Anda di halaman 1dari 8

DASAR – DASAR ILMU PENDIDIKAN

PILAR – PILAR PENDIDIKAN

NAMA : IRWANDI
NIM : 19065009

PRODI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA


JURUSAN TEKNIK ELEKTRONIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
1.      Pengertian Pilar  Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pilar” diartikan sebagai“tiang
penyangga” (terbuat dari besi atau beton). Kata pilar dalam bahasa Inggris berarti
pillars (sama artinya dengan pilar dalam bahasa Indonesia). Pilar merupakan
penopang atau penyangga dalam sebuah bangunan yang membuat bangunan itu
dapat berdiri dengan kukuh.
Eksistensi pilar dalam berbagai  hal bisa dikatakan sangat penting peranannya
sebagai penopang agar menjadi suatu yang utuh (unity). Bangunan atau rumah
berangkat dari  pondasi yang dilengkapi dengan pilar agar atap bisa berdiri kokoh
dan tidak mudah roboh sehingga tampak menjadi lengkap dan melengkapi.  .
Istilah pilar dalam pendidikan bisa menjadi bagian yang tak kalah penting,
eksistensinya seperti halnya tujuan, sasaran, instrument pendidikan, dll.  Adapun
maksud dari pembahasan pilar-pilar pendidikan adalah bahwa sendi pendidikan
ditopang oleh semangat belajar yang kuat melalui pola belajar yang bervisi ke
depan dengan melihat perubahan-perubahan kehidupan.Dalam pendidikan, belajar
merupakan bagian yang tak terpisahkan karena pendidikan adalah usaha sadar
untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui
kegiatan pengajaran (belajar-mengajar). Belajar juga dikatakan sebagai  key
term  (kata kunci) paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa
belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.
Hal ini juga melihat dari kondisi zaman yang cepat berubah terutama di
bidang teknologi dan informasi sehingga visi paradigma pendidikan harus relevan
yang kemudian diturunkan ke dalam metode pembelajaran. Yaitu merubah
paradigma teaching (mengajar) menjadi learning (belajar). Dengan perubahan ini
proses pendidikan menjadi proses bagaimana“belajar bersama antar guru dan anak
didik”. Guru dalam konteks ini juga termasuk dalam proses belajar. Sehingga
lingkungan sekolah menjadi learning society (masyarakat belajar). Dalam
paradigma ini, peserta didik tidak lagi disebut pupil (siswa) tapi learner (yang
belajar).
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pilar pendidikan
adalah tiang atau penunjang dari suatu kegiatan usaha, pengaruh, perlindungan
dan bantuan yang akan diberikan kepada anak didik uang bertujuan untuk
pendewasaan anak.

2.     Jenis-jenis Pilar Pendidikan


a.     Learning to know (belajar untuk mengetahui)
Artinya belajar itu harus dapat memahami apa yang dipelajari bukan hanya
dihafalkan tetapi harus ada pengertian yang dalam. Hal ini dapat diartikan bahwa
siswa harus memiliki pemahaman yang bermakna terhadap proses pendidikan
mereka. Siswa diharapkan memahami secara bermakna asal mula teori dan
konsep, serta menggunakannya untuk menjelaskan dan memprediksi prose-proses
berikutnya. Ini adalah bagian dari proses pembelajaran yang memungkinkan
pelajar/mahasiswanya untuk tidak sekedar memperoleh pengetahuan tapi juga
menguasai teknik memperoleh pengetahuan tersebut. Pilar ini berpotensi besar
untuk mencetak generasi muda yang memiliki kemampuan intelektual dan
akademik yang tinggi.
Learning to know mengandung makna bahwa belajar tidak hanya berorientasi
pada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi pada proses
belajar. Dalam proses belajar, peserta didik bukan hanya menyadari apa yang
harus di pelajari tetapi juga diharapkan menyadari bagaimana cara mempelajari
apa yang seharusnya dipelajari. Kesadaran tersebut, memungkinkan proses belajar
tidak terbatas di sekolah saja, akan tetapi memungkinkan peserta didik untuk
belajar secara berkesinambungan. Inilah hakekat dari semboyan "belajar
sepanjang hayat".  Apabila hal ini dimiliki peserta didik, maka masyarakat belajar
(learning society) sebagai salah satu tuntutan global saat ini akan terbentuk. Oleh
sebab itu belajar untuk mengetahui juga dapat bermakna belajar berpikir karena
setiap individu akan terus belajar sehingga dalam dirinya akan tumbuh kemauan
dan kemampuan untuk berpikir.
 Learning to know, dengan memadukan pengetahuan umum yang cukup luas
dengan  keseempatan untuk mempelajari secara mendalam pada sejumlkah kecil
mata pelajaran. Pilar ini juga berarti  learning to learn (belajar untuk belajar),
sehingga memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan pendidikan yang
disediakan sepanjang hayat.

b.     Learning to Do
Sejak  Allah menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak dapat
hidup sendiri tetapi saling membutuhkan seorang dengan yang lainnya, harus ada
penolong. Karena itu manusia harus hidup bersama, saling membantu, saling
menguatkan, saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai
dan saling menghormati satu dengan yang lain. 
Learning to do (belajar untuk berbuat/melakukan), setelah kita memahami dan
mengerti dengan benar apa yang kita pelajari lalu kita melakukannya. Siswa
dilatih melakukan sesuatu dalam nyata yang menekankan pada penguasaan
keterampilan. Belajar untuk menerapkan. Sasaran dari pilar kedua ini adalah
kamampuan kerja generasi muda. Peserta didik diajarkan untuk melakukan
sesuatu dalam situasi yang konkrit yang tidak terbatas pada penguasaan
keterampilan yang mekanistis melainkan juga terampil dalam berkomusikasi,
bekerja sama, mengelola dan mengatasi suatu konflik. Melalui pilar kedua ini,
dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent dalam bekerja
dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.
Learnning to do mengandung makna bahwa belajar bukanlah sekedar
mendengar dan melihat untuk mengakumulasi pengetahuan, akan tetapi belajar
dengan dan untuk melakukan sesuatu aktivitas dengan tujuan akhir untuk
menguasai kompetensi yang diperlukan dalam menghadapi tantangan
kehidupan.  Kompetensi akan dapat dimiliki oleh pesrta didik apabila diberikan
kesempatan untuk belajar dengan melakukan apa yang harus dipelajarinya secara
langsung.Dengan demikian learning to do juga berarti proses pembelajaran
berorientasi pada pengalaman langsung (learning by experience).
Learning to do, untuk memperoleh  bukan hanya suatu keterampilan kerja
tetapi juga lebih luas sifatnya, kompetensi untuk berurusan dengan banyak situasi
dan bekerja dalam tim. Ini juga belajar berbuat dalam konteks pengalaman kaum
muda dalam berbagai kegiatan sosial dan pekerjaan yang mungkin bersifat
informal, sebagai akibat konteks lokal atau nasional, atau bersifat formal
melibatkan kursus-kursus, program  bergantian antara belajar dan bekerja.

c.     Learning to Be (belajar untuk menjadi seseorang)


Learning to be adalah belajar untuk berkembang secara utuh. Konsep ini
memaknai belajar sebagai proses untuk membentuk manusia yang memiliki jati
dirinya sendiri. Siswa diharapkan untuk dapat mandiri dan bertanggung jawab.
Selain itu, pendidikan juga diharapkan mampu mencetak generasi muda yang
berperikemanusiaan.
Learning to be mengandung arti bahwa belajar adalah proses untuk
membentuk manusia yang memiliki jati dirinya sendiri. Oleh karena itu, pendidik
harus berusaha memfasilitasi peserta didik agar bealajar mengaktualisasikan
dirinya sendiri sebagai individu yang berkepribadian utuh dan bertanggung jawab
sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat. Dalam pengertian ini
terkandung makna bahwa kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
yakni makhluk hidup yang memiliki tanggung jawab sebagai khalifah serta
menyadari akan segala kekurangan dan kelemahannya. Learning to be, sehingga
dapat mengembangkan kepribadian lebih baik dan mampu bertindak mandiri,
membuat pertimbangan  dan rasa tanggung jawab pribadi yang semakin besar,
ingatan, penalaran, rasa estetika, kemampuan fisik, dan keterampilan
berkomunikasi.

d.     Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama)


Sejak  Allah menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak dapat
hidup sendiri tetapi saling membutuhkan seorang dengan yang lainnya, harus ada
penolong. Karena itu manusia harus hidup bersama, saling membantu, saling
menguatkan, saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai
dan saling menghormati satu dengan yang lain. 
Learning to live together ini mengajrakan seseorang untuk hidup
bermasyarakat dan menjadi manusia berpendidikan yang bermnafaat baik bagi diri
sendiri dan masyarakatnya maupun bagi seluruh umat manusia.Dalam konteks
pendidikan siswa diharapkan daopat bersosialisasi dan berkomunikasi dalam
proses pendidikan.
Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama melalui proses
bekerjasama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam
masyarakat global dimana manusia baik secara individual maupun secara
kelompok tidak mungkin dapat hidup sendiri atau mengasingkan diri dari
masyarakat sekitarnya. Dalam hal ini termasuk juga pembentukan masyarakat
demokratis yang memahami dan menyadari akan adanya perbedaan pandangan
antar individu. Learning to live together, learning to live with others , dengan
jalan mengembangkan pengertian  akan orang lain dan apresiasi atas
interdependensi—melaksanakan proyek-proyek bersama dan belajar memenej
konflik—dalam semangat menghormati nilai-nilai kemajemukan, saling
memahami dan perdamaian.
Learning to live together, pada dasarnya adalah mengajarkan, melatih dan
membimbing peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui
komunikasi yang baik, menjauhi prasangka-prasangka buruk terhadap orang lain
serta menjauhi dan menghindari terjadinya perselisihan dan konflik. Persaingan
dalam misi ini harus dipandang sebagai upaya-upaya yang sehat untuk mencapai
keberhasilan, bukan sebaliknya bahwa persaingan justru mengalahkan nilai-nilai
kebersamaan bahkan pengehancuran terhadap orang lain atau pihak lain untuk
kepentingan sendiri.

e.      Learning to believe in God ( belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada


Tuhan Yang Maha Esa )
Satu pilar lagi yang sangat penting dalam proses pembelajaran dan sistem
pendidikan adalah belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Sebagai bentuk rasa syukur dan aplikasi dari nilai keagamaan dari setiap
peserta didik. Yang bertujuan untuk membentuk kepribadian dan karakter serta
akhlak mulia.
            Dalam artian ini bahwa pengetahuan yang dicari seseorang harus dapat
memberi manfaat untuk isi alam itu sendiri, dan bagaimana mengelolanya untuk
kebaikan bersama secara berkelanjutan yang secara religius dapat
dipertanggungjawabkan kepada Yang Mahakuasa.

3.      Impementasi Pilar Pendidikan


Penerapan pilar pendidikan menuntut kemampuan profesional guru dalam
bidang pendidikan. Kemampuan profesional guru akan terwujud apabila guru
memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar
mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan
mutu pendidikan pada tataran makro.

1)      Implementasi Learning to Know


Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan
kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan
dan membuat perencanaan secara saksama dalam meningkatkan kemampuan
belajar bagi siswanya, dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut
perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode
mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam
mengelola proses belajar-mengajar.

Konsep learning to know ini menyiratkan makna bahwa pendidik harus


mampu berperan sebagai berikut:
a.       Guru berperan sebagai sumber belajar
Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan materi pembelajaran.
Dikatakan guru yang baik apabila ia dapat menguasai materi pembelajaran dengan
baik, sehingga benar-benar berperan sebagi sumber belajar bagi anak didiknya.
b.      Guru  sebagai Fasilitator
Guru berperan memberikan pelayanan memudahkan siswa dalam kegiatan
proses pembelajaran.
c.       Guru sebagai pengelola
Guru berperan menciptakan iklim blajar yang memungkinkan siswa dapat
belajar secara nyaman.
d.      Guru sebagai demonstrator
Guru berperan untuk menunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat
membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.
e.       Guru sebagai pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap
perbedaan. Perbedaan inilah yang menuntut guru harus berperan sebagai
pembimbing.
f.       Guru sebagai mediator
Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang media
pendidikan juga harus  memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media
dengan baik.
g.      Guru sebagai Evaluator
Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Dengan penilaian tersebut,
guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa
terhadap pelajaran, serta ketepatan/ keefektifan metode mengajar (Fakhruddin,
2010:49-61).

2)      Implementasi Learning to Do
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya
untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya
agar “Learning to do” dapat terealisasi. Keterampilan merupakan sarana untuk
menopang kehidupan seseorang bahkan banyak orang meyakini bahwa memiliki
keterampilan jauh lebih penting daripada menguasai pengetahuan semata. Secara
umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah
kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu.
Oleh sebab itu, siswa harus dilibatkan secara aktif dalam menyelesaikan tugas-
tugas mereka. Hal ini bertujuan untuk membuat siswa bertanggung jawab atas diri
dan pendidikannya sehingga mereka akan belajar untuk meningkatkan
kemampuan dalam memecahkan masalah.

3)      Implementasi Learning to Be
Peran guru adalah sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator
sangat dibuthkan unutk menumbuhkembangkan potensi siswa secara utuh dan
maksimal. Pendidik juga membimbing siswa belajar mengaktualisasikan diri
sebagai individu yang berkepribadian utuh dan bertanggung jawab sebagai
individu sekaligus sebagai anggota masyarakat.
Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih
siswa agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal
utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan
keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be)
(Atika, 2010). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap
kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang
berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya
merupakan proses pencapain aktualisasi diri.

4)      Implementasi Learning to Live Together


Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan
kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman
tersebut terdapat persamaan. Itulah sebabnya Learning to live together menjadi
pilar belajar yang penting untuk menanamkan jiwa perdamaian.

5)      Implementasi learning to Believe in God


Dalam pendidikan adanya pelajaran Pendidikan agama , disini peserta didik
diajarkan nilai-nilai serta kaidah-kaidah tentang agamanya. Melalui ini peserta
didik diajarkan bagaimana dalam bersikap serta menggunakan ilmu yang ia miliki.

Anda mungkin juga menyukai