan. Variabel pertama ekstrak bonggol pisang terdiri 4 taraf: 0%, 15%, 30%, 45%
dan variabel kedua ekstrak daun mimba terdiri 4 taraf: 0%, 15%, 30%, 45%. Ekstrak daun
mimba memberikan mediasi positif pada diameter tajuk, sedangakan ekstrak daun mimba dan
bonggol pisang memberikan mediasi positif pada diamaeter tajuk, luas daun dan jumlah cabang
produktif. Kedua variabel ini tidak memberikan mediasi positif pada produksi bobot buah
basah dan kering disebabkan penelitian berlangsung pada musim kemarau panjang mulai dari
bulan Maret sampai Juli 2019, dimana curah hujan rendah dan temperatur relatif tinggi,
sehingga penguapan pada buah tinggi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu
yang menyatakan bobot buah cabai 20 sampai 90% ditentukan oleh kadar air. Serangan
penyakit dan hama utama tergolong rendah, hasil penelitian ini didukung oleh penelitian
terdahulu bahwa ekstrak daun mimba dapat berperan sebagai mediasi penolak hama dan
penyakit.
Kata kunci: Pertumbuhan dan produksi Cabai, Ekstrak, bonggol pisang dan daun mimba
PENDAHULUAN
Cabai termasuk sayuran buah yang merupakan bahan penyedap tambahan lauk pauk
dengan rasa pedas. Hampir semua masyarakat membutuhkan sambal setelah diolah dari bahan
mentah cabai. Kondisi ini menyebabkan permintaan cabai berlangsung secara kontuinitas.
Budidaya tanaman cabai sering mendapatkan masalah yaitu adanya serangan hama utama
aphid dan penyakit antraknosa pada cabai yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum
capsici.

Penurunan produksi tanaman cabai dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya
disebabkan oleh beberapa cendawan merugikan yaitu penyakit antraknosa cabai yang
disebabkan Colletotrichum capsici dan cendawan lainnya bercak daun cabai (Cercospora
capsici), layu fusarium (Fusarium oxysporum f.sp capsici), penyebab penyakit rebah semai
(Sclerotium rolfsii) (Yanti et al., 2019).
Produksi cabai dapat turun secara drastis oleh kedua jasad pengganggu tersebut, oleh sebab itu
pada penelitian ini dicari alternatif dalam menekan serangan melalui pemberian ekstrak
bonggol pisang dan daun mimba.

Tingkat kebutuhan cabai nasional mengalami tren kenaikan dari April hingga Juni
2019. Berdasarkan catatan Kementan, tingkat kebutuhan cabai nasional pada April 2019
mencapai 73.999 ton, Mei 75.877 ton, dan Juni berkisar 77.755 ton. Sedangkan jika
dibandingkan terhadap tingkat produksi rata-rata nasional, kebutuhan tersebut masih relatif
terpenuhi. Ismail mencatat, tingkat produksi cabai rata-rata nasional per bulan mencapai lebih
dari 100 ribu ton. Adapun rincian produksi nasional tercatat, pada April 2019 sebesar 110.707
ton, Mei 113.032 ton,
sedangkan Juni mencapai 115.357 ton.

(https://republika.co.id/berita/ekonomi/pertanian 2019).
Penelitian pada program gerakan tanam cabai belum memberikan hasil terhadap
permintaan cabai tingkat rumah tangga, yang terlihat dari: (1) tidak adanya perbedaan volume
pembelian cabai antara sebelum dan sesudah gerakan tanam cabai pada kelompok penerima,
dan (2) tidak adanya perbedaan volume pembelian cabai sesudah periode program tersebut
antara kelompok penerima dan non penerima. Penyebab utama banyak tanaman cabai mati,
yang dibagikan tidak sesuai dengan kesukaan konsumen, dan cabai merupakan komoditas
yang bersifat inelastis. Program ini dapat berlangsung, jika: (1) jenis cabai dalam program ini
disesuaikan dengan kesukaan konsumen, dan (2) pembangunan sistem dan tatanan
kelembagaan untuk memastikan keberlanjutan program meliputi sistem pembagian benih,
penentuan kelompok penerima, pendampingan pra dan pasca pembagian benih, serta
pembekalan teknis budidaya kepada kelompok penerima (Nugrahapsari et al., 2019).
Perkembangan volume ekspor cabai olahan selama kurun waktu 2006-2014 mengalami
peningkatan dengan nilai rata-rata sebesar 43,55% per tahun. Kuantitas ekspor cabai olahan
Indonesia selalumeningkat dari 1,54 ribu ton tahun 2006 menjadi 14,35 ribu ton tahun 2015
meskipun pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 8,6 ribu dari tahun 2010 yang
sebanyak 8,7 ribu ton. Sementara di sisi lain, perkembangan volume impor cabai olahan
selama kurun waktu 2006-2015 mengalami peningkatan dengan nilai rata rata sebesar 12,97%
per tahun (Yanuarti Astri Ridha dan Mudya Dewi Afsari 2016).
Penanggulangan hama dan penyakit utama cabai dengan pestisida sintetik dapat
menurunkan tingkat serangan, tetapi residunya berdampak negatif terhadap lingkungan hidup,
seperti air, tanah dan udara. Alternnatif untuk mengatasi bahaya residu tersebut melalui
penggunaan pestisida nabati asal tumbuh-tumbuhan. Fungisida nabati asal tumbuhan bersifat
ramah lingkungan sehingga tidak berbahaya bagi manusia, mudah terurai di alam. Penggunaan
pestisida nabati relatif murah, mudah didapat dan mudah digunakan (Suleiman 2010; Andani
2017).
Kombinasi daun mimba (Azadirachta indica) dengan buah cabai rawit (Capsicum frutescens)
memberikan hasil terhadap mortalitas kutu daun hijau (Aphis gossypii). Konsentrasi kombinasi
daun mimba dengan buah cabai rawit terhadap mortalitas kutu daun hijau (Aphis gossypii)
hasil terbaik konsentrasi 15 % diperoleh mortalitas nimfa 85 % ( Rajab, 2019).
Penggunaan pestisida di bidang pertanian telah dimulai beberapa abad lalu yang diawali
dengan memakai zat-zat organik yang berasal dari tumbuhan seperti pyrethrum dan nikotin,
dan tanaman lainnnya.
Uji ekstrak daun mimba dengan konsentrasi (0, 0,5, 1, 1,5, 2, 2,5) % terhadap keong emas
memberikan hasil sebagai berikut: 1. Mortalitas tertinggi pada konsentrasi 2,5 %, 2. Semakin
tinggi konsentrasi ekstrak daun mimba yang diberikan maka akan tinggi tingkat mortalitas, 3.
Semakin rendah konsentrasi ekstrak daun mimba yang diberikan akan meningkatkan kerusakan
tanaman padi (Karyadi, 2018).
Formulasi cair ekstrak biji Azadirachta indica 50 EC lebih toksik dibandingkan dengan
formulasi cair ekstrak Kalanchoe pinnata 50 EC terhadap larva Spodoptera
litura. Selain itu, formulasi cair ekstrak biji A. Indica 50 EC mengakibatkan penurunan bobot
larva dan konsumsi pakan, memperpanjang waktu perkembangan larva, dan menurunkan
tingkat keberhasilan larva berkembang menjadi pupa dan imago.
(Paramita et al., 2018)
Hasil uji ekstrak daun mimba 0%, 1%, 5%, 10%, 15%, 20% terhadap diameter koloni
Colletotrichum capsisi pada medium Potato dextrose agar diperoleh diameter C. capsici paling
rendah pada konsentrasi 20 % yakni 44,25 mm dari konsentrasi lainnnya. Klasifikasi C.
Capsici, Ningsih (2013) sebagai berikut: Divisio : Ascomycota Class : Pyrenomycetes Ordo :
Sphaeriales Familia : Polystigmataceae Genus : Collectotrichum Spesies : Collectotrichum
capsici.
Konidia C. capsici, gejala penyakit antraknosa, dan buah cabai yang terserang penyakit
antraknosa di lapangan tertera pada gambar satu. Sedangkan konidia dan setae Colletotrichum
capsici bidang pandang mikroskop 10x10, dan daur hidup tertera pada gambar dua.

(c)

Gambar 1a. Konidia C. capsici (Than et al 2008), 1b. Gejala penyakit antraknosa yang
disebakan C. capsici (Prakash, 2000), 1c. Buah cabai yang terkena penyakit antraknosa
Gambar 2a Gambar konidia dan setae Colletotrichum capsici pengamatan pada bidang
pandang mikroskop 10 x 10

Gambar 2b Daur penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Glomerella cingulata dan
Colletotrichum atau Gloeosporium sp. (Agrios, 2015)

Pertumbuhan dan produksi cabai dapat distimulir melalui pemberian zat pengatur
tumbuh alami dari ekstrak bonggol pisang serta hasilnya mengandung giberelin dan sitokinin.
Menurut Alfandi dan Deden (2016), kombinasi antara zat pengatur tumbuh giberelin (0, 50,
100, 150) ppm dan mol bonggol pisang (10, 20, 30) ml/l berpengaruh nyata terhadap hasil
jumlah buah per polibeg dan bobot buah per polibeg tanaman cabai. Konsentrasi bonggol 10
ml/l memberikan pengaruh nyata pada tinggi tanaman cabai umur 20 HSPT dan tinggi rata-
rata 10,56 cm pada 60 HSPT.
Fase pembungaan tanaman buncis ini juga rentan terjadi pengguguran bunga sehingga
untuk mencegah dari rontoknya bunga dapat diaplikasikan zat pengatur tumbuhan, sejenis
hormon giberelin (GA3). Hormon giberelin mampu merangsang pertumbuhan bunga dan
pembentukan bakal buah serta memperkuat kondisi batang pada tanaman buncis. Selain itu
pada fase pembungaan hormon giberelin juga memiliki peran dalam mencegah perontokan
bunga (Senja, 2019).
BAHAN DAN METODE
Penelitian dimulai dari bulan Maret sampai dengan Juli 2019 di lahan Gapoktan Repeh
Rapih, Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kelompok tani
mengusahakan tanaman disekitar lahan penelitian dengan menanam jenis tanaman cabai
merah, kacang panjang, petsai, dan keladi bogor. Hama aphid dan penyakit antraknosa
tersedia sebagai sumber penular secara alami. Lahan penelitian yang digunakan pada tanaman
cabai adalah persiapan polibeg 15 cm x 25 cm unuk tempat persemaian selanjutnya penanaman
benih cabai varietas gada, penyiapan media polibeg 40 cm x 45 cm untuk penanaman,
penyiapan ekstrak daun mimba dan bonggol anakan pedang pisang kepok, analisis jenis dan
kandungan masing-masing ekstrak. Peubah yang diamati meliputi: tinggi tanaman (cm),
Diameter batang (cm), Luas daun (cm2), jumlah buah pertanaman, bobot buah basah dan kering
pertanaman (g), bobot berangkasan basah dan kering tanaman (g): untuk tanaman kurban 4
kali pengamatan dan tanaman sampel 1 kali pengamatan pada akhir penelitian,
persentase/kejadian (%) dan intensitas/keparahan (%) dari hama dan penyakit. Data peubah
amatan dianalisis dengan menggunakan Rancangan acak kelompok faktorial dengan 2 faktor
perlakuan, ekstrak daun mimba terdiri 4 taraf : 0 % (MO), 15% (M1), 30%(M2), 45% (M3)
dan bonggol anakan pedang pisang kepok terdiri 4 taraf; 0% (PO), 15% (P1), 30% (P2), 45%
(P3) . Data yang diperoleh setiap amatan peubah ditentukan anovanya selanjutnya jika terdapat
perbedaan pada taraf 5 % diuji lanjut menggunakan Duncan Multiple Rrange Test. Metode
linier rancangan acak kelompok (RAK) faktorial yaitu :
Уijk = µ + Аi + Вj + (AB)ij + Ck + Ɛijk
Уijk : Nilai respon pada ekstrak mimba ke-i ekstrak bonggol pisang ke-j kelompok ke-k
µ : Nilai tengah umum
Аi : Pengaruh ekstrak mimba ke-i
Bj : Pengaruh ekstrak bonggol pisang ke-j
(AB)ij : Pengaruh interaksi ekstrak mimba ke-i dan ekstrak bonggol pisang ke-j
Ck : pengaruh kelompok ke-k
Ɛijk : Galat percobaan pada umur ekstrak mimba ke-i dan ekstrak bonggol pisang ke-k.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Tabel 1 Rata-rata tinggi tanaman
Rata-rata tinggi tanaman (cm)
Perlakuan 14 HST 24 HST 34 HST 44 HST 54 HST 64 HST
Ekstrak daun mimba
M0 24,94 37,29 42,26 44,80 46,28 47,27
M1 25,41 38,30 44,64 47,92 49,79 50,19
M2 24,24 37,20 41,78 44,83 45,89 47,90
M3 22,79 35,42 40,52 45,06 46,64 46,87
Ekstrak bonggol pisang
P0 23,07 35,54 40,17 43,39 45,33 46,74
P1 23,57 36,87 43,10 45,42 47,27 47,65
P2 25,49 38,04 42,79 46,30 47,41 48,09
P3 25,24 37,76 43,14 47,48 48,59 49,76
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak daun mimba maupun ekstrak

bonggol pisang untuk semua perlakuan tidak memberikan hasil, tetapi rata-rata tinggi tanaman
untuk masing-masing perlakuan ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang mulai dari
umur 14 hari setelah tanam (14 HST), 24 HST, 34 HST, 44 HST, 54 HST, 64 HST terjadi
kenaikan tinggi tanaman. Hal ini disebabkan kandungan bahan aktif yang terdapat pada ekstrak
daun mimba dan ekstrak bonggol pisang dapat menstimulir pertumbuhan tinggi tanaman.
Menurut Wea (2018) aplikasi pupuk organik cair bonggol pisang kepok konsentrasi 10%, 20%,
30% tidak berpengaruh terhadap tinggi batang tanaman okra.

Tabel 2 Rata-rata diameter batang tanaman


Rata-rata diameter batang tanaman (cm)
Perlakuan 14 HST 24 HST 34 HST 44 HST 54 HST 64 HST
Ekstrak daun mimba
M0 0,44 0,50 0,64 0,71 0,78 0,83
M1 0,45 0,52 0,64 0,74 0,83 0,88
M2 0,41 0,51 0,63 0,72 0,82 0,89
M3 0,42 0,48 0,63 0,74 0,83 0,88
Ekstrak b. Pisang
P0 0,41 0,47 0,59 0,70 0,78 0,84
P1 0,43 0,51 0,66 0,74 0,83 0,88
P2 0,45 0,52 0,64 0,74 0,81 0,86
P3 0,44 0,51 0,65 0,73 0,84 0,91

Rata rata diameter batang tanaman untuk masing-masing perlakuan ekstrak daun mimba dan
ekstrak bonggol pisang pada semua umur tidak memberikan hasil, tetapi rata-rata diameter
batang untuk masing-masing perlakuan ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang mulai
dari umur 14 HST), 24 HST, 34 HST, 44 HST, 54 HST, 64 HST naik terus. Kandungan
senyawa pada ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang dapat menstimulir pertambahan
diameter batang.
Tabel 3 Rata-rata diameter tajuk
Rata-rata diameter tajuk (cm)
Perlakuan 14 HST 24 HST 34 HST 44 HST
54 HST 64 HST
Ekstrak daun mimba
M0 23,97 32,09 35,00 38,13a 40,41a 36,51
M1 25,02 33,23 38,94 43,69b 43,77b 39,68
M2 23,43 33,94 36,21 41,52b 39,70a 38,24
M3 22,80 31,79 34,15 41,96b 40,07a 37,91
Ekstrak b. Pisang
P0 23,50 30,92 33,69 39,83 39,62 37,77
P1 23,64 34,67 36,75 40,66 40,51 37,59
P2 24,58 32,88 38,06 41,48 41,54 37,66
P3 23,50 32,58 35,81 43,32 42,28 39,33
Keterangan : Nilai rata-rata pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Rata-rata diameter tajuk (cm)


45
44 43,69 43,77

43
41,96
Diameter tajuk (cm)

42 41,52

41 40,41
40,07
40 39,7
44 HST
39
38,13 54 HST
38
37
36
35
M0 M1 M2 M3
Perlakuan

Gambar 1. Rata-rata diameter tajuk


Hasil rata-rata perlakuan ekstrak daun mimba untuk peubah diameter tajuk umur 44 HST
dan 54 HST berpengaruh untuk umur yang lain tidak ada perbedaan, sedangkan rata-rata
perlakuan ekstrak bongggol pisang tidak berbeda. Kandungan senyawa yang terdapat pada
ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang menstimulir pada umur tersebut.
Tabel 4 Rata-rata luas daun tanaman
Rata-rata luas daun tanaman (cm2)
Perlakuan 14 HST 24 HSt 34 HST 44 HST 54 HST 64 HST
Ekstrak daun mimba
M0 18,40 20,38 31,09 34,66 26,83 25,35b
M1 17,89 21,60 29,89 33,01 26,71 25,74b
M2 17,77 19,99 29,67 35,06 27,85 22,82a
M3 15,77 20,37 28,71 34,03 27,45 21,28a
Ekstrak b. Pisang
P0 16,72 20,81 30,44 33,74 27,57 17,25a
P1 17,04 18,69 28,95 35,11 27,71 24,40b
P2 17,64 22,00 31,03 33,31 26,86 24,92b
P3 18,43 20,83 28,95 34,60 26,70 28,62c
Keterangan : Nilai rata-rata pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut
uji DMRT pada taraf 5 %

Luas daun tanaman 64 HST (cm2)


35

30 28,62
25,35 25,74 24,92
24,4
25 22,82
21,28
20 17,25

15

10

0
M0/P0 M1/P1 M2/P2 M3/P3

Mimba (M) Bonggol pisang (P)

Gambar 2. Rata-rata luas daun tanaman


Rata-rata perlakuan mandiri ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang berpengaruh
pada peubah luas daun umur 64 HST. Kandungan senyawa yang terdapat pada ekstrak daun
mimba dan dan ekstrak bonggol pisang menstimulir pertambahan luas daun pada umur 64 HST.
Tabel 5 Rata-rata interaksi luas daun tanaman
Interaksi luas daun tanaman (cm2)
Perlakuan P0 P1 P2 P3
Umur 44 HST M0 33,64abcd 28,99a 35,80bcde 40,21de
M1 33,17bcde 30,98ab 34,70bcde 31,17ab
M2 33,11abc 39,75cde 31,11ab 36,27bcde
M3 33,03ab 40,70e 31,61ab 30,77ab
Umur 64 HST M0 20,83b 22,91bcd 23,58bcde 34,08h
M1 21,07b 20,98b 31,25gh 29,65fgh
M2 15,34a 26,40cdef 22,16bc 27,39efg
M3 11,17a 27,29defg 22,69bc 23,35bcd
Keterangan : Nilai rata-rata pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut
uji DMRT pada taraf 5 %

Interaksi luas daun (cm) umur 44 HST


45 40,7
40,21 39,75
40 35,8 36,27
33,64 34,7
35 33,17 33,11 33,03
30,98 31,17 31,11 31,61
30,77
28,99
30
Rata-rata

25 P0
20 P1
15 P2
10 P3
5
0
M0 M1 M2 M3
Perlakuan 44 HST

Gambar 3. Interaksi luas daun umur 44 HST

Interaksi luas daun (cm) umur 64 HST


40
34,08
35 31,25
29,65
30 26,4 27,39 27,29
23,58
22,91 22,16 23,35
22,69
25
Rata-rata

20,83 21,07
20,98 P0
20
15,34 P1
15 11,17
P2
10
5 P3

0
M0 M1 M2 M3
Perlakuan 64 HST

Gambar 4. Interaksi lauas daun umur 64 HST


Rata-rata perlakuan ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang memperlihatkan interkasi
beda nyata pada umur amatan 44 HSt dan 64 HST. Kandungan senyawa yang terdapat pada
ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang berpengaruh pada umur 44 HST dan 64 HST
Tabel 6 Rata-rata jumlah buah cabang produktif
Rata-rata jumlah buah cabang produktif (buah)
Perlakuan 44 HST 54 HST 64 HST
Ekstrak mimba
M0 4,86 8,78 5,14
M1 5,97 11,61 8,19
M2 4,89 8,94 6,36
M3 5,44 10,08 6,58
Ekstrak b. pisang
P0 4,44 9,39 6,44
P1 5,42 9,72 6,31
P2 5,47 8,19 5,28
P3 5,83 12,11 8,25

Rata-rata perlakuan ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang pada jumlah buah cabang
produktif untuk semua umur tidak menunjukkan perbedaan.
Tabel 7. Rata-rata cabang produktif
Rata-rata cabang produktif
Perlakuan 14 HST 24 HST 34 HST 44 HST 54 HST 64 HST
Ekstrak mimba
M0 2,47 7,83 24,42 39,14 47,53 30,17
M1 2,94 9,22 27,94 47,56 57,17 34,06
M2 1,67 8,67 21,33 33,89 50,72 28,06
M3 1,69 8,39 23,56 40,94 45,44 28,83
Ekstrak b. pisang
P0 1,89 7,22 21,00 36,67 43,94 30,83
P1 2,03 8,33 24,50 37,22 47,06 25,05
P2 2,58 9,89 25,64 39,58 50,75 31,17
P3 2,28 8,67 26,11 48,06 59,11 34,06

Rata-rata perlakuan ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang pada rata-arta cabang
produktif untuk semua umur tidak memberikan hasil berbeda.
Tabel 8. Interaksi cabang produktif

Interaksi cabang produktif


Perlakuan P0 P1 P2 P3
54 HST M0 40,00ab 48,00abc 43,00abc 59,11bc
M1 36,67ab 66,89c 41,33ab 83,77d
M2 52,22bc 40,00ab 67,33c 43,33abc
M3 46,89abc 33,33a 51,33abc 50,22abc
Keterangan : Nilai rata-rata pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Interaksi cabang produktif


90 83,77
80

70 66,89 67,33
59,11
60
52,22 51,33
50,22
48
Rata-rata

50 46,89 P0
43 41,33 43,33
40 40
40 36,67 P1
33,33
30 P2
P3
20

10

0
M0 M1 M2 M3
Perlakuan 54 HST

Gambar 5. Interaksi cabang produktif


Perlakuan bersama ekstrak bonggol pisang dan ekstrak daun mimba berpengaruh nyata
terhadap peubah cabang utama (produktif). Zat pengatur tumbuh kinetin dan zeatin pada
ekstrak daun mimba juga senyawa terkandung pada daun mimba dapat bekerja sama
meningkatkan pertambahan cabang utama.
Tabel 9 Rata-rata bobot basah buah dan bobot kering buah
Rata-rata bobot basah buah Rata-rata bobot kering buah
tanaman (g) tanaman (g)
Perlakuan 44 HST 54 HST 64 HST 44 HST 54 HST 64 HST
Ekstrak mimba
M0 15,81 10,36 9,89 12,39 7,96 7,68
M1 15,33 14,14 13,78 12,11 11,18 10,86
M2 13,19 15,17 12,92 9,72 12,11 10,14
M3 20,28 11,72 11,56 11,56 8,82 8,97
Ekstrak b.
pisang
P0 14,47 15,08 10,44 11,14 11,89 7,98
P1 17,14 13,97 13,81 13,56 11,01 10,72
P2 16,61 9,36 10,67 13,22 7,28 8,39
P3 16,39 12,97 13,22 12,67 9,89 10,56

Rata-rata perlakuan ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang tidak meberikan hasil
berbeda untuk semua peubah bobot basah buah dan bobot kering buah. Kandungan senyawa
pada kedua ekstrak rata-rata perlakuan tidak menstimulir hasil pada bobot basah dan kering
buah.

Tabel 10 Rata-rata bobot kering akar dan bobot basah akar


Rata-rata bobot kering akar Rata-rata bobot basah akar
Perlakuan 44 HST 54 HST 64 HST 44 HST 54 HST 64 HST
Ekstrak mimba
M0 0,33 1,73 2,22 3,35 5,67 7,08
M1 0,36 1,78 2,08 3,58 6,50 6,50
M2 0,47 1,81 2,59 4,95 6,58 8,08
M3 0,49 1,85 2,22 4,99 7,25 6,75
Ekstrak b. pisang
P0 0,40 2,01 2,13 4,25 6,83 6,50
P1 0,41 1,50 2,21 3,98 6,67 7,67
P2 0,39 2,00 2,71 4,21 6,33 7,42
P3 0,45 1,67 2,07 4,44 6,17 6,83

Rata-rata perlakuan mandiri ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang tidak berpengaruh
pada semua peubah bobot kering akar dan bobot basah akar.
Tabel 11 Rata-rata bobot kering tajuk dan bobot basah tajuk
Rata-rata bobot kering tajuk Rata-rata bobot basah tajuk
Perlakuan 14 HST 24 HST 34 HST 44 HST 54 HST 64 HST
Ekstrak mimba
M0 1,90 10,69 7,53 18,20 29,42 37,33
M1 1,75 19,57 9,03 17,04 40,42 43,75
M2 2,14 15,38 9,64 21,60 31,92 46,83
M3 1,98 13,80 8,57 19,28 31,17 39,67
Ekstrak b. pisang
P0 2,00 17,72 7,73 19,58 41,17 37,08
P1 1,74 10,33 8,46 17,08 25,58 42,33
P2 2,22 16,03 9,38 21,40 34,75 41,42
P3 1,82 15,38 9,19 18,05 31,42 46,75

Rata-rata perlakuan mandiri ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang tidak berpengaruh
pada semua waktu pengamatan bobot kering tajuk dan bobot basah tajuk.
Tabel 12 Rata-rata kejadian penyakit pada buah

Rata-rata kejadian penyakit pada buah (%)


Perlakuan 14 HST 24 HST 34 HST 44 HST 54 HST 64 HST
Ekstrak mimba
M0 0,00 0,00 0,00 2,55 2,78 5,05
M1 0,00 0,00 0,00 1,85 0,46 1,55
M2 0,00 0,00 0,00 5,09 1,56 0,92
M3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,49

Ekstrak b. pisang
P0 0,00 0,00 0,00 6,27 0,63 1,20
P1 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 5,05
P2 0,00 0,00 0,00 1,97 2,78 2,52
P3 0,00 0,00 0,00 0,93 1,39 1,25

Rata-rata perlakuan mandiri ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang tidak berpengaruh
terhadap semua waktu pengamatan kejadian penyakit pada buah.
Tabel 13 Rata-tata interaksi kejadian penyakit pada buah

Interaksi kejadian penyakit pada buah (%)


Perlakuan P0 P1 P2 P3
44 HST M0 1,01a 1,31a 4,17a 3,70a
M1 3,70a 0,00a 3,70a 0,00a
M2 20,37b 0,00a 0,00a 0,00a
M3 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a

Keterangan : Nilai rata-rata pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Interaksi kejadian penyakit pada buah (%)


25

20,37
20
ARata-rata

15
P0
P1
10
P2
P3
5 4,17 3,7 3,7 3,7

1,011,31
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
M0 M1 M2 M3
Perlakuan 44 HST

Gambar 6. Interaksi kejadian penyakit pada buah


Rata-rata perlakuan kombinasi (interaksi) perlakuan ekstrak daun mimba dan eksrak bonggol
pisang berpengaruh terhadap kejadian penyakit pada pengamatan 44 HST.

Tabel 14 Rata-tata keparahan penyakit pada buah

Rata-rata respon keparahan penyakit pada buah (%)


Perlakuan 14 HST 24 HST 34 HST 44 HST 54 HST 64 HST
Ekstrak mimba
M0 0,00 0,00 0,00 0,88 2,08 3,27
M1 0,00 0,00 0,00 0,46 0,12 1,31
M2 0,00 0,00 0,00 3,70 0,39 0,79
M3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,23
Ekstrak b. pisang
P0 0,00 0,00 0,00 4,00 0,16 1,20
P1 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 2,77
P2 0,00 0,00 0,00 0,49 2,08 1,70
P3 0,00 0,00 0,00 0,23 0,35 0,93
Rata-rata perlakuan mandiri ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang tidak berpengaruh
terhadap semua waktu pengamatan keparahan penyakit pada buah.

Tabel 15. Rata-rata kejadian serangan hama

Rata-rata kejadian serangan hama (%)


Perlakuan 14 HST 24 HST 34 HST 44 HST 54 HST 64 HST
Ekstrak mimba
M0 2,51 3,94 3,72 4,63 6,52 4,94
M1 0,52 1,14 1,24 2,97 3,01 2,95
M2 2,85 4,16 2,64 5,06 4,94 5,01
M3 1,48 2,12 2,35 3,47 5,35 2,94
Ekstrak b. pisang
P0 1,60 2,43 2,22 4,84 4,65 4,06
P1 2,94 3,98 3,38 4,12 5,16 3,85
P2 1,66 3,37 2,71 4,09 5,70 4,34
P3 1,17 1,58 1,63 3,07 4,32 3,59
Rata-rata perlakuan mandiri ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang tidak
berpengaruh terhadap semua amatan kejadian serangan hama.

Tabel 16. Rata-rata keparahan serangan hama

Rata-rata keparahan serangan hama (%)


Perlakuan 14 HST 24 HST 34 HST 44 HST 54 HST 64 HST
Ekstrak mimba
M0 2,51 1,67 6,34 2,33 2,60 2,33
M1 0,52 0,54 0,88 0,85 1,06 1,15
M2 2,85 1,71 2,72 2,21 2,10 2,25
M3 1,48 0,89 3,87 1,62 1,79 1,41
Ekstrak b. pisang
P0 1,60 1,03 4,44 2,00 2,10 1,79
P1 2,94 1,54 5,78 1,76 2,14 2,02
P2 1,66 1,55 1,43 2,05 2,16 2,02
P3 1,17 0,68 2,17 1,20 1,15 1,31
Rata-rata perlakuan mandiri ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang tidak berpengaruh
terhadap semua amatan keparahan serangan hama.
Tabel 17. Rata-rata diameter koloni cendawan Colletotrichum capsici pada media PDA
hari setelah inokulasi (HSI=hari setelah inokulasi)
Rata-rata diameter cendawan pada PDA (cm)
Perlakuan 2 HSI 4 HSI 6 HSI 8 HSI
Ekstrak mimba
M0 6,79 7,79 8,23 8,37
M1 6,48 6,92 7,17 7,30
M2 6,37 7,27 7,31 7,34
M3 6,75 7,38 7,45 7,45
Rata-rata perlakuan konsentrasi ektrak daun mimba menurut umur amatan perlakuan MO
dibandingkan dengan perlakuan M1, M2, M3 terjadi pengahambatan diameter koloni,
meskipun tidak terdapat perbedaan masing-masing perlakuan. Persentase penghambatan
𝐷1−𝐷2
diametre koloni, menurut Kumar (2007) dengan rumus: THR = × 100 %,
𝐷1

dimana: THR: tingkat hambatan relatif koloni patogen uji dengan perlakuan d1= diameter
koloni uji pada kontrol d2 = diameter koloni pada perlakuan.

Selanjutnya menentukan tingkat sensitivitas isolat Colletotrichum spp. terhadap bahan aktif
fungisida dapat dilihat dari tingkat hambatan relatif (THR), Kumar et al. (2007) menetapkan
kriterianya: Sangat sensitif (SS) : THR > 90%, Sensitif (S) : 75% < THR ≤ 90%, Resisten
sedang (RS) : 60% < THR ≤ 75%, Resisten (S) : 40% < THR ≤ 60%, Sangat Resisten (SR) :
THR ≤ 40%.

Berdasarkan rumus diperoleh penghambatan diameter koloni pada tabel 18.

Tabel 18 . Rata-rata penghambatan diameter koloni cendawan pada media PDA

Rata-rata penghambatan diameter koloni Colletotrichum capsici pada media PDA (cm)
Perlaku Total Rata-rata
an 2 HSI 4 HSI 6 HSI 8 HSI
Ekstrak mimba
M1 6,19 11,17 12,88 12,78 43,02 10,76
M2 6,37 6,67 11,18 12,30 36,52 9,13
M3 0,59 5,26 9,48 10,99 26,23 6,58
Tingkat hambatan relatif diameter koloni terbesar berurut mulai perlakuan M3, M1, M2.
Tingkat hambatan relatif ketiga perlakuan termasuk katagori sangat resisten.
B. Pembahasan
Ekstrak
Bonggol pisang

Hasil analisis laboratorium ekstrak bonggol berpengaruh pada produksi jumlah bunga
pisang didapatkan zat pengatur tumbuh rosella, tetapi tidak berpengaruh pada berat
sitokinin yang terdiri dari zeatin dan basah bunga karena penelitian dilakukan
kinetin, dan zat pengatur tumbuh giberelin. pada musim kemarau dengan curah hujan
Zat pengatur tumbuh tersebut dapat rendah . Selanjutnya menurut Widiastuti et
menstimulir pertumbuhan dan produksi al. (2004), peningkatan intensitas cahaya
tanaman cabai keriting. Dari hasil dari 75% menjadi 100% menyebabkan
penelitian terlihat pengaruh mandiri zat bobot kering tajuk menurun, dengan
pengatur tumbuh asal bonggol pisang dapat meningkatnya intensitas cahaya maka akan
memacu peubah luas daun. Terdapat meningkatkan suhu lingkungan tanaman,
pengaruh perlakuan bersama (interaksi) yang mengakibatkan respirasi tanaman
pengatur tumbuh bonggol pisang dan daun meningkat.
mimba dalam memacu pertumbuhan luas Bobot kering akar dan bobot basah akar
daun tanaman cabai. terus meningkat setiap waktu pengamatan
Rata-rata perlakuan zat pengatur tumbuh dari 44 HST sampai 66 HST. Rata-rata
sitokinin dan giberelin asal ekstrak bobot kering tajuk dan bobot basah tajuk
bonggol pisang dan pestisida asal ekstrak cenderung naik dari waktu kewaktu
daun mimba dapat menstimulir pengamatan.
pertumbuhan luas daun. Rata-rata jumlah cabang utama berhasil
Rata-rata tinggi tanaman dan diameter dipengaruhi secara bersama oleh perlakuan
batang untuk ekstrak bonggol pisang ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol
meningkat terus setiap waktu pengamatan pisang.
mulai dari 14 HST sampai dengan 64 HST.
Rata-rata jumlah buah cabang utama
(produktif) naik dari 44 HST ke 55 HST
dan turun 66 HST. Rata-rata bobot basah
buah dan bobot kering buah tidak
berpengaruh. Menurut Sari et al.( 2012),
pemberian konsentrasi 0%, 8%, 16%, 24%,
32%, 40% mol bonggol pisang nangka
Ekstrak daun mimba
Hasil analisis laboratorium ekstrak daun mimba didapatkan senyawa pestisida alami .
Pestisida yang terdapat pada ekstrak daun mimba dapat memacu pertumbuhan luas daun, juga
berpengaruh terhadap diameter tajuk tanaman. Terdapat pengaruh bersama (interaksi) antara
ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang dalam memacu pertumbuhan luas daun
tanaman cabai. Pertambahan luas daun dipengaruhi oleh kedua perlakuan karena secara
mandiri masing-masing perlakuan menstimulir luas daun. Pertambahan luas daun akan
memacu laju fotosintesis tanaman.
Rata-rata tinggi tanaman dan diameter batang untuk ekstrak daun mimba meningkat terus
setiap waktu pengamatan mulai dari 14 HST sampai dengan 64 HST.
Rata-rata jumlah buah cabang utama/produktif naik dari 44 HST ke 55 HST dan turun 66 HST.
Rata-rata bobot basah buah dan bobot kering buah tidak berpengaruh.
Bobot kering akar dan bobot basah akar terus meningkat setiap waktu pengamatan dari 44
HST sampai 66 HST. Rata-rata bobot kering tajuk dan bobot basah tajuk cenderung meningkat
dari waktu ke waktu pengamatan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Konsentrasi ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang menstimulir
pertumbuhan, tetapi tidak menstimulir produksi buah cabai pada musim kemarau
2. Tanaman cabai keriting yang diberi konsentrasi ekstrak daun mimba dan ekstrak
bonggol pisang memperlihatkan hasil berbeda.
3. Pertambahan diameter tajuk, jumlah cabang produktif dan luas daun dapat
dioptimalkan melalui pemberian ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang.
4. Pemberian konsentrasi dari ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang
memberikan hasil pengaruh bersama pada luas daun dan cabang produktif.
5. Bobot basah dan bobot kering buah yang diberi konsentrasi ekstrak daun mimba dan
ekstrak bonggol pisang belum memberikan hasil berbeda, tetapi secara tabulasi
pengamatan 44 HST lebih tinggi dari pengamatan 54 HST dan 64 HST.
6. Kejadian penyakit pada buah umur 44 HST dipengaruhi oleh konsentrasi pemberian
ekstrak daun mimba dan konsentrasi ekstrak bonggol pisang 0 % (P0).
7. Keparahan penyakit pada buah tidak dipengaruhi oleh konsentrasi dari ekstrak daun
mimba dan ekstrak bonggol pisang.
8. Pemberian konsentrasi ekstrak daun mimba dan ekstrak bonggol pisang memberikan
angka berfluktuasi pada kejadian dan keparahan penyakit dan serangan hama aphid.

IMPLIKASI KEBIJAKAN
Penelitian ini dengan memodifikasi variabel berbeda dapat dikembangkan secara kolektif
dibeberapa daerah di Indonesia dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman
cabai terutama penamaman pada musim hujan.

DAFTAR PUSTKA
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. New York: Elsevier Academic Press.

Andani K. 2017. Efektivitas fraksi ekstrak daun mimba (Azadirachta indica Juss.) terhadap
penyakit antraknosa (Colletotrichum capsici Syd.) pada tanaman cabai merah
(Capsicum annum L.) di lapangan. (Skripsi). Bandar Lampung: Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.

Damayanti Imas/Red; Nidia Zuraya. 2019. Harga Cabai Petani Anjlok, Ekonom: Distributor
Untung Besar. (https://republika.co.id/berita/ekonomi/pertanian Apr 2019).

Yanti, Dini Puspita., Trizelia., dan Darnetty. 2019. Pengaruh lama perendaman benih cabai
lokal dengan Trichoderma harzianum terhadap kemampuan viabilitasnya. Jurnal:
Graha Tani 05(1): 720-727

Yanuarti Astri Ridha dan Mudya Dewi Afsari. 2016. Profil Komoditas Barang Kebutuhan
Pokok dan Barang Penting Komoditas Cabai.

Karyadi, arif. 2018. Pengaruh variasi konsentrasi ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A.
Juss) terhadap mortalitas hama keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck). Skripsi:
Program studi agroteknologi, Fakultas pertanian Universitas Jember.

Kumar AS, Eswara NPR, Hariprasad KR, Devi MC. 2007. Evaluation of fungicidal resistance
among Colletotrichum gloeosporioides isolates causing mango anthracnose in Agri
Export Zone of Andhra Pradesh India. Plant Pathol Bull. 16 (3): 157-160.

Ningsih, Y. 2013. Pengaruh fraksi ekstrak daun nimba (Azadirachta indica a.) dan daun jarak
(Jatropha curcas L.) terhadap pertumbuhan in vitro jamur Colletotrichum capsici
penyebab penyakit antraknosa pada cabai (Capsicum annum L.). (Skripsi).
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 30 pp.
Nugrahapsari, Rizka Amalia., Rima Setiani., Sulusi, Prabawati., nFN, Turyono., nfN,
Hardiyanto. 2019. Dampak program gerakan tanam cabai terhadap pemenuhan
kebutuhan cabai tingkat rumah tangga di Bogor dan Jakarta (Impact of chilli
planting program n chilli self sufficiency at household level in Bogor and Jakarta.
Jurnal: Hortikultura 29(1): 1-10
Paramita Hedi., Puspasari Lindung Tri., Yusuf Hidayat., Rika Meliansyah., Danar dono., Rani
Maharani., Unang Supratman. 2018. Bioactivity formulation of leaf extract of
Kalanchoe pinnata and seed of Azadirachta indica against Spodoptera litura.
Jurnal: Cropsaver 1(1): 20-26

Prakash, V.R. 2000. Anthracnose on Chili Peper.


http://www.apsnet.org/publication/imageresources/Pages/IW000078.aspx. (9
Januari 2015).
Rajab, Ahmad Mijwad., Ari, Hayati., dan Hasan, Zayadi. 2018. Pengaruh Larutan Kombinasi
Daun Mimba (azadirachta indica) dengan Buah Cabai Rawit (Capsicum
Frutescens) Terhadap Mortalitas Kutu Daun Hijau (Aphis gossypii) Secara In
Vitro. Jurnal: Ilmiah Sains Alami (Kown Nature) 1(1):1-6
Sari, Diana Novita, Surti. Kurniasih dan R. Teti Rostikawati. 2012. Pengaruh pemberian
mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol pisang nangka terhadap produksi rosella
(Hibiscus sabdariffa L). Jurnal Bioteknologi. 6 (2): 1-8.

Senja, OC Triwi. 2019. Aplikasi Pupuk Nitrogen dan Hormon Giberelin terhadap Produksi
Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L.). Url:
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/90253 Skripsi: Universitas Jember.

Suleiman MN. 2010. Fungitoxic activity of neem and pawpaw leaves extracts on Alternaria
solani, causal organism of yam rots. Advances in Environmental Biology. 4(2):
159-161.

Wea Maria Karolina. 2018. Pengaruh pupuk organik cair bonggol pisang kepok (Musa
acuminate L.) terhadap pertumbuhan tanaman okra merah (Abelmoschus caillei).
(Skripsi): Program studipendidikan biologi Fakultas keguruan dan pendidikan
Univesitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Widiastuti, Libria., Tohari, dan Endang Sulistyaningsih. 2004. Pengaruh intensitas cahaya
dan kadar daminosida terhadap iklim mikro dan pertumbuhan tanaman krisan
dalam pot. Jurnal Ilmu Pertanian 11 (2): 35-42

Anda mungkin juga menyukai