Anda di halaman 1dari 7

perolehan suara yang ditetapkan KPU memiliki banyak kekeliruan dan mengandung unsur

kecurangan yang sistematis, terstruktur, dan masif. Seperti, maraknya money politic, keterlibatan
penyelenggara pemilu, dan lain-lain.

Karena itu, MK sebagai garda terdepan penjaga keadilan pemilu dengan pengalamannya harus
transparan, akuntabel, dan mempu menjadi penetralisir ketegangan, pertanyaan yang tidak
bersayap, dan ketokan palunya dapat mengendalikan dan meredakan segala ketegangan. “Demi
keutuhan bangsa, diharapkan semua pihak dapat menerima hasil keputusan MK,” harapnya.

MK menyadari dalam kontestasi politik, sudah pasti menimbulkan pengkotak-kotakan. Fajar


berharap ketika MK sudah memutus semua perkara terutama sengketa pilpres, semua pihak bisa
menerima. “Jika MK sudah berupaya memutus secara adil, konsekuensinya semua pihak harus
menerima putusan. Proses politik harus tunduk pada hukum. Ini yang disebut membangun
demokrasi yang sesungguhnya sesuai amanat konstitusi,” tutupnya.
Data-data dari BAWASLU

Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat terjadi 7.132
pelanggaran selama penyelenggaraan Pemilu 2019, baik terkait Pileg maupun Pilpres 2019.
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menyampaikan jumlah tersebut berasal dari
temuan Bawaslu dan laporan masyarakat hingga 22 April 2019.

"Penerimaan laporan dugaan pelanggaran 903 laporan, penerimaan temuan dugaan laporan
6.929 laporan. Total yang sudah teregistrasi 7.132," kata Afif dalam keterangan tertulis,
Selasa (23/4).

Afif merinci ada 343 kasus pelanggaran pidana, 5.167 kasus pelanggaran administratif, 121
kasus pelanggaran kode etik, dan 696 kasus pelanggaran hukum lainnya.

Sementara 88 kasus masih dalam proses kajian dan 729 kasus lainnya dinyatakan bukan
pelanggaran.

Jawa Timur jadi provinsi dengan temuan pelanggaran terbanyak dengan jumlah 3.002
temuan. Disusul Sulawesi Selatan 772 temuan, Jawa Barat 514 temuan, Sulawesi Tengah 475
temuan, dan Jawa Tengah 399 temuan.

Sementara dari sisi aduan masyarakat, Jawa Barat jadi daerah dengan laporan terbanyak
dengan 117 laporan. Lalu ada Sulawesi Selatan 115 laporan, Aceh 95 laporan, Sumatra Utara
73 laporan, dan Jawa Tengah 61 laporan.

Afid menuturkan secara umum pelanggaran yang terjadi berupa keterlibatan ASN, TNI, dan
kepolisian. Kemudian ada pelibatan orang bukan pemilih, seperti anak-anak, dalam
kampanye. Ada pula penyalahgunaan wewenang pejabat publik yang menguntungkan peserta
pemilu.

"(Sudah ada) 100 putusan pidana, 77 inkrah dan 23 masih dalam proses atau banding," ucap
dia.
Seperti diketahui, sembilan hakim konstitusi menolak seluruh gugatan sengketa hasil Pilpres 2019
yang diajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto
dan Sandiaga S Uno. Menurut MK, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Mengapa menolak ?

Karena elemen mahasiswa harus bertekad untuk menjaga persatuan dan persaudaraan serta
menolak segala bentuk percecahan bagi bangsa. "Kita harus melahirkan kembali Indonesia yang
damai setelah pesta demokrasi," kata Rahmat.

Sementara, Gracia Panggabean mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. "Kita harus
ingat bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Final yaitu tidak ada upaya hukum yang dapat
dilakukan terhadap keputusan tersebut dan mengikat artinya pihak yang bersengketa dan
masyarakat Indonesia harus mematuhinya, karena ini adalah perkara nasional," ujar pemerhati
hukum berparas cantik itu.

Maka dengan ini kami menyatakan:

1. bertekad untuk menjaga persatuan, persaudaraan serta menolak segala bentuk


perpecahan, khususnya di kalangan mahasiswa dan pemuda.

2. Ikut andil dalam menjaga keutuhan NKRI

3. Ikut serta dalam menegakan hukum dan nilai nilai kemanusiaan sebagai manifestasi dari
hak asasi manusia dan berlaku untuk seluruh elemen bangsa

4. Melahirkan kembali Indonesia yang damai setelah pesta demokrasi

5. Bertekad untuk menjaga seutuhnya Pancasila dan UUD 1945 sebagai falsafah negara
yang paling fundamental.

Pelanggaran penyebaran hoaks

Maka, penebar hoax akan dikenakan KUHP, Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi
Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial.

Dia memaparkan, Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal
40 ayat (2a) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Lalu, Pasal 40 ayat (2b) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sampai
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs
Bermuatan Negatif.
Semuel mengatakan, bicara hoax itu ada dua hal. Pertama, berita bohong harus punya nilai
subyek obyek yang dirugikan. Kedua, melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No.11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pasal 28 ayat 2 itu berbunyi, "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA)"

PADA SAAT KERUSUHAN DAPAT DIKENAKAN PASAL :

Pasal 170 KUHP


(1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan
terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.
(2) Yang bersalah diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama 7 tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau
jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
2. dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;
3. dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.

Pasal 212 KUHP


Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang
menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas
permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan
pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.

Pasal 214 KUHP


(1) Paksaan dan perlawanan berdasarkan pasal 211 dan 212 jika dilakukan oleh dua orang atau
lebih dengan bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
(2) Yang bersalah dikenakan:
1. pidana penjara paling lama 8 tahun 6 bulan, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu
mengakibatkan luka-luka;
2. pidana penjara paling lama 12 tahun, jika mengakibatkan luka berat;
3. pidana penjara paling lama 15 tahun, jika mengakibatkan orang mati.

Pasal 218
Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah
diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta
perkelompokan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling
banyak Rp 9.000.

Pasal 187
Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul
bahaya umum bagi barang;
2. dengan pidana penjara paling lama 15 tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul
bahaya bagi nyawa orang lain;
3. dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika
karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang
mati.
CIAMIS, 86News.co – Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Brigjen. Pol. Dr.
Akhmad Wiyagus, S.I.K, M.Si., M.M., memberikan materi kuliah umum di Universitas
Galuh Ciamis, Kamis (14/3/2019), bertempat di Gedung Auditorium Universitas Galuh
Ciamis.

Hadir pada kegiatan tersebut Kapolres Ciamis AKBP. Bismo Teguh Prakoso, S.I.K., Ketua
Yayasan Universitas Galuh Ciamis, Rektor Universitas Galuh Ciamis, Dekan Universitas
Galuh Ciamis, dan mahasiswa-mahasiswi Universitas Galuh Ciamis.

Diinformasikan oleh Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol. Trunuyudo Wisnu Andiko,
S.I.K., bahwa tema yang diangkat dalam kuliah umum tersebut adalah kebangsaan, antisipasi
hoax dan cara mahasiswa-mahasiswi dalam menyikapi pesta demokrasi Pemilu 2019.

Dalam materi perkuliahannya Waka Polda Jabar membahas tentang fokus dunia pada post
truth dimana situasi jaman sekarang adalah masalah yang sulit. Banyak opini kita dibuat
menjadi fakta walaupun opini itu adalah kebohongan, lewat berita-berita di media. Negara
besar seperti Amerika Serikat juga pernah termakan hoax. Media sosial adalah senjata ampuh
saat ini karena sangat strategis menjatuhkan satu dengan yang lainnya.

Waka Polda Jabar juga menyampaikan konsep hukum pada dasarnya untuk mendapatkan
tujuan bersama yang baik dan menciptakan kesejahteraan. Aspek-aspek ketahanan nasional
wajib kita pahami, bagaimana jiwa jiwa nasionalisme kita diuji satu dengan yang lainnya
dengan tidak bisa di adu domba sesama rakyat Indonesia oleh pihak yang berkepentingan.

Lebih lanjut Waka Polda Jabar menyatakan saat ini isu SARA sangat merajalela, sebagai
mahasiswa harus turut andil dalam keamanan dan ketertiban serta menjaga keutuhan di
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Strategi-strategi Polri dalam bidang Keamanan Dalam
Negeri ditujukan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban sosial wajib didukung oleh
kita bersama.

Anda mungkin juga menyukai